Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN THYPOID

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi
oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart,
1994 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah
Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).

Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala


sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan
terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer
Orief.M. 1999).

Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid


adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan
C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.

2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada
dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus
mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

3. Patofisiologi

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat),
dan melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella
thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana
lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila
orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat
melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal
dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak,
lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung
empedu.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia
berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus
halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang
sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

4. Manifestasi Klinik
Masa tunas typhoid 10 – 14 hari

a. Minggu I

pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan
keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk,
epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.

b. Minggu II

pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas
(putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan
kesadaran.

5. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal

1) Perdarahan usus

2) Perporasi usus

3) Ilius paralitik

b. Komplikasi extra intestinal

1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,


trombosis, tromboplebitis.

2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia


hemolitik.

3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.


5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.

6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.

7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis


perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

6. Penatalaksanaan

a. Perawatan.
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.

2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.

b. Diet.
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.

2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.

3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.

4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.

c. Obat-obatan.
1) Klorampenikol

2) Tiampenikol
3) Kotrimoxazol

4) Amoxilin dan ampicillin

7. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah
dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum
susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai
mendidih dan hindari makanan pedas

8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :

a. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat


leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering
dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan
darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan
jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal
ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :

1) Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang


lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.
Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada
saat bakteremia berlangsung.

2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu


pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.

3) Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan


antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti


mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.

d. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum
klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).

2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).

3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan


titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :

a. Faktor yang berhubungan dengan klien :

1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.

2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam


darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-
5 atau ke-6.

3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai


demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti
agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.

4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba
dapat menghambat pembentukan antibodi.

5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat


menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem
retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa
atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya
menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H
menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin
H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.

7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini


dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer
yang rendah.

8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap


salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid
pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.

b. Faktor-faktor Teknis

1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O


dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat
menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.

2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji


widal.

3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang
berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella
setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.

9. Tumbuh kembang pada anak usia 6 –


12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik
berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat
sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai
mengembangkan cirri sex sekundernya.

Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi


termasuk perubahan sosial dan emosi.

a. Motorik kasar

1) Loncat tali

2) Badminton

3) Memukul

4) motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap


meningkatkan irama dan keleluasaan.

b. Motorik halus

1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan

2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat


musik.

c. Kognitif

1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi

2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah

3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal

4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang

d. Bahasa
1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak

2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung dan kata depan

3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal

4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

10. Dampak hospitalisasi


Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan
menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada
persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.

Penyebab anak stress meliputi ;

a. Psikososial

Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran

b. Fisiologis

Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri

c. Lingkungan asing

Kebiasaan sehari-hari berubah

d. Pemberian obat kimia

Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)

a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya


b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri

c. Selalu ingin tahu alasan tindakan

d. Berusaha independen dan produktif

Reaksi orang tua

a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan
dampaknya terhadap masa depan anak

b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak
familiernya peraturan Rumah sakit

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

Faktor Presipitasi dan Predisposisi

Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang
tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan
melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan
tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang
tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan
menyiapkan makanan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :

a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.
b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat.

c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi.

d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan


fisik.

e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi


atau informasi yang tidak adekuat.

3. Perencanaan

Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan


keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :

Diagnosa. 1

Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.

Tujuan

Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi

Kriteria hasil

Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas
normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada

Intervensi

Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan
peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap
hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah
nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per
hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.

Diagnosa. 2

Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat

Tujuan

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi

Kriteria hasil

Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising


usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal,
konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.

Intervensi

Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan
tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari.
Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual,
muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian
diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).

Diagnosa 3

Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi

Tujuan

Hipertermi teratasi

Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi
komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.

Intervensi

Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri
kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila
terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap
keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.

Diagnosa 4

Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan


fisik

Tujuan

Kebutuhan sehari-hari terpenuhi

Kriteria hasil

Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.

Intervensi

Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-


hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap,
dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.

Diagnosa 5

Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive

Tujuan

Infeksi tidak terjadi


Kriteria hasil

Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi
purulen/drainase serta febris.

Intervensi

Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus,
monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.

Diagnosa 6

Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau


informasi yang tidak adekuat

Tujuan

Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil

Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan


ikut serta dalam pengobatan.

Intervensinya

Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri
pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga
untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien
menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya
jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan
keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien

4. Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk
klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil,
kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia,
klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan
keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN BBLR

1. Definisi

BBLR adalah bayi baru lahir dengan BB 2500 gram/ lebih rendah (WHO 1961)

Klasifikasi BBLR

 Prematuritas murni

Masa Gestasi kurang dari 37 minggu dan Bbnya sesuai dengan masa gestasi.

 Dismaturitas

BB bayi yang kurang dari BB seharusnya, tidak sesuai dengan masa gestasinya.

2. Etiologi

a. Faktor ibu

Faktor penyakit (toksemia gravidarum, trauma fisik dll)

Faktor usia

Keadaan sosial

b. Faktor janin

 Hydroamnion

 Kehamilan multiple/ganda

 Kelainan kromosom

c. Faktor Lingkungan
 Tempat tinggal didataran tinggi

 Radiasi

 Zat-zat beracun

3. Patofisiologi?

4. Gejala Klinis

 BB <>

Pb <>

Lingkar dada <>

Lingkar kepala <>

5. Pem. Penunjang

Analisa gas darah

6. Komplikasi

 RDS

 Aspiksia

7. Penatalaksanaan medis

 Pemberian vitamin K

 Pemberian O2

8. Askep Pengkajian

 Tanda-tanda anatomis
 Kulit keriput, tipis, penuh lanugo pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak jaringan
sedikit (tipis).

 Kuku jari tangan dan kaki belum mencapai ujung jari

 Pada bayi laki-laki testis belum turun.

 Pada bayi perempuan labia mayora lebih menonjol.

 Tanda fisiologis

 Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak menangis,
bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.

 Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi.

Penyebabnya adalah :

o Pusat pengatur panas belum berfungsi dengan sempurna.

o Kurangnya lemak pada jaringan subcutan akibatnya mempercepat terjadinya


perubahan suhu.

o Kurangnya mobilisasi sehingga produksi panas berkurang.

9. Diagnosa Keperawatan

1. Tidak efektifnya pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dan neuromuskuler.
2. Tidak efektifnya termoregulasi b.d imaturitas control dan pengatur suhu tubuh dan
berkurangnya lemak sub cutan didalam tubuh.

3. Resiko infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi).

4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan tubuh dalam
mencerna nutrisi (imaturitas saluran cerna).
5. Resiko gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit, imobilisasi.

6. Kecemasan orang tua b.d situasi krisis, kurang pengetahuan.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

N Diagnosa
o. Keperawatan Tujuan Perencanaan

1. Tidak efektifnyaPola nafas efektif . 1. Observasi pola Nafas.


pola nafas b.d
imaturitas fungsiKriteria Hasil : 2. Observasi frekuensi dan
paru dn neuro bunyi nafas
muscular  RR 30-60 x/mnt
3. Observasi adanya
 Sianosis (-) sianosis.

 Sesak (-) 4. Monitor dengan teliti


hasil pemeriksaan gas
 Ronchi (-) darah.

 Whezing (-) 5. Tempatkan kepala pada


posisi hiperekstensi.

6. Beri O2 sesuai program


dokter

7. Observasi respon bayi


terhadap ventilator dan
terapi O2.

8. Atur ventilasi ruangan


tempat perawatan
klien.

9.
Kolaborasi dengan
tenaga medis lainnya.
2 Tidak efektifnyaSuhu tubuh kembali  Observasi tanda-tanda
termoregulasi b.dnormal. vital.
imaturitas control
dan pengatur suhuKriteria Hasil :  Tempatkan bayi pada
dan berkurangnya incubator.
lemak subcutan  Suhu 36-37 C.
didalam tubuh.  Awasi dan atur control
 Kulit hangat. temperature dalam
incubator sesuai
 Sianosis (-) kebutuhan.

 Ekstremitas  Monitor tanda-tanda


hangat. Hipertermi.

 Hindari bayi dari


pengaruh yang dapat
menurunkan suhu
tubuh.

 Ganti pakaian setiap


basah.

 Observasi adanya
sianosis.
3. Resiko infeksi b.dInfeksi tidak terjadi.  Kaji tanda-tanda infeksi.
defisiensi
pertahanan tubuhKriteria Hasil :  Isolasi bayi dengan bayi
(imunologi) lain
 Suhu 36-37 C
 Cuci tangan sebelum dan
 Tidak ada tanda- sesudah kontak dengan
tanda infeksi. bayi.

 Leukosit 5.000 –  Gunakan masker setiap


10.000 kontak dengan bayi.

 Cegah kontak dengan


orang yang terinfeksi.

 Pastikan semua
perawatan yang kontak
dengan bayi dalam
keadaan bersih/steril.

 Kolaborasi dengan
dokter.

 Berikan antibiotic sesuai


program.
4. Resiko gangguanNutrisi terpenuhi  Observasi intake dan
nutrisi kurang darisetelah output.
kebutuhan b.d
ketidakmampuan Kriteria hasil :  Observasi reflek hisap
mencerna nutrisi
(Imaturitas saluran
cerna)  Reflek hisap dan dan menelan.
menelan baik
 Beri minum sesuai
 Muntah (-) program

 Kembung (-)  Pasang NGT bila reflek


menghisap dan
 BAB lancar menelan tidak ada.

 Berat badan  Monitor tanda-tanda


meningkat 15 intoleransi terhadap
gr/hr nutrisi parenteral.

 Turgor elastis.  Kaji kesiapan untuk


pemberian nutrisi
enteral

 Kaji kesiapan ibu untuk


menyusu.

 Timbang BB setiap hari.


5 Resiko gangguanGangguan integritas  Observasi vital sign.
integritas kulit b.dkulit tidak terjadi
tipisnya jaringan  Observasi tekstur dan
kulit, imobilisasi. Kriteria hasil : warna kulit.

 Suhu 36,5-37 C  Lakukan tindakan secara


aseptic dan antiseptic.
 Tidak ada lecet
atau kemerahan  Cuci tangan sebelum dan
pada kulit. sesudah kontak dengan
bayi.
 Tanda-tanda
infeksi (-)  Jaga kebersihan kulit
bayi.

 Ganti pakaian setiap


basah.

 Jaga kebersihan tempat


tidur.

 Lakukan mobilisasi tiap


2 jam.
 Monitor suhu dalam
incubator.
6. Kecemasan orangCemas berkurang  Kaji tingkat pengetahuan
tua b.d kurang orang tua
pengetahuan orangKriteria hasil :
tua dan kondisi  Beri penjelasan tentang
krisis. Orang tua tampak keadaan bayinya.
tenang
 Libatkan keluarga dalam
Orang tua tidak perawatan bayinya.
bertanya-tanya lagi.
 Berikan support dan
Orang tua reinforcement atas apa
berpartisipasi dalam yang dapat dicapai oleh
proses perawatan. orang tua.

 Latih orang tua tentang


cara-cara perawatan
bayi dirumah sebelum
bayi pulang.
Diposkan oleh Ncithea hari : Sabtu, Januari 12, 2008
Label: Askep Neonatal

Anda mungkin juga menyukai