Anda di halaman 1dari 50

KONSEP DASAR PERSISTEM

SPINAL CORD INJURY


(CIDERA SARAF MEDULLA SPINALIS)

1. PENGERTIAN
Spinal cord injury (SCI) adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang seringkali
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Efek dari spinal cord injury tergantung pada jenis
luka dan tingkat dari didera. Akibat yang ditimbulkan karena cidera SCI bervariasi, dan
yang terparah bisa sampai mengakibatkan hilangnya fungsi motoric dan sensorik serta
kehilangan fungsi defekasi dam berkemih. (Fransisca, 2008)
Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh
benturan pada medulla spinalis. (BRUNNER&SUDDARTH, 2002)
Cedera medulla spinalis dapat diklasifikasikan:
a. Komosio Medula Spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi medulla spinalis hilang
sementara tanpa disertai gejala sisa atau sembuh secara sempurna. Kerusakan pada
komosio medulla spinalis dapatt berupa edema, perdarahan verivaskuler kecil-kecil dan
infark pada sekitar pembuluh darah.
b. Kompresi medulla spinalis berhubungan dengan cedera vertebra, akibat dari tekanan
pada medula spinalis
c. Kontusio adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada vertebra, ligament dengan
terjadinya perdarahan, edema, perubahan neuron dan reaksi peradangan.
d. Laserasio medulla spinalis merupakan kondisi yang berat karena terjadi kerusakan
medulla spinalis, biasanya disebabkan karena dislokasi, luka tembak. Hilangnya fungsi
medulla spialis umumnya bersifat permanen. (Tarwoto, 2007)
ANATOMI FISIOLOGI

Sumsum tulang belakang dan saraf tulang belakang berkontribusi untuk homeostasis dengan
menyediakan cepat, respon refleksif banyak rangsangan. Sumsum tulang belakang adalah jalur
untuk input sensorik ke otak dan motor Output dari otak. Spinal Cord atau Medulla Spinalis
merupakan bagian dari Susunan Syaraf Pusat. Terbentang dari foramen magnum sampai
dengan L1, di L1 melonjong dan agak melebar yang disebut conus terminalis atau conus
medullaris. Terbentang dibawah conus terminalis serabut-serabut bukan syaraf yang disebut
filum terminale yang merupakan jaringan ikat.
Terdapat 31 pasang syaraf spinal:
a. 8 pasang syaraf servikal
b. 12 Pasang syaraf Torakal
c. 5 Pasang syaraf Lumbal
d. 5 Pasang syaraf Sakral
e. 1 pasang syaraf koksigeal
Bagian baru membedah dari sumsum tulang belakang mengungkapkan daerah materi putih
yang mengelilingi sebuah inti dari materi abu-abu. Materi putih dari sumsum tulang belakang
terutama terdiri dari bundel akson myelinated neuron. Dua alur menembus materi putih dari
sumsum tulang belakang dan membaginya menjadi benar dan sisi kiri. Celah median anterior
adalah alur lebar di anterior (ventral) sisi. Posterior median sulkus adalah sempit galur pada
posterior (dorsal) sisi. Materi abu-abu dari sumsum tulang belakang berbentuk seperti huruf H
atau kupu-kupu; terdiri dari dendrit dan badan sel neuron, akson unmyelinated, dan neuroglia.
Komisura abu-abu membentuk mistar gawang dari H. Di tengah komisura abu-abu adalah
ruang kecil yang disebut kanal sentral; itu meluas seluruh panjang dari sumsum tulang belakang
dan diisi dengan cairan serebrospinal. Pada unggul end, kanal sentral kontinu dengan ventrikel
keempat (Ruang yang berisi cairan serebrospinal) di medula oblongata otak. Anterior
commissure abu-abu adalah anterior (ventral) komisura putih, yang menghubungkan materi
putih dari sisi kanan dan kiri dari sumsum tulang belakang.
Materi abu-abu di setiap sisi tulang belakang dibagi ke daerah yang disebut tanduk (Gambar
13.3). Posterior (dorsal) tanduk abu-abu berisi badan sel dan akson dari interneuron sebagai
serta akson dari neuron sensorik yang masuk. Ingatlah bahwa tubuh sel neuron sensorik terletak
di posterior (dorsal) akar ganglion dari saraf tulang belakang. Anterior (ventral) tanduk abu-
abu mengandung inti motorik somatik, yang adalah kelompok badan sel neuron motorik
somatik yang menyediakan impuls saraf untuk kontraksi otot rangka. Antara posterior dan
anterior tanduk abu-abu adalah tanduk abu-abu lateral, yang hadir hanya di segmen lumbar
dada dan bagian atas dari sumsum tulang belakang. Lateral tanduk abu-abu berisi inti motorik
otonom, yang cluster tubuh sel neuron motorik otonom yang mengatur aktivitas otot jantung,
otot polos, dan kelenjar. (John Wiley & Sons, 2009)

FUNGSI DAN PERSARAFAN OTOT PERIFERAL DAN SEGMENTAL


Fungsi Otot Saraf
I. Pleksus servikalis C1-C4
Fleksi, ekstensi, rotasi, Mm. koli profundi (M. Saraf servikalis
dan eksorotasi leher sternokleidomastoideus, M. C1-C4
trapezius)
Pengangkatan dada atas, Mm. skaleni C3-C5
inspirasi
Saraf frenikus
Inspirasi Diafragma C3-C5
II. Pleksus brakhialis C5-T1
Saraf torakalis anterior
Aduksi dan endorotasi M. pektoralis mayor dan C5-T1
lengan, minor
Menurunkan bahu ke
dorsoventral
Saraf torakalis longus
Fiksasi skapula selama M. seratus anterior C5-C7
mengangkat lengan
Saraf skapularis dorsal
M. levator skapula, C4-C5
Mm. rhomboidei
Elevasi dan aduksi
skapula ke arah kolumna
spinalis
Saraf supraskapularis
Mengangkat dan M. supraspinatus, C4-C6
eksorotasi lengan,
Eksorotasi lengan pada M. infraspinatus C4-C6
sendi bahu

Endorotasi sendi bahu; Saraf torakalis dorsal


aduksi dari ventral ke M. latissimus dorsi, C5-C8
dorsal; M. teres major, (dari daerah dorsal
menurunkan lengan yang pleksus)
terangkat M. subskapularis
Saraf aksilaris
Abduksi lengan ke garis M. deltoideus C5-C6
horizontal,
Eksorotasi lengan M. teres minor C4-C5
Saraf muskulokutaneus
Fleksi lengan atas dan M. biseps brakhii, C5-C6
bawah dan supinasi
lengan bawah,
Elevasi dan aduksi M. korakobrakhialis, C5-C7
lengan,
Fleksi lengan bawah M. brakhialis C5-C6
Saraf medianus
Fleksi dan deviasi radial M. fleksor karpi radialis C5-C6
tangan,
Pronasi lengan bawah, M. pronator teres C5-C6
Fleksi tangan, M. palmaris longus C7-T1
Fleksi jari II-V pada M. fleksor digitorum C7-T1
falangs tengah, superfisialis
M. fleksor polisis longus C6-C8
Fleksi falangs distal ibu
jari tangan, M. fleksor digitorum C7-T1
Fleksi falangs distal jari II profundus (radial)
dan III tangan,
Abduksi metakarpal I, M. abduktor polisis brevis C7-T1
Fleksi falangs proksimal M. fleksor polisis brevis C7-T1
ibu jari tangan,
Oposisi metakarpal I M. oponens polisis brevis C6-C7
Fleksi falangs proksimal Mm. lumbrikalis Saraf medianus
dan ekstensi sendi lain, Jari II dan III tangan C8-T1

Fleksi falangs proksimal Saraf ulnaris


dan ekstensi sendi lain Jari IV dan V tangan C8-T1

Saraf ulnaris
Fleksi dan M. fleksor karpi ulnaris C7-T1
pembengkokan ke arah
ulnar jari tangan,
Fleksi falangs proksimal M. fleksor digitorum C7-T1
jari tangan IV dan V, profundus (ulnar)
Aduksi metakarpal I, M. aduktor polisis C8-T1
Abduksi jari tangan V, M. abduktus digiti V C8-T1
Oposisi jari tangan V, M. oponens digiti V C7-T1

Saraf ulnaris
Fleksi jari V pada sendi M. fleksor digiti brevis V C7-T1
metakarpofalangeal,
Pembengkokan falangs Mm. interosei palmaris dan C8-T1
proksimal, meregangkan dorsalis
jari tangan III, IV, dan V Mm. lumbrikalis III dan IV
pada sendi tangan dan
distal seperti juga gerakan
membuka dan menutup
jari-jari
Saraf radialis
Ekstensi siku, M. biseps brakhii dan M. C6-C8
Fleksi siku, ankoneus C5-C6
Ekstensi siku dan abduksi M. brakhioradialis C6-C8
radial tangan, M. ekstensor karpi radialis
Ekstensi falangs M. ekstensor digitorum C6-C8
proksimal jari II-IV,
Ekstensi falangs M. ekstensor digiti V C6-C8
proksimal jari V, M. ekstensor karpi ulnaris C6-C8
Ekstensi dan deviasi ke
arah ulnar dari tangan, M. supinator C5-C7
Supinasi lengan bawah, M. abduktor polisis longus C6-C7
Abduksi metakarpal I:
ekstensi radial dari M. ekstensor polisis brevis C7-C8
tangan,
Ekstensi ibu jari tangan M. ekstensor polisis longus C7-C8
pada falangs proksimal, M. ekstensor indisis C6-C8
Ekstensi falangs distal ibu proprius
jari,
Ekstensi falangs
proksimal jari II
Elevasi iga; ekspirasi; N. toracis
kompresi abdomen; Mm. toracis dan T1-L1
anterofleksi dan abdominalis
laterofleksi tubuh.
III. Pleksus lumbalis T12-L4
Saraf femoralis
Fleksi dan endorotasi M. iliopsoas L1-L3
pinggul, L2-L3
Fleksi dan endorotasi M. sartorius
tungkai bawah, L2-L4
Ekstensi tungkai bawah M. quadriseps femoris
pada tungkai lutut
Saraf obturatorius
Aduksi paha M. pektineus L2-L3
M. aduktor longus L2-L3
M. aduktor brevis L2-L4
M. aduktor magnus L3-L4
M. grasilis L2-L4
Aduksi dan eksorotasi M. obturator eksternus L3-L4
paha

IV. Pleksus sakralis L5-S1


Saraf glutealis superior
Abduksi dan endorotasi M. gluteus medius dan L4-S1
paha, minimus L4-L5
Fleksi tungkai atas pada M. tensor fasia lata
pinggul; abduksi dan L5-S1
endorotasi, M. piriformis
Eksorotasi paha dan
abduksi
Saraf glutealis inferior
Ekstensi paha pada M. gluteus maksimus L4-S2
pinggul, M. obturator internus L5-S1
Eksorotasi paha Mm. gemeli
M. quadratus L4-S1
Saraf skiatikus
Fleksi tungkai bawah M. biseps femoris L4-S2
M. semitendinosus L4-S1
M. semimembranosus L4-S1
Saraf peronealis
Dorsifleksi dan supinasi M. tibialis anterior profunda
kaki, M. ekstensor digitorum L4-L5
longus L4-S1
Ekstensi kaki dan jari-jari M. ekstensor digitorum L4-S1
kaki, brevis L4-S1
Ekstensi jari kaki II-V, M. ekstensor halusis longus L4-S1
Ekstensi ibu jari kaki M. ekstensor halusis brevis
Ekstensi ibu jari kaki
Saraf peronealis
Pengangkatan dan Mm. peronei superfisialis
pronasi bagian luar kaki L5-S1
Saraf tibialis
Fleksi plantar dan kaki M. gastroknemius L5-S2
dalam supinasi, M. triseps surae
M. soleus
Supinasi dan fleksi M. tibialis posterior L4-L5
plantar dari kaki
Fleksi falangs distal jari M. fleksor digitorum longus L5-S2
kaki II-V (plantar fleksi
kaki dalam supinasi),
Fleksi falangs distal ibu M. fleksor halusis longus L5-S2
jari kaki, M. fleksor digitorum brevis S1-S3
Fleksi jari kaki II-V pada
falangs tengah, Mm. plantaris pedis S1-S3
Melebarkan, menutup,
dan fleksi falangs
proksimal jari-jari kaki
Saraf pudendalis
Menutup sfingter Otot-otot perinealis dan S2-S4
kandung kemih dan sfingter
rectum

2. ETIOLOGI
a. Kecelakaan di jalan raya
b. Olahraga
c. Menyelam pada air yang dangkal
d. Luka tembak atau luka tikam
e. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medula spinalis seperti spondiliosis
servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan
cedera progresif terhadap medula spinalis dan akar mielitis akibat proses inflamasi
infeksi maupun non-infeksi; osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada
vertebra; siringmelia; tumor infiltrasi maupun kompresi; dan penyakit vascular
(Fransisca, 2008)

3. PATHWAY

(Muttaqin, 2008)
PATOFISIOLOGI
Cedera medulla spinalis terjadi akibat cedera pada vertebra. Columna vertebra berfungsi
menyokong tulang belakang dan melindungi medulla spinalis serta saraf-sarafnya. Akibat
kecelakaan, terpeleset, terjatuh dari motor, jatuh dari ketinggian dalam posisi berdiri
menyebabkan cedera pada kolumna vertebra dan medulla spinalis yang dapat menyebabkan
gangguan pada beberapa sistem, diantaranya:Kerusakan jalur simpatetik desending yang
mengakibatkan terputusnya jaringan saraf medulla spinalis, karena jaringan saraf ini
terputus maka akan menimbulkan paralisis dan paraplegi pada ekstremitas sehingga
aktivitas fisik terhambat .
Dari cedera tersebut akan menimbulkan perdarahan makroskopis yang akan
menimbulkan reaksi peradangan, dari reaksi peradangan tersebut akan melepaskan mediator
kimiawi yang menyebabkan timbulnya pnyeri hebat dan akut, nyeri yang timbul
berkepanjangan mengakibatkan syok spinal yang apabila berkepanjangan dapat
menurunkan tingkat kesadaran. Reaksi peradangan tersebut juga menimbulkan juga
menyebabkan edema yang dapat menekan jaringan sekitar sehingga aliran darah dan
oksigen ke jaringan tersebut menjadi terhambat dan mengalami hipoksia jaringan. Reaksi
anastetik yang ditimbulkan dari reaksi peradangan tersebut juga menimbulkan kerusakan
pada system eliminasi urine.
Blok pada saraf simpatis juga dapat diakibatkan dari cedera tulang belakang yang
menyebabkan kelumpuhan otot pernapasan sehinggan pemasukan oksigen ke dalam tubuh
akan menurun, dengan menurunnya kadar oksigen ke dalam tubuh akan mengakibatkan
tubuh berkompensasi dengan meningkatkan frekuensi pernapasan sehingga timbul sesak.

4. TANDA & GEJALA


a. Tergantung tingkat dan lokasi kerusakan
Dibawah garis kerusakan terjadi misalnya hilangnya gerakan volunteer, hilangnya
sensasi nyeri, temperature, tekanan dan propriosepsi, hilangnya fungsi bowel dan bladder
dan hilangnya fungsi spinal dan refleks autonom.
b. Perubahan refleks
Setelah cedera medulla spinalis terjadi edema medulla spinalis sehingga stimulus refleks
juga terganggu misalnya refleks pada bladder, aktivitas visceral, refleks ejakulasi.
c. Spasme otot
Gangguan spasme otot terutama terjadi pada trauma komplit tranversal, dimana pasien
terjadi ketidakmampuan melakukan pergerakan.
d. Spinal shock
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flaccid paralisis dibawah garis kerusakan,
hilangnya sensasi, hilangnya refleks-refleks spinal, hilangnya tonus vasomotor yang
mengakibatkan tidak stabilnya tekanan darah, tidak adanya keringat dibawah garis
kerusakan dan inkontinensia urine dan retensi feses.
e. Autonomic dysreflexia
Autonomic dysreflexia terjadi pada cedera thorakal enam keatas, diaman pasien
mengalami gagguan refleks autonomy seperti terjadinya bradikardi, hipertensi
paroksimal, distensi bladder.
f. Gangguan fungsi seksual
Banyak kasus memperlihatkan pada laki-laki adanya impotensi, menurunnya sensasi dan
kesulitan ejakulasi, pasien dapat ereksi tetapi tidak data ejakulasi. (Tarwoto, 2007)

5. PENATALAKSANAAN
Batas cedera Fungsi yang hilang Fungsi yang diharapkan
Cervikal (C1-C4)  Hilangnya fungsi Ketergantungan total
motorik dan sensorik
dari leher ke bawah
quadriplegia  Pralisis pernapasan Perlu bantuan ventilator
 Tidak terkontrolnya
bowel dan bladder
 Berakibat fatal
Cervikal 5 (C5)  Hilangnya fungsi Memerlukan bantuan seluruhnya
motorik dari atas bahu
ke bawah
Quadriplegia  Hilangnya sensasi
dibawah klavikula
 Tidak terkontrolnya
bowel dan bladder
Cervikal 6 (C6)  Hilangnya fungsi Memerlukan bantuan seluruh
motorik dibawah atas aktivitas perawatan diri
bahu dab lengan
Quadriplegia  Sensasi lebih banya pada
lengan dan jempol
Cervikal 7 (C7)  Fungsi motorik yang Meningkatnya kemampuan untuk
kurang sempurna pada aktivitas hidup sehari-hari
bahu, siku pergelangan
dan bagian dari lengan
Quadriplegia  Sensasi lebih banyak Masih perlu bantuan
pada lengan dan tangan
dibandingkan pada C6. Ambulasi dengan kursi roda
Yang lain mengalami
fungsi yang sama
dengan C5
Cervikal 8 (C8)  Mampu mengontrol Mampu menggunakan kursi roda
lengan tetapi beberapa
hari lengan mengalami
kelemahan
Quadriplegia  Hilangnya sensasi Meningkatnya kemandirian dalam
dibawah dada aktivitas hidup
Thorakal (T1-T6)  Hilangnya kemampuan Dapat mandiri dalam perawatan
motorik dan sensasi diri
dibawah dada tengah
Paraplegia  Kemungkinan beberapa Dapat bekerja dengan
otot interkosta menggunakan kursi roda
mengalami kerusakan
 Hilangnya kontrol bowel
dan bladder
Thorakal (T6-T12)  Hilangnya kemampuan Sama seperti pada T1-T6 tetapi
motorik dan sensasi ada peningkatan kseimbangan
dibawah pinggang duduk
Paraplegia  Fungsi pernapasan
sempurna tetapi
hilangnya fungsi bowel
dan bladder
Lumbal (L1-L3)  Hilangnya fungsi Kemandirian dengan kursi roda
motorik dari pelvis dan
tungkai
Paraplegia  Hilangnya sensasi dari
abdomen bagian bawah
dan tungkai, tidak
terkontrol bowel dan
bladder
Lumbosacral (L4-  Hilangnya beberapa Ambulasi dengan brangkas
S1) fungsi motorik pada
pangkal paha, lutut dan
kaki
Paraplegia  Tidak terkontrol bladder
dan bowel
Sakral (S2-S4)  Hilangnya fungsi Ambulasi normal
motorik ankle plantar
fleksor
Paraplegia  Hilangnya sensasi pada
bagian tungkai dan
perineum
 Pada keadaan awal
terjadi gangguan bladder
dan bowel
(Tarwoto, 2007)
1) Terapi Dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada,
memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atas cedera lain yang menyertai,
mencegah, serta mengobati komplikasi dan kerusakan neural lebih lanjut. Reabduksi atas
subluksasi (dislokasi sebagian pada sendi di salah satu tulang) mendekompresi koral
spiral dan tindakan imobilisasi tulang belakang untuk melindungi koral spiral.
2) Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi internal, atau debridemen
luka terbuka.
3) Fiksasi internal elektif dilakukan pada klien dengan ketidakstabilan tulang belakang,
cedera ligamen tanpa fraktur, deformitas tulang belakang progresif, cedera yang tak dapat
direabduksi, dan fraktur non-union.
4) Terapi steroid, nomidipin, atau dopamine untuk perbaiki aliran darah koral spiral. Dosis
tertinggi metil prednisolone/bolus adalah 30 mg/kgBB diikuti 5,4 mg/kgBB/jam untuk
23 jam berikutnya. Bila diberikan dalam 8 jam sejak cedera akan memperbaiki pemulihan
neurologis. Gangliosida mungkin juga akan memperbaiki pemulihan setelah cedera koral
spiral.
5) Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk pengamatan fungsi sensorik, motoric,
dan penting untuk melacak deficit yang progresif atau asenden.
6) Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, fungsi ventilasi, dan melacak keadaan
dekompensasi.
7) Pengelolaan cedera stabil tanpa deficit neurologis seperti angulasi atau baji dari badan
ruas tulang belakang, fraktur proses tranversus, spinosus, dan lainnya. Tindakannya
simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang), imobilisasi dengan fifioterapi
untuk pemulihan kekuatan otor secara bertahap.
8) Cedera tak stabil disertai deficit neurologis. Bila terjadi pergeseran, fraktur memerlukan
reabduksi dan posisi yang sudah baik harus dipertahankan.
a. Metode reabduksi antara lain :
 Traksi memakai sepit (tang) metal yang dipasang pada tengkorak. Beban 20 kg
tergantung dari tingkat ruas tulang belakang, mulai sekitar 2,5 kg pada fraktur C₁.
 Manipulasi dengan anestesi umum.
 Reabduksi terbuka melalui operasi.
b. Metode imobilisasi antara lain :
 Ranjang khusus, rangka, atau selubung plester.
 Traksi tengkorak perlu beban sedang untuk mempertahankan cedera yang sudah
direabduksi.
 Plester paris dan splin ekternal lain.
 Operasi. (Fransisca, 2008)

6. KOMPLIKASI
Syok Spinal. Syok neurogenic dikaitkan dengan cedera medulla spinalis yang umumnya
dikaitkan dengan syok spinal. Syok Spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas refleks
pada medulla spinalis (areflexia) dibawah tingkat cedera. Dalam kondisi ini, otot-otot yang
dipersarafi oleh bagian segmen medulla yang ada dibawah tingkat lesi menjadi paralisis
kompled dan flaksid, dan refleks-refleksnya tidak ada. Tekanann darah turunn, dan bagisan
dari tubuh dibawah tingkat lesi medulla paralisi dan tanpa sensasi.
Karena cedera pada servikal dan medulla spinalis torakal atas, persarafan pada otot
aksesoris mayor pernapasan hilang dan terjadi masalah pernapasan: penurunan kapasitas
vital, retensi sekresi, peningkatan tekanan parsial karbon dioksida (PCO₂), penurunan
PCO₂, kegagalan pernapasan, dan edema pulmonal.
Refleks yang merangsang fungsi berkemih dan defekasi dipengaruhi. (penatalaksanaan
pasien dengan kandung kemih neurogenic-mis. Gangguan berkemih karena lesi pada sisitem
sraf pusat). Distensi usus dan ileus paralitik disebabkan oleh depresi refleks yang dapat
diatasi dengan dekompresi usus.
Pasien tidak berkeringat pada bagian tubuh yang paralisis, karena aktivitas simpatis
dihambat, sehingga observasi ketat diperlukan untuk deteksi dini terhadap awitan demam
tiba-tiba. (Hipertermia diatasi dengan cara yang telah dijelaskan).
Pertahanan tubuh pasien dikosong dan dipertahankann sampai syok spinal mereda dan
sistem telah pulih dari traumatik (3 sampai 6 minggu). Perhatian khusus juga harus
diarahkan pada sistem pernapasan. Pasien mungkin tidak dapat menciptakan tekanan
intratorakal yang cukup untuk batuk secara efektif. Terapi fisik dada dan pengisapan dapat
membantu dalam pembersihan sekresi pulmonal.
Trombosis vena profunda. Trombosis vena profunda (TVP) adalah komplikasi umum
dari imobilitas dan umumnya pada pasien cedera-medulla spinalis. Pasien PVT berisiko
mengalami embolisme pulmonal (EP), suatu komplikasi yang mengancam hidup.
Menifestasi EP meliputi nyeri dada pleuritis, cemas, napas pendek dan nilai gas darah
abnormal (peningkatan PCO₂ dan penurunan PCO₂). Pengkajian pada paha dan betis
dilakukan setiap hari. Pasien akan dievaluasi terhadap adanya TVP, jika hal itu terlibat
signifikan meningkat disekitar salah satu ekstremitas. Terapi antikoagulan dosis rendah
biasanya dimulai untuk mencegah PVT dan embolisme pulmonal sepanjang penggunaan
stoking elastis dari paha atas alat yang menekan pneumatic.
Komplikasi lain. Selain komplikasi pernapasan (gagal napas: pneumonia) dan hiperefleksia
automik (dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti nasal,
piloereksi, bradikardia, dan hipertensi), komplikasi lain yang terjadi meliputi decubitus dan
infeksi (infeksi urinarius, pernapasan, dan local pada tempat pin).
(BRUNNER&SUDDARTH, 2002)
ASUHAN KEPERAWATAN
SPINAL CORD INJURY
(CIDERA SARAF MEDULLA SPINALIS)

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Aktivitas dan Istirahat
Tanda:
 Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal) pada bawah lesi
 Kelemahan umum atau kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf) (Doengoes,
2000)

Sirkulasi
Gejala: berdebar, pusing saat melakukan perubahan posisi atau bergerak
Tanda: hipotensi, hipotensi postural, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat. Hilangnya
keringat pada daerah yang terkena. (Doengoes, 2000)

Eliminasi
Tanda :
 inkontinensia defekasi dan berkemih.
 Retensi urine. Distensi abdomen, peristaltic usu hilang. Melena, emesis berwarna seperti
tanah/hematemesis. (Doengoes, 2000)

Integritas Ego
Gejala : menyangkal, tidak percaya, sedih, marah
Tanda : takut, cemas, gelisah, menarik diri. (Doengoes, 2000)

Makanan/cairan
Tanda : mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
Hygiene
Tanda : sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (bervariasi)
(Doengoes, 2000)
Neurosensori
Gejala : kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan / kaki. Paralisis flaksid/spastisitas
dapat terjadi saat syok spinal teratasi, tergantung pada area spinal yang sakit.
Tanda :
 kelumpuhan , kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok
spinal)
 kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembali normal setelah syok spinal sembuh)
 kehilangan tonus otot / vasomotor.
 Kehilangan refleks/ refleks asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil,
ptosis, hilangnya keringat dari bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
(Doengoes, 2000)

Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri / nyeri tekan otot, hiperestesia tepat diatas daerah trauma.
Tanda : mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral. (Doengoes, 2000)

Pernapasan
Gejala : napas pendek ,”lapar udara”vrd.sulit bernapas
Tanda : pernapasan dangkal/labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat,
sianosis. (Doengoes, 2000)

Keamanan
Gejala : suhu yang berfluktuasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar) (Doengoes,
2000)

Seksualitas
Gejala : keinginan untuk kembali seperti fungsi normal
Tanda : ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur. (Doengoes, 2000)

Penyuluhan / pembelajaran
Pertimbangan DRG menunjukkan rerata lama perawatan: 7, 6 hari
Rencana pemulangan: akan memerlukan bantuan dalam transportasi, berbelanja,
menyiapkan makanan, perawatan diri, keuangan, pengobatan / terapi atau tugas sehari-hari
di rumah.
Membutuhkan perubahan susunan rumah, penempatan alat di tempat rehabilitasi.
(Doengoes, 2000)

A. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosa pada penderita spinal cord injury, diperlukan
beberapa pemeriksaan penunjang yang meliputi:
a. Sinar-x spinal : untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau
dislokasi), untuk reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi;
b. CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas, mengidentifikasi tulang yang terluka
dan tekanan pada cord, mengevaluasi gangguan struktural, CT- Scan berguna
untuk mempercepat skrining dan menyediakan informasi tambahan jika hasil dari
sinar-x kurang akurat untuk mengetahui status patahan dan spinal yang cedera;
c. MRI: untuk melihat jaringan lunak, yaitu diskus intervertebralis dan ligament flavum
serta lesi dalam sumsum tulang belakang, dan untuk mengidentifikasi kerusakan
syaraf spinal, edema dan kompresi;
d. Foto rontgen thorak: ditujukan untuk mengetahui keadaan paru klien, (contoh : adakah
perubahan pada diafragma, atelektasis)
e. Traksi: mungkin diperlukan untuk menyelaraskan dan menstabilkan patah tulang atau
dislokasi tulang belakang.
f. Radiografi: x-ray dada digunakan untuk mengidentifikasi perubahan diafragma atau
komplikasi pernapasan; x-ray tulang belakang yang digunakan untuk mengidentifikasi
fraktur atau dislokasi dan mengidentifikasi tingkat cedera.
g. Gas darah arteri: digunakan untuk mengidentifikasi hipoksemia dan
ketidakseimbangan asam-basa. (Comer, 2005)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap pola nafas tak efektif berhubungan dengan kerusakan persyarafan
dari diafragma (lesi pada atau diatas C95), kehilangan komplet atau campuran dari fungsi
otot intercostal, reflex spasme abdominal; distensi gastrik.
2. Perubahan sensori perseptual berhubungan dengan kerusakan traktus sensori dengan
perubahan resepsi sensori, transmisi dan integrasi; penurunan rangsang lingkungan;
stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)
3. Trauma, resiko tinggi terhadap (cedera spinal tambahan) berhubungan dengan
kelemahan temporer/ ketidakstabilan kolumna spinalis
4. Nyeri akut berhubungan dengan cidera psikis; alat traksi.
5. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan gangguan dalam persyarafan
kandug kemih; atoni kandung kemih
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
7. Kerusakan, Resiko tinggi integritas kulit berhubungan dengan ketidak adekuatan
8. Harga Diri berhubungan dengan cedera traumatic
9. Inkontinensia/konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan
rectum, kerusakan persepsi, perubahan diet dan masukan cairan, perubahan tingkat
aktivitas
10. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan; kesalahan interpretasi informasi; tidak
mengenal sumber informasi.
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
1. Resiko tinggi terhadap pola MANDIRI MANDIRI
nafas tak efektif berhubungan 1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala dalam 1. Pasien dengan trauma servikal
dengan kerusakan persyarafan posisi netral, tinggikan sedikit kepala tempat bagian atas dan gangguan muntah
dari diafragma (lesi pada atau tidur jika dapat ditoleransi pasien; gunakan atau batuk akan membutuhkan
diatas C95), kehilangan tambahan atau beri jalan nafas buatan jika bantuan untuk mencegah aspirasi
komplet atau campuran dari ada indikasi. atau mempertahankan jalan napas.
fungsi otot intercostal, reflex
spasme abdominal; distensi 2. Lakukan penghisapan bila perlu. Catat 2. Jika batuk tidak efektif,
gastrik. jumlah, jenis dan karakteristik sekresi. penghisapan dibutuhkan untuk
mengeluarkan secret.
TUJUAN: Meningkatkan distribusi udara,
Setelah dilakukan tindakan dan mengurangi resiko infeksi
keperawatan 8 X 24 jam pernapasan. Catatan: penghisapan
diharapkan resiko pola nafas yang rutin dapat meningkatkan
dapat dihindari dan tidak ada resiko terjadinya hipoksia,
suara napas tambahan. bradikardi (karena respon vagal),
trauma jaringan oleh karenanya
kebutuhan penghisapan
KRITERIA HASIL: didasarkan pada adanya
1. Mempertahankan ventilasi ketidakmampuan untuk
adekuat dibuktikan oleh mengeluarkan secret.
tak adanya distress
pernafasan dan GDA 3. Kaji fungsi pernafasan pasien dengan 3. Trauma pada C1-C2
dalam batas yang diterima mengintruksikan pasien untuk melakukan menyebabkan hilangnya fungsi
(<180 mg/dl) napas dalam. Catat adanya/tidaknya ada pernapasan secara menyeluruh.
2. Mendemonstrasikan pernapasan spontan, contoh pernafasan Trauma C4-5 mengakibatkan
perilaku yang tepat untuk labored, menggunakan aksesori. hilangnya fungsi pernafasan yang
mendukung upaya bervariasi tergantung pada
pernafasan terkenanya syaraf frenikus dan
fungsi diafragma tetapi biasanya
menurunka kapasitas vital dan
selalu melakukan upaya ekstra
untuk bernapas. Tidak terganggu
tapi kelemahan otot intercostal
mengganggu aktivitas batuk yang
efektif, napas panjang dan
kemampuan napas dalam.

4. Auskultasi suara nafas. Catat bagian paru 4. Hipoventilasi biasanya terjadi atau
yang bunyinya menurun atau tidak ada atau menyebabkan akumulasi.
adanya suara napas adventisius. (ronkhi, Atelectasis atau pneumonia
mengi, krekels) (komplikasi yang sering terjadi)

5. Catat kemampuan (kekuatan) dan/ 5. Letak trauma menentukan fungsi


keefektifan dari fungsi batuk. otot-otot intercostal atau
kemampuan untuk bauk spontan/
mengeluarkan secret

6. Bantu pasien untuk batuk (jika diperlukan) 6. “quad coughing” dilakukan untuk
dengan meletakkan tangan dibawah menambah volume batuk atau
diafragma da mendorong keatas sewaktu untuk memfasilitasi pengenceran
pasien melakukan ekspirasi. secret agar secret tersebut
mengalir keatas sehingga mudah
dihisap. Catatan: prosedur ini
biasanya dilakukan pada pasien
yang stabil setelah fase trauma
akut.

7. Observasi warna kulit adanya sianosis, 7. Menggambarkan akan terjadinya


keabuabuan gagal napas yang memerlukan
evaluasi dan intervensi medis
dengan segera
8. Kaji adanya distensi abdomen dan spasme 8. Perasaan penuh pada abdomen
otot dapat menggambarkan adanya
kelainan pada diafragma,
penurunan ekspansi paru dan
penurunan ekspansi paru lebih
lanjut

9. Ubah posisi/ balik secara teratur, hindari/ 9. Meningkatkan ventilasi semua


batasi posisi telungkup jika diperlukan. bagian paru, mobilisasi skret
mengurangi resiko komplikasi.
Contoh: atelectasis dan
pneumonia. Catatan; posisi
telungkup mengurangi kapasitas
vital paru, dicurigai dapat
menimbulkan peningkatan risiko
terjadinya gagal napas.

10. Anjurkan pasien untuk minum (minimal 10. Membantu mengencerkan


2000 ml/hari) secret, meningkatkan mobilisasi
secret/ sebagai eksperimen.
11. Pantau/ batasi pengunjung jika diperlukan 11. Kelemahan secara umum dan
gangguan pernapasan membuat
risiko tinggi bagi pasien
mendapatkan infeksi saluran
pernapasan atas.

12. Gali/ pertanyakan mengenai alat- alat


12. Menyatakan keadaan situasi
ventilasi mekanik
yang ada

13. Berikan jawaban yang jujur


13. Bantuan/ fungsi pernapasan
selanjutnya tidak akan diketahui
sampai syok spinal tersebut
sembuh dan fase rehabilitasi akut
selesai. Jika napas bantuan masih
diperlukan alat-alat mekanik
atau alat alternatif dapat
digunakan untuk meningkatkan
mobilisasi dan kemandirian.

14. Bantu pasien untuk “mengontrol“


14. Bernapas mungkin bukan
pernapasan jika diperlukan. Ajarkan dan
hanya aktivitas volunteer tetapi
membutuhkan usaha secara sadar
anjurkan pasien untuk melakukan napas tergantung pada lokasi trauma/
dalam. Fokuskan perhatian pada pernapasan. yang berhubungan dengayok
spinal otot-otot pernapasan

15. Pantau gerakan diafragma jika alat pacu 15. Stimulasi pada saraf frenikus
frenik telah dipasang. meningkatkan usaha pernapasan,
mengurangi ketergantungan pada
ventilator mekanik

KOLABORASI KOLABORASI

16. Lakukan pengukuran atau buat grafik 16. A. menentulan fungsi otot
terhadap: pernapasan pengkajia yang terus
a. Kapasitas vital, volume tidal, kekuatan menerus dapat dilakukan untuk
pernapasan memperkirakan terjadinya gagal
b. Analisa gas darah arteri dan nadi napas (tauma akut) atau
oksimetri menentukan keadaan fungsi tubuh
setelah fase setelah fase syok
spinal dan setelah proses
penyapihan ventilator
B. menyatakan keadaaan ventilasi
atau oksigenasi.
Mengidentifikasi masalah
pernapasan. Contoh
hiperventilasi (PaO2
rendah/PaCO2 meningkat)
atau adanya komplikasi paru

17. Berikan oksigen dengan cara yang tepat 17. Metode yang akan dipilih
seperti dengan kanul oksigen, masker, tergatung dari lokasi trauma,
intubasi dan sebagainya. keadaa insufisiensi pernapasan
dan banyaknya fungsi otot
pernapasan yang sembuh setelah
fase syok spinal.

18. Rujuk/ konsultasikan pada ahli terapi 18. Membanu dalam


pernapasan dan fisik mengidentifikasi latihan yang
tepat utuk menstimulasi dan
menguatkan otot pernapsan atau
tenaga.

19. Bantu dengan fisioterapi dada (seperti 19. Mencegah secret tertahan dan
perkusi dada) dan gunakan alat-alat bantu perlu untuk memaksimalkan
pernapasan (seperti spirometri, botol tiup, difusi udara dan mengurangi
dsb). resiko terjadinya pneumonia.
NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
2. Perubahan sensori perseptual MANDIRI MANDIRI
berhubungan dengan 1. Kaji/ dokumentasikan fungsi sensori atau 1. Perubahan mungkin tidak terjadi
kerusakan traktus sensori kekurangan (dengan sentuhan, tusukan peniti, selama fase akut, tetapi saat syok
dengan perubahan resepsi kompres panas/ dingin, dsb). Yang berlanjut spinal membaik, perubahan harus
sensori, transmisi dan dari area defisit ke area yang secara neurologis didokumentasikan dengan kartu
integrasi; penurunan rangsang utuh. dermatom atau tanda peta anatomic,
lingkungan; stress psikologis “mis 2 inci diatas garis putting.”
(penyempitan lapang
perseptual yang disebabkan 2. Lindungi dari bahaya tubuh. Mis, jatuh. 2. Pasien mungkin tidak merasa nyeri
oleh ansietas) Memberi posisi pada lengan atau objek, luka atau tidak sadar tentang posisi
bakar. tubuh.
TUJUAN:
Setelah dilakukan tindakan 3. Bantu pasien mengenali dan mengkompensasi 3. Dapat membantu menurunkan
keperawatan selama 8x24 jam perubahan sensasi. ansietas tentang ketidaktahuan dan
diharapkan resiko cidera dapat mencegah cidera.
dihindari dan tidak ada
perubahan persepsi. 4. Jelaskan prosedur sebelum dan selama 4. Meningkatkan persepsi pasien
perawatan, identifikasi bagian tubuh yag tentang “keutuhan” tubuh
KRITERIA HASIL: terlibat.
a. Mengenali kerusakan
sensori
b. Mengidentifikasi perilaku 5. Berikan rangsang taktil, sentuh pasien pada 5. Menyentuh menyampaikan
untuk mengkompensasi area dengan sensori utuh. Mis, bahu, wajah, perhatian dan memenuhi kebutuhan
kekurangan kepala. fisiologi dan psikologis normal.
c. Mengungkapkan kesadaran
tentang kebutuhan sensori 6. Posisikan pasien untuk melihat sekitar dan 6. Memberikan masukan sensori, yang
dan potensial terhadap aktivitas. Berikan cermin bila telungkup pada mungkin sangat terbatas, khususnya
penyimpangan/ kelebihan kerangka pembalik. Bicara pada pasien bila pasien pada posisi telungkup.
beban. dengan sering.

7. Berikan aktivitas hiburan. Mis; tv, radio, 7. Membantu mempertahankan


musik. Gunakan jam, kalender, gambar, papan orientasi realita dan memberikan
bulletin. Dorong orang terdekat atau keluarga rasa normal setiap hari terhadap
untuk mendiskusikan berita umum dan waktu
pribadi.

8. Berikan tidur tanpa gangguan dan periode 8. Menurunkan kelebihan beban


istirahat. sensori, meningkatkan orientas dan
kemampuan koping dan membantu
dalam menciptakan kembali pola
tidur alamiah
9. Perhatikan adanya respon emosional 9. Indikasi kerusakan traktus sensori
berlebihan. Perubahan proses pikir. Mis, dan/ stress psikologis, memerlukan
disorientasi, berpikir kacau. pengkajian dan intervensi lanjut.

NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL


3. Trauma, resiko tinggi terhadap Mandiri
(cedera spinal tambahan) 1. Pertahankan tirah baring dan alat-alat 1. Menjaga kestabilan dari kolumna
berhubungan dengan imobilisasi seperti traksi, halo brace, vertebra dan membantu proses
kelemahan temporer/ kollar leher, bantal pasir dan sebagainya penyembuhan
ketidakstabilan kolumna
spinalis 2. Periksa alat traksi skeletal untuk 2. Sangat diperlukan untuk
meyakinkan bahwa kerangkanya aman, pemeliharaan traksi untuk reduksi
TUJUAN: setelah dilakukan katrolnya lurus, pemberat tergantung dan stabilisasi dari kolumna
tindakan keperawatan selama bebas vertebra dan mencegah trauma
8x24 jam diharapkan resiko saraf spinal
cidera dapat dihindari
3. Periksa pemberat untuk menarik traksi 3. Pemberat tergantung pada berat
(biasanya 10-20 pon) pasien dan besarnya reduksi yang
KRITERIA HASIL:
diperlukan untuk
mampu mempertahankan mempertahankan posisi kolumna
vertebralis
kesejajaran yang tepat dari
spinal tanpa cidera medulla 4. Tinggikan bagian atas dari kerangka 4. Membuat keseimbangan untuk
traksi atau tempat tidur jika diperlukan mempertahankan posisi pasien
spinalis lanjut.
dan tarikan traksi

5. Ganti posisi, gunakan alat bantu untuk 5. Mempertahankan posisi kolumna


miring dan menahan seperti alat pemutar, spinalis yang tepat sehingga dapat
selimut tergulung, bantal dan sebagainya. mengurangi resiko tinggi
Minta bantuan perawat lain sewaktu terjadinya trauma. Catatan:
memiringkan pasien. Ikuti instruksi menyentuh brace/traksi halo
khusus untuk peralatan traksi, tempat sewaktu memiringkan atau
tidur kinetik dan kerangkanya jika mengubah posisi pasien dapat
digunakan traksi halo. mengakibatkan trauma

KOLABORASI KOLABORASI

6. Pertahankan traksi skeletal dengan 6. Mengurangi fraktur/dislokasi


tang/jepitan, jangka lengkung atau halo vertebra
jika diperlukan

7. Siapkan pasien untuk tindakan operasi, 7. Operasi mungkin diperlukan pada


seperti laminektomi spinal atau fusi kompresi spinal atau adanya
spinal jika diperlukan. pemindahan fragmen-fragmen
tulang yang fraktur
NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
4. Nyeri akut berhubungan MANDIRI MANDIRI
dengan cidera psikis; alat 1. Kaji terhadap adanya nyeri. Bantu pasien 1. Kaji terhadap adanya nyeri. Bantu
traksi. mengidentifikasi dan menghitung nyeri,mis pasien mengidentifikasi dan
lokasi, Tipe nyeri, intensitas pada skala 0-10. menghitung nyeri, mis lokasi,
TUJUAN: Tipe nyeri, intensitas pada skala 0-
Setelah dilakukan tindakan 10.
keperawatan selama 8x24 jam
diharapkan nyeri berkurang 2. Evaluasi peningkatan iritabilitas, tegangan 2. Evaluasi peningkatan iritabilitas,
otot,gelisah, perubahan tanda vital yang tak tegangan otot, gelisah, perubahan
KRITERIA HASIL: dapat dijelaskan. tanda vital yang tak dapat
1. Melaporkan penurunan dijelaskan.
rasa
nyeri/ketidaknyamanan. 3. Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor 3. Bantu pasien dalam
2. Mengidentifikasi cara- pencetus. mengidentifikasi faktor pencetus.
cara untuk mengatasi
nyeri 4. Berikan tindakan kenyamanan mis, 4. Berikan tindakan kenyamanan
3. Mendemonstrasikan perubahan posisi, masase, kompres mis, perubahan posisi, masase,
pengunaan keterampilan hangat/dingin, sesuai indikasi. kompres hangat/dingin, sesuai
relaksasi dan aktivitas indikasi.
hiburan sesuai kebutuhan
5. Dorong penggunaan teknik relaksasi, 5. Dorong penggunaan teknik
mis.pedoman imajinasi visualisasi, latihan relaksasi, mis.pedoman imajinasi
nafas dalam. Berikan aktivitas hiburan mis, visualisasi, latihan nafas dalam.
televisi, radio, telepon, kunjungan tak Berikan aktivitas hiburan mis,
terbatas. televisi, radio, telepon, kunjungan
tak terbatas.

KOLABORASI KOLABORASI
6. Berikan obat sesuai indikasi: relaksan otot, 6. Berikan obat sesuai indikasi:
mis: dantren (Dantrium), analgesik; relaksan otot, mis: dantren
antiansietas, mis : diazepam (valium). (Dantrium), analgesik;
antiansietas, mis: diazepam
(valium).

NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL


5. Perubahan pola eliminasi urine MANDIRI MANDIRI
berhubungan dengan gangguan dalam
1. Kaji pola berkemih, seperti frekuensi dan 1. Mengidentifikasi fungsi
persyarafan kandung kemih; atoni
jumlahnya. Bandingkan haluaran dan kandung kemih (mis,
kandung kemih
masukan cairan dan catat berat jenis pengosongan kandung kemih,
urine. fungsi ginjal dan keseimbangan
Tujuan yang diharapkan :
\ cairan).
Tujuan yang diharapkan :setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama
2. Palpasi adanya distensi kandung kemih 2. Disfungsi kandung kemih
8x24 jam diharapkan pengeluaran urine
dan observasi pengeluaran urine. bervariasi, ketidakmampuan
lancar
berhubungan dengan hilangnya
kontraksi kandung kemih untuk
merilekskan sfingter urinarius
Kriteria hasil yang diharapkan :
(retensi/refluks).
1. Mengungkapkan pemahaman tentang
kondisi.
3. Anjurkan pasien untuk minum/masukan 3. Membantu mempertahankan
2. Mempertahankan keseimbangan
cairan (2-4 / hari) termasuk juice yang ginjal, mencegah infeksi dan
msukan/haluaran dengan urine
mengandung asam askorbat (contoh : pembentukan batu. Catatan
jernih, bebas bau.
krenberi). :cairan dibatasi hanya untuk
3. Mengungkapkan/mendemonstrasikan
beberapa saat selama fase awal
perilaku dan teknik untuk mencegah
kateterisasi intermiten.
retensi/infeksi urinarius.
4. Mulailah latihan kandung kemih jika 4. Waktu dan jenis latihan
diperlukan . contoh : dengan pemberian kandung kemih tergantung pada
cairan diantaranya beberapa jam, tipe trauma (UMN atau LMN).
lakukan stimulasi digital pada bagian Catatan : manuver crede harus
tubuh yang sensistif, kontraksi otot digunakan dengan hati-hati
abdomen, manuver crede. karena dapat menyebabkan
disrefleksia autonomik.
5. Observasi adanya urine seperti awan 5. Tanda-tanda infeksi saluran
atau berdarah, bau yang tidak enak. perkemihan atau gijal dapat
menyebabkan sepsis.

6. Bersihkan daerah perineum dan jaga 6. Menurunkan resiko terjadinya


agar tetap kering, lakukan perawatan iritasi kulit / kerusakan kulit
kateter jika perlu. atau infeksi keatas menuju
ginjal.

KOLABORASI K OLABORASI
7. Jangan biarkan kandung kemih penuh. 7. Kateter nfolley digunakan
Jika awalnya memakai kateter mulai selama fase akut untuk
melakukan program kateterisasi secara mencegah retensi urine dan
intermiten jika diperlukan. untuk memantau haluaran.
Ketetr intermiten digunakan
untuk mengurangi komplikasi
yang biasanya berhubungan
dengan penggunaan kateter
yang lama, kateter suprapubik
dapat digunakan untuk jangka
waktu yang lama.

8. Pantau BUN, kreatinin, SDP. 8. Menggambarkan fungsi ginjal,


dan mengidentifikasi
komplikasi.

9. Berikan pengobatan sesuai indikasi, 9. Mempertahankan lingkungan


seperti vitamin daan atau antiseptik asam dan menghambat
urinarius, contohnya methenamin pertumbuhan bakteri (kuman).
mandelate (mandelamine).
NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
6. Kerusakan mobilitas fisik MANDIRI MANDIRI
berhubungan dengan
1. Kaji secara teratur fungsi motorik (jika 1. Mengevaluasi keadaan secara
kerusakan neuromuscular
timbul suatu keadaan syok spinal/edema khusus (gangguan sensori motorik
yang berubah) dengan menginstruksikan dapat bermacam-macam dan atau
pasien untuk melakukan gerakan seperti tak jelas. Pada beberapa lopkasi
TUJUAN:
mengangkat bahu, meregangkan jari-jari, trauma mempengaruhi tipe dan
setelah dilakukan tindakan
menggenggam tangan pemeriksa atau pemilihan intervensi.
keperawatan selama 8x24 jam
melepas genggaman pemeriksa.
diharapkan mampu untuk
bergerak.
2. Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk 2. Membuat pasien memiliki rasa
meminta pertolongan, seperti bel atau lampu aman, dapat mengatur diri dan
pemanggil. mengurangi ketakutan karena
KRITERIA HASIL:
ditinggal sendiri. Catatan: pasien
- Mempertahankan posisi quadriplegia dengan memakai
ventilator memerlukan observasi
fungsi dibuktikan oleh
yang teratur dalam perawatan diri
takadanya kontraktur, .
3. Bantu/lakukan latihan rom pada semua 3. Meningkatkan sirkulasi,
footdrop.
ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan mempertahankan tonus otot dan
- Meningkatkan kekuatan perlahan dan lembut. Lakukan hiperekstensi mobilisasi sendi, meningkatkan
pada paha secara teratur (periodik). mobilisasi sendi dan mencegah
bagian tubuh yang
kontraktur dan atrofi otot.
sakit/kompensasi
4. Letakan tangan dalam posisi (melipat) 4. Mencegah kontraktur pada daerah
Mendemonstrasikan
kedalam menuju pusaran 90 derajat dengan bahu.
teknik/perilaku yang teratur.
memungkinkan
melakukan kembali 5. Pertahankan sendi pada 90 derajat terhadap 5. Mencegah footdrop dan rotasi
papan kaki, sepatu dengan hak yang tinggi eksternal pada paha.
aktivitas.
dan sebagainya, gunakan rol trokhanter
dibawah bokong selama berbaring ditempat
tidur.

6. Tinggikan ekstremitasbawah bebrapa saat 6. Hilangnya tonus pembuluh darah


sewaktu duduk atau angkat kaki /bagian dan gerakan otot mengakibatkan
bawah tempat tidur jika diinginkan pada bendungan darah dan vena akan
keadaan tertentu. Kaji adanya edema pada menjadi statis dibagian bawah
kaki/pergelangan tangan. abdomen. Ekstermitas bawah,
meningkat.

7. Buat rencana aktivitas untuk pasien sehingga 7. Mencegah kelelahan, memberikan


pasien dapat beristirahat tanpa terganggu. kesempatan untuk berperan
Anjurkan pasien untuk berperan serta dalam serta/melakukan upaya maksimal.
aktivitas sesuai dengan kemampuan/sesuai
dengan toleransi.

8. Ukur/pantau tekanan darah sebelum dan 8. Hipotensi ortostatik dapat terjadi


sesudah melakukan aktvitas dalam fase akut sebagai akibat dari bendungan vena
atau sampai keadaan pasien stabil. Ganti (sekunder akibat hilangnya tonus
posisi dengan perlahan. Gunakan “tempat otot vaskuler).
tidur kardiak” atau meja atau tempat tidur Memiringkan/meninggikan kepala
sirkoelektrik (dapat berputar) jikan ingin dapat menyebabkan hipotensi dan
meningkatkan pola aktivitas. bahkan pingsan.

9. Gantilah posisi secara periodik walaupun 9. Mengurangi tekanan pada salah satu
dalam keadaan duduk. Ajarkan pasien untuk area dan meningkatkan sirkulasi
menggunakan teknik “memindahkan berat perifer.
badan”.
10. Persiapkan pasien pada saat akan 10. Latihan beban berat badan sendiri
melakukan aktivitas membebani tubuh, dapat mengurangi terjadinya infeksi
misalnya gunakan “meja pengangkat” untuk saluran kemih dan batu ginjal.
posisi tegak lurus, latihan untuk
menguatkan/untuk mengkondisikan bagian
tubuh yang normal.

11. Anjurkan pasien untuk tehnik relaksasi 11. Mengurangi ketegangan


otot/kelelahan dapat membantu
mengurangi nyeri, spasme otot,
spastisitas/kejang.

12. Inspeksi kulit setiap hari. Observasi 12. Gangguan sirkulasi, hilangnya
adanya daerah yang tertekan dan lakukan sensasi atau kelumpuhan
perawatan kulit dengan benar. Ajarkan merupakan resiko tinggi terjadinya
pasien untuk menginspeksi keadaan kulitnya luka karena tekanan.
dan gunakan cermin untuk melihat bagian \
yang sulit dilihat.

13. Bantu/anjurkan untuk melakukan 13. Imobilisasi/tirah baring


“bersihan paru” misalnya : napas dalam, meningkatkan risiko terjadinya
batuk efektif, penghisapan infeksi paru.

14. Kaji rasa nyeri, kemerahan, bengkak, 14. Banyak sekali pasien dengan
ketegangan otot jari. trauma saraf servikal mengalami
pembentukan trombus karena
gangguan sirkulasi perifer,
imobilisasi dan kelumpuhan flaksid.
15. Amati adanya dispnea tiba-tiba, sianosis 15. Perkembangan emboli paru terjadi
dan tanda-tanda lain dari distres pernapasan. perlahan karena persepsi nyeri
terganggu dan trombus vena bagian
dalam tidak diketahui.

Kolaborasi Kolaborasi
1. Tempatkan pasien pada tempat tidur kinetik 1. Imobilisasi yang efektif dari
jika diperlukan. kolumna spinal dan meningkatkan
sirkulasi sistemik, yang dapat
mengurangi komplikasi karena
imobilisasi.

2. Gunakan kaoskaki/sttoking antiembolik, alat 2. Membatasi bendungan darah pada


SCD (sequential compression device) pada ekstremitas bawah atau abdomen,
kaki. selanjutnya meningkatkan tonus
vasomotor dan mengurangi
pembentukan trombus dan emboli
paru.

3. Konsultasi dengan ahli terapi fisik/ terapi 3. Membantu dalam merencanakan


kerja dari tim rehabilitasi. dan melaksanakan latihan secara
individual dan
mengidentifikasi/mengembangkan
alat” bantu untuk mempertahankan
fungsi, mobilisasi dan kemandirian
pasien

4. Berikan relaksan otot sesuai kebutuhan dan 4. Berguna untuk membatasi dan
diazepam (valium):baklopen mengurangi nyeri yang
(lioresal);kantrolen(dan Natrium) berhubungan dengan spastisitas
(kejang).
NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
7. Kerusakan, Resiko tinggi MANDIRI MANDIRI
integritas kulit berhubungan 1. Inspeksi seluruh area kulit, catat pengisian
1. Kulit biasanya cenderung rusak
kapiler, adanya kemerahan pembengkakan.
dengan ketidak adekuatan karena perubahan sirkulasi perifer,
Berikan perhatian khusus pada daerah
ketidakmampuan untuk
belakang kepala, kulit di daerah kaus kaki
merasakan tekanan, imobilisasi,
atau pada lekukan dimana kulit sering
TUJUAN: gangguan pengaturan suhu.
tersentuh/tertekan.
setelah dilakukan tidakan
2. Observasi tempat masuknya halo dan tong,
keperawatan 8x24 jam 2. Daerah ini cenderung terkena
catat adanya pembengkakan, kemerahan,
radang dan infeksi dan merupakan
diharapkan resiko cidera dapat adanya drainase. Bersihkan secara rutin alat
rute bagi mikroorganisme
tersebut dan gunakan salep antibiotik sesuai
dihindari patologis untuk masuk ke rongga
ketentuan yang ada.
kranial.
3. Lakukan masase dan lubrikasi pada kulit
KRITERIA HASIL: 3. Meningkatkan sirkulasi dan
dengan lossion/minyak. Lindungi sendi
melindungi permukaan kulit,
- Mengidentifikasi faktor dengan menggunakan bantalan busa, wool.
mengurangi terjadinya ulserasi.
Matras egg crate pada daerah tumit/sikut.
risiko individual. Pasien-pasien quadriplegia dan
Gunakan pengeras kulit khusus.seperti tinktur
paraparese memrlukan
- Mengungkapkan benzoin, karaya. Krim sween.
perlindungan seumur hidupnya
pemahaman tentang terhadap kemungkinan terjadinya
dekubitus yang dapat
kebutuhan tindakan.
menyebabkan nekrosis dan sepsis
Beerpartisipasi pada jaringan yang terus berkembang.
tingkat kemampuan 4. Lakukan perubahan posisi sesering mungkin
4. Meningkatkan sirkiulasi pada kulit
ditempat tidur ataupun sewaktu duduk.
untuk mencegah dan mengurangi tekanan pada
Letakkan pasien dalam posisi terlungkup
daerah tulang yang menonjol.
kerusakan kulit. secara periodik.
5. Bersihkan dan keringkan kulit khususnya 5. Kulit yang bersihdan kering tidak
daerah-daerah dengan kelembaban tinggi akan cenderung mengalami
seperti perineum. Rawat atau hindari daerah- ekskoriasi/kerusakan.
daerah garis ujung brace/halo vest.

6. Jagalah alat tenun tetap kering dan bebas dari 6. Mengurangi/mencegah adanya
lipatan-lipatan, dan kotoran. iritasi pada kulit.

7. Anjurkan pasien untuk terus melakukan 7. Menstimulasi sirkulasi,


program latihan. meningkatkan nutrisi sel atau
oksigenasi sel dan untuk
meningkatkan kesehatan jaringan.

8. Tinggikan ekstremitas bawah secara periodik. 8. Untuk meningkatkan arus balik


vena, mengurangi pembentukan
edema.

9. Hindari/batasi injeksi dibawah lokasi trauma. 9. Mengurangi sirkulasi dan sensasi


yang meningkatkan risiko
terjadinya absorpsi, reaksi lokal
dan nekrosis jaringan.

KOLABORASI
KOLABORASI
1. Meningkatkan sirkulasi dan
1. Berikan terapi kinetik atau matras, berikan perifer dan menurunkan tekanan
pada kulit, mengurangi kerusakan
tekanan sesuai kebutuhan.
kulit.
NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
8. Harga Diri berhubungan MANDIRI MANDIRI
dengan cedera traumatic
1. Temukan kesulitan dalam menentukan 1. Selama fase akut dari trauma,
ketidakmampuan secara fungsional dan/ efek jangka panjang tidak
TUJUAN:
perubahan peningkatan fungsi diketahui, yang dapat menunda
kemampuan pasien untuk
KRITERIA HASIL
mengintegrasikan keadaan
Setelah dilakukan tindakan
kedalam konsep diri
keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan harga diri pasien
2. Dengarkan keluhan pasien dan tanggapan- 2. Memberikan petunjuk bagi
meningkat dengan kriteria
tanggapannya mengenai keadaan yang pasien dalam memandang
hasil :
dialami. dirinya, adanya perubahan peran
- Mengungkapkan
dan kebutuhan dan berguna
penerimaan diri sendiri
untuk memberikan informasi
dalam situasi
pada saat tahap penerimaan.
- Pengenalan dan
menggabungkan perubahan
dalam konsep diri dalam
3. Kaji dinamika pasien dan juga orang terdekat 3. Peran pasien dalam keluarga
cara yang akurat tanpa
dengan pasien (contoh: peran pasien dalam dimasa lampau yang terganggu
menegatifkan harga diri
keluarga, factor budaya dan sebagainya) menambah kesulitan dalam
- Mengembangkan rencana
mengintegrasikan konsep diri.
realistis untuk beradaptasi
Selain itu masalah
pada peran/perubahan
kemandirian/ketergantungan
peran baru
perlu pula mendapat perhatian.

4. Anjurkan kepada orang terdekat untuk 4. Melibatkan pasien dalam


memperlakukan pasien senormal mungkin keluarga mengurangi perasaan-
(mendiskusikan keadaan rumah, berita/cerita perasaan terisolasi dari
tentang keluarga). lingkungan social, tidak berdaya
dan perasaan tidak berguna dan
dapat pula memberikan
kesempatan pada orang terdekat
untuk meningkatkan
kesejahteraan pasien.

5. Terima keadaaan pasien, perlihatkan perhatian 5. Membina suasana trapeutik pada


kepada pasien sebagai individu. Anjurkan pasien untuk memulai
pasien mengidentifikansikan kekuatan, beri penenrimaan diri.
umpan balik yang positif untuk
pengembangan/kemajuan yang ada.
\
6. Libatkan pasien/orang terdekat daalm 6. Meyakinkan bahwa pasien masih
perawatan, biarkan pasien membuat keputusan bertanggung jawab atas
dan berperan serta dalam aktivitas merawat kehidupannya sendiri dan
diri sendiri jika mungkin memberikan perasaan untuk
dapat mengatur keadaan/ situasi
diri. Susunan tahap-tahap
tersebut untuk gaya hidup, pola
dan interaksi dimasa yang akan
datang diperlukan dalam
perawatan sehari-hariu. Catatan :
pasien mungkin menolak semua
\\ pertolongan atau mungkin
ketergantunagan secara total
selama fase ini.

7. Perhatikan perasaan-perasaan/reaksi terhadap 7. Perilaku mungkin kacau.


kecemasan seksual pasien. Menciptakan konflik pasien/staf
yang selanjutnya membuat
perasaan negative dan mungkin
menghilangkan keinginan pasien
untuk bekerjasama/berpartisipasi
KOLABORASI KOLABORASI

8. Rujuk untuk berkonsultasi atau psikoterapi 8. Mungkin diperlukan sebagai


sesuai indikasi, contohnya pada perawat bantuan tambahan untuk
psikiatri/spesialis klinik, ahli psikiatrik, tenaga menyesuaikan pada perubahan
social, ahli terapi seksual dan sebagainya gambaran diri/kehidupan.
NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
9. Inkontinensia/konstipasi MANDIRI MANDIRI
berhubungan dengan
gangguan persarafan pada 1. Auskultasi bising usus, cacat lokasi dan 1. Bising usus mungkin tidak ada
usus dan rectum, kerusakan karakteristiknya selama syok spinal. Hilangnya
persepsi, perubahan diet dan bising menandakan adanya
masukan cairan, perubahan paralitik ileus
tingkat aktivitas
2. Observasi adanya distensi abdomen jika 2. Hilangnya paristaltik (karena
bising usus tidak ada atau berkurang gangguan saraf) melumpuhkan
TUJUAN:
usus. Membuat distensi ileus dan
Setelah dilakukan tindakan usus. Catatan: distensi usus
keperawatan selama 8x24 jam berlebihan menyongkong
diharapkan defekasi dapat terbentuknya disrefleksiaotonom
dilakukan 2 hari 1 kali, segera setelah syok spinal sembuh
konsistensi feses lembut. (lihat diagnose keperawatan
disrefleksia).
KRITERIA HASIL:
- Mengungkapkan 3. Catat adanya keluhan mual, ingin muntah 3. Perdarahan gastrointentinal dapat
perilaku/teknik untuk periksa muntahan atau sekresi gaster (jika terjadi sebagai respons dari trauma
program usus individual terpasang NGT) dan feses untuk berkuan (cushing ulser) atau sebagai efek
- Menciptakan kembali darah. samping dari terapi tertentu
kepuasan pola eliminasi usus (steroid atau antikoagulasi).

4. Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah 4. Mengidentifikasikan derajat


feses gangguan/disfungsi dan
kemungkinan bantuan yang
diperlukan

5. Kenali tanda-tandaa/periksa adanya 5. Intervensi dini perlu untuk


sumbatan, seperti tidak adanya feses yang mengatasi konstipasi secara
terbentuk selama beberapa hari, feses efektif/fases yang tertahan dan
semicair, kegelisahan, perasaan penuh mengurangi resiko terjadinya
diperut/abdomen komplikasi

6. Lakukan latihan defekasi secara teratur 6. Program untuk seumur hidup ini
perlu untuk secara rutin
mengeluarkan feses dan biasanya
termasuk stimulasi manual,
minum jus dan/atau cairanm
hangat dan menggunakan pelunak
feses/supositoria pada interval
tertenu. Kemampuan mengontrol
pengeluaran feses penting untuk
kemandirian fisik paien dan
penerimaan sisial

7. Anjurkan pasien untuk makan-makanan 7. Meningkatkan konsistensi feses


yang sehat dan yang termasuk makanan untuk dapat melewati usus dengan
berserat dan padat/kasar dan pemasukan mudah
cairan yang lebih banyak (minimal 2000
ml/hari), termasuk juice/sari buah

8. Observasi adanya inkontinensia dan bantu 8. Pasien dapat defekasi secara


pasien menghubungkan inkontinensia normal (rutin), dapat
dengan perubahan diet (makanan) atau meningkatkan kemandirian, harga
rutinitas sehari-hari. diri dan sosialisasi.

KOLABORASI KOLABORASI
1. Masukkan/pertahankan selang NGT dan 1. Digunakan untuk mengurangi
hubungkan dengan penghisap jika retensi gaster (lambung) dan
diperlukan. mencegah muntah (mengurangi
risiko aspirasi)
2. Konsultasikan dengan ahli gizi/tim dari 2. Membantu merencanakan
nutrisi makanan yang disesuaikan dengan
kebutuhan individu dan fungsi
pencernaan/eliminasinya

3. Masukkan selang rektal jika diperlukan 3. Mengurangi distensi usus yang


meningkatkan respons autonomi.

4. Berikan obat sesuai indikasi 4. Menstimulasi peristaltic dan


- Pelunak feses, laksatif, supositoria, enema pengeluaran feses secara rutin
- Antasida, simitidin (Tagamet); ranitidine - Mengurangi atau menetralisir
(zantac) asam lambung untuk mencegah
iritasi lambung atau risiko tinggi
terjadinya perdarahan
NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
10 Kurang pengetahuan MANDIRI MANDIRI
(kebutuhan belajar) mengenai 1. memberikan dasar pengetahuan
kondisi, prognosis dan 1. Diskusikan tentang proses trauma/prognosis umum penting untuk membuat
pengobatan berhubungan saat ini dan harapan-harapan dimasa datang pilihan-pilihan dan perjanjian
dengan kurang pemajanan; tentang pengobatan
kesalahan interpretasi
informasi; tidak mengenal 2. Berikan informasi dan demostrasikan teknik 2. Meningkatkan sirkulasi,
sumber informasi. posisi mengurangi tekanan pada jaringan
dan resiko terjadinya komplikasi
TUJUAN:
3. Gunakan bantal/penyokong, bidai dan 3. Menjaga tulang belakang tetap
Setelah dilakukan tindakan sebagainya lurus dan mencegah terjadinya
keperawatan selama 8x24 jam kontraktur.
diharapkan informasi/
pengetahuan pasien bertambah 4. Anjurkan pasien untuk ikut peran serta secara 4. Mengurangi proses kejang, risiko
terus menerus dalam latihan setiap hari dan tromboemboli (komplikasi
menghindari rasa lelah/menggigil. umum). Meningkatkan mobilisasi,
kekuatan otot, dan fungsi organ
KRITERIA HASIL: tubuh
- Dapat berpartisipasi dalam
proses belajar 5. Anjurkan orang terdekat/tenaga kesehatan 5. Memberikan kesempatan bagi
- Mengungkapkan lainnya untuk ikut berperan serta dalam tenaga kesehatan dirumah
pemahaman tentang perawatan pasien dan mendemostrasikan beradaptasi dan merasa nyaman
kondisi, prognosis, dan prosedur yang tepat. Contohnya pasang bidai dengan tugas-tugas perawatan
tindakan dan posisi. yang harus mereka kerjakan dan
- Melakukan dengan benar juga menrunkan terjadinya trauma
prosedur yang diperlukan atau komplikasi.
dan menjelaskan alas an
tindakan 6. Berikan rekomendasi untuk penggunaan 6. Mengurangi bendungan terhadap
- Melakukan perubahan pengikat perut sebelum bangun (pada pasien darah di abdomen/daerah pelvis,
gaya hidup yang perlu dan quadriplegia) dan ingatkan pasien untuk mengurangi hipotensi postural,
mengubah posisi dengan perlahan dan
berpartisipasi dalam aturan gunakan sabuk pengaman selam perpindahan melindungi pasien dari trauma
tindakan dari tempat tidur ke kursi roda dan dibantu karena terjatuh
oleh beberapa orang.

7. Kaji kembali pemberian obat/pengobatan. 7. Meningkatkan keamanan pasien


Anjurkan untuk menghindari pemakaian obat- dan meningkatkan sifat kooperatif
obat bebas tanpa persetujuan dokter pasieb terhadap pengobatan.

8. Evaluasi keadaan rumah dan buat semacam 8. Perubahan fisik mungkin


anjuran rencana untuk mengadakan perubahan diperlukan agar sesuai dengan
yang perlu. Identifikasi peralatan/kebutuhan alat-alat penyokong dan juga
obat dan sumber informasi lainnya pasien itu sendiri. Pengaturan
terlebih dahulu memfasilitasi
pasien saat pindah ke lingkungan
rumah

9. Identifikasi sumber-sumber yang ada di 9. Meningkatkan kemandirian,


masyarakat, seperti pusat kesehatan, konseling membantu perawatan di rumah.
finansial, organisasi pelayanan. Kelompok
trauma saraf spinal (bila ada)

10. Koordinasikan kerjasama diantara 10. Berbagai badan/ahli


komunitas/ sumber sumber rehabilitasi. terapi/individu dalam masyarakat
pomungkin dapat dilibatkan
dalam perawatan jangka panjang
dan untuk kerjasama pasien dan
koordinasi dapat memastikan
bahwa tidak ada kebutuhan yang
terlupakan p sedangkan tingkatan
optimal rehabilitasi dapat dicapai.
11. Buatlah satu jaringan transmisi/ciptakan cara 11. Memberikan keamanan dan akses
panggil darurat untk mendapatkan bantuan dan
peralatan darurat.

NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL


1.

NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL


1.

Anda mungkin juga menyukai