Anda di halaman 1dari 7

Pengertian Self Regulatory Organization (SRO)

Organisasi Regulator Mandiri atau Self Regulatory Organization (SRO) adalah suatu
organisasi yang melaksanakan tingkat tertentu dari kewenangan penerapan aturan (regulator) atas
suatu industri atau profesi. Kewenangan regulator dapat diterapkan sebagai pelengkap dari aturan
pemerintah yang ada, ataupun dapat pula mengisi kekosongan dari aturan dan pengawasan
pemerintah yang ada. Kemampuan dari SRO ini untuk melaksanakan kewenangan penerapan
hukum tidak selalu merupakan bentuk pengalihan kewenangan dari pemerintah.

SRO (Self Regulatory Organization) dapat disebut juga sebagai lembaga yang memfasilitasi
pihak-pihak yang terkait di pasar modal, ada 3 Lembaga SRO yakni :
1. Bursa Efek
Adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk
mempertemukan penawaran jual dan beli Efek pihak-pihak lain dengan tujuan
memperdagangkan Efek diantara mereka.
2. KPEI
Adalah pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa
3. KSEI
Adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan Kustodian sentral bagi bank Kustodian,
Perusahaan Efek dan Pihak lain

Pengertian Self Regulatory Organization (SRO)

Organisasi Regulator Mandiri atau Self Regulatory Organization (SRO) adalah suatu organisasi
yang melaksanakan tingkat tertentu dari kewenangan penerapan aturan (regulator) atas suatu
industri atau profesi. Kewenangan regulator dapat diterapkan sebagai pelengkap dari aturan
pemerintah yang ada, ataupun dapat pula mengisi kekosongan dari aturan dan pengawasan
pemerintah yang ada. Kemampuan dari SRO ini untuk melaksanakan kewenangan penerapan
hukum tidak selalu merupakan bentuk pengalihan kewenangan dari pemerintah.

SRO (Self Regulatory Organization) dapat disebut juga sebagai lembaga yang memfasilitasi
pihak-pihak yang terkait di pasar modal, ada 3 Lembaga SRO yakni :

1. Bursa Efek

Adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk
mempertemukan penawaran jual dan beli Efek pihak-pihak lain dengan tujuan
memperdagangkan Efek diantara mereka.

2. KPEI

Adalah pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa

3. KSEI

Adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan Kustodian sentral bagi bank Kustodian,
Perusahaan Efek dan Pihak lain
PT GREAT RIVER INTERNATIONAL TBK.

A. Profil Perusahaan

Great River didirikan pada tahun 1976 berlokasi di Jakarta – Indonesia oleh
Sukanta Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja dengan nama PT. Great River Garments
Industries yang pada tahun 1996 berubah nama menjadi nama PT Great River
International (GRI) Tbk. Perusahaan ini merupakan perusahaan pakaian jadi
berkualitas tinggi dan terkemuka di Indonesia, menawarkan produknya dengan
label antara lain Triumph International, Amo, dan Nina Capriona.

B. Profil KAP

KAP Johan Malonda dan rekan adalah kantor akuntan publik yang merupakan
yang ditunjuk dipercaya sebagai auditor PT Great River International Tbk. untuk
mengaudit lapiran keuangan perusahaan tersebut. KAP ini telah mengaudit dari
sejak tahun 2001.

C. Kronologi Kasus

Tahun 2001

KAP Johan Molanda dan Rekan dipercaya untuk menjadi auditor PT Great River
Internatinal Tbk sejak tahun 2001 untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan.
Auditor menyatakan, saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$150
Juta kepada Deutsche Bank.

Tahun 2002

Pada tahun 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa
utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon.

Tahun 2003

Kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar


pinjaman tersebut. Adapun pernyataan dari Akuntan Publik ( AP ) Justinus Aditya
Sidharta sebagai Deputy Managing Director KAP Johan Malonda & rekan terkait
hal ini yaitu : “Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada rentang 2001-2003,”.

Tahun 2004
Kasus Great River berawal pada sekitar bulan Juli hingga September tahun 2004,
PT Bank Mandiri telah membeli obligasi PT Great River International, Ybk
sebesar Rp50 miliar dan memberi fasilitas Kredit Investasi, Kredit Modal Kerja,
dan Non Cash Loan kepada PT. Great River Internasional senilai lebih dari Rp265
milyar yang diduga mengandung unsur melawan hukum karena obligasi tersebut
default dan kreditnya macet.

Tahun 2005

Sejak Agustus 2005, Badan Pengawas Pasar Modal atau yang sering disebut
Bapepam menyidik Akuntan Publik yang mengaudit laporan keuangan Great River
tahun buku 2003. Bapepam telah menemukan adanya:

a. Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan


Keuangan GRIV per 31 Desember 2003 dan,

b. Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan


dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.

Ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi


konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. Berikut
pernyataan ketua Bapepam mengenai hal ini : “Dalam kasus Great River ini,
akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi,”. Akan tetapi dia tidak bersedia
menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan
Great River itu.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Bapepam pada tanggal 22 Nopember 2005


meningkatkan Pemeriksaan atas kasus Great River ke tahap Penyidikan.
Sehubungan dengan tindakan Penyidikan tersebut, Bapepam telah dan akan
berkoordinasi dengan instansi penegak hukum terkait yaitu ke Kejaksaan Tinggi.

Tahun 2006

Pada tanggal 29 Maret 2006, ECW Neloe yang merupakan Direktur Utama Bank
Mandiri memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung untuk diperiksa terkait
kredit macet PT Great River Internasional Tbk. Yang bersangkutan diperiksa
dalam dugaan penyimpangan pembelian obligasi Great River oleh Bank Mandiri.

Pada tanggal 17 Mei 2006, Sunyoto Tanudjaya (ST) yang merupakan Presiden
Direktur PT. Great River jadi buron keberadaannya tidak di ketahui hingga saat ini.
Penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeluarkan surat perintah
penangkapan.

Pada tanggal 15 Juni 2006, Menteri Keuangan RI ( Menkeu ) mengeluarkan Surat


Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-
BPPAP/VI/2006 untuk membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan
Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan
Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003
yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang
bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-
KAP.

Sejak tanggal 28 Nopember 2006 Menkeu telah membekukan izin Akuntan Publik
( AP ) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena
Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik
( SPAP ) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT
Great River International Tbk ( Great River ) tahun 2003.

Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan


pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit
kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin
Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap
bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi
ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL).

Pada tanggal 8 Desember 2006, Kasus Great River semakin mencuat setelah
adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang
menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset
hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami
kesulitan arus kas dan gagal membayar utang.

Penyidikan berdasarkan hasil pemeriksaan adanya indikasi penipuan dalam


penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan
atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan
tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil
emisi obligasi yang tanpa pembuktian.
Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar
utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp
400 miliar.

Kuasa hukum Sunjoto Tanudjaja, J. Pieter Nazar, menyatakan sudah mengetahui


kliennya akan disangkakan terlibat dalam manipulasi laporan keuangan Great
River bersama oknum akuntan publik.

Pada tanggal 20 Desember 2006, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan
Great River ke Kejaksaan Agung. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi
perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto
Tanudjaja. Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian
laporan keuangan Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang
menyajikan laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka.

Pada tanggal 2 April 2007, Menunjuk Pengumuman Bursa No. Peng-01/BEJ-


PSJ/SPT/01-2005 tertanggal 13 Januari 2005 mengenai suspensi perdagangan
saham GRIV yang telah berjalan lebih dari 2 (dua) tahun, serta kondisi PT Great
River International Tbk yang saat ini tidak berjalan normal (operasional
perusahaan lumpuh) sesuai kapasitas yang ada dan dipandang berpengaruh
terhadap going concern Perusahaan Tercatat, dimana belum terdapat indikasi
pemulihan yang memadai atas kondisi tersebut, maka mengacu pada Peraturan
Pencatatan PT Bursa Efek Jakarta Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan
(Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa angka III.3.1,
Bursa menghapus pencatatan saham Perusahaan Tercatat sesuai dengan ketentuan
peraturan ini apabila Perusahaan Tercatat mengalami sekurang-kurangnya satu
kondisi di bawah ini :

1. Mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif


terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara
hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan
Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan
yang memadai;

2. Saham Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar
Tunai, hanya diperdagangkan di pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24
(dua puluh empat) bulan terakhir;
3. Atas dasar hal tersebut, Bursa Efek Jakarta memutuskan untuk menghapuskan
pencatatan Efek PT Great River International Tbk. yang berlaku efektif pada
tanggal 2 Mei 2007.

Selain itu terdapat pertimbangan lain yang mendasari keputusan penghapusan


pencatatan Efek Perseroan yaitu belum dipenuhinya kewajiban penyampaian
Laporan Keuangan dan kewajiban finansial Perseroan kepada Bursa berupa
penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Auditan Tahun 2004 dan 2005 serta
Laporan Keuangan Triwulan I, Tengah Tahunan dan Triwulan III Tahun 2005 dan
2006 serta denda keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan baik Auditan
maupun triwulanan tahun 2004, 2005 dan 2006 dan pembayaran Biaya Pencatatan
Tahunan (ALF) tahun 2005 dan 2006 hingga saat dikeluarkannya pengumuman ini.

D. Pernyataan dari KAP

Menanggapi tudingan itu, Kantor akuntan publik Johan Malonda & Rekan
membantah telah melakukan konspirasi dalam mengaudit laporan keuangan
tahunan Great River. Deputy Managing Director Johan Malonda, Justinus A.
Sidharta, menyatakan, selama mengaudit buku Great River, pihaknya tidak
menemukan adanya penggelembungan account penjualan atau penyimpangan dana
obligasi. Namun dia mengakui metode pencatatan akuntansi yang diterapkan Great
River berbeda dengan ketentuan yang ada. “Kami mengaudit berdasarkan data
yang diberikan klien,” kata Justinus.

Menurut Justinus, Great River banyak menerima order pembuatan pakaian dari
luar negeri dengan bahan baku dari pihak pemesan. Jadi Great River hanya
mengeluarkan ongkos operasi pembuatan pakaian. Tapi saat pesanan dikirimkan ke
luar negeri, nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku,
aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan.

Justinus menyatakan model pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan


dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, katanya, saldo laba bersih tak berbeda
dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu
dugaan adanya penggelembungan nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan
sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja.

E. Pelanggaran Kode Etik Akuntan


Kasus PT Great River International, Tbk di atas, yang melibatkan akuntan publik
Justinus Aditya Sidharta, dianggap telah menyalahi aturan mengenai kode etik
profesi akuntan, terutama yang berkaitan dengan integritas dan objektivitas.
Akuntan publik Justinus Aditya Sidharta dianggap telah melakukan tindak
kebohongan publik, dimana dia tidak melaporkan kondisi keuangan PT Great
River International, Tbk secara jujur.

Menurut pengertiannya, integritas dapat berarti kepatuhan terhadap nilai-nilai


moral, prinsip-prinsip, serta nilai-nilai lainnya yang terdapat dalam masyarakat
pada umumnya. Pelanggaran integritas berarti seseorang telah melanggar aturan-
aturan yang telah disepakati secara umum. Sedangkan objektivitas merupakan
pernyataan jujur dan apa adanya terhadap suatu hal. Pelanggaran objektivitas
menunjukkan bahwa seseorang telah berani melakukan tindak kebohongan /
kecurangan dalam melakukan suatu hal. Kedua nilai ini, bersama dengan
independensi, merupakan nilai dasar yang harus dimiliki oleh seorang akuntan
publik agar seorang akuntan publik dapat menghasilkan suatu laporan yang
sifatnya akurat dan dapat dipercaya. Tanpa adanya nilai-nilai dasar tersebut,
seorang akuntan publik tidak ada bedanya dengan seorang penjahat yang tidak
bermoral.

F. Dampak dari kasus

• Great River memiliki kewajiban utang yang telah jatuh tempo kepada karyawan
sebesar Rp 34 miliar dan pihak lainnya.

• Great River juga terbukti memiliki utang kepada CV Duta Gemilang sebesar Rp
3,1 juta

• Great River kepada PT Jamsostek sebesar Rp 32,5 miliar

• Kerugian negara sebesar Rp 315 miliar karena kasus Great River ini. Kerugian
negara ini berasal dari akumulasi dari pembelian obligasi PT Great River senilai
Rp 50 miliar dan pemberian fasilitas kredit modal kerja dan kredit investasi kepada
PT Great River sebesar Rp 265 miliar.

• Obligasi oleh Bank Mandiri dinyatakan berstatus default atau gagal, sedangkan
kreditnya macet.

Anda mungkin juga menyukai