Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kardio :
I : simetris, tidak ada benjolan abnormal, ictus cordis tidak tampak.
Pe : suara jantung redup.
Pa : tidak terdapat nyeri tekan.
A : S1 –S2 reguler.
Abdomen
I : tidak ada benjolan.
A : peristaltik usus 12X/mnt.
Pa : timpani
Pe : tidak ada nyeri tekan.
Eksremitas Atas : kanan kiri lengkap, tidak oedem, dapat bergerak aktif.
Ekstremitas Bawah : kanan kiri lengkap, tidak ada oedem, dapat bergerak aktif.
X. HARAPAN KELUARGA
Ny. S mengharapkan dengan kedatangan perawat dapat membantu dan memberikan
informasi tentang penyakit yang di alaminya.
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian Hipertensi
Definisi atau pengertian hipertensi banyak dikemukakan oleh para ahli. WHO
mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah diatas 160/95 mmhg, sementara itu
Smelttzer & Bare (2002:896) mengemukakan bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persisten
atau terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan sistolik diatas 140 mmhg dan
tekanan diastole diatas 90 mmhg. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh doenges (2000:42).
Pendapat senada juga disampaikan oleh TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta (1993:199) dan Prof.
Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007), yang menyatakan bahwa hipertensi adalah kenaikan tekanan
darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Terdapat perbedaan tentang batasan tentang hipertensi seperti diajukan oleh kaplan
(1990:205) yaitu pria, usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah waktu
berbaring diatas atau sama dengan 130/90mmhg, sedangkan pada usia lebih dari 45 tahun dikatakan
hipertensi bila tekanan darah diatas 145/95 mmhg. Sedangkan pada wanita tekanan darah diatas
sama dengan 160/95 mmhg. Hal yang berbeda diungkapkan TIM POKJA RS Harapan Kita (1993:198)
pada usia dibawah 40 tahun dikatakan sistolik lebih dari 140 mmhg dan untuk usia antara 60-70
tahun tekanan darah sistolik 150-155 mmHg masih dianggap normal. Hipertensi pada usia lanjut
didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik lebih
besar dari 90 mmHg ditemukan dua kali atau lebih pada dua atau lebih pemeriksaan yang berbeda.
Untuk usia kurang dari 18 tahun dikatakan hipertensi bila dua kali kunjungan yang berbeda
waktu didapatkan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih, atau apabila tekanan darah sistolik
pada beberapa pengukuran didapatkan nilai yang menetap diatas 140mmHg (R. P. Sidabutar dan
Waguno P, 1990).
merupakan kenaikan tekanan darah dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmhg dan atau diastolik
2. Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para ahli, diantaranya WHO menetapkan
klasifikasi hipertensi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat I tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala
dari gangguan atau kerusakan sistem kardiovaskuler. Tingkat II tekanan darah dengan gejala
hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya gejala-gejala kerusakan atau gangguan dari alat atau
organ lain. Tingkat III tekanan darah meningkat dengan gejala – gejala yang jelas dari kerusakan dan
gangguan faal dari target organ. Sedangkan JVC VII, Klasifikasi hipertensi adalah :
(mmHg)
Normal < 130 <85
Hipertensi:
Klasifikasi lain diutarakan oleh Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007),
mengklasifikasikan tekanan darah tinggi menjadi 4 tingkatan yaitu normal (SBP = Sistole Blood
Pressure < 120 mm Hg dan Distole Blood Pressure = DBP < 80 mm Hg), pra hipertensi (SBP 120-139
mm Hg dan DBP 80-89 mm Hg), hipertensi tahap 1 (SBP 140-159 mm Hg dan DBP 90-99 mm Hg) dan
hipertensi tahap 2 (SBP >= 160 dan DBP >= 100. mm Hg.)
Sedangkan menurut TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta, membagi hipertensi 6 tingkat yaitu
hipertensi perbatasan (borderline) yaitu tekanan darah diastolik, normal kadang 90-100mmHg.
Hipertensi ringan, tekanan darah diastolik 90-140mmHg. Hipertensi sedang, tekanan darah diastolik
105-114 mmHg. Hipertensi berat tekanan darah diastolik >115mmHg. Hipertensi maligna/ krisis
yaitu tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg yang disertai gangguan fungsi target organ.
Hipertensi sistolik yaitu tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg.
Pada hipertensi krisis dibagi lagi menjadi 2, menurut melalui TIM POKJA RS Harapan Kita
(2003:63) yaitu: hipertensi emergensi akut, membahayakan jiwa, hal ini terjadi karena disfungsi atau
kerusakan organ target. Yang kedua adalah hipertensi urgensi yaitu hipertensi berat tanpa ada
gangguan organ target akan tetapi tekanan darah perlu diturunkan dengan segera atau secara
bertahap dalam waktu 24-48 jam, sebab penurunan tekanan darah dengan cepat akan menimbulkan
Penyebab terjadinya hipertensi adalah terdiri dari berbagai faktor, diantaranya Reeves&
adalah stress, kegemukan, merokok, hipernatriumia). Sedang Long (1995:660), TIM POKJA RS
Harapan Kita (2003:63) dan Yayasan jantung Indonesia (2007) menambahkan bahwa Penyebab
hipertensi dapat dibedakan menurut jenis hipertensi yaitu hipertensi primer (essensial) merupakan
tekenan darah tinggi yang disebabkan karena retensi air dan garam yang tidak normal, sensitifitas
terhadap angiotensin, obesitas, hiperkolesteroemia, emosi yang tergannggu /stress dan merokok.
Sedangkan hipertensi sekunder merupakan tekanan darah tinggi yang disebabkan karena penyakit
kelenjar adrenal, penyakit ginjal, toxemia gravidarum, peningkatan tekanan intra cranial, yang
disebabkan tumor otak, dan pengaruh obat tertentu missal obat kontrasepsi.
Dari uraian pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab hipertensi beragam
diantaranya adalah: stress, kegemukan, merokok, hipernatriumia, retensi air dan garam yang tidak
penyakit ginjal, toxemia gravidarum, peningkatan tekanan intra cranial, yang disebabkan tumor otak,
pengaruh obat tertentu missal obat kontrasepsi, asupan garam yang tinggi, kurang olah raga,
genetik, Obesitas, Aterosklerosis, kelainan ginjal, tetapi sebagian besar tidak diketahui penyebabnya.
4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002:898) mengatakan bahwa Mekanisme yang mengontrol
konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medulla oblongata di otak
dimana dari vasomotor ini mulai saraf simpatik yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar
dari kolomna medulla ke ganglia simpatis di torax dan abdomen, rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system syaraf simpatis . Pada titik
ganglion ini neuron prebanglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska
Factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriktif yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah akibat aliran
darah yang ke ginjal menjadi berkurang /menurun dan berakibat diproduksinya rennin, rennin akan
adrenaldimana hormone aldosteron ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal dan
TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) menyebutkan patofisiologis hipertensi adalah: pada
hipertensi primer perubahan patologisnya tidak jela didalam tubuh dan organ-organ. Terjadi secara
perlahan yang meluas dan mengambil tempat pada pembuluh darah besar dan pembuluh darah
kecil pada organ – organ seperti jantung, ginjal dan pembuluh darah otak. Pembuluh seperti aorta,
arteri koroner, arteri basiler yang ke otak dan pembuluh darah perifer di ekstremitas menjadi
sklerotik dan membengkak. Lumen-lumen menjepit, aliran darah ke jantung menurun, bergitu juga
ke otak dan ekstremitas bawah bisa juga terjadi kerusakan pembuluh darah besar.
5. Manifestasi Klinik
Menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) mengemukakan bahwa manifestasi klinik
yang sering tidak tampak. Pada beberapa pasien mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas,
kelelahan, kesadaran menurun, mual, gelisah, muntah, kelemahan otot,epitaksis bahkan ada yang
esensial kadang tampa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target
seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. Namun terdapat pasien yang mengalami gejala dengan
6. Penatalaksanaan
Terdapat 2 cara penanggulangan hipertensi menurut FKUI (1990: 214-219) yaitu dengan non
farmakologis dan dengan farmakologis. Cara non farmakologis dengan menurunkan berat badan
pada penderita yang gemuk, diet rendah garam dan rendah lemak, mengubah kebiasaan hidup, olah
raga secara teratur dan kontrol tekanan darah secara teraut. Sedangkan dengan cara farmakologis
yaitu dengan cara memberikan obat-obatan anti hipertensi seperti diuretik seperti HCT, Higroton,
Lasix. Beta bloker seperti propanolol. Alfa bloker seperti phentolamin, prozazine, nitroprusside
captapril. Simphatolitic seperti hidralazine, diazoxine. Antagonis kalsium seperti nefedipine (adalat).
Pengobatan hipertensi harus dilandasi oleh beberapa prinsip menurut FKUI (1990) yaitu
hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang
umur dan mengurangi timbulnya komplikasi, upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan
menggunakan obat anti hipertensi, pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang
bahkan mungkin seumur hidup, pengobatan dengan menggunakan standard triple therapy (STT)
Tujuan pengobatan dari hipertensi adalah menurunkan angka morbiditas sehingga upaya
dalam menemukan obat anti hipertensi yang memenuhi harapan terus dikembangkan.
7. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM POKJA RS
Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) adalah diantaranya : penyakit
pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA). Penyakit
jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA). Penyakit ginjal seperti
gagal ginjal. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas kedokteran USU, Abdul
Madjid (2004), meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau mencari penyebab
hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium,
kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL dan pemeriksaan EKG. sebagai tambahan
dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.
Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM) kalium serum
menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid
(menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam urat
(factor penyebab hipertensi) EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat
mengidentifikasi hipertensi.
9. Pathways
PATHWAYS
10. Pengkajian Fokus
meliputi:
a. Aktifitas & istirahat meliputi kelemahan, keletihan, nafas pendek, frekwensi jantung meningkat,
episodepalpitasi, kenaikan tekanan darah, tekhicardi, kadang bunyi jantung terdengar S2 pada
c. Integritas ego meliputi cemas, depresi, euphoria, mudah marah ,otot muka tegang, gelisah,
e. Makanan /cairan meliputi makanan yang disukai terutama yang mengandung tinggi garam, linggi
lemak, dan kolesterol, mual, muntah, perubahan berat badan, riwayat penggunaan obat diuritik,
adanya edema.
f. Neurosensori meliputi keluhan kepala pusing, berdenyut , sakit kepala sub oksipital, kelemahan
pada salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (diplopia, pandangan kabur) ,epitaksis.
g. Nyeri /ketidak nyamanan meliputi nyeri hilang timbul pada tungkai,sakit kepala sub oksipital berat,
h. Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat
c. Gangguan rasa nyaman sakit kepala berhubungan dengan kenaikan terkanan pada pembuluh darah
cerebral
d. Gangguan nutrisi lebih dari kebutuhan berhubungan dengan intake makanan berlebihan/ gaya hidup
sedentary
e. Koping pasien tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional/ maturitas/ perubahan hidup yang
multiple/ kurang relaksasi/ tidak melakukan olah raga/ nutrisi krisis buruk/ harapan tidak tidak
terpenuhi/ beban kerja berlebihan/ persepsi tidak realistis/ metode koping tidak adekuat.
B. Konsep Keluarga
1. Pegertian Keluarga
Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga. Terdapat pengertian yang berbeda
dalam hal mendefinisikan tentang keluarga. UU. No. 10 tahun 1992 mendefinisikan keluarga adalah
unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah
dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Pakar konseling dari yogyakarta, Sayekti (1994) mendefinisikan
keluarga adalah suatu ikatan/ persekutuan hidup atas dasar perkawinan antar orang dewasa yang
berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau perempuan yang sudah sendirian
dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Dep.Kes. RI (1988) mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri
atas kepala keluarga beserta beberapa orang anggotanya yang terkumpul dan tinggal dalam satu
tempat karena pertalian darah, ikatan perkawinan, atau adopsi yang satu sama lainnya saling
tergantung dan beriteraksi. Friedman (1998) mendefinisikan keluarga adalah kumpulan dua orang
atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai
peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Bailon dan Maglaya (1989)
mendefiniskan keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing- masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu kebudayaan. Effendy (2005), Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di
Pengertian yang disampaikan para ahli terdapat beberapa persamaan antara lain antara
Sayekti (1994), Dep. Kesehatan. RI (1988), Bailon dan Maglaya (1989) dan Effendi (2005) yaitu
keluarga tergabung karena adanya hubungan perkawinan. namun terdapat perbedaan pandangan
yaitu pandangan dari Friedman (1998) yang tidak menyebutkan secara spesifik adanya hubungan
perkawinan dalam rumah tangga, hanya menyebutkan adanya keterikatan aturan dan emosional,
tetapi pada prinsipnya sama yaitu adanya perkumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama,
Dari beberapa pengertian tentang keluarga tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa
keluarga adalah :
1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu
sama lain.
3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial
Bergabungnya dua orang atau lebih yang membentuk keluarga, mempunyai suatu tujuan.
Menurut Friedman (1998) tujuan utama keluarga adalah sebagai perantara yaitu menanggung
semua harapan dan kewajiban-kewajiban masyarakat serta membentuk dan mengubah sampai taraf
tertentu hingga dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan setiap individu dalam keluarga.
b. Struktur keluarga
Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah, sedangkan matrilineal adalah sama
dengan patrilineal hanya hubungan disusun berdasarkan garis ibu. Matrilokal merupakan sepasang
suami-istri yang tinggal dengan keluarga sedarah istri berbeda dengan patrilokal merupakan
kebalikan dari matrilokal yang tinggal dengan keluarga sedarah suami. Sedangkan keluarga kawinan
adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara
yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
c. Ciri – ciri struktur keluarga
Struktur keluarga mempunyai ciri-ciri khusus, menurut Effendy (1998:33) yang mengutip dari
Anderson Carter, ciri-ciri struktur keluarga adalah: terorganisasi dimana antar anggota keluarga
saling ketergantungan antara anggota keluarga. Kedua, ada keterbatasan yaitu setiap anggota
memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan
tugasnya masing-masing. Kektiga. Ada perbedaan dan kekhususan yaitu setiap anggota keluarga
d. Type-type keluarga :
Tipe atau bentuk keluarga berbeda menurut pandangan dan keilmuan serta orang yang
mengelompokkannya. Menurut Suprajitno, SKp (2004:2), tipe keluarga dibagi menjadi 2 kelompok
Kelompok tradisional dibagi menjadi 2 yaitu : Keluarga inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang
hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau diadopsi atau keduanya.
dan keluarga besar (Extendeed Family) yaitu keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih
perkembangannya ditambah dengan kelompok lain yaitu: keluarga bentukan kembali (Dyadic
Family) yaitu keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau kehilangan
pasangannya, orang tua tunggal (Single Parent Family) yaitu keluarga yang terdiri dari salah satu
orang tua dengan anak-anaknya akibat perceraian atau ditinggal pasangannya, ibu dengan anak
tanpa perkawinan yang sah (The unmarried teenage mother), orang dewasa laki-laki atau
perempuan yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (The single adult living alone), keluarga
dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (The non marital heterosecual cohabiting family) dan
keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and lesbian family).
Terdapat perbedaan dengan teori lain seperti yang disampaikan oleh Effendy (1998:33) yang
membagi tipe keluarga menjadi 6 tipe/ bentuk keluarga, yaitu: Keluarga inti (Nuclear family) yaitu
keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Keluarga besar (Exstended family) yaitu keluarga
inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman,
Berbeda dengan keluarga berantai (Serial family) yaitu keluarga yang terdiri dari wanita dan pria
yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti. Keluarga duda/janda (single
family) yaitu keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian, jika suami meninggal maka
yang ada adalah keluarga janda dan bila istri meninggal maka yang terbentuk adalah keluarga duda,
bila bentuk keluarga yang terjadi kerena perceraian maka akan terbentuk dua keluarga yaitu
keluarga duda dan keluarga janda. Keluarga berkomposisi (Composite) yaitu keluarga yang
perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama, poligami yaitu satu orang pria dengan lebih
dari satu istri dan masih hidup bersama. Keluarga kabitas (Cahabitation) yaitu dua orang menjadi
Setiap keluarga mempunyai tahap perkembangan dan tugas perkembangan sendiri dan
mempuyai ciri yang berbeda dengan yang lain. Terdapat beberapa teori tentang tahap dan tugas
perkembangan keluarga, yaitu: menurut Carter dan McGoldrick (1989), tahap perkembangan terdiri
dari : keluarga antara masa bebas (pacaran) dewasa muda, terbentuknya keluarga baru melalui
suatu perkawinan, keluarga yang memiliki anak usia muda (anak usia bayi sampai sekolah), keluarga
yang memiliki anak dewasa, keluarga yang mulai melepaskan anaknya untuk keluar rumah, keluarga
lansia.
Sedangkan menurut Duvall (1989), tahap perkembangan keluarga dibagi dalam 8 tahap
perkembangan yaitu: keluarga baru menikah, keluarga dengan anak baru lahir (usia anak tertua
sampai 30 tahun), keluarga dengan anak prasekolah (usia anak tertua 2 ½ tahun -5 tahun), keluarga
dengan anak usia sekolah (usia anak tertua 6-12 tahun), keluarga mulai melepaskan anak sebagia
dewasa (anak-anaknya mulai meninggalkan rumah), keluarga yang hanya terdiri dari orang tua saja/
Tahap perkembangan keluarga baru menikah, tahap ini dimulai dari pernikahan yang dilanjutkan
dalam membentuk rumah tangga. Dalam tahap ini keluarga mempunyai tugas perkembangan yaitu
membina hubungan intim yang memuaskan pasangannya, membina hubungan dengan keluarga lain,
Tahap perkembangan yang kedua, keluarga keluarga dengan anak baru lahir. Yaitu ditandai
dengan kelahiran anak pertama sampai dengan 30 bulan. Tugas perkembangan keluarga ini adalah
mempersiapkan menjadi orang tua, adaptasi dengan perubahan adanya anggota keluarga, interaksi
keluarga, hubungan seksual dan kegiatan, mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan
pasangannya.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan anak usia pra sekolah. Pada tahap ini
mempunyai tugas perkembangan memenuhi kebutuhan anggota keluarga, misal kebutuhan tempat
tinggal, privasi dan rasa aman, membantu anak untuk bersosialisasi, beradaptasi dengan anak yang
beru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain yang lebih tua juga harus terpenuhi,
mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam maupun diluar keluarga, pembagian waktu
untuk individu, pasangan dan anak, pembagian tanggung jawab anggota keluarga, merencanakan
Tahap perkembangan yang keempat adalah keluarga dengan anak usia sekolah. Tugas
perkembangan pada tahap ini adalah membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah,
sekolah dan lingkungan lebih luas ( yang tidak diperoleh dari sekolah atau masyarakat ), tugas yang
lain adalah mempunyai keintiman pasangan, memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya
kehidupan dan kesehatan anggota keluarga.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan anak remaja. Tugas perkembangan
pada tahap ini adalah memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat
anak remaja adalah sorang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi, mempertahankan hubungan
intim dalam keluarga, mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua,
mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan (anggota) keluarga untuk memenuhi
Tahap perkembangan yang keenam adalah keluarga mulai melepaskan anak sebagai dewasa.
Tugas dalam tahap ini adalah memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjelaskan keluarga
besar, mempertahankan keintiman pasangan, membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan usia pertengahan. Pada tahap ini
pertengahan, mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak-anaknya dan
Tahap perkembangan yang terakhir atau yang kedelapan adalah keluarga usia tua. Tugas pada
perkembangan ini adalah mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling
menyenangkan pasangan, adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi, kehilangan pasangan,
kekuatan fisik dan penghasilan keluarga, mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat
Pemegang kekuasaan dalam tiap keluarga berbeda dalam mengatur kehidupan dalam
keluarga. Effendy (1998:34) membagi pemegang kekuasaan dalam rumah tangga atau keluarga
dengan tiga jenis yaitu keluarga patriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga
adalah pihak ayah. Sementara pada keluarga matriakal pihak ibu lebih dominan dan sebagai
pemegang kekuasaan. Dan yang ketiga adalah equalitarian yaitu keluarga yang dalam keluarga ayah
g. Peran Keluarga
berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Effendy (1998: 34) membagi
peranan keluarga dalam tiga peranan yaitu peranan ayah, peranan ibu dan juga peranan anak.
Peranan ayah adalah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anak, berperan sebagai pencari
nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari
Peranan ibu adalah sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai
peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung
dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya, di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam
keluarga, Apabila dalam keluarga sudah mempunyai anak, maka selain ada peranan ayan, peranan
Sedangkan Peranan anak adalah melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkat
Friedman ( 1998:13 ) mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga, yaitu: Fungsi afektif.
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan
keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan
melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota
keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Komponen yang perlu
dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah; saling mengasuh, cinta kasih,
kehangatan, saling menrima, saling mendukung, saling menghargai, dan ikatan antar anggota
keluarga dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan
anggota keluarga.
Dari aspek fungsi afektif dapat disimpulkan bahwa fungsi afek merupakan sumber energi
yang menentukan kebahagiaan keluarga. Keretakan keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga
timbul karena fungsi afektif yang tidak terpenuhi.
Fungsi sosialisasi. Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui
individu, yang menghasilkan interaksi social dan belajar berperan dalam lingkungan social (Friedman,
1998:13). Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau
hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi.
Fungsi Ekonomi. Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
seluruh anggota keluarga, seperti kebutuhan akan makan, pakaian, dan tempat untuk berlindung
(rumah).
Fungsi Perawatan Kesehatan. Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan
kesehatan yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota
keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhai
status kesehatan keluarga. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup
menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.
Berdasarkan fungsi perawatan keluarga inilah yang kemudian dikembangkan menjadi tugas
keluarga dibidang kesehatan. Adapun tugas kesehatan keluarga (Friedman, 1998) adalah; mengenal
masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi perawatan pada
anggota keluarga yang sakit, mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat dan
mempertahankan hubungan dengan (menggunakan ) fasilitas kesehatan masyarakat.
Fungsi keluarga menurut ahli yang lain yaitu Effendy (1998:35), membagi fungsi keluarga
menjadi fungsi biologis, fungsi psikologis, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi dan fungsi pendidikan.
Fungsi biologis keluarga adalah untuk meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak.
Memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan memelihara serta merawat anggota keluarga juga
merupakan fungsi biologis yang dapat dijalankan keluarga (Effendy, 1998:35).
Fungsi psikologis yang dapat dijalankan keluarga adalah memberikan kasih sayang dan rasa
aman, memberikan perhatian di antara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian
anggota keluarga serta memberikan identitas keluarga. Adapun fungsi sosialisasi keluarga yaitu
membina sosial pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak dan yang krusial adalah menaruh nilai-nilai budaya keluarga (Effendy, 1998:35).
Keluarga juga mempunyai fungsi ekonomi yaitu mencari sumber-sumber penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga dan pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Kebutuhan keluarga tidak hanya sesaat, tetapi terus berlanjut sehingga
keluarga perlu dapat mengatur ekonomi keluarga sehingga dapat menunjang kehidupan baik
sekarang maupun yang akan datang. Untuk mempersiapkan kebutuhan yang akan datang, keluarga
dapat menabung yang berguna untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang
akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya (Effendy, 1998:35).
Memasuki taraf anak sekolah dan dewasa, keluarga mempunyai fungsi pendidikan. Dalam
hal ini fungsi keluarga adalah menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan
dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki dan berguna untuk
mempersiapkan anak dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa. Keluarga juga
melaksanaan fungsi pendidikan baik di rumah maupun diluar rumah dengan cara mendidik anak
sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya (Effendy, 1998:35).
Dari berbagai fungsi di atas, Effendy (1998:36) menyebutkan tiga fungsi pokok keluarga
terhadap anggotanya yaitu asih, asuh dan asah. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian,
rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan
berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.
Asuh adalah memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya
selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental,
sosial dan spiritual. Sedangkan asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap
menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya, misalnya dengan
menyekolahkan anak-anak (Effendy, 1998:36).
Indonesia dalam fungsi keluarga membagi menjadi delapan (UU No. 10. tahun 1992 jo PP
No.21 tahun 1994:14) yaitu: fungsi keagamaan. Keluarga berfungsi dalam membina,
menerjemahkan, memberi contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari, melengkapi dan menambah
proses kegiatan belajar keagamaan dan membina rasa, sikap dan praktik kehidupan keluarga
beragama. Hal ini dalam keluarga sebagai fondasi menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Keluarga sebagai fungsi budaya yaitu membina dalam meneruskan norma dan budaya
masyarakat dan bangs, membina dalam menyaring budaya asing yang tidak sesuai, membina dalam
pemecahan masalah dari pengaruh negatif globalisasi, membina agar berperilaku positif dan
membina budaya yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia yang selaras, sesuai dan seimbang.
Dalam fungsi cinta kasih didalam keluarga, dengan menumbuhkembangkan potensi kasih
sayang, membina tingkahlaku, membina praktik kecintaan terhadap kehidupan ukhrowi dan mampu
memberi dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup yang ideal.
Fungsi perlindungan, dengan memberi rasa aman keluarga baik fisik maupun psikis dan
menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga. Fungsi reproduksi, membina sebagai wahana
reproduksi sehat dengan memberikan contoh kaidah – kaidah pembentukan keluarga baik yang
berkaitan dengan melahirkan, jarak anak, jumlah ideal anak dalam keluarga sebagai modal kondusif
keluarga. Fungsi sosialisasi, membina proses sosialisasi dalam meningkatkan kematangan dan
kedewasaan anak sehingga dapat bermanfaat positif.
Dari berbagai literatur diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga mempunyai bermacam
fungsi yang bertujuan dalam mewujudkan keluarga yang penuh dengan sifat asah, asih dan asuh
sehingga dapat terpenuhi tujuan dalam pembentukan keluarga yang sejahtera.
Dalam hal lingkungan untuk menjamin kesehatan, keluarga diharapkan dapat memodifikasi
lingkungan sehingga tidak terjadi dampak dari lingkungan yang tidak sehat baik didalam maupun
diluar rumah. Suprajitno (2004:18) menambahkan keluarga memannfaatkan dengan baik fasilitas-
fasilitas kesehatan dalam menjamin kondisi yang sehata didalam keluarga.
Menurut Bailon dan Maglaya (1978:2) dalam proses keperawatan keluarga terdapat
berbagai bentuk proses keperawatan kesehatan dimana perawatan kesehatan keluarga adalah
tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit
terkecil d\atau satu kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagi tujuannya dan melalui perawatan
kesehatan sebagai sarananya. Sedangkan menurut Effendi (1998:46) Proses keperawatan adalah
metode ilmiah yang digunakan secara sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah
kesehatan dan keperawatan keluarga, merencanakan asuhan keperawatan dan melaksanakan
intervensi terhadap keluarga sesuai dengan rencana yang telah disusun dan mengevaluasi mutu hasil
asuhan keperawatan yang dilaksanakan terhadap keluarga.
Proses keperawatan merupakan pusat bagi semua tindakan keperawatan, yang dapat
diaplikasikan dalam situasi apa saja, dalam kerangka referensi tertentu, konsep tertentu, teori atau
falsafah (Yora & Walsh, 1979 dikutip oleh Friedman, 1998:54).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan kesehatan keluarga dipusatkan
pada keluarga dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam status kesehatan
keluarga.
Proses keperawatan keluarga terdapat beberapa langkah yang disusun secara sistematis
untuk menggambarkan perkembangan dari tahap ke tahap. Menurut Friedman (1998: 55) membagi
proses keperawatan kedalam lima tahap yang terdiri dari pengkajian terhadap keluarga, identifikasi
masalah keluarga dan individu atau diagnosa keperawatan, rencana perawatan, implemntasi
rencana pengerahan sumber-sumber dan evaluasi perawatan.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat mengumpulkan informasi secara
terus menerus tentang keluarga yang dibinanya (Suprajitno, 2004:29). Pengkajian merupakan
langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga. Agar diperoleh data pengkajian yang
akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga, perawat diharapkan menggunakan bahasa ibu (bahasa
Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian meliputi pengumpulan informasi dengan cara
sistematis dengan menggunakan suatu alat pengkajian keluarga, diklasifikasikan dan dianalisa
1) Identitas keluarga yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan tipe keluarga.
Pada umumnya penderita hipertensi merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh pola hidup
terutama pola hidup yang salah, pola hidup yang berhubungan dengan emosi yang negative seperti
emosi yang tidak terkendali atau temperamental, ambisius, pekerja kerasyang tidak tenang, takut
a. Kebiasaan makan
Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh Keluarga. Pada keluarga dengan
hipertensi sering dijumpai pola makan yang tidak benar seperti mengkosumsi makanan yang banyak
mengandung zat pengawet ,makanan yang asin serta emosi yang negatif
Perilaku keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan merupakan faktor yang penting dalam
penggelolaan penyakit hipertensi. Adanya sumber pelayanan kesehatan digunakan untuk upaya
(Rokhaeni,2001:115).
c. Pengobatan tradisional
Keluarga dapat mengobati hipertensi dengan pengobatan tradisional, yaitu minum sari bawang putih
yang ditumbuk halus dan diberi air secukupnya di minum pagi dan sore (Hariadi, 2001:26).
Hipertensi akan menjadi parah dan menimbulkan komplikasi bila pasien tidak memilih pengobatan
tradisional hipertensi yang benar dan tepat justru akan memperparah dan bahkan akan
menimbulkan gangguan pada organ lain seperti hati, ginjal dan lambung.
pengelolaannya. berpengaruh pula terhadap pola pikir dan kemampuan untuk mengambil
Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap keluarga dalam melakukan
pengobatan dan perawatan pada angota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena
merawat anggota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena tidak seimbangnya sumber-
Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini. termasuk riwayat perkembangan dan kejadian
serta pengalaman kesehatan yang unik atau berkaitan dengan kesehatan yang terjadi dalam
kehidupan keluarga yang belum terpenuhi berpengaruh terhadap psikologis seseorang yang dapat
5) Aktiftas
aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan tekanan darah. Serangan
hipertensi dapat timbul sesudah atau waktu melakukan kegiatan fisik, seperti olah raga.
6) Data Lingkungan
a. Karakteristik rumah
Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai rumah, penerangan dan fentilasi yang
baik dapat mengurangai factor penyebab terjadinya hipertansi dan juga ketenangan dalam rumah
b. Karakteristik Lingkungan
Masalah dalam keluarga dapat menjadi salah satunya faktor pencetus terjadinya hipertensi dimana
7) Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi
Menurut (Nursalam, 2001:26) Semua interaksi perawat dengan pasien adalah berdasarkan
komunikasi. Istilah komunikasi teurapetik merupakan suatu tekhnik diman usaha mengajak pasien
dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaan. Tekhnik tersebut mencakup ketrampilan secara
verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi.
b. Struktur Kekuasaan
Bila anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap peran yang dilakukan, maka ini akan
membuat anggota keluarga puas atau tidak ada konflik dalam peran, dan sebaliknya bila peran tidak
dapat diterima dan tidak sesuai dengan harapan maka akan mengakibatkan ketegangan dalam
8) Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
hipertensi, maka akan menimbulkan stressor tersendiri bagi penderita. Hal ini akan menimbulkan
suatu keadaan yang dapat menambah seringnya terjadi serangan hipertensi karena kurangnya
partisipasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998).
b. Fungsi sosialisasi .
Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga yang menderita hipertensi dalam
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bila keluarga tidak memberikan kebebasan pada
anggotanya, maka akan mengakibatkan anggota keluarga menjadi sepi. Keadaan ini mengancam
c. Fungsi kesehatan
adalah disebabkan karena kurang pengetahuan (Effendy, 1998:50). Bila keluarga tidak mampu
mengenali masalah hipertensi yang disertai anggota keluarganya, maka hipertensi akan berakibat
terjadinya komplikasi.
b) Mengambil keputusan.
disebabkan karena tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah tidak begitu
mengetahui keadaan penyakit, misalnya komplikasi, progrfosis, cara perawatan dan sumber-sumber
sehat, dan menyadarinya sebagai salah satu media perawatan bagi anggota keluarga yang sakit.
Lingkungan rumah yang berdebu dan asap rokok bisa menjadi pemicu serangan hipertensi
(Sundaru, 2001). Dengan melihat hal tersebut, keluarga harus mampu memodifikasi lingkungan yang
Pengetahuan keluarga tentang keberadaan dan keuntungan yang didapat dari fasilitas-
masyarakat sangat berperan daiam hal ini, juga saat penderita hipertensi memerlukan pengobatan.
9) Pola istirahat tidur
Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala sedang mengalami masalah yang belum
terselesaikan. Pada penderita hipertensi, gangguan istirahat tidur sering diakibatkan oleh sesak nafas
dan batuk. Tidak terpenuhinya kebutuhan istirahat tidur beresiko memperburuk keadaan hipertensi.
menyeluruh dari ujung rambut sampai kuku. Setelah ditemukan masalah kesehatan, pemeriksaan
fisik lebih difokuskan lagi pada pemeriksaan sistem pernafasan terutama pada penderita hipertensi
dikarenakan dengan adanya hipertensi dapat terjadi peningkatan tekanan intra kranial yang dapat
Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan koping keluarga tidak efektif, maka
ini akan menjadi stress anggota keluarga yang berkepanjangan. Salah satu pencegahan agar
serangan hipertensi tidak sering muncul adalah dengan mencegah timbulnya stress (Tanjung, 2003).
b. Diagnosa keperawatan
perpanjangan dari diagnosa-diagnosa keperawatan terhadap sistem keluarga dan merupakan hasil
memfokuskan dan mengatasi kebutuhan pasien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko
tinggi.
Carpenito (1998:5) mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
“Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon manusia (keadaan sehat
atau perubahan pola interaksi potensial dan aktual dari individu atau kelompok dimana perawat
dapat secara legal mengidentifikasi dan untuk itu pula perawat dapat menyusun intervensi-
intervensi definitif untuk mempertahankan status kesehatan atau untuk mengurangi,
menghilangkan, atau mencegah”.
Dengan pengertian diatas yang telah disampaikan para ahli, keluarga merupakan satu tipe
keperawatan masih berorientasi pada individu. Diagnosa yang mungkin muncul dalam keluarga
dengan penyakit hipertensi menurut Doenges (2000:152) antara lain nyeri kepala, insomnia, gang
perfusi jaringan, penurunan curah jantung, intoleransi aktifitas, nyeri dada dan resti injuri (diplopia).
1) Prioritas masalah
Menurut Effendy (1998:52) hal-hal yang perlu diperhatikan dala penyusunan prioritas
masalah adalah tidak mungkin masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang ditemukan dalam
yang diberikan, keterlibatan anggota keluarga dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi,
sumber daya keluarga yang dapat menunjang pemecahan masalah kesehatan atau keperawatan
keluarga serta yang tidak kalah pentingya adalah pengetahuan dan kebudayaan keluarga.
beberapa kriteria. Menurut Effendy (1998:52-54), kriteria yang menjadi dasar prioritas masalah
adalah sifat masalah, kemungkinan masalah dapat diubah, potensial masalah untuk dicegah dan
menonjolnya masalah.
Sifat masalah dikelompokkan menjadi ancaman kesehatan, tidak atau kurang sehat, dan
krisis. Dalam menentukan sifat masalah, bobot yang paling besar diberikan pada keadaan sakit atau
yang mengancam kehidupan keluarga, yaitu keadaan sakit kemudian baru diberikan kepada hal-hal
yang mengancam kesehatan keluarga dan selanjutnya pada situasi krisis dalam keluarga di mana
keberhasilan mengurangi atau mencegah masalah yang berhubungan dengan hipertensi jika
dilakukan intervensi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masalah hipertensi dapat diubah
adalah faktor pengetahuan dan tindakan untuk menangani masalah hipertensi, sumber daya
keluarga, di antaranya adalah keuangan, tenaga, sarana dan prasarana. Selain itu sumber daya
keperawatan serta waktu dan sumber daya masyarakat, dapat dalam bentuk fasilitas, organisasi
seperti posyandu, polindes, dan sebagainya juga menjadi faktor yang mempengaruhi kemungkinan
Potensial masalah hipertensi untuk dicegah, adalah sifat dan beratnya masalah berhubungan
dengan hipertensi yang timbul dan dapat dikurangi atau dicegah melalui tindakan keperawatan,
misalnya dengan memberikan informasi tentang hipertensi, cara mencegah terjadinya serta
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan masalah hipertensi
adalah kepelikan atau kesulitan masalah hipertensi hal ini berkaitan dengan beratnya penyakit atau
hipertensi yang dialami oleh keluarga. Kedua perhatikan tindakan yang sudah dan sedang
dilaksanakan, yaitu tindakan untuk mencegah dan mengobati masalah hipertensi dalam rangka
berhubungan dengan jangka waktu terjadinya masalah hipertensi. Keadaan ini erat hubungannya
dengan beratnya masalah hipertensi pada keluarga dan potensi masalah untuk dicegah. Dan yang
tidak kalah pentingnya adalah adanya keiompok resiko tinggi dalam keluarga atau kelompok yang
sangat peka menambah potensi untuk mencegah masalah hipertensi (Effendy, 1998:54).
Menonjolnya masalah hipertensi adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah yang
berhubungan dengan masalah hipertensi dalam hal berat dan mendesak masalah hipertensi untuk
tindakan yang ditentukan perawat untuk dilaksanakan, dalam memecahkan masalah kesehatan dan
Rencana keperawatan keluarga mencakup tujuan umum dan tujuan khusus yang didasarkan
pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria dan standar yang mengacu pada penyebab
(Suprajitno, 2004:49). Sedangkan Friedman (1998:65) menyatakan ada beberapa tingkat tujuan.
Tingkat pertama meliputi tujuan-tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat diukur, langsung dan
spesiflk. Sedangkan tingkat kedua adalah tujuan jangka panjang yang merupakan tingkatan terakhir
yang menyatakan maksud-maksud luas yang yang diharapkan oleh perawat maupun keluarga agar
dapat tercapai.
Dalam menyusun kriteria evaluasi dan standar evaluasi, disesuaikan dengan sumber daya
yang mendasar dalam keluarga pada umumnya yaitu biaya, pengetahuan, dan sikap dari keiuarga,
sehingga dapat diangkat tiga respon yaitu respon verbal, kognitif, afektif atau perilaku, dan respon
psikomotor untuk mangatasi masalahnya. Tujuan asuhan keperawatan keluarga dengan masalah
hipertensi dapat dibedakan menjadi dua yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang
(Effendy, 1998:57).
Tujuan jangka pendek pada penderita hipertensi antara lain : setelah diberikan informasi
kepada keluarga mengenai hipertensi keluarga mampu mengambil keputusan dalam melakukan
tindakan yang tepat untuk anggota keluarga yang menderita hipertensi dengan respon verbal
keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, penyebab serta perawatan hipertensi.
Respon afektif, keluarga mampu menentukan cara penanganan atau perawatan bagi anggotanya
yang menderita hipertensi secara tepat. Sedangkan respon psikomotor, keluarga mampu
memberikan perawatan secara tepat dan memodifikasi lingkungan yang sehat dan nyaman bagi
penderita hipertensi. Standar evaluasi yang digunakan adalah pengertian, tanda dan gejala,
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dalam perawatan hipertensi adalah masalah dalam
keluarga dapat teratasi atau dikurangi setelah dilakukan tindakan keperawatan. Tahap intervensi
bahwa:
“....selama pelaksanaan intervensi perawatan, data-data baru secara terus-menerus mengalir masuk.
Karena informasi ini (respon pada klien, perubahan situasi dan lain-lain) dikumpulkan, perawat perlu
cukup fleksibel dan dapat beradaptasi untuk mengkaji ulang situasi dengan keiuarga dengan
membuat modifikasi-modifikasi tanpa rencana terhadap perencanaan.”
masalah dan sumber-sumber yang tersedia untuk pemecahan. Intervensi keluarga dengan masalah
hipertensi menurut Doengoes (1999) antara lain mengkaji tekanan darah, menganjurkan kepada
keluarga menciptakan lingkungan yang nyaman, segar, bebas polusi pertahankan pembatasan
dengan keluarga tentang hipertensi (pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan,
pengobatan, serta komplikasi hipertensi). Menganjurkan pada klien agar manghindari makan
makanan yang mengandung banyak Natrium (garam/asin). Kaji keefektifan strategi koping dengan
mengobservasi perilaku klien dan keluarga, misal kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian,
d. Implementasi
Implementasi dapat dilakukan oleh banyak orang seperti klien (individu atau keluarga),
perawat dan anggota tim perawatan kesehatan yang lain, keluarga luas dan orang-orang lain dalam
jaringan kerja sosial keluarga (Friedman, 1998:67). Hal senada juga diutarakan Suprajitno (2004).
Implementasi terhadap keluarga dengan masalah hipertensi didasarkan kepada rencana asuhan
Hal yang perlu diperhatikan dalam tindakan keperawatan keluarga dengan hipertensi
menurut Effendy (1998:59) adalah sumber daya dan dana keluarga, tingkat pendidikan keluarga,
adat istiadat yang berlaku, respon dan penerimaan keluarga serta sarana dan prasarana yang ada
dalam keluarga.
Sumberdaya dan dana keluarga yang memadai diharapkan dapat menunjang proses
penyembuhan dan penatalaksanaan penyakit hipertensi menjadi lebih baik. Sedangkan tingkat
pendidikan keluarga juga mempengaruhi keluarga dalam mengenal masalah hipertensi dan dalam
mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat terhadap anggota keluarga yang
terkena hipertensi.
Adat istiadat dan kebudayaan yang berlaku dalam keluarga akan mempengaruhi
hipertensi, seperti pada suku pedalaman lebih cenderung menggunakan dukun daripada pelayanan
kesehatan.
Demikin juga respon dan penerimaan terhadap anggota keluarga yang sakit hipertensi akan
Sarana dan prasarana baik dalam keluarga atau masyarakat merupakan faktor yang penting
dalam perawatan dan pengobatan hipertensi. Sarana dalam keluarga dapat berupa kemampuan
keluarga menyediakan makanan yang sesuai dan menjaga diit atau kemampuan keluarga, mengatur
pola makan rendah garam, menciptakan suasana yang tenang dan tidak memancing kemarahan.
Sarana dari lingkungan adalah, terjangkaunya sumber-sumber makanan sehat, tempat latihan, juga
e. Evaluasi
Komponen kelima dari proses keperawatan ini adalah evaluasi. Evaluasi didasarkan pada
yang dilakukan oleh keluarga, perawat, dan yang lainnya. Evaluasi merupakan proses
berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang perawat memperbaharui rencana asuhan
(Suprijatno, 2004:57) yaitu dengan SOAP, dengan pengertian S adalah ungkapan perasaan dan
keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan,
O adalah keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan penagamatan. A
adalah merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon keluarga secara subjektif dan
Dalam mengevaluasi harus melihat tujuan yang sudah dibuat sebelumnya. Bila tujuan
tersebut belum tercapai, maka dibuat rencana tindak lanjut yang masih searah dengan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes. M. E, Et. All. Nursing Care Plans Guidelines for Planning and Documenting Patient Care, Edisi 3.
Alih Bahasa: I Made Kariasa, Et. All. 2000. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne, and Bare. (2001), Buku Saku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC
Carpenito, L. J. Handbook of Nursing Diagnosis. Edisi 8, Alih Bahasa Monica Ester. (2001). Jakarta: EGC
Carpenito, L. J. (1999) Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7, Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta: EGC
Friedman, M. M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3. alih Bahasa: Debora R. L & Asy. Y,
Jakarta: EGC
Effendy. N (1998). Dasar- dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi 2. Jakarta; EGC
Long. Barbara. C. Essential of Medical Surgical Nursing, Penerjemah. Karnaen R, Et. All, Edisi ke 3. 1996.
Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
Tim POKJA RS Jantung Harapan Kita. (2003). Standar Asuhan Keperawatan Kardiovaskuler. Direktorat Medik
dan Pelayanan RS Jantung dan pembuluh darah Harapan kita. Jakarta
FKUI. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
DIKLIT RS Jantung Harapan Kita. (1993). Dasar-dasar Keperawatan Kardiovaskuler. RS Jantung Harapan Kita.
Jakarta