Distribusi Adalah Kegiatan Memasarkan Atau Menjadi Perantara Antara Produsen Ke Konsumen
Distribusi Adalah Kegiatan Memasarkan Atau Menjadi Perantara Antara Produsen Ke Konsumen
Definisi Distribusi
Sistem ekonomi yang berbasis islam menghendaki bahwa dalam hal pendistribusian
harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan keadilaan kepemilikan. Kebebasan
disini adalah kebebasan dalam bertindak yang dibingkai oleh nilai-nilai agama dan keadilan
tidak seperti pemahaman kaum kapitalis yang menyatakan sebagai tindakan membebaskan
manusia untuk berbuat dan bertindak tanpa campur tangan pihak manapun, tetapi sebagai
keseimbangan antara individu dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya,
keseimbangan antara individu dan masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan
masyarakat yang lainnya.
Dalam sistem ekonomi kapitalis bahwa kemiskinan dapat diselesaikan dengan cara
menaikan tingkat produksi dan meningkatkan pendapatan nasional (National Income) adalah
teori yang tidak dapat dibenarkan dan bahkan kemiskinan menjadi salah satu produk dari
sistem ekonomi kapitalistik yang melahirkan pola distribusi kekayaan secara tidak adil. Dalam
islam, setiap orang dilarang menumpuk-numpuk atau menimbun harta kekayaan. Karenan
pertimbangan menimbun dalam menumpuk kekayaan itu merupakan sifat yang berlebihan dan
tamak, juga dapat menghambat kelancaran arus distribusi barang-barang dan mengganggu
stabilitas ekonomi. Dalam al-qur’an dijelaskan :
Artinya : “ Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat, lagi pencela. Yang mengumpulkan harta, lagi
mneghitung – hitung. Ia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya ” (QS Al –
Humazah 1 – 3)
Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang lahir dari sistem sosial islami
yang diharapkan dapat memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan yang ada dengan
kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada kemaslahatan dan keadilan dalam ekonomi umat.
Kebijakan distribusi dalam Sistem ekonomi Islam menjunjung tinggi nilai keadilan yang
didasarkan pada konsep distribusi dalam al-Qur’an surah al-Hashr ayat 7
Menurut Shihab, ayat tersebut bermaksud untuk menegaskan bahwa harta benda
hendaknya jangan hanya menjadi milik dan kekuasaan sekelompok manusia. Harta benda harus
beredar di masyarakat sehingga dapat dinikmati oleh semua anggota masyarakat dengan tetap
mengakui hak kepemilikan dan melarang monopoli, karena sejak awal Islam menetapkan
bahwa harta memiliki fungsi sosial. Berdasarkan ayat di atas, ekonomi Islam tidak
membenarkan penumpukan kekayaan hanya pada orang-orang tertentu atau kelompok
tertentu. Bahkan menggariskan prinsip keadilan dan persaudaraan (kasih sayang) pada konsep
distribusinya. Pengelolaan kekayaan tidak dibenarkan hanya berpihak pada golongan atau
sekelompok orang tertentu tetapi juga harus tersebar ke seluruh masyarakat. Sebaliknya Islam
pun tidak memaksa semua individu diletakkan pada tingkat ekonomi yang sama.
Agar kebijakan yang ditawarkan ekonomi Islam dapat berjalan dengan baik, maka
diperlukan seperangkat aturan yang menjadi prinsip dalam proses distribusi dan institusi yang
berperan dalam menciptakan keadilan distribusi
Ada beberapa prinsip yang mendasari proses distribusi dalam ekonomi Islam yang
terlahir dari al-Qur’an surah al-Hashr: 7, sebagaimana dikemukakan sebelumnya, yakni:
a. Larangan riba
Dalam al-Qur’an kata riba digunakan dengan bermacam-macam arti, seperti
tumbuh, tambah, menyuburkan, mengembangkan serta menjadi besar dan
banyak. Secara umum riba berarti bertambah baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Menurut etimologi, kata al-riba bermakna zada wa nama yang berarti
bertambah dan tumbuh, sedangkan secara terminologi riba definisikan sebagai
melebihkan keuntungan dari salah satu pihak terhadap pihak lain dalam
transaksi jual beli, atau pertukaran barang sejenisnya dengan tanpa memberikan
imbalan atas kelebihan tersebut. Pelarangan riba merupakan permasalahan
penting dalam ekonomi Islam, terutama karena riba secara jelas dilarang dalam
al-Qur’an yang terdapat pada al-Qur’an surah al-Rum: 39:
“ Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya).”
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
c. Mengakui kepemilikan pribadi
Islam mengakui hak kepemilikan pribadi terhadap harta benda, dan
membenarkan pemilikan harta yang dilakukan dengan cara yang halal
merupakan bagian dari motivasi manusia untuk berusaha memperjuangkan
kesejahteraan dirinya dan memakmurkan bumi, sebagaimana kewajiban bagi
seorang khalifah. Sebalikanya, tidak membenarkan penggunaan harta pribadinya
sebebas-bebasnya tanpa batas dan sekehendak hatinya. Kepemilikan terhadap
harta tidak menutup kewajiban untuk tidak melupakan hakhak orang miskin
yang terdapat pada harta tersebut. Dengan menyadari bahwa dalam harta yang
dimiliki terdapat hak orang lain
d. Larangan menumpuk harta
Islam membenarkan hak milik pribadi, namun tidak membenarkan penumpukan
harta benda pribadi sampai batas-batas yang dapat merusak fondasi sosial Islam.
Penumpukan harta berlebihan jelas bertentangan dengan kepentingan umum
yang berimbas pada rusaknya sistem sosial dengan munculnya klas-klas yang
mementingkan kepentingan pribadi. Di samping itu, penumpukan harta
berlebihan dapat melemahkan daya beli masyarakat dan menghambat
mekanisme pasar bekerja secara adil. Apabila terjadi yang demikian, maka
pemerintah dibenarkan, dengan kekuasaannya, untuk mengambil secara paksa
harta tersebut demi kepentingan masyarakat. Kebijakan membatasi harta
pribadi dapat dibenarkan dan dilakukan untuk menjamin terciptanya kondisi
sosial yang sehat dan terwujudnya landasan keadilan distribusi di masyarakat.
2. Etika Islam Dalam Distribusi
Ada beberapa etika islam yang dianjurkan dalam kegiatan distribusi, yaitu :
1. Selalu menghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas.
2. Memberikan informasi tentang barang secara jujur dan transparan, apa adanya,
tidak menggoda, dan menjerumuskan pembeli.
3. Tidak mendistribusikan barang-barang yang membahayakan dan yang diharamkan.
4. Melakukan metode distribusi bersifat jujur, memegang amanah dan berdakwah.
5. Tidak mengurangi ukuran, standar, kualitas, timbangan secara curang.
6. Harus tetap menjaga sifat adil dalam segala bentuk.
7. Melarang kegiatan monopoli ang merusak kepentingan sosial.
8. Menganjurkan sifat saling menolong, toleransi, dan sedekah.
9. Tidak melakukan praktik rakus laba.
10. Membebaskan konsumen memilih keinginanya, tidak melakukan paksaan dan
memberikan kepada konsumen untuk mengembalikan barangnya jika salah beli.
TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER SATU
Disusun oleh :
Dosen