Anda di halaman 1dari 9
DEWAN PERWAKILAN DAERAH ” REPUBLIK INDONESIA PANDUAN RESES ANGGOTA KOMITE II! DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERKAIT PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BPJS KHUSUSNYA BPJS KESEHATAN A. Latar Belakang Upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia secara jasmani, rohani dan sosial dapat dilakukan dengan cara mencerdaskan kehidupan bangsa melalui instrumen pembangunan nasional di bidang keolahragaan. Upaya Pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional yang dapat menjamin Pemerataan akses terhadap olahraga, peningkatan kesehatan dan kebugaran, Peningkatan prestasi, dan manajemen keolahragaan yang mampu menghadapi fantangan serta tuntutan perubahan kehidupan nasional dan global. Sehingga diperlukan sistem keolahragaan nasional yang terencana, sistematis, terpadu dan berkelanjutan Setelah beroperasi empat tahun lebih, pelayanan BPJS khususnya kesehatan tak luput dari berbagai macam masalah. Persoalan kenaikan iuran kepesertaan, lambannya penanganan medis peserta, dan keluhan soal_ keterlambatan Pemoayaran klaim tagihan kepada pihak rumah sakit sebagai provider pemberi fayanan Kesehatan, merupakan beberapa masalah dalam penyelenggaraan BPJS Kesehatan yang hingga saat ini belum terselesaikan dengan baik Ada tiga masalah krusial dalam layanan BPJS Kesehatan yang cukup banyak menjadi keluhan di masyarakat. Pertama, soal fasilitas layanan kesehatan kepada peserta. Dalam fasilitas layanan kesehatan ini, lembaga rujukan jasa Kesehatan yang ditunjuk BPJS Kesehatan masih sangat terbatas dan tidak fleksibel. Peserta BPJS hanya boleh memilih satu fasilitas kesehatan (puskesmas/klinik) untuk memperoleh rujukan, dan peserta tak bisa mendaftar ke fasilitas kesehatan lain meski sama-sama bekerja sama dengan BPJS. Permasalahan fasilitas layanan yang dihadapi peserta BPJS Kesehatan lain adalah keterbatasan sarana, prasarana dan sumber daya manusia di rumah sakit, puskesmas dan klinik. Banyak kejadian, pelayanan kesehatan terhadap peserta terpaksa harus terhenti karena alat di rumah sakit, puskesmas atau Klinik mengatami kerusakan. Kejadian ini tentu saja bisa berdampak buruk bagi peserta ataupun citra rumah sakit, puskesmas/klinik. Kedua, masalah rumitnya alur pelayanan administrasi BPJS Kesehatan karena menerapkan alur pelayanan berjenjang. Sebelum ke rumah sakit, peserta wajib terlebih dulu ke fasilitas Kesehatan tingkat pertama, yaitu puskesmas. Dengan kewajiban syarat surat rujukan dari puskesmas, peserta BPJS merasa cukup kesulitan untuk mendapatkan layanan kesehatan di rumah sakit. Banyak peserta BPJS juga mengeluhken sulitnya administrasi untuk mengurus obat-obatan. Terlebih ada beberapa obat-obatan yang tak ditanggung sepenuhnya oleh BPJS Kesehatan. Padahal, idealnya merujuk Pasal 2 Urdang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS seharusnya menyelenggarakan sistem jaminan sosial berdasar asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi semua rakyat Indonesia. Dan, pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 dengan jelas mengamanatkan bahwa BPJS Kesehatan diberika’ tugas mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta serta membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai ketentuan program Jaminan Sosial Ketiga, adalah masalah pembayaran klaim BPJS, Banyak rumah sakit tipe C dan D mengeluhkan Kinerja BPJS Kesehatan yang lamban melunasi klaim. Pembayaran klaim seringkali tertunda-tunda hingga berbulan-bulan. Hal ini tentu menyulitkan pihak rumah rumah sakit, puskesmas/klinik. Sebab rumah sakit, puskesmas atau klinik di satu sisi harus memenubhi tuntutan untuk menyediakan fasiltas obat-obatan, tenaga kesehatan, alat medis dan pelayanan kesehatan lainnya secara maksimal Berdasarkan perkembangan permasalahan BPJS Kesehatan di atas inilah, maka menjadi pertimbangan Komite Ill DPD RI sebagai representatif daerah B. yang salah satu ruang lingkup kerjanya di bidang kesehatan melakukan Pengawasan atas implementasi pasal ~ pasal UU Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS sekaligus menghimpun temuan sebagai upaya menemukan solusi at=+ Permasalahan yang timbul di daerah berkenaan dengan BPJS, khususnya BPJS Kesehatan. Isu Strategis 1. BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN (PROVINSVKABUPATEN/KOTA) a. Bagaimana program BPJS Kesehatan Propinsi/ Kabupaten/Kota dalam upaya mempermudah masyarakat peserta BPJS mendapatkan layanan fasilitas kesehatan? Bagaimana capaian program tersebut? Adakah kendala yang dihadapi? 5. Bagaimana pola koordinasi atau kerja sama BPJS Kesehatan dengan lembaga lain seperti Ikatan Dokter Indonesia, pihak rumah sakit, asosiasi kesehatan, LSM, Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, masyarakat dll dalam mengatasi masalah layanan BPJS? © Bagaimana hasil implementasi UU Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS di daerah? 4. Adakah usulan dari BPJS Kesehatan Provinsi/Kabupaten/ Kota berkenaau: Gengan revisi UU Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS Kesehatan baik dalam bentuk substansi atau pasal? ©. Apakah diperlukan regulasi tambahan khusus, misalnya Perda, Perpres, Permen sebagai upaya optimalisasi implementasi UU Nomor 24 tahun 2011 tentang BPUS? 2. LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (YLKI/LBH KESEHATAN/ ORGANISASI KESEHATAN) @. Keluhan apa saja yang paling banyak disampaikan masyarakat terkait dengan pelayanan kesehatan BPJS di daerah? b. Kemana biasanya peserta BPJS Kesehatan mengadukan apa: menemui permasalahan dalam pelayanan kesehatan BPJS? Apa saja yang dilakukan apabila mendapatkan masukan atau keluhan <> pasien peserta BPJS. Langkah strategis apa yang telah dilakukan? d. Bagaimana pandangan LSM Kesehatan/Asosiasi? Apakah UU BPJS yang ada sekarang ini telah komprehensif menyelesaikan problematika pelayanan jaminan kesehatan terhadap masyarakat? Jika ada yang perlu di revisi, adakah usulan berkenaan dengan substansi atau pasal yang sebaiknya diperbaiki? Apakah diperlukan Peraturan Daerah yang secara khusus berfungsi untuk memperbaiki layanan kesehatan di daerah? 3. IKATAN DOKTER INDONESIA (PROVINSI/KABUPATENIKOTA/ a. Bagaimana bentuk pengawasan IDI terhadap para dokter dalam metayani penanganan medis terhadap pasien peserta BPJS Kesehatan? b. Adakah dokter rumah sakit menolak atau setengah hati melayani pasien BPJS Kesehatan? c. Apakah para dokter selama ini sudah cukup puas dengan penghargaan yang diberikan dalam melayani pasien BPJS? 2. Apa saja keluhan yang disampaikan para dokter kepada organisasi profesi terkait program BPJS Kesehatan? {. Apakah benar ada dokter-dokter spesialis yang menolak melayani pasien BPJS Kesehatan karena alasan hanya diberi bayaran murah? g. Adakah perbedaan perlakuan terhadap pasien dari dokter rumah sakit milik pemerintah atau rumah sakit/klinik milik swasta? h. Apakah dokter selama ini terkendala memberikan obat berkualitas karena adanya aturan batas plafon? Bagaimana langkah dokter apabila ketersedian stok obat di rumah sakit habis? i. Adakah perbedaan sikap dokter dalam melayani pasien BPJS Kesehatan dengan pasien mandiri? 4, RUMAH SAKIT /KLINIK KESEHATAN a. Apakah kendala yang dihadapi pihak rumah sakit selama ini dalam memberikan pelayanan tethadap BPJS Kesehatan? b. Bagaimana program kerja rumah sakit berkaitan penanganan BPJS di daerah? Bagaimana besaran anggaran rumah sakit/Dinas Kesehatan? ‘Adakah bantuan dari stakeholder lain untuk menunjang anggaran rumah, sakit/klinik/Dinas Kesehatan? &- Bagaimana pelayanan rumah sakit ketika menangani pasien dengan Penyakit rentan seperti kanker, gagal ginjal dan lainnya? 4. Adakah kerjasama dengan stakeholder lain seperti IDI, Dinas Kesehatan, Perusahaan Farmasi dalam menyukseskan program BPJS Kesehatan? e. Bagaimana pandangan rumah sakit berkaitan dengan UU No 24 tahun 2014 tentang BPJS? Apakah aturan ini telah mampu menjadi payung hukum dalam memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat? Jika ada yang perlu di revisi, apa saja substansi atau pasal yang sebaiknya diperbaiki? Apakah diperlukan Peraturan yang secara khusus berfungsi menyempurakan program BPJS? £ Apa yang dilakukan pihak rumah sakitklinik jika BPUS Kesehatan telat membayar klaim hingga berbulan-bulan? 9. Apa yang dilakukan pihak rumah sakit apabila fasilitas alat kesehatan yang dipergunakan untuk melayani pasien BPJS tiba-tiba rusak? h. Selama ini adakah pihak-pihak. yang mengeluhkan pelayanan BPJS Kesehatan oleh pihak rumah sakit? Ada pasien yang tidak puas dengan Pelayanan mengadukan ke pihak terkait, pemerintah daerah atau ke aparat penegak hukum? i. Apakah benar rumah sakit ada yang mempersulit pemberian fasilitas obat- obatan kepada pasien BPJS kelas tertentu selama ini? Jika stck obai habis apa yang dilakukan oleh pihak rumah sakit dalam penanganan pasien? 5. PEMERINTAH DAERAH/DINAS KESEHATAN a. Bagalmana program kerja pemerintan daerah dalam —_rangka menyukseskan program jaminan kesehatan masyarakat? b. Bagaimana bentuk tindakan pemerintah daerah apabila mendapat laporan dari masyarakat terkait buruknya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak rumah sakitklinik atau dokter? c. Bagaimana pandangan pemda berkaitan dengan UU No 24 tahun 2011 tentang BPJS? Apakah aturan ini telah mampu menjadi payung hukum | dalam menjamin kesehatan masyarakat? Jika ada yang perlu di revisi, apa | saja substansi atau pasal yang sebaiknya diperbaiki? Apakah diperlukan Peraturan Daerah yang secara khusus berfungsi untuk menyukseskan program jaminan kesehatan masyarakat? 6. MASYARAKAT PESERTA BPJS KESHATAN Bagaimana kualitas pelayanan dari pihak rumah sakitklinik selama ini? . Apakah selama ini masyarakat merasa terbebani dengan kewajiban iuran kepesertaan BPUS Kesehatan? Bagaimana pandangan masyarakat dengan UU Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS? Apakah aturan ini telah mampu menjadi payung hukum bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan? Jika ada yang perlu di revisi, apa saja substansi atau pasal yang sebaiknya diperbaiki? Apakah diperlukan Peraturan Daerah yang secara khusus berfungsi untuk mengawasi rumah sakit, Klinik atau dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan? ‘Apakah dengan program BPJS, Kesehatan membuat masyarakat merasa terlindungi hak-hak kesehatannya oleh negara? Hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki dalam rangka menyukseskan program BPJS Kesehatan? Baik itu oleh pihak rumah sakit, puskesmas, Klinik, dokter, tenaga medis ataupun pemerintah? DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA PANDUAN RESES ANGGOTA KOMITE II] DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERKAIT PANDANGAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEBIDANAN A. Latar Belakang Pada dasamya, kesehatan merupakan hak asasi manusia. Negara wajib memenuhi hak atas kesehatan tersebut. Konsekuensi demikian dijamin oleh konstitusi (Pasal 28 H ayat (1), Pasal 34 ayat (3) UUD NRI 1945) dan dioserasionalisasikan di dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Di dalam konteks pemenuhan hak kesehatan dimaksud, tenaga kesehatan memiliki peran strategis untuk mendorong upaya peningkatan derajat kesehatan. Berdasarkan Pasal 16 UU No.36/2009, Pemerintah memiliki tanggung jawab tethadap tenaga Kesehatan tersebut (sebagai bagian dari sumber daya kesehatan) baik kualitas maupun ketersediaannya agar masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Salah satu tenaga kesehatan adalah bidan, Pengaturan yang selama ini mengatur, salah satunya, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Kebidanan. Di dalam permenkes dimaksud, diatur bagaimana pemerintah melakukan proses-proses pengawasan dan pengendalian agar bidan menjalankan tugasnya secara_ profesional, berkompeten dan berintegritas, Instrumen pengawasan dan pengendalian dimaksud diantaranya adanya kewajiban bidan praktik untuk memiliki Surat Tanda Registrasi Bidan (STRB) dan Surat Izin Praktik Bidan (SIPB). Diatur pula Jenjang terendah pendidikan bidan yaitu diploma tiga kebidanan dan diatur pula sertifikasi bidan. Termasuk pula diatur perlindungan hukum bagi bidan. Di calam implementasi, peran bidan sangat kontributif di dalam meningkatkan derejat kesehatan masyarakat. Seperti bila dilihat dari indikator angka kematian B bayi dan Ibu, mengalami penurunan sejak tahun 2015 hingga semester pertama 2017 dari 38.278 kasus pada 2018 menjadi 32.007 kasus pada 2016. Sementara Pertengahan tahun atau semester satu 2017 tercatat 10.294 kasus kematian bayi, Demikian pula angka kematian ibu saat melahirkan menurun dari 4,999 kasus pada 2015 menjadi 4.912 kasus di tahun 2016. Sedangkan di semester Satu 2017 menjadi 1.712 kasus kematian ibu saat proses persalinan.' Namun di sisi Tain masih terdapat kasus gizi buruk di Asmat misalnya yang perlu mendapatkan prioritas penanagan komperhensif. Selain itu, terdapat permasalahan yang mendesak dibenahi dan ditangani terkait dengan bidan, Pertama, berdasarkan data WHO, jumlah bidan Indonesia yang mencapal 325 orang melebihi kewajaran karena idealnya satu orang bidan untuk 1000 penduduk. Kedua, kompetensi bidan masih perlu ditingkatkan, Kompetensi harus terus dibenahi. Termasuk penegakan aturan bidan dilarang mengeluarkan resee. Ketiga, ketidakmeratan distribusi bidan, khususnya di luar pulau Jawa dan di daerah terdepan, terluar dan tertinggal.2 Berbagal permasalahan di atas, di dalam perspektit DPR-RI hendak diatur di dalam RUU tentang Kebidanan di mana Komite Ill DPD-RI dimintakan Pandangan dan pendapat dengan mengakomodasi aspirasi masyarakat melal: reses, Isu Strategis 1, Berapa jumlah bidan di daerah tempat reses? Bagaimana dengan latar belakang pendidikannya (didominasi pendidikan strata apa)? Adakah Pembinaan dari pemerintah daerah setempat untuk profesi bidan? 2. Bagaimana angka kematian bayi dan anak di daerah tempat reses, apakah ada peningkatan atau pengurangan dan penyebabnya apa? 3. Bagaimana peran bidan pada layanan Kesehatan tingkat pertama, adakah pemasalahan dan tantangan? jonal.republika,co.id /berita /nasional/umum/ 17/08/17 /oun4ox384- ut-angka-kematian-bavi-dan.ibu-melahirkan-lurun pnn.com/news/jumlah-bidan-sudah-membeludale-kompetensiediracukan ; Permasalahan apa sajakah yang dihadapi oleh bidan di daerah? Adakah bidan yang —mengalami kasus-kasus kriminal__ dan venyelesaiannya? bagaimana Apabila profesi bidan hendak diatur dalam bentuk undang-undang, apa saja yang penting diatur di dalam undang-undang tersebut? Bagaimana perlindungan profesi bidan selama ini di daerah? Bagaimana koordinasi antara profesi bidan dengan profesi tenaga kesehatan lain seperti dokter dan perawat? Kebutuhan apa saja yang diperlukan profesi bidan di daerah untuk memastikan kompetensi, integritas dan kesejahteraannya terjamin

Anda mungkin juga menyukai