Tahun 2012
Soal:
Sebuah reaktor pipa (reaktor tubular) digunakan untuk melangsungkan reaksi homogen.
Reaktor tersebut memiliki dimensi: panjang (L) = 2 m; dan jarijari-jari
jari (R) = 0.1 m. Reaktan masuk
masu
ke dalam reaktor dengan konsentrasi (c (c0) = 0.03 kmol/m3 pada temperatur (T0) (T = 700K.
Diketahui data-data lain sbb. :
Panas reaksi (-H) = 104 kJ/kmol; kapasitas panas (C(Cp)) = 1 kJ/(kg.K); energi aktivasi (Ea)
(E = 100
kJ/kmol; densitas = 1.2 kg/m3;; kece
kecepatan supervisial (u0)) = 3 m/detik; konstanta laju reaksi (k0)
(k
= 5 detik-1.
Persamaan neraca
aca massa dan energi
Dengan nilai
Tugas 6
Pada suatu temperatur yang terlalu tinggi, reaktor dapat menjadi rusak sehingga diperlukan
suatu aliran pedingin untuk menurunkan temperatur. Terdapat minimal dan maksimal dari
laju pendinginan sehingga diperlukan perhitungan yang tepat. Pada persoalan ini diberikan
laju pendinginan sebesar 0.07 kJ/(m2.s.K) dan kita diminta untuk menentukan apakah pada
keadaan tersebut, reaktor dapat berjalan dengan baik. Dengan kata lain, reaktor beroperasi
pada temperatur yang tidak terlalu tinggi. Selanjutnya diminta plot dari laju pendinginan
yang baik.
• Dari integrasi persamaan diferensial neraca energi (dt/dz), didapat t akhir dimana z
=1. Itu merupakan perbandingan temperatur pada z=1 dan temperatur awal.
• Didapat temperatur keluaran reaktor dengan mengalikan t dengan temperatur awal
(T0).
• Didapat peningkatan suhu yang merupakan selisih temperatur awal dan temperatur
keluaran reaktor
Mencari grafik laju pendinginan, diperlukan data mengenai nilai z ketika temperatur
maksimum, atau biasa disebut daerah hotspot
Mencari daerah hotspot pada saat laju pendinginan 0.07 kJ/m2.s.K
• Tulis persamaan diferensial neraca massa (dy/dz) dan neraca energi (dt/dz) dengan
memasukkan variabel entalpi (H).
• Integralkan kedua persamaan dengan nilai z antara 0 dan 1. Didapat data dari
pengintegralan.
• Cari nilai z saat temperatur maksimum (gunakan fungsi max).
• Didapat temperatur maksimum
Dengan temperatur keluaran reaktor sebesar 941.1821 K dan temperatur awal sebesar 700
K. Sehingga selisih = 941.1821-700 = 241.1821 K
Pada laju pendinginan 0.07 kJ/m2.s.K, temperatur maksimal yang berada pada suatu titik
tertentu dalam reaktor dan memungkinkan untuk merusak reaktor adalah sebesar 888.3461
K pada saat z = 0.7353.
IV. Diskusi dan Kesimpulan
Grafik y vs z menyatakan hubungan antara perbandingan konsentrasi terhadap jarak dalam
reaktor. Semakin lama, y semakin kecil yang menandakan konsentrasi pereaksi semakin
sedikit. Grafik t terhadap z menyatakan hubungan antara perbandingan temperatur
terhadap jarak dalam reaktor. Semakin lama, suhu semakin besar karena hasil reaksi yang
menghasilkan panas sehingga meningkatkan temperatur.
Suatu bahan reaktor mempunyai ketahanan tertentu. Ketika suhu yang terdapat dalam
reaktor terlalu tinggi, reaktor akan rusak. Oleh karena itu dibutuhkan aliran pendinginan
sehingga suhu tidak terlalu tinggi. Namun aliran pendinginan juga perlu diatur sehingga laju
pendinginan tidak mengakibatkan reaktor terlalu dingin. Jika reaktor terlalu dingin, reaksi
mungkin saja terjadi sangat lama.
Pada persoalan ini, temperatur maksimum yang berada pada reaktor adalah sebesar
888.3461 K. Pada suhu seperti itu, laju pendinginan yang optimum adalah sebesar 2.4
kJ/m2.s.K. Namun ketika digunakan 0.07 kJ/m2.s.K, laju pendinginan masih dapat mencegah
reaktor beroperasi pada suhu tinggi.
function reaktor_pendinginan
L = 2; %dalam meter
R = 0.1 ; %dalam meter
C0=0.03; %dalam kmol/m3
T0=700; %dalam kelvin
D= L*k/u;
b=C0*H/(p*Cp*T0);
g= Ea/(Rg*T0);
volum = pi*R*R*L;
tetaw = 1;
%membuat plot antara y vs z dan teta vs z
[x,y] = ode45(@dong,[0 1],[1 1]);
subplot(221); plot(x,y(:,1));
xlabel('z');
ylabel('y');
title ('Grafik fungsi y terhadap z');
subplot(222); plot(x,y(:,2));
xlabel ('z');
ylabel ('teta');
title ('grafik teta terhadap z');
end
dy(1) = -D*y(1)*exp(g*b*(1-y(1))/(1+(b*(1-y(1)))));
dy(2) = b*D*y(1)*exp(g*(1-1/y(2)));
end
function dy = maksi (x,y)
global p Cp R L u Da beta g Hw tetaw
dy = zeros(2,1);
U = 0.07/L;
Hw = (2*U/R) * (L/(p*Cp*u));
%y = y(1);teta = y(2);
dy(1)= -Da*y(1)*exp(g*(1-(1/y(2))));
dy(2) = (beta*Da*y(1)*exp(g*(1-(1/y(2))))-Hw*(y(2)-tetaw));
end
function fplot = tetaa(X,Y)
teta = Y;
U = p*volume*Cp*(teta-1)*T0;
Hw = (2*U/R) * (L/(p*Cp*u));
y = -(teta-1-b)/b;
fplot = -(b*Da*y*exp(g*(1-(1/teta)))-Hw*(teta-tetaw));
end