Anda di halaman 1dari 4

BAB I

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi ini, semua infomasi dengan sangat mudah masuk ke dalam diri
setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa harus berpikir
secara kritis untuk menyaring informasi-informasi tersebut. Karena tidak semua didalam
informasi global tersebut bersifat baik, melainkan ada yang bersifat buruk. Mereka harus
mampu membedakan antara alasan yang baik dan buruk dan membedakan kebenaran dari
kebohongan (Johnson, 2007: 187).

Ada permintaan sumber daya manusia yang berkualitas agar bisa bersaing secara
global. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan hasil proses pendidikan yang
berkualitas. Pendidikan berkualifikasi melengkapi siswa dengan kemampuan berpikir
(Moon, 2008). Menurut Facione (2011) konsep paling dasar pemikiran kritis adalah
kemampuan penafsiran, analisis, evaluasi, kesimpulan, penjelasan dan pengaturan diri.
Sedangkan kemampuan berpikir kritis oleh Onosko dan Newmann (1994) dapat
menantang siswa untuk menafsirkan, menganalisa atau memanipulasi informasi. Oleh
karena itu, keterampilan berpikir kritis dibutuhkan saat kita mencoba memahami sesuatu
informasi yang akan digunakan untuk memicu gagasan (Ennis, 1996). Demikian pula,
pemikiran kritis mengharuskan seorang siswa untuk menggunakan informasi baru atau
memanipulasi pengetahuan dan informasi yang ada untuk mendapatkan tanggapan yang
masuk akal terhadap situasi baru (Lewis dan Smith, 1993; Perkins dan Murphy, 2006).

Salah satu hal yang paling penting yang harus dimiliki oleh siswa, terutama dalam
pelajaran fisika yaitu berpikir kritis. Seseorang yang memiliki kemampuan berpikir,
diduga akan mudah dalam mempelajari dan mendalami sesuatu, sehingga dapat
memperkaya penguasaan konsep siswa. Berpikir kritis adalah salah satu hal yang
berpengaruh dalam pembelajaran. Siswa belum mampu menemukan sendiri konsep sains
yang telah dipelajari dan hanya menerapkan konsep yang diberikan oleh guru. Hal ini
mengindikasikan bahwa berpikir kritis siswa masih rendah terhadap pembelajaran sains
yang akhirnya akan berdampak negatif terhadap penguasaan konsep siswa. Salah satu
model pembelajaran yang sesuai untuk mengatasi masalah tersebut adalah inkuiri
terbimbing.
Menurut Bruce dan Bruce (1992: 61), guided inquiry mengajarkan siswa untuk
menggunakan proses keterampilan, sikap, dan pengetahuan tentang pemikiran rasional.
Cleaf (1991: 190) juga berpendapat bahwa guided inquiry adalah salah satu strategi yang
digunakan dalam proses kelas yang berorientasi. Ketika mempelajari materi siswa
menjadi kritis dan analitis terhadap informasi apa pun yang diperoleh jika tidak sesuai
dengan penalaran mereka. Proses berpikir kritis dan analitis dilakukan melalui pertanyaan
dan jawaban antara guru dan siswa. Berdasarkan hasil observasi peneliti dengan guru
fisika di SMA Trisakti ditemukan beberapa masalah diantaranya siswa kurang aktif dalam
proses belajar, waktu untuk melakukan praktikum kurang efisien karena siswa masih
banyak bermain, rendahnya minat siswa dalam pembelajaran fisika dan cenderung tidak
peduli karena adanya pemikiran tidak mengambil UN pada mata pelajaran fisika, guru
yang cenderung menggunakan metode ceramah membuat siswa bosan dalam belajar
fisika, kurangnya pemahaman akan materi fisika dikarenakan siswa takut dalam bertanya
yang membuat penalaran rasinal dan kemampuan berpikir kritis siswa rendah, guru
bidang studi belum pernah menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing, di dalam
kelas ditemukan siswa laki-laki lebih aktif daripada siswa perempuan ditandai dengan
siswa laki-laki yang lebih banyak dalam bertanya dan mampu mengevaluasi informasi
yang didapat dari guru dengan mampu menjawab pertanyaan yang diberikan guru
tersebut.

Guided inquiry terkait kegiatan yang fokus pada mencari pengetahuan oleh siswa
yang berguna untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Proses berpikir kritis
adalah kegiatan mental seperti: memecahkan masalah, menganalisa asumsi, penalaran
rasional, mengevaluasi, melakukan investigasi dan membuat keputusan. Membuat
keputusan, siswa akan mencari, menganalisa, dan mengevaluasi informasi untuk
membuat kesimpulan berdasarkan fakta. Menurut Sanaa (2008: 202), pembelajaran
guided inquiry menekankan proses berpikir kritis. Siswa yang berpikir kritis akan selalu
menemukan dan menjelaskan hubungan antara isu yang dibahas dengan pengalaman
relevan lainnya.

Komponen kemampuan berpikir kritis yang harus diajarkan pada siswa adalah
mencakup kemampuan 1) merumuskan masalah, 2) memberikan argumen, 3) melakukan
deduksi, 4) melakukan induksi, 5) melakukan evaluasi, dan 6) memutuskan dan
melaksanakan tindakan (Enis, 1985; Marzano, 1988). Guru perlu membantu siswa untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kritis melalui strategi, dan metode pembelajaran
yang mendukung siswa untuk belajar secara aktif. Siswa dalam menyelesaikan masalah
yang komplek melalui inkuiri terbimbing melakukan hal-hal yang mendukung
berkembangnya kemampuan berpikir kritis seperti berikut: 1) bertanya dan menjawab
pertanyaan, 2) berargumen, 3) membuat prediksi, 4) mendesain rencana dan/atau
eksperimen, 5) mengumpulkan data dan analisis data, 6) membuat kesimpulan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2008) bahwa perempuan


lebih menguasai segala sesuatu yang menyangkut masalah kesehatan dan lingkungan,
sedangkan siswa laki-laki dengan kecakapan spasialnya lebih unggul dalam matematika,
fisika dan kimia. Siswa laki-laki memiliki kemampuan berpikir kritis yang jauh lebih
tinggi daripada siswa perempuan (He, Wong, Li, & Xu , 2013; Stoltzfus et al.,
2011). Perbedaan ini karena pria lebih tertarik pada sains, teknik, dan teknologi
dibandingkan dengan wanita (Baer, 1997). Pendapat lain menyatakan bahwa pria
cenderung menunjukkan dominasi yang lebih besar dari area otak yang terkait dengan
kognisi semantik dan pengambilan keputusan, sementara wanita menunjukkan dominasi
lebih dalam pengolahan bahasa dan persepsi sosial. Selanjutnya, ketika mereka berpikir
secara berbeda, daerah yang terkait dengan memori deklaratif cenderung aktif bekerja
pada pria.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul:
“Pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap kemampuan berpikir
kritis siswa”

1.2 Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang
menjadi identifikasi masalah adalah:

1. Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran fisika.


2. Kurang aktifnya siswa dalam pembelajaran fisika yang membuat kemampuan
berpikir kritisnya tidak berkembang.
3. Srategi dan metode pembelajaran yang digunakan guru cenderung ceramah
sehingga tidak mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa
4. Siswa laki-laki lebih aktif daripada siswa perempuan didalam kelas

1.3 Batasan Masalah


Mengingat luasnya ruang lingkup masalah, keterbatasan waktu, dana serta
kemampuan peneliti maka perlu adanya pembatasan masalah.
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Model pembelajaran yang digunakan pada kelas eksperimen adalah Model Inkuiri
Terbimbing dan konvensional di kelas control.
2. Materi pokok yang diajarkan adalah impuls dan momentum
3. Penelitian dilakukan di Kelas X Semester II SMA Tri Sakti Medan T.P.
2017/2018.

1.4 Rumusan Masalah


Sebagaimana pembatasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana pengaruh model konvensional terhadap kemampuan berpikir kritis
siswa?
2. Bagaimana pengaruh model inkuiri terbimbing terhadap kemampuan berpikir
kritis siswa?
3. Apakah ada pengaruh model inkuiri terbimbing dan konvensional terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa?
4. Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa laki-laki dan
perempuan pada model inkuiri terbimbing dan konvensional?
5. Bagaimana perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa laki-laki dan
perempuan pada model inkuiri terbimbing dan konvensional?
1.5 Tujuan penelitian
1. Menganalisis pengaruh model konvensional terhadap kemampuan berpikir
kritis siswa.
2. Menganalisis pengaruh model inkuiri terbimbing terhadap kemampuan
berpikir kritis siswa.
3. Mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa menggunakan inkuiri terbimbing
dan konvensional.
4. Menganalisis peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa laki-laki dan
perempuan pada model inkuiri terbimbing dan konvensional.
5. Menganalisis perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa laki-laki dan
perempuan pada model inkuiri terbimbing dan konvensional.
1.6 Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu member manfaat antara lain :
1. Bagi siswa, diharapkan dapat melatih kemampuan berpikir kritis sisiwa dalam
proses pembelajaran fisika.
2. Bagi guru, diharapakan menjadi alternative model dalam pembelajaran dan
rujukan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses
pembelajaran.
3. Bagi peneliti lain, sebagai bahan perbandingan dan masukkan untuk penelitian
sejenis dengan menggunakan model pembelajaran dan konsep berbeda.

Anda mungkin juga menyukai