PERTAMBANGAN
OLEH:
2015/15137051
S1 TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
2017
1
LATAR BELAKANG
Indonesia dikenal memiliki hutan tropis yang cukup luas dengan keaneka-
ragaman hayati yang sangat tinggi dan bahkan tertinggi kedua di dunia setelah
Brazillia. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan Planologi Kehutanan RI
tahun 2000 bahwa luas hutan Indonesia adalah 120,3 juta hektar atau 3,1% dari luas
hutan dunia (Suhendang, 2002). Kerusakan hutan di Indonesia tidak hanya terjadi
pada hutan alam tetapi juga telah terjadi pada hutan lindung. Padahal, hutan lindung
memiliki fungsi yang spesifik terutama berkaitan dengan ketersediaan air. Air
merupakan sumber kehidupan yang sangat penting terhadap keberlanjutan kehidupan
bagi semua mahluk hidup.
2
PEMBAHASAN
Wilayah Kabupaten Berau, terletak pada koordinat 1 ° 12’ 00” - 2 ° 36’ 00”
LU dan 116 ° 00’ 00” - 118° 57’ 00” BT. Letak Geografis Kabupaten Berau yang
dekat dengan garis katulistiwa menjadikan daerah ini memiliki iklim tropis dengan
curah hujan tinggi dan hari hujan merata sepanjang tahun. Intensitas penyinaran
matahari yang tinggi menjadikan suhu udara relatif tinggi sepanjang tahun dengan
kelembaban udara yang tinggi pula. Sebagai daerah dengan iklim tropis. Kabupaten
Berau memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Kedua
musim tersebut diselingi dengan masa peralihan dengan curah hujan masih relatif
banyak. Namun demikian kondisi alam Kabupaten Berau yang masih dikelilingi oleh
hutan tropis yang masih lebat menjadikan daerah ini berkarakter hutan hujan tropis
dengan curah hujan yang relatif merata sepanjang tahun. Hal ini didorong oleh
kelembaban udara yang tinggi dan daerah perairan yang masih luas. Curah hujan
cenderung tinggi sepanjang tahun, berkisar antara 91 - 246 mm perbulan (Subardja,
2007).
Formasi pembawa lapisan batubara pada daerah potensi batubara konsesi PT.
Berau Coal adalah Formasi Berau dan Formasi Lati. Formasi ini terdiri dari satuan
batupasir, mudstone ,batulanau, batulempung, batubara dan batugamping. Ketebalan
Formasi Berau atau Formasi Lati berkisar 600 meter hingga 1.600 meter, umur
Miosen Tengah hingga Miosen Atas dan diendapkan dalam lingkungan delta dan laut
dangkal. Formasi ini jari jemari dengan Formasi Sterile di bagian bawahnya dan tidak
selaras dengan Formasi Labanan di bagian atasnya (Subardja, 2007).
3
Pemakaian pola penambangan ini salah satunya adalah bertujuan agar luas areal yang
terganggu oleh kegiatan penambangan tidak terlalu luas. Areal untuk penimbunan
tanah penutup diusahakan tidak terlalu jauh dari areal bukaan dan sedapat mungkin
dengan memanfaatkan kembali bekas areal bukaan (Subardja, 2007).
Sebagian besar air hujan yang turun di kawasan hutan akan diserap oleh tanah
(infiltrasi) dan tersimpan di aquifer. Selanjutnya, air yang tersimpan di aquifer akan
mengalir melalui celah-celah atau pori tanah yang akhirnya terkumpul atau mengalir
menjadi air tanah yang digunakan masyarakat sebagai air sumur. Selain melalui
sumur, air tanah tersebut juga dapat keluar sebagai mata air. Mata air tersebut
mengalir melalui sungai yang berada dikawasan hutan tersebut menuju hilir.
4
2.3 Erosi Akibat Kerusakan Hutan di Kawasan Pertambangan
Tumbukan air hujan yang terus menerus akan mengikis top soil sehingga
dapat menimbulkan longsor (land slide). Dengan longsornya lapisan tanah yang kaya
unsur hara tersebut akan menghambat pertumbuhan vegetasi pada tanah yang
ditinggalkannya, sehingga lahan tersebut tidak dapat di reklamasi. Selain itu, tanah
yang tinggal tersebut juga dapat berdampak terhadap masyarakat yang tinggal
dibagian hilir sungai, karakteristik tanah pada lapisan kedua yang relatif keras dan
memiliki pori tanah yang relatif rapat dapat menghambat infiltrasi ketika terjadi
hujan.
1.Menanam kembali lahan yang ditebang dengan vegetasi yang dapat mengembalikan
kondisi ekosistem dengan cepat.
2.Membuat terasering pada lahan yang rusak untuk mencegah erosi yang lebih besar.
5
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
3.2 Saran