Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
AGE KRIDALAKSANA
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)
UNTUK MENENTUKAN LOKASI HUTAN KOTA DAN
CONTOH PRA DESAIN HUTAN KOTA DI KECAMATAN
BANYUWANGI, KABUPATEN BANYUWANGI
AGE KRIDALAKSANA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PERNYATAAN
Age Kridalaksana
NIM E34063106
Judul Skripsi : Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Menentukan
Lokasi Hutan Kota dan Contoh Pra Desain Hutan Kota di
Kecamatan Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi
Nama : Age Kridalaksana
NIM : E 34063106
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Endes N. Dahlan, MS. Prof. Dr. Ir. Lilik B. Prasetyo, M.Sc.
NIP.19501226 198003 1 002 NIP.19620316 198803 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Tanggal Lulus :
i
KATA PENGANTAR
Allah SWT adalah sumber dari segala ilmu, penulis bersyukur atas setitik
ilmu dan ridho yang dianugrahkan Allah SWT sehingga skripsi yang berjudul
“Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Menentukan Lokasi
Hutan Kota dan Contoh Pra desain Hutan Kota di Kecamatan Banyuwangi,
Kabupaten Banyuwangi” dapat diselesaikan. Penulis hanya berharap bahwa
ilmu yang diperoleh tersebut mampu memberikan manfaat kebaikan bagi banyak
pihak. Penulis menyadari akan ketidaksempurnaan dari karya ilmiah ini karena
kesempurnaan hanya milik Allah SWT, oleh karena itu peneliti selalu berharap
saran, kritik dan masukan dari pembaca agar peneliti mampu mengembangkan diri
dan menjadi pribadi yang lebih baik.
Age Kridalaksana
NIM E34063106
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis mamanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala
karunia yang tak terhingga yang dilimpahkan kepada penulis. Berbagai bantuan
diterima penulis selama penyusunan skripsi ini, oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ibu, ibu, ibu (Dra. Sri Supadmi) dan bapak (Drs. AH. Hadiyin) atas kasih
sayang, kebaikan dan segala sesuatu yang tidak mungkin bisa penulis hitung
terlebih untuk membalasnya.
2. Dr. Ir. Endes N. Dahlan, MS dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, pengetahuan dan
meluangkan waktu sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
3. Keluarga kedua penulis “OMDA Lare Blambangan Banyuwangi”, yang telah
memberi wawasan, pengalaman, pengetahuan, kehangatan keluarga dan kasih
sayang selama penulis menempuh ilmu di Bogor.
4. Teman – teman Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata angkatan 43,
bersama kalian waktu berjalan begitu cepat dan penulis baru menyadarinya
saat satu persatu dari kalian mengucapkan perpisahan.
5. Teman – teman laboratorium analisis spasial lingkungan (kakak tingkat, adik
tingkat, teman satu angkatan). Penulis tidak mampu menyebutkan setiap nama
kalian satu persatu karena kalian semua sangat berarti bagi penulis dan penulis
hanya mengingat bahwa penulis berhutang banyak hal dari kalian semua.
6. Marisha ARL 45, Atik ARL 45, Mita ARL 44, terima kasih atas bantuan
simbol pohon. Mungkin kalian akan melupakan penulis karena pertemuan kita
begitu singkat, namun penulis tidak akan pernah melupakan sesuatu yang telah
kalian berikan kepada penulis dan penulis berharap di lain kesempatan dapat
melakukan sesuatu untuk membalas kebaikan kalian.
7. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, pemerintah Kecamatan Banyuwangi,
BAPPEDA Banyuwangi atas kesediannya memberi fasilitas kepada penulis
untuk melakukan penelitian.
8. Teman didaerah penulis “Mohammad Salahuddin Thalut”, terima kasih atas
segala bantuan dan semoga kita tetap menjadi teman baik selamanya.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 3
2.1 Hutan Kota .............................................................................................. 3
2.2 Sistem Informasi Geografis (GIS) .......................................................... 4
2.3 Pra Desain Lanskap ................................................................................. 6
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................... 9
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 9
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................ 9
3.3 Pengolahan Data...................................................................................... 10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 20
4.1 Peta Tematik Kecamatan Banyuwangi ................................................... 20
4.2 Penentuan Lokasi Hutan Kota di Kecamatan Banyuwangi .................... 38
4.3 Pra Desain Hutan Kota ............................................................................ 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 55
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 56
5.2 Saran........................................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 58
LAMPIRAN .............................................................................................................. 61
v
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Alat dan bahan penelitian .................................................................................... 9
2. Nilai Konstanta kalibrasi dari band thermal........................................................ 13
3. Suhu permukaan Kecamatan Banyuwangi ......................................................... 21
4. Kelas kemiringan lereng Kecamatan Banyuwangi ............................................. 25
5. Klasifikasi tutupan lahan SNI 7645:2010 ........................................................... 28
6. Klasifikasi tutupan lahan Kecamatan Banyuwangi............................................. 29
7. Uji akurasi kelas tutupan lahan Kecamatan Banyuwangi ................................... 29
8. Pembagian ruang terbuka hijau Kota Rotterdam ................................................ 32
9. Jenis tanah berdasarkan tingkat kepekaan terhadap erosi ................................... 42
10. Arti warna terhadap sifat tanah ........................................................................... 42
11. Nilai untuk setiap kriteria penentuan lokasi hutan kota ...................................... 43
12. Kelas prioritas lokasi untuk pembangunan kawasan hutan kota......................... 43
13. Penandaan lokasi dengan GPS ............................................................................ 62
vi
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Bagan alur tahapan pengolahan awal Citra Landsat 7 ETM+ ............................ 11
2. Bagan alur tahapan pengolahan awal Citra ASTER GDEM .............................. 12
3. Bagan alur tahapan pembuatan peta distribusi suhu ........................................... 14
4. Bagan alur tahapan pembuatan peta kemiringan lereng ..................................... 15
5. Bagan alur tahapan pembuatan peta penutupan lahan ........................................ 16
6. Bagan alur tahapan pembuatan peta jarak dari pemukiman................................ 16
7. Bagan alur tahapan pembuatan peta jenis tanah ................................................. 17
8. Bagan alur tahapan penentuan lokasi hutan kota ................................................ 18
9. Peta Suhu Permukaan Kecamatan Banyuwangi ................................................. 22
10. Peta Kontur Kecamatan Banyuwangi ................................................................. 26
11. Peta Kemiringan Lahan Kecamatan Banyuwangi............................................... 27
12. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Banyuwangi .................................................... 30
13. Peta Jarak dari Pemukiman Kecamatan Banyuwangi ......................................... 33
14. Peta Jenis Tanah Kecamatan Banyuwangi .......................................................... 37
15. Peta Prioritas Lokasi Hutan Kota Kecamatan Banyuwangi ................................ 44
16. Peta Prioritas Lokasi Hutan Kota Kecamatan Banyuwangi ................................ 46
17. Kondisi Tapak Pantai Boom ............................................................................... 52
18. Konsep pegembangan dan pembagian ruang ...................................................... 53
19. Konsep sirkulasi .................................................................................................. 54
20. Site Plan Hutan Kota Bayuwangi........................................................................ 55
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Penandaan lokasi dengan GPS (Global Positioning System).............................. 62
2. Classification accuracy assessment report ......................................................... 64
BAB I
PENDAHULUAN
2.1.1 Pengertian
Hutan kota adalah komunitas tumbuh-tumbuhan berupa pohon dan
asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur,
menyebar atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru (menyerupai)
hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan
menimbulkan lingkungan sehat, nyaman, dan estetis (Irwan 2007).
Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota menyatakan
bahwa hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon
yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara
maupun tanah hak.
Dahlan (1992), ada dua pendekatan yang dipakai dalam membangun hutan
kota. Pendekatan pertama, hutan kota dibangun pada lokasi-lokasi tertentu saja.
Penentuan luasannya pun dapat berdasarkan: (1). Prosentase, yaitu luasan hutan
kota ditentukan dengan menghitung dari luasan kota; (2). Perhitungan per kapita,
yaitu luasan hutan kota ditentukan berdasarkan jumlah penduduknya dan (3).
Berdasarkan isu utama yang muncul. Pendekatan kedua, semua areal yang ada di
suatu kota pada dasarnya adalah areal untuk hutan kota. Pada pendekatan ini
komponen yang ada di kota seperti pemukiman, perkantoran dan industri
dipandang sebagai suatu enklave (bagian) yang ada dalam suatu hutan kota.
Dahlan (1992) membagi hutan kota menjadi bebrapa tipe dan bentuk. Tipe
hutan kota, antara lain: tipe pemukiman, tipe kawasan industri, tipe rekreasi dan
keindahan, tipe pelestarian plasma nutfah, tipe perlindungan, tipe pengamanan.
Bentuk hutan kota, antara lain: jalur hijau, taman kota, kebun dan halaman, kebun
raya, hutan raya, kebun binatang, hutan lindung, kuburan dan taman makam
pahlawan.
Pengindraan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh
informasi suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena
yang dikaji (Lillesand & Kiefer 1990).
Temaja (2010) menggunakan metode pengindraan jauh untuk menduga
distribusi suhu permukaan Kota Denpasar dengan data berupa Citra Lansat 7
ETM+. Suhu permukaan Kota Denpasar berdasarkan estimasi band 6 pada Citra
Landsat dibedakan menjadi 17 kelas suhu permukaan yaitu dengan selang nilai
5
suhu antara 17,9 sampai 34oC. Nilai suhu permukaan tertinggi yaitu 33-34oC pada
lahan terbuka wilayah Kecamatan Denpasar Selatan (Kelurahan Sesetan). Nilai
suhu permukaan terendah yaitu 17,9oC pada wilayah Kecamatan Denpasar yaitu
tipe penutupan lahan mangrove.
Fajar (2010) menduga penutupan lahan dan distribusi suhu permukaan Kota
Palembang dengan melakukan analisis estimasi Citra Landsat 7 ETM+. Hasil
interpretasi dan analisis Citra Landsat 7 ETM+ pada tahun 2001 dan 2010
menunjukkan adanya perubahan tutupan lahan dari lahan bervegetasi menjadi
lahan non vegetasi yang cukup besar terjadi di pingguran Kota Palembang.
Perubahan penggunaan lahan tersebut berakibat pada perubahan iklim mikro,
diantaranya adalah peningkatan suhu permukaan, penurunan kelembaban relatif
dan peningkatan indeks kenyaman. Sebaran suhu di Kota Palembang berkisar
antara 27oC sampai 39oC. suhu pada ruang terbuka hijau berkisar antara 27oC
sampai 32oC, sedangkan suhu pada area terbangun > 33oC. Nilai NDVI
(Normalized Difference Vegetation Index) dapat membantu dalam membedakan
tutupan vegetasi dan non vegetasi dan memiliki kolerasi berupa hubungan
berkebalikan dengan suhu permukaan, yaitu kenaikan suhu permukaan disertai
dengan penurunan NDVI atau sebaliknya.
Yusri (2011) menggunakan metode pengindraan jauh untuk menduga
perubahan penutupan lahan Taman Nasional Gunung Ciremai dan menggunakan
data dasar berupa Citra Landsat 7 ETM+. Tipe penutupan lahan yang ada di
Taman Nasional Gunung Ciremai dikelompokkan menjadi tujuh, yaitu hutan
alam, hutan tanaman, semak belukar, ladng, lahan terbuka, badan air dan tidak ada
data. Pada tahun 2006-2009 terjadi penurunan luas hutan alam sebesar 51,21 Ha,
peningkatan luas hutan tanaman sebesar 92,88 Ha, kemudian diikuti oleh
penurunan lahan terbuka sebesar 979,2 Ha, peningkatan semak belukar sebesar
746,73 Ha, peningkatan luas ladang 178,29 Ha serta badan air mengalami
penurunan luas sebesar 1,62 Ha.
6
2.3.1 Pengertian
Desain lanskap adalah sebuah perluasan dari perencanaan tapak (Laurie
1986, diacu dalam Heryani 2008). Desain lanskap adalah proses yang membawa
kualitas spesifik yang diberikan kepada ruang diagramatik rencana tapak dan
merupakan level lain dimana arsitektur lanskap didiskusikan dan dikritik. Hasil
dari proses desain adalah gambar kerja yang segera terwujud. Pra desain
merupakan tahap persiapan desain. Hasil dari tahap ini adalah konsep
perancangan site plan, denah, tapak, potongan dan perspektif (Anonim 2007).
d. Kesederhanaan (Simplicity)
Simplicity sebagai unsur kesederhanaan. Simplicity merupakan hasil dari
pengurangan elemen yang tidak penting, sehingga akan memiliki nilai ekonomis
pada garis, bentuk, tekstur dan warna. Hal ini merupakan suatu dasar untuk
membawa kemurnian dan tujuan desain. Simplicity akan membawa ke arah yang
ekstrim, walaupun kesederhanaan menghilangkan kemonotonan
e. Aksentuasi (Emphasis)
Emphasis menitikberatkan pada elemen atau pola tertentu. Emphasis atau
dominan merupakan hal penting untuk diberikan pada suatu elemen lanskap.
Elemen lanskap yang ada disekitarnya membutuhkan pengaturan dengan fokus
terhadap atraksi, pengaruh dan kekuatan, dibatasi dengan menggunakan emphasis
pada tempat istirahat untuk mata dan penolong orintasi. Seluruh gambar akan
terasa menyenangkan ketika seseorang mudah untuk menemukan hal penting.
Emphasis dapat dicapai dengan menentukan penggunaan yang kontras.
Emframement dan focalization merupakan prinsip pelengkap pada
emphasis. Hal tersebut merupakan teknik untuk menyesuaikan dan mendukung
lingkungan di sekitar lanskap. Focalization terjadi ketika elemen-elemen
disekitarnya merupakan struktur yang dijadikan sebagai pemandangan utama,
walaupun perhatiannya harus pasti terhadap daerah penting yang berguna bagi
pengguna.
Ketika prinsip emphasis digunakan terhadap eleman lanskap berupa garis
atau permukaan yang berpola, maka hasilnya adalah ritme. Ritme adalah emphasis
yang sifatnya berulang dan beraturan. Istirahat, variasi dan getaran dapat
mewujudkan perasaan yang bergerak pada lanskap.
f. Keseimbangan (Balance)
Balance merupakan perasaan yang menyatakan pada keseimbangan. Hal itu
berimplikasi pada kestabilan dan digunakan untuk menimbulkan perasaan damai
dan nyaman. Keseimbangan dibagi menjadi dua keseimbangan formal (simetrik)
dan non formal (asimetrik). Keseimbangan formal meliputi bentuk geometri,
simetri dan memiliki karakter berupa pengulangan elemen-elemen yang serupa,
serta memiliki sekmen pusat. Keseimbangan non formal memiliki bentuk non
geometrik dan asimetrik.
8
BAB III
METODE PENELITIAN
Layer Stacking
Import Data
Citra Terkoreksi
Pemotongan Citra
Citra sesuai
wilayah studi
Import Data
Citra Terkoreksi
Pemotongan Citra
Citra sesuai
wilayah studi
Dengan nilai gain sebesar 0.05518, digital number adalah band 6 dari Citra
Landsat 7 ETM dan nilai offset sebesar 1.2378.
13
Keterangan :
T : Suhu efektif (K)
K2 : Konstanta Kalibrasi 2 (Tabel 2)
K1 : Konstanta Kalibrasi 1 (Tabel 2)
L : Spectral radiance in watts/(meter squared * ster * µm)
Konstanta K1 dan K2 untuk Landsat 5/TM dan Landsat 7/ETM dapat ditunjukkan
dalam Tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2 Nilai Konstanta kalibrasi dari Band Thermal
Satelit K1 (W/(m2*ster*μm)) K2 (Kelvin)
Landsat 5/TM 607.76 1260.56
Landsat 7/ETM 666.09 1282.71
Sumber : Handbook Landsat
14
Konversi Citra
Klasifikasi Suhu
Estimasi Band 6
Peta Distribusi
Suhu
Citra sesuai
wilayah studi
Klasifikasi
sementara
Analisis
Pengecekan
Penutupan lahan
Lapangan
Peta penutupan
lahan
Klasifikasi areal
pemukiman
Peta jarak
pemukiman
Peta Jenis
Tanah (analog)
Digitasi on screen
Peta Jenis
Tanah (digital)
sejarah, nilai budaya, nilai sosial, dll. Nilai lebih dari suatu tapak dapat dilihat dan
ditentukan setelah melakukan kegiatan verifikasi hasil (peta prioritas lokasi hutan
kota) di lapang. Verifikasi lapang menghasilkan tapak yang terpilih sebagai
contoh pra desain hutan kota di Kecamatan Banyuwngi.
overlay
Skor total
Pemilihan tapak
dilengkapi oleh sensor thermal IR yang terdapat pada band 6. Suhu permukaan
diperoleh dengan mengkonversi DN (digital number) band 6 menjadi radian
spectral (spectral radiance), radian spectral kemudian dikonversi menjadi
temperatur.
Pembuatan peta suhu permukaan Kecamatan Banyuwangi dilakukan
dengan mengolah band 6 dari Citra Landsat 7 ETM + path 117; row 066, tanggal
pengambilan citra 15 Maret 2010. Kelas suhu nyaman yang digunakan untuk
pembuatan peta suhu permukaan mengacu pada standar suhu nyaman yang
dipakai oleh Indonesia (standar ANSI/ASHRAE 55-1992) sehingga tingkatan
kenyamanan suhu di Kecamatan Banyuwangi dikalsifikasikan menjadi 3 kelas,
antara lain: dibawah nyaman (< 22oC), nyaman (22oC-26oC) dan diatas nyaman
(> 26oC). Hasil pengolahan band 6 menjadi temperatur disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Suhu permukaan Kecamatan Banyuwangi
No. Kelas suhu ( oC ) Luas area (hektar) Persentase (%)
1. < 22oC 518,206 9,383 %
2. 22oC-26oC 4.402,800 79,716 %
3. > 26oC 602,100 10,901 %
Total 5.523,106 100%
Hasil yang diperoleh dari analisis band 6 menunjukkan bahwa 79,716% wilayah
di Kecamatan Banyuwangi berada dalam rentang suhu yang nyaman dan hanya
20,284% wilayah Kecamatan Banyuwangi yang memiliki suhu tidak nyaman.
Namun, apabila peta suhu permukaan tersebut di overlay (ditumpang tindihkan)
dengan peta tutupan lahan maka dapat diketahui bahwa sebagian besar distribusi
suhu nyaman dan dibawah nyaman tersebut berada pada daerah persawahan,
badan air dan perkebunan sedangkan wilayah pemukiman atau areal terbagun
yang terdapat di pusat kota memiliki suhu permukaan diatas nyaman. Fenomena
tersebut biasa disebut heat island, heat island adalah suatu keadaan dimana suhu
perkotaan lebih tinggi jika dibandingkan suhu lingkungan sekitarnya. Fenomena
tersebut juga membuktikan bahwa ruang terbuka hijau (RTH) dapat membuat
suhu lingkungan menjadi lebih nyaman.
23
Standar teknis yang tidak dimiliki oleh Indonesia untuk menentukan lokasi
hutan kota berdasarkan jarak dari pemukiman meyebabkan peneliti menggunakan
asumsi pembagian ruang terbuka hijau Kota Rotterdam dan beberapa asumsi lain
dalam pembuatan peta jarak dari pemukiman (peta buffer pemukiman) di
Kecamatan Banyuwangi. Jarak dari pemukiman diklasifikasikan menjadi 3 kelas,
yaitu : jarak 0-400 m dari pemukiman, jarak 400-800 m dari pemukiman dan
> 800 m dari pemukiman. SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan menyatakan bahwa asumsi dasar lingkungan
perumahan adalah jarak ideal jangkauan pejalan kaki adalah 400 m dan kecepatan
rata-rata pejalan kaki adalah 4000 m/jam, atas dasar tersebut maka dibuat kelas
jarak dari pemukiman pertama sebesar 0-400 m. Asumsi penentuan kelas jarak
sebesar 0-400 m adalah hutan kota dapat diakses hanya dengan 6 menit berjalan
kaki, dengan kemudahan akses tersebut diharapkan interaksi antara hutan kota
dengan masyarakat semakin tinggi. Sedangkan penentuan kelas kedua sejauh 400-
800 m lebih didasarkan pada pembagian kelas ruang terbuka hijau di kota
Rotterdam yang menyatakan jarak maksimal ruang terbuka hijau di wilayah kota
adalah 800 m.
34
e. Tanah brown forest ditampilkan dalam bentuk komplek rensina, latosol dan
brown forest soil. Tanah ini berasal dari bahan induk kapur dengan fisiografi
bukit lipatan. Jenis tanah ini merupakan jenis tanah yang dipengaruhi oleh
fluktuasi besar, sehingga pencucuian tanah tergantung musim. Jenis tanah ini
mengalami 2 proses yaitu sebagai tanah yang kearah podsolisasi dan pihak
lain kearah proses laterisasi, sehingga jenis tanah sama dengan tanah
podsolisasi yaitu telah mengalami pencucian, bereaksi dengan asam dan relatif
miskin akan hara tanaman. Tanah jenis ini sesuai untuk jenis tanaman
semusim (Somardjo et al. 1997).
38
masyarakat perkotaan dengan hutan kota kemungkinan akan tinggi apabila lokasi
hutan kota yang dibangun mudah dijangkau atau diakses oleh masyarakat
perkotaan atau dengan kata lain, semakin dekat jarak hutan kota dengan
pemukiman maka manfaat hutan kota akan semakin dirasakan oleh masyarakat
perkotaan. Lokasi yang memiliki jarak 0-400 m dari pemukiman merupakan
lokasi yang menjadi prioritas utama untuk pembangunan hutan kota di Kecamatan
Banyuwangi. Lokasi yang memiliki jarak 400-800 m dari pemukiman merupakan
prioritas kedua untuk pembangunan hutan kota di Kecamatan Banyuwangi,
sedangkan lokasi yang memiliki jarak > 800 m dari pemukiman merupakan
prioritas terakhir untuk pembangunan hutan kota di Kecamatan Banyuwangi.
Sedangkan kemampuan drainase tanah dapat dilihat dari warna tanah. Tabel 10
menjelaskan beberapa arti warna tanah terhadap sifat tanah (Rachim & Suwardi
2002).
Tabel 10 Arti warna terhadap sifat tanah
Warna Tanah Sifat Tanah
Ca-karbonat, gypsum, garam, turunan bahan induk marl/batuan
Putih
putih lain
Kelabu Putih Kuarsa, kaolin, karbonat, gypsum, garam, besi fero
Kelabu pucat Besi dan bahan organik rendah; tanah pasir cenderung kuarsa
Kelabu
Gleisasi, drainase buruk-sangat buruk, air tergenang, besi fero
kebiruan/kehijauan
Kelabu Jenuh air dominan, drainase buruk, besi fero
Coklat-coklat pucat-
Variasi proporsi bahan organik dan besi oksida, drainase baik
coklat hitam
Besi oksida hidrat, Al oksida, kelambaban relative tinggi, lereng
Kuning
agak cembung, drainase baik,fisiografi pengangkatan baru
Besi oksida anhidrat, kelembaban relative rendah, drainase dan
Merah aerasi baik, lereng relatif cembung, bahan induk basik-ultra basik,
fisiografi pengangkatan tua
Bahan induk ultrabasik, besi oksida anhidrat (hematite dan
Merah gelap magnetit), drainase dan aerasi baik, struktur granular, kesuburan
sangat rendah
Bahan organik tinggi, senyawa Mn, magnetit, arang, struktur
Gelap-hitam
granular, relative subur
Penelitian mengasumsikan bahwa pembangunan hutan kota dapat
meningkatkan kualitas tanah di kawasan tersebut sehingga tanah menjadi lebih
tahan terhadap erosi dan kemampuan tanah dalam menyerap air meningkat
(meningkatkan kemampuan drainase tanah). Jika kestabilan tanah terhadap erosi dan
kemampuan drainase tanah merupakan pertimbangan utama dalam menentukan lokasi
hutan kota, maka kawasan yang memiliki jenis tanah yang mudah tererosi dan memliki
drainase buruk merupakan kawasan yang menjadi prioritas utama dalam pembangunan
hutan kota karena diharapkan dengan adanya hutan kota maka kondisi tanah di daerah
tersebut lebih stabil. Kecamatan Banyuwangi memiliki 4 jenis tanah, antara lain
:asosiasi aluvial, asosiasi latosol, latosol coklat kemerahan dan (kompleks brown
forest soil, litosol mediteran). Kawasan yang memiliki jenis tanah Komplek brown
forest soil ,litosol mediteran merupakan kawasan yang paling diutamakan dalam
pembangunan hutan kota di Kecamatan Banyuwangi karena jenis tanah tersebut memiliki
kemampuan drainase yang buruk dan lebih mudah tererosi apabila dibandingkan dengan
jenis tanah lainnya (asosiasi aluvial, asosiasi latosol dan latosol coklat kemerahan).
yang dibuat berbeda antara satu kelas dengan kelas yang lainnya. Skoring
merupakan tahapan sebelum melakukan proses overlay. Proses overlay akan
menghasilkan prioritas lokasi untuk pembangunan hutan kota di Kecamatan
Banyuwangi. Nilai dari setiap kriteria disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Nilai untuk setiap kriteria penentuan lokasi hutan kota
No. Kriteria Kelas Skor
1. Suhu > 26oC 3
< 22oC 2
22oC-26oC 1
2. Kemiringan lahan (slope) 0–8% 1
8 – 15 % 2
> 15 % 3
3. Jarak dari pemukiman 0-400 m 3
400-800 m 2
> 800 m 1
4. Jenis tanah Kompleks brown forest soil, litosol mediteran 4
Asosiasi latosol 3
Latosol coklat kemerahan 2
Asosiasi alluvial 1
Kombinasi dari kelima kriteria tersebut akan menghasikan skor maksimal sebesar 13 dan
skor minimal sebesar 4. Nilai maksimal dan minimal akan dibagi menjadi 3 selang, yaitu
: antara skor ≥ 4 sampai skor < 7, antara skor ≥ 7 sampai < 10 dan antara skor ≥ 10
sampai skor 13.
Skor tersebut dijadikan acuan untuk menentukan lokasi hutan kota di Kecamatan
Banyuwangi. Berdasarkan tingkat prioritas lokasi untuk pembangunan area hutan kota,
Kecamatan Banyuwangi akan dibagi menjadi tiga kelas tingkat prioritas lokasi, yaitu:
prioritas pertama (area dengan skor antara ≥ 10 sampai 13), prioritas kedua (area dengan
skor antara ≥ 7 sampai < 10), dan prioritas ketiga (area dengan skor antara ≥ 4 sampai
< 7). Hasil proses overlay peta menunjukkan bahwa 5,494% wilayah Kecamatan
Banyuwangi memiliki kelas prioritas pertama untuk dikembangkan menjadi kawasan
hutan kota. Proses overlay peta menghasilkan data yang disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Kelas prioritas lokasi untuk pengembangan kawasan hutan kota
No. Kelas Kesesuaian Lahan Luas area (Ha) Persen area (%)
1 Prioritas pertama 303,466 5,494
2 Prioritas kedua 2.527,465 45,762
3 Prioritas ketiga 2.692,175 48,744
Total 5.523,106 100%
45
b. Area Olah Raga dan Seni, Pantai Boom memiliki beberapa fasilitas olah raga
(lapangan sepak bola, lapangan tenis dan bilyard) namun kondisi fasilitas olah
raga teresbut kurang diperhatikan dan letaknya terpisah antara satu fasilitas
dengan fasilitas lainnya. Konsep pengembangan area olah raga dan seni
bertujuan untuk mengelompokkan berbagai kegiatan olah raga dan seni dalam
satu kesatuan area sehingga pengguna mengetahui dengan pasti aktivitas yang
dapat dilakukan jika pengguna tersebut berada di area tersebut. Area olah raga
dan seni dibagi menjadi area indoor dan outdoor. Desain untuk fasilitas olah
raga, yaitu : membangun beberapa fasilitas olah raga (tenis, futsal, basket,
volley dan bulutangkis) dalam satu gedung (area indoor) dan membangun
fasilitas lapangan sepak bola (area outdoor). Sedangkan desain untuk fasilitas
seni adalah dengan membangun suatu panggung di atas air dengan dilengkapi
tribun penonton yang menghadap ke panggung tersebut.
c. Area Display dan Rekreasi, merupakan area yang dikembangkan untuk tujuan
menampung berbagai aktivitas manusia yang lebih bersifat santai dengan
interaksi manusia yang tinggi. Konsep pengembangan area ini adalah dengan
menyediakan ruang terbuka yang lebih luas untuk interaksi manusia
dibandingkan dengan area lain. Ruang terbuka yang dikembangkan dalam
bentuk taman. Desain taman pada area ini dikembangkan dengan gaya
geometris dan formal.
d. Area Memancing, area ini merupakan area tambahan yang di desain oleh
peneliti. Peniliti beranggapan bahwa pantai atau laut identik dengan aktivitas
nelayan, sehingga pengembangan area memancing di Pantai Boom dapat
mewakili kegiatan nelayan dan diharapkan dapat menjadi salah satu identitas
tapak di Pantai Boom. Konsep pengembangan area pemancingan adalah
dengan membuat suatu “kerambah raksasa” sebagai tempat budidaya ikan.
Hasil budidaya ikan tersebut nantinya dijadikan komoditi wisata
pemancingan.
e. Area Hutan Mangrove, hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah
pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh
pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Area ini merupakan
area yang sudah ada di Pantai Boom walaupun kondisi di areal tersebut belum
50
5.1 Kesimpulan
Penentuan lokasi hutan kota didasarkan pada empat kriteria (suhu
permukaan bumi, kemiringan lahan, jarak dari pemukiman dan jenis tanah)
dengan kriteria tambahan berupa tutupan lahan. Lokasi hutan kota merupakan
hasil dari proses overlay dan skoring dari empat kriteria yang telah ditentukan.
Lokasi hutan kota yang sangat sesuai untuk dikembangkan menjadi hutan kota
adalah lokasi yang memiliki kriteria umum sebagai berikut: lokasi yang memiliki
suhu diatas nyaman, memiliki kemiringan lahan yang datar, mudah diakses oleh
masyarakat, memiliki tanah yang tidak stabil dan kurang subur. Proses overlay
peta menunjukkan bahwa 5,494% (303,466 Ha) wilayah Kecamatan Banyuwangi
masuk dalam kelas prioritas pertama untuk dikembangkan menjadi kawasan
hutan kota, 45,762% (2.527,465 Ha) wilayah Kecamatan Banyuwangi masuk
dalam kelas prioritas kedua untuk dikembangkan menjadi kawasan hutan kota dan
48,744% (2.692,175 Ha) wilayah Kecamatan Banyuwangi masuk dalam kelas
prioritas ketiga untuk dikembangkan menjadi kawasan hutan kota.
Tapak yang dipilih untuk pembangunan hutan kota adalah Pantai Boom.
Konsep pengembangan hutan kota adalah mempertahankan aktivitas utama tapak
(rekreasi, olahraga dan sejarah), mengelompokkan aktivitas manusia dengan
desain hutan kota yang bersifat geometris dan menggunakan elemen lanskap
utama berupa tegakan pohon. Pengembangan konsep dibagi ke dalam tiga konsep
utama diantaranya konsep pengembangan dan pembagian ruang, konsep
pemilihan tanaman, dan konsep sirkulasi. Konsep pengembangan dan pembagian
ruang dibuat dengan membagi tapak Pantai Boom menjadi tujuh area, yaitu : area
sejarah dan budaya, area olah raga dan seni, area display dan rekreasi, area
memancing, area hutan mangrove, area hutan campuran dan area parkir. Konsep
sirkulasi pada tapak dibagi menjadi dua, yaitu: sirkulasi utama dan sirkulasi untuk
pejalan kaki. Sirkulasi utama dikembangkan dengan konsep desain kuldesak, yaitu
dengan menyatukan akses keluar dan masuk tapak melalui satu gerbang utama.
Tanaman yang digunakan dalam pengembangan lanskap Pantai Boom, antara lain:
57
5.2 Saran
Peneliti hanya menggunakan empat kriteria atau parameter dalam
menentukan lokasi hutan kota, antara lain: tutupan lahan, suhu permukaan bumi,
kemiringan lahan, jarak dari pemukiman dan jenis tanah. Pada dasarnya, semakin
banyak parameter yang digunakan untuk membangun hutan kota maka fungsi
hutan kota yang didapatkan akan semakin banyak. Penelitian hanya dilakukan
sebatas pembuatan model untuk pengembangan hutan kota, oleh karena itu
nantinya diperlukan suatu tahapan evaluasi dan validasi model yang telah dibuat
agar tingkat keberhasilan model yang telah dibuat tersebut dapat diukur.
Hutan kota menggunakan elemen lanskap utama berupa pohon. Hal
tersebut berarti hasil dari pembangunan hutan kota baru bisa dirasakan secara
optimal 10-15 tahun yang akan datang. Pembangunan hutan kota merupakan
proyek jangka panjang karena membutuhkan waktu yang lama dalam
pembangunannya. Peneliti beranggapan bahwa pembangunan hutan kota yang
mamerlukan waktu lama (10-15 tahun) tersebut memiliki ancaman dari
pemerintah setempat, karena dalam rentang waktu pembangunan tersebut
setidaknya terdapat tiga kali pergantian kepala pemerintahan (bupati) di
Kabupaten Banyuwangi. Pergantian kepala pemerintahan (bupati) memungkinkan
terjadinya perubahan program dalam pembangunan daerah. Hal terpenting yang
harus dilakukan pemerintah jika ingin membangun hutan kota dari “nol” adalah
membuat suatu kebijakan yang dapat menjamin pembangunan hutan kota tetap
berjalan walaupun terjadi pergantian kekuasaan (kepala pemerintahan) di daerah
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan EN. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas
Lingkungan Hidup. Jakarta: Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Teknis Konservasi DAS Hulu.
Direktorat Pengelolaan Lahan.
Fajar M. 2010. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu
Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) Kota Palembang
[skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Firman U. 2009. Fluktuasi Suhu Udara dan Trend Variasi Curah Hujan Rata-Rata
di Atas 100 mm di Beberapa Wilayah Indonesia. Buletin Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika 5(3): 309-322.
Grove AB dan Cresswell RW. 1983. City Landscape: A Contribution to the
Council of Europe’s European Campaign for Urban Renaissance. Butterworths,
London.
Heryani D. 2008. Pra Desain Lanskap Universitas Mathla’ul Anwar sebagai
Botanical Garden [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Handayani DR. 2008. Perancangan Lanskap Aston Ambon Natsepa Resort dan
Spa, Ambon [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Idealistina F. 1991. Model Termoregulasi Tubuh untuk Penentuan Besaran Kesan
Thermal Terbaik dalam Kaitannya dengan Kinerja Manusia [tesis]. Bandung
: Institut Teknologi Bandung.
Irwan DZ. 2007. Hutan Kota. Jakarta :Universitas Trisakti.
Kartasasmita M. 2001. Prospek dan Peluang Industri Pengindraan Jauh di
Indonesia. Jakarta: LIPSI.
Karyono TH. 2001. Penelitian Kenyamanan Termis di Jakarta sebagai Acuan
Suhu Nyaman Manusia Indonesia. Dimensi Teknik Arsitektur 29(1): 24-33.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 32 Tahun 1990 Tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung.
Laurie M. 1875. An Introduction to Landscape Design. New York: American
Elsevier Publishing Co.,Inc.
59
Lillesand TM dan Kiefer RW. 1990. Pengindraan Jauh dan Interpretasi Citra.
Dulbahri, Suharsono, Hartono, Surhayadi, penerjemah; Sustanto, editor.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Mannan A. 2007. Faktor Kenyamanan dalam Perencanaan Bangunan
(Kenyamanan Suhu-Termal pada Bangunan). Jurnal Ichsan Gorontalo 2(1):
466-473.
Notohadiningrat T, Sri NHU, Sutanto R, Radjagukguk B.1993. Faktor Jerapan
dan Pelepasan Fosfat di Tanah Andosol Dan Latosol. Jurnal BPPS-UGM 6
(4B).
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 41/PRT/M/2007 Tentang Pedoman
Kriteria Teknis Kawasan Budidaya.
Rachmin DA, Suwardi. 2002. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Reid GW. 1993. From Concept to From in Landscape Design. New York. Van
Nostrand Reinhld.162p.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2001. Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi
dan Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung. SNI 03-6572-2001.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2004. Tata Cara Perancanaan Lingkungan
Perumahan di Perkotaan. SNI 03-1733-2004.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2010. Klasifikasi Penutup Lahan. SNI
7645:2010.
Sumardjo, Haryani NS, Jaya MM. 1997. Studi Tentang Perubahan Kondisi Cuaca
dalam Hubungan dengan Terjadinya Tanah Longsor di Tasikmalaya pada
tanggal 14 Desember 1997. Pusat Pemanfaalan Pengindraan Jauh, LAPAN.
Temaja PMW. 2010. Pengembangan Hutan Kota Berdasarkan Distribusi Suhu
Permukaan Kota Denpasar[skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
[USGS] United States Geological Survey. 2002. Landsat 7 Science Data Users
Handbook.http://landsathandbook.gscf.nasa.gov/handbook/handbook_htmls
/chapter11/html [13 Agustus 2010].
60
Wijaya CI. 2005. Analisis Perubahan Penutupan Lahan Kabupaten Cianjur Jawa
Barat Mengunakan Sistem Informasi Geografis [skripsi]. Bogor : Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Yusri A. 2011. Perubahan Penutupan Lahan dan Analisis Faktor Penyebab
Perambahan Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai [skripsi]. Bogor :
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
62