Anda di halaman 1dari 27

SARI PUSTAKA 1 Kepada Yth:

GLAUKOMA KONGENITAL PRIMER

AAA Githasari Dewi


Thedius Watu
Christine Natalia Gunawan
(Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis 1)

PEMBIMBING
dr. I Made Agus Kusumadjaja, Sp.M(K)
dr. Ni Kompyang Rahayu, Sp.M(K)
Dr. dr. A. A. Mas Putrawati Triningrat,Sp.M(K)
dr. Ari Andayani, Sp.M(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
DENPASAR
2018

1
PENDAHULUAN

Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang terjadi pada bayi atau anak-
anak yang terjadi akibat penutupan bawaan sudut iridokorneal oleh suatu
membran yang disebut membrane shagreened yang dapat menghambat aliran
akuos humor sehingga dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO).
Glaukoma kongenital jarang terjadi dengan insiden 1 dari 10.000
kelahiran. Berdasarkan usia, glaukoma kongenital terbagi menjadi glaukoma
kongenital primer (40% kasus) yang terjadi saat lahir, glaukoma infantil (50%
kasus) yang terjadi saat usia < 3 tahun, glaukoma juvenil (10% kasus) yang terjadi
saat usia >3 tahun. Glaukoma kongenital primer merupakan jenis glaukoma
kongenital yang paling sering terjadi.
Glaukoma kongenital primer (PCG) merupakan penyakit langka yang
terjadi pada 1-5% dari seluruh kasus glaukoma namun merupakan kasus
glaukoma terbanyak pada anak. PCG umumnya muncul sebagai pola pewarisan
autosomal resesif. Malfungsi ataupun malformasi dari trabecular meshwork dapat
menyebabkan peningkatan dari tekanan intra okuler melebihi dari batasan
maksimal (>21mmHg) dan menyebabkan terjadinya glaukoma.
Glaukoma kongenital memiliki karakteristik tiga tanda klasik, yaitu:
epifora, fotofobia dan blefarospasme. Gejala paling dini dan paling sering adalah
epifora. Selain itu dapat dijumpai adanya fotofobia, pengurangan kilau kornea dan
pembesaran bola mata (buftalmos).
Glaukoma kongenital dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis
pada pasien disertai dengan pemeriksaan klinis pada mata pasien. Pemeriksaan
klinis pada glaukoma kongenital sebaiknya dilakukan dalam anestesi umum untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan yang lebih adekuat. Komplikasi glaukoma yang
tidak terdiagnosis dapat menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan,
kerusakan saraf optik, hipertensi okuli, sampai kebutaan yang bersifat permanen.
Penatalaksanaan glaukoma kongenital primer adalah dengan menurunkan
tekanan intraokular dan menangani komplikasi sekunder yang terjadi seperti
kelainan refraksi dan amblyopia. Pada umumnya penatalaksanaan glaukoma
2
kongenital adalah melalui pembedahan karena medikamentosa jarang
memberikan hasil yang efektif.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memahami definisi,
epidemiologi, anatomi, etiopatogenesis, manifestasi klinis, diagnosis,
penatalaksanaan dan prognosis dari glaukoma kongenital primer sehingga dapat
memberikan penanganan yang tepat pada penderita glaukoma kongenital primer.

3
DEFINISI
Glaukoma adalah suatu kumpulan penyakit yang mempunyai karakteristik
neuropati optik yang berhubungan dengan hilangnya fungsi penglihatan.
Walaupun kenaikan tekanan intraokular (TIO) adalah salah satu faktor primer, ada
atau tidaknya faktor ini tidak merubah definisi penyakit (American Academy of
Ophthalmology, 2015-2016).
Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang terjadi pada bayi atau anak-
anak yang terjadi akibat kelainan bawaan penutupan sudut iridokorneal oleh suatu
membran yang dapat menghambat aliran akuos humor sehingga meningkatkan
TIO. Glaukoma kongenital bersifat progresif dan biasanya terjadi bilateral dan
dapat merusak saraf optik (Cibis, 2017).
Glaukoma kongenital primer menunjukkan kelainan bawaan pada sudut
bilik mata depan. Glaukoma kongenital primer dibagi menjadi tiga yaitu
glaukoma kongenital primer yang terjadi pada tahun pertama kelahiran, glaukoma
kongenital primer yang terjadi pada usia 1-3 tahun, dan glaukoma juvenile yang
terjadi pada usia lebih dari 3 tahun sampai usia remaja (Blanco et al, 2002).

EPIDEMIOLOGI
Glaukoma kongenital jarang terjadi, insidensinya 1 dari 10.000 kelahiran.
Berdasarkan usia, glaukoma kongenital terbagi menjadi glaukoma kongenital
primer (40% kasus) yang terjadi saat lahir, glaukoma infantile (50% kasus) yang
terjadi saat usia < 3tahun, glaukoma juvenile (10% kasus) yang terjadi saat usia
>3 tahun. Glaukoma kongenital primer merupakan jenis glaukoma kongenital
yang paling sering terjadi (Kanski,2007; Blanco et al., 2002).
Glaukoma kongenital primer adalah gangguan mata yang menyumbang
0.01-0.04% dari kebutaan total, lebih sering terjadi pada laki-laki (65%) dan
keterlibatannya biasanya bilateral (sekitar 70%) (Chakrabarti, 2011). Kasus
glaukoma kongenital primer kebanyakan (sekitar 90%) bersifat sporadik, hanya
10% kasus yang mempunyai peningkatan frekuensi insidensi dalam keluarganya
dan kebanyakan diturunkan secara autosomal resesif (Ellong et al, 2007)

4
ANATOMI
Sudut Bilik Mata Depan
Sudut bilik mata depan merupakan sudut anatomis yang terletak pada
perbatasan iris dan kornea, yang terdiri dari 5 struktur yaitu garis Schwalbe,
kanalis Schlemm dan trabecular meshwork, skleral spur, batas anterior badan
siliaris dan iris (American Academy of Ophthalmology, 2015-2016).

Gambar 1. Struktur pembentuk sudut bilik mata depan (American Academy of


Ophthalmology, 2015-2016)

Badan siliar merupakan bagian dari traktus uvea yang terletak di antara iris
dan koroid. Badan siliar melekat ke skleral spur di anterior, sehingga membentuk
rongga dengan sklera di atasnya yang disebut dengan rongga suprasiliar. Iris
melekat di daerah anterior badan siliar membagi bilik mata depan dan belakang.
Lensa melekat ke badan siliaris melalui zonula yang disebut dengan zonula Ziin
dan memisahkan badan kaca dari bilik mata depan yang berisi cairan akuous.
Badan siliaris dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pars plana (orbikulus siliaris)

5
di posterior dan pars plikata (korona siliaris) di anterior (American Academy of
Ophthalmology, 2015-2016; Spaeth et al, 2001).
Badan siliar terdiri dari otot, jaringan vaskular dan epitel. Otot siliaris
terdiri dari otot siliaris longitudinal, radial dan sirkular. Otot siliaris longitudinal
melekat ke skleral spur dan trabecular meshwork di anterior dan lamina
suprakoroid di posterior. Ketika otot siliaris longitudinal berkontraksi maka
trabecular meshwork dan kanal Schlemm akan terbuka. Otot siliaris sirkular
berjalan paralel dengan limbus. Kontraksi dari otot siliaris sirkuler akan
merelaksasi zonula sehingga lensa yang elastis dapat menjadi cembung untuk
meningkatkan kekuatan refraktif pada proses akomodasi. Otot siliaris radial
menghubungkan otot-otot siliaris longitudinal dan sirkular (Mehta, 2009).
Prosesus siliaris terdiri dari stroma dan kapiler dan dilapisi oleh dua lapis
epitel yaitu lapisan epitel berpigmen di bagian luar dan lapisan epitel non pigmen
di bagian dalam. Fungsi dari epitel berpigmen masih belum jelas diketahui.
Bagian basal dari lapisan ini memiliki banyak lipatan dan mitokondria yang
menunjukkan adanya proses metabolik yang aktif. Epitel non pigmen terdiri dari
sel kolumnar. Produksi sekresi aktif terjadi di daerah epitel non pigmen yang
banyak mengandung mitokondria, retikulum endoplasmik, Na-K aktif ATP-ase
dan karbonik anhidrase. Kedua lapisan ini dihubungkan oleh suatu intercellular
tight juction yang berfungsi sebagai barier dari darah-akuos (American Academy
of Ophthalmology, 2015-2016).
Struktur selanjutnya dari sudut bilik mata depan adalah trabecular
meshwork yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengaturan
tekanan intraokular. Trabecular meshwork berbentuk segitiga dengan puncak
pada garis Schwalbe (Schwalbe line's) dan dasarnya pada skleral spur dalam
potongan meridian. Struktur ini secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 bagian
yaitu uveal meshwork yang membatasi dengan bilik mata depan, corneoscleral
meshwork dan lapisan tipis jaringan ikat yang disebut juxtacanalicular tissue.
Bentuk anatomi ini memungkinkan fleksibilitasnya terhadap perubahan aliran
humor akuos, baik dalam jumlah maupun tekanannya (American Academy of
Ophthalmology, 2015-2016).
6
Uveal meshwork berdasarkan bentuknya terbagi menjadi lapisan dalam
dan luar. Lapisan dalam berbentuk serat-serat halus yang berasal dari permukaan
iris lalu berinsersi ke lapisan dalam uveal meshwork dan garis Schwalbe
(Schwalbe line's). Lapisan dalam uveal meshwork memiliki gambaran tipikal
berupa lapisan tipis dengan perforasi-perforasi yang luas. Lapisan-lapisan ini
bercabang-cabang dan saling berhubungan (American Academy of
Ophthalmology, 2015-2016; Spaeth et al, 2001).
Corneoscleral meshwork terdiri atas 8-15 lapisan yang berperforasi dengan
ketebalan masing-masing lapisan 5 sampai 12 μm. Perforasi tersebut berbentuk
elips dan makin mendekati lapisan juxtacanalicular ukurannya semakin kecil.
Perforasi di masing-masing lapisan tidak saling bertemu sehingga cairan humor
akuos harus berjalan memutar untuk dapat sampai ke kanal Schlemm. Lapisan
juxtacanalicular merupakan lapisan tipis dengan ketebalan sekitar 6 2-20 μm
yang memisahkan corneoscleral meshwork dengan lapisan dalam dari kanal
Schlemm (American Academy of Ophthalmology, 2015-2016).

Gambar 2. Lapisan trabecular meshwork (American Academy of Ophthalmology, 2015-


2016

7
Kanal Schlemm adalah kanal yang dilapisi oleh endotel dan berjalan
mengelilingi bola mata. Kanal Schlemm ditunjang oleh septa-septa yang berjalan
dari dinding eksternal ke dinding internal. Inti sel endotel dan vakuol-vakuol
membentuk tonjolan ke arah dalam lumen kanal Schlemm. Beberapa peneliti
berpendapat terdapatnya dan hilangnya vakuol-vakuol ini memiliki siklus dan
merupakan jalur pergerakan cairan (American Academy of Ophthalmology, 2015-
2016).
Skleral spur adalah cincin fibrosa yang pada potongan meridional terlihat
seperti taji yang muncul dari bagian dalam sklera anterior. Skleral spur melekat ke
trabecular meshwork di bagian anterior dan melekat ke sklera dan otot siliaris
anterior di bagian posterior. Otot siliaris longitudinal menarik skleral spur ke
posterior saat berkontraksi sehingga meningkatkan luas rongga intertrabekular dan
mencegah kanal Schlemm kolaps (American Academy of Ophthalmology, 2015-
2016).
Garis Schwalbe (Schwalbe line's) menandakan transisi trabekular ke
endotel kornea yang menandakan akhir dari membran descemet dan tempat insersi
dari trabecular meshwork ke stroma kornea (American Academy of
Ophthalmology, 2015-2016).

Embriologi Trabecular Meshwork


Segmen anterior termasuk di dalamnya adalah kornea, lensa, iris, badan
siliar dan jaringan drainase okular, utamanya adalah trabecular meshwork (TM)
dan kanal Schlemm. Trabecular meshwork dan kanalis Schlemm terletak di sudut
iridokornea dimana iris dan kornea bertemu dan trasisi sklera ke kornea. Struktur
drainase okular adalah bagian terakhir yang berdiferensiasi pada saat
perkembangan segmen anterior mata. Pada minggu ke-6 perkembangan
embrionik, mata yang belum sempurna terdiri atas dua lapis cangkir optik dan
vesikel lensa. Cangkir optik terbentuk dari neuro ektoderm forebrain sementara
vesikel lensa invaginasi dan terpisah dari permukaan atas ektoderm. Pada tahap
perkembangan ini, sel progenitor mesenkimal mengelilingi mata yang sedang

8
berkembang yang disebut dengan periokular mesenkim dan sel tersebut
bermigrasi ke anterior (Abu-Hassan et al, 2014).

Gambar 3. (A) Tahap cangkir optik: pada minggu ke 5 gestasi, permukaan ektoderm
menebal dan invaginasi untuk membentuk lubang lensa dan vesikel optik membentuk
cangkir optik. (B) Mesenkim periokular bermigrasi di antara permukaan ektoderm dan
vesikel lensa membentuk stroma kornea, endotelium kornea, trabecular meshwork dan
kanalis Schlemm pada bulan ke-5 gestasi. (C) Pematangan fungsional jaringan trabecular
dan kanal Schlemm post natal. (Abu-Hassan et al, 2014).

Trabekular meshwork berasal dari periokular mesenkim yang terdiri atas


neural crest dan cranial paraxial mesoderm. Kanal Schlemm juga berasal dari
periokular mesenkim namun terbentuk sebagai hasil remodeling vaskular pada
zona transisi korneosklera. Selama perkembangan mata manusia pada usia 15-20
minggu gestasi, sudut iridokornea terisi oleh massa padat dari sel mesenkimal
9
tidak lama setelah pemanjangan iris dimulai. Tahap selanjutnya, sel-sel tersebut
memanjang, memipih dan terpisah satu sama lain oleh fenestrasi kecil yang
sebagian dipenuhi oleh serat ekstraseluler. Meskipun trabecular meshwork
muncul pada usia 15-20 minggu gestasi, sekresi dari humor akuos baru dimulai
pada bulan ke 5-6 gestasi (Abu-Hassan et al, 2014).

Morfogenesis utama trabecular meshwork lengkap sekitar pada waktu


kelahiran, namun pada periode postnatal, perkembangan signifikan dari struktur
segmen anterior, secara khusus yaitu struktur drainase okular terjadi. Pada tahap
ini, bagian presumtiv trabecular meshwork pada sudut iridokorneal mengandung
kumpulan massa sel masenkim. Untuk memungkinkan pengeluaran dari humor
akuos, remodeling massa mesenkim dan pembentukan trabecular meshwork yang
fungsional harus terjadi. Perubahan utama yang diperlukan untuk kematangan dari
trabecular meshwork fungsional adalah pembentukan ruang intertrabekular atau
fenestrasi lapisan yang terdiri dari matrik ekstraselular yang ditutupi oleh sel
trabecular meshwork (Abu-Hassan et al, 2014).

Gambar 4 . Perkembangan trabecular meshwork dan kanalis Schlemm. (A) Trabecular


meshwork tampak sebagai kondensasi jaringan mesenkim. (B) Sel-sel trabecular
meshwork berdiferensiasi dan terpisah satu sama lain oleh celah kecil. Serat ekstraseluler
terakumulasi di ruang interselular, dimana pembuluh darah muncul di dekat sclera. (C)
Lamela terbentuk dari reorganisasi serat ekstraseluler pada sudut mata namun tetap tidak
berfenestrasi. Lamelar ditutupi oleh sel trabecular meshwork. Pembuluh darah sklera di
samping sudut bilik mata menyatu dan fusi menjadi kanalis Schlemm. (Abu-Hassan, et al,
2014).

Humor Akuos
10
Humor akuos merupakan cairan transparan yang mengisi bilik mata depan
dan bilik mata belakang. Humor akuos bersumber dari plasma darah dan
disekresikan oleh prosesus siliaris dimana produksi sekresi aktif terjadi di daerah
epitel nonpigmen dari prosesus siliaris yang banyak mengandung mitokondria,
retikulum endoplasmik, Na-K aktif ATP-ase dan karbonik anhidrase (American
Academy of Ophthalmology, 2015-2016; Becker, 2009).
Proses pembentukan humor akuos melalui 3 mekanisme yaitu transport
aktif, difusi dan ultrafiltrasi. Transport aktif memerlukan energi untuk
memindahkan substansi melawan gradien elektrokimia dan proses ini tidak
tergantung pada tekanan. Sebagian ion-ion yang dipindahkan tidak diketahui
tetapi ion natrium, klorida dan bikarbonat adalah elemen yang terdapat di
dalamnya. Proses ini merupakan proses produksi utama dan melibatkan enzim
karbonik anhidrase inhibitor II. Aktivitas sekresi aktif akan menurun pada
keadaan hipoksia, hipotermia dan penghambatan mekanisme aktif. Difusi terjadi
oleh karena gerakan pasif dari ion yang melewati membrane sel yang
berhubungan dengan kandungan dan komposisi ion tersebut. Ultradifusi terjadi
oleh karena adanya perbedaan tekanan osmotik atau tekanan hidrostatik dari
pembuluh darah dan tekanan intraokular pada saat pergerakan bola mata
(American Academy of Ophthalmology, 2015-2016; Kanski, 2007).
Komposisi humor akuos mirip dengan komposisi plasma darah. Humor
akuos sedikit lebih hiperosmotik dan asam, memproduksi asam askorbat 15 kali
lebih besar dari plasma, sedikit mengandung protein (kandungan protein 0,02%
pada humor akuos dan 7% pada plasma), lebih banyak mengandung klorida dan
asam laktat, lebih sedikit mengandung natrium, bikarbonat, karbon dioksida, dan
glukosa serta kandungan albuminnya setengah dari kandungan protein total.
Beberapa jenis enzim juga terdapat pada humor akuos antara lain karbonik
anhidrase, lisosim, diamine oksidase, plasminogen aktivator, dan beberapa faktor
pertumbuhan seperti TGF1 dan TGF2, aFGF dan bFGF, IGF 1, IGFBPs, VEGF,
dan transferin (American Academy of Ophthalmology, 2015-2016).
Fungsi humor akuos adalah mempertahankan tekanan intraokular,
memberikan nutrisi seperti glukosa, oksigen dan elektrolit kepada jaringan
11
avaskular seperti kornea dan lensa, mengangkut hasil-hasil metabolisme antara
lain laktat, piruvat, dan karbon dioksida. Transparansi humor akuos juga
membantu dalam hal sebagai media refraksi saat meneruskan sinar ke pusat
penglihatan (Spaeth et al, 2001).
Rata-rata laju produksi aliran humor akuos adalah 2-3 μL per menit.
Bermula dari bilik mata belakang humor akuos menuju bilik mata depan melalui
pupil dan kemudian dikeluarkan melalui sistem trabecular meshwork dan sistem
uveosklera. Aliran melalui trabecular meshwok merupakan mekanisme utama dari
pengaliran humor akuos. Humor akuos masuk ke dalam kanal schlemm setelah
melewati trabecular meshwork. Humor akuos akan dialirkan ke dalam plexus
venosus intra sklera yang berhubungan dengan sistem vena episklera dan vena
siliaris anterior dari kanal schlemm dengan melalui 20 sampai 30 saluran
penghimpun. Sebagian aliran humor akuos ini dapat langsung masuk ke sistem
vena episklera tanpa melalui plexus venosus intrasklera (American Academy of
Ophthalmology, 2015-2016).

Gambar 5. Mekanisme produksi dan aliran keluar humor akuos di bilik mata depan
(American Academy of Ophthalmology, 2015-2016)

Mekanisme uveosklera adalah pengaliran humor akuos melalui permukaan


badan siliar dan akar iris menuju otot siliaris dan ruang suprakoroid ke vena-vena

12
lain di badan siliar, koroid, dan sklera atau melalui lubang-lubang sklera ke
jaringan episklera. Mekanisme ini bertanggung jawab terhadap 20% dari total
aliran humor akuos (American Academy of Ophthalmology, 2015-2016).
Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap produksi humor akuos antara
lain variasi diurnal dimana tekanan intraokular lebih tinggi pada pagi hari dan
minimal pada saat menjelang pagi. Faktor lain yaitu usia, dimana terdapat
penurunan produksi 3,2% pada tiap dekade usia, pseudofasiliti, kontrol neural,
efek hormon dan regulasi interselular (American Academy of Ophthalmology,
2015-2016; Becker, 2009; Spaeth, 2001).
Pengetahuan mengenai dinamika cairan humor akuos akan memberikan
pemahaman lebih lanjut mengenai patofisiologi glaukoma. Tekanan intraokular
dipengaruhi oleh proses pembentukan humor akuos, pengaliran keluar cairan
akuos dan tekanan vena episklera. Peningkatan produksi humor akuos dan
tekanan vena episklera yang meningkat dan pengaliran keluar cairan humor akuos
yang menurun akan menyebabkan peningkatan tekanan intraokular (American
Academy of Ophthalmology, 2015-2016).

ETIOPATOGENESIS
Tekanan intraokular bergantung pada homeostatis antara produksi humor
akuos oleh badan siliar (sekresi dari bilik mata belakang) dan drainasenya melalui
trabecular meshwork pada sudut bilik mata depan. Adanya suatu keseimbangan
antara produksi dan drainase dari humor akuos memberikan adanya tekanan
positif pada mata (15mmHg). Malfungsi ataupun malformasi dari trabecular
meshwork dapat menyebabkan peningkatan dari tekanan intraokular melebihi dari
batasan maksimal (>21mmHg) dan menyebabkan terjadinya glaukoma (Cascella
R et al, 2015).
Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi primer, sekunder, dan
kongenital primer. Bentukan primer merupakan suatu kondisi non sindromik dan
tidak berasal dari abnormalitas segmen anterior sebelumnya, inflamasi, ataupun
trauma. Berdasarkan pada area yang bermasalah , dua tipe glaukoma primer dapat
diklasifikasikan menjadi yakni, glaukoma sudut tertutup primer, dan glaukoma
13
sudut terbuka primer. Pada kondisi yang pertama drainase dari akuos humor
dihambat oleh karena penutupan sudut antara iris dan kornea, kemudian pada
kondisi yang kedua cairan bertemu dengan resistensi yang tinggi oleh karena
malfungsi dari trabecular meshwork (Cascella R et al, 2015).
Patologi dan etiopatogenesis glaukoma kongenital pada anak adalah
berdasarkan pengetahuan tentang perkembangan embriologis; pengetahuan
tentang sudut normal pada anak-anak, penampilan gonioskopi, dan variasinya
dalam keadaan normal; temuan gonioskopi patologis pada glaukoma kongenital
anak; spesimen patologi anatomi diperoleh dari gabungan prosedur operasi yang
dilakukan pada kasus glaukoma refrakter; dan korelasi antara gambar gonioskopi
dan anatomi patologis.
Jaringan yang membentuk segmen anterior pada mata hampir seluruhnya
terbentuk dari neural crest. Beberapa kelainan bawaan pada ruang anterior pada
pasien glaukoma adalah Membrane shagreened yang melapisi sudut, kegagalan
pemisahan iris dan badan siliar dari serat trabekular, insersi serat otot siliar
longitudinal dan tranversal ke dalam serabut trabekular di anterior skleral spur,
penyisipan iris, dan balok trabekular menebal.
Glaukoma kongenital primer (PCG) merupakan penyakit langka pada 1-
5% dari seluruh kasus glaukoma namun merupakan kasus glaukoma terbanyak
pada anak. PCG umumnya muncul sebagai pola pewarisan autosomal resesif
(Cascella R et al, 2015).
Berdasarkan onset usia, PCG diklasifikasi menjadi tiga subtipe dari PCG:
neonatal, infantil (terdiagnosa mulai satu bulan hingga 2 tahun), dan onset lambat
(diketahui setelah dua tahun). Sebanyak 70-80% kasus, PCG melibatkan kedua
mata (Cascella R et al., 2015).
Fenotipe PCG disebabkan oleh karena fenomena trabekulodisgenesis,
yang merupakan perkembangan abnormal dari bilik mata depan yang menuju
pada pembesaran trabecular meshwork dan memiliki konsekuensi berkurangnya
luas daerah trabecular meshwork yang berfungsi sebagai drainase dari humor
akuos. Drainase humor akuos berkurang oleh karena adanya iris immature, badan
siliar, dan struktur sudut bilik mata depan yang muncul menumpuk diatas
14
trabecular meshwork yang menghambat pengeluaran akuos humor (Cascella R et
al., 2015).

Biomolekuler
Glaukoma kongenital primer merupakan kelainan kongenital bawaan yang
bersifat autosomal resesif. Glakoma kongenital primed muncul sebagai suatu tren
familial, dengan frekuensi yang lebih sering terjadi pada kelompok yang
melakukan pernikahan dengan keluarga (Saudi Arabia dan Populasi Gypsi
Slovakia). Pada awal 1997, penemuan gen pertama yang secara langsung terlibat
pada patogenesis PCG, yaitu sitokrom P4501B1. Kelainan konenital ini terjadi
karena proses mutasi. Mutasi yang terjadi terutama karena mutasi missense yang
paling dominan selain itu terjadi mutasi nonsesse, insersi, dan delesi serta 143
mutasi lainnya yang belum diketahui. Mutasi yang terjadi pada lokus GLC3. Pada
penelitaan ditemukan lokus yang spesifik adalah lokus GLC3A, GLC3B,GLC3C,
dan GLC3D, dan dari keempat lokus ini hanya lokus GLC3A dan GLC3D yang
sudah diteliti lebih dalam dan ditemukan gen yang berhubungan langsung menjadi
penyebab PCG (R. Cascella et al, 2015, American Academy of Ophthalmology,
2015-2016).
Lokus GLC3A di region 2p21 mengalami mitasi pada gen CYP1B1
(sikotrom P450, family 1, subfamily B, 1 polipeptida ). CYP1B1 tersusun atas 3
ekson dan 2 nitron, ekson pertama merupakan region non koding, sedangkan
region 2 dan 3 bertanggung jawab untuk produksi protein. Ekspresi CYP1B1 di
uvea anterior, badan siliar dan epitel siliar ninpigmen, iris dan jaringan trabekular,
selain itu berfungsi sebagai metabolik endogen seperti sebuah steroid, asam lemak
atau prostanoid untuk perkembangan normal fungsi mata. Jaringan uvea anterior
memiliki fungsi khusus akomodasi, regulasi keluarnya cairan dan pembentukan
akuous humor. (Mansoor S et al., 2000; Stoilov I et al., 1998).
Lokus GLC3D di regio 14q24 juga mengalami mutasi autosomal resesif di
mana mutasi terjadi pada gen LTBP2 ( Latent Transforming beta Binding Protein
2 ) yang merupakan sebuah matrik protein yang berperan dalam proses perbaikan

15
jaringan dan adhesi sel (Aboobakar I et al,2014; Cascella R et al, 2015 , American
Academy of Ophthalmology, 2015-2016).

Gambar 6. Skematik yang menunjukkan bentuk mutan dari molekul CYP1B1 dan
potensial target yang dijangkau. (A) bentuk normal wild-type CYP1B1 terletak pada
membran retikulum endoplasma. Fungsi normalnya memerlukan bantuan dari senyawa
P450 reduktase. P450 memiliki kemampuan untuk memberikan sebuah atom dari molekul
oksigen kepada substrat yang dimiliki. Hal ini memiliki dua kemungkinan ekpresi normal
yang terjadi yaitu (B) pertama substrat tersebut merupakan produk metabolit aktif dan
bekerja pada target yang belum diketahui. Kedua pengenalan dari molekul oksigen dapat
meningkatkan sifat hidrofilik dari substrat ini dan memfasilitasi pengeluaran sel clearens.
Mutasi CYP1B1 yang tidak normal memberikan dua alternative yaitu (C) kehilangan
regulasi spasial dan temporal dari gen yang mengkontrol perkembangan sudut bilik mata
depan dapat terganggu karena tidak adanya molekul regulasi (seperti steroid) yang
diproduksi oleh CYP1B1. Kedua tanda dari berhentinya perkembangan pada glaukoma
kongenital primer dapat timbul efek toksik dari metabolic yang secara normal tereliminasi
oleh molekul CYP1B1 (Mansoor S et al., 2000).

Lokus GLC3B dan GLC3C telah dilaporkan berhubungkan dengan PCG,


walaupun tidak terdapat gen yang diidentifikasi pada kedua region tersebut hingga
saat ini. Khususnya, GLC3B terletak pada lp36.1-lp36.1 sedangkan GLC3C
16
terletak pada 14q24.3-14q31.1 (Mansoor Sarfarazi et al., 2000, Stoilov I et al.,
1998).
Gen lain yang diduga berhubungan dengan PCG adalah mutasi pada
MYOC yang diperkirakan dapat menyebabkan obstruksi pada jaringan trabekular
sehingga aliran akuous humor terhambat sehingga dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intra okuli (Mansoor S et al., 2000).
Gen yang lain yang diduga berhubungan dengan PCG adalah FOXC1,
merupakan protein yang terekspresi pada sel mesenkimal periokular, yang
berfungsi untuk perkembangan struktur drainase seperti iris, kornea, dan jaringan
trabecular (Mansoor S et al., 2000).
Mutasi pada gen BMP4 (14qww-q23) juga telah diidentifikasi pada pasien
yang mengalami PCG dan fenotipe penyakit lain. BMP4 mengkode protein
morfogenik tulang dan terekspresi dalam jaringan yang berbeda, diantaranya
vesikel okuler, dan cup optic, tetapi penelitian lebih lanjut belum ada. (Mansoor S
et al., 2000).

MANIFESTASI KLINIS
Glaukoma kongenital memiliki karakteristik tiga tanda klasik, yaitu:
epifora, fotofobia dan blefarospasme. Gejala paling dini dan paling sering adalah
epifora. Selain itu dapat dijumpai fotofobia, pengurangan kilau kornea dan
pembesaran bola mata (buftalmos). Pupil juga tidak berespon terhadap cahaya.
Peningkatan TIO adalah tanda kardinal. Pencekungan diskus optikus akibat
glaukoma merupakan kelainan yang tejadi relatif dini dan terpenting (American
Academy of Ophthalmology, 2015-2016; Urban, 2015).
Temuan lainnya yang dapat ditemui adalah peningkatan diameter kornea
(melebihi 11.5 mm dianggap bermakna), edema epitel, robekan membrane
Descemet serta edema dan kekeruhan stroma kornea (American Academy of
Ophthalmology, 2015-2016; Urban, 2015).
Glaukoma kongenital bermanifestasi dari sejak lahir pada 50% kasus, 70%
kasus terdiagnosis dalam enam bulan pertama dan 80% kasus terdiagnosis di akhir
tahun pertama (Blanco et al., 2002).

17
DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN
Diagnosis glaukoma kongenital dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi
klinis pada pasien disertai dengan pemeriksaan klinis pada mata pasien.
Pemeriksaan klinis pada glaukoma kongenital sebaiknya dilakukan dalam anestesi
umum untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang lebih adekuat. Pemeriksaan
terpenting untuk mendiagnosa dan memonitor glaukoma pada anak adalah
pemeriksaan tonometri, pengukuran diameter kornea, pemeriksaan segmen
anterior mata (sebaiknya dilakukan dengan slit lamp), gonioskopi dan
oftalmoskop (Blanco et al., 2002).
Pemeriksaan pada glaukoma kongenital, yaitu:
 Pemeriksaan mata luar.
Pada pemeriksaan mata luar akan ditemukan bupthalmos yaitu pembesaran
diameter kornea lebih dari 12 mm pada tahun pertama kelahiran. Bupthalmos
disebabkan oleh kenaikan TIO saat masih dalam kandungan dan mendesak
dinding bola mata bayi yang masih lentur, akibatnya sklera menipis dan
kornea akan membesar dan keruh. Diameter kornea normal adalah 9,5-10,5
mm pada bayi cukup bulan dan lebih kecil pada bayi prematur. Pemeriksaan
diameter horizontal kornea lebih reliabel daripada pengukuran panjang aksial
pada glaukoma kongenital. Peningkatan diameter horizontal kornea melebihi
11,5 mm dianggap bermakna (American Academy of Ophthalmology, 2015-
2016; Blanco et al, 2002; Suhardjo, 2007).

18
Gambar 7. Bupthalmos (American Academy of Ophthalmology, 2015-2016).

Robekan membran Descement disebut Haab’s striae dapat terjadi karena


regangan kornea dan peningkatan kedalaman kamera anterior (disertai oleh
peningkatan generalisata segmen anterior mata) serta edema dan kekeruhan
stroma kornea (Blanco et al, 2002; Voughan, 2000).

Gambar 8. Haab’s striae (American Academy of Ophthalmology, 2015-2016).

 Tajam penglihatan
Tajam penglihatan dapat berkurang karena atrofi nervus optikus,
kekeruhan kornea, astigmat, amblyopia, katarak, dislokasi lensa atau ablasio
retina. Ambliopia dapat disebabkan oleh kekeruhan kornea atau kesalahan
refraktif. Pembesaran mata dapat menyebabkan miopia, dimana robekan pada
membran Descement dapat menyebabkan astigmat yang besar.
 Tonometri
Tonometri merupakan metode yang digunakan untuk mengukur tekanan
intraokular. Peningkatan tekanan intraokuler adalah tanda kardinal. Banyak
bahan anastesi umum dan sedatif yang dapat menurunkan TIO, kecuali
ketamin. TIO diukur sesegara mungkin setelah diinduksi anastesi. TIO normal
anak lebih rendah daripada orang dewasa, antara 10-12 mmHg pada bayi baru

19
lahir dan rata-rata 14mmHg pada usia 7-8 tahun. Pada glaukoma kongenital
primer, TIO biasanya berkisar antara 30-40 mmHg dan selalu diatas 20 mmHg
meskipun dalam pengaruh anestesi. Peningkatan TIO lebih dari 20 mmHg
sudah dapat didiagnosis sebagai glaukoma kongenital dan 15-20 mmHg
merupakan suspek (American Academy of Ophthalmology, 2015-2016;
Blanco et al, 2002; Voughan 2000).

 Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu metode pemeriksaan sudut untuk mengetahui
sudut drainase mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik
mata seperti benda asing. Gonioskopi dapat dilakukan jika kornea masih
jernih dan sebaiknya dilakukan dalam anestesi. Pada penderita glaukoma
kongenital primer, sudut bilik mata depan biasanya terbuka, dengan insersi iris
yang tinggi. Akar iris tampak seperti garis yang berlekuk sebagai hasil dari
jaringan yang abnormal dengan penampilan yang berkilauan.
(American Academy of Ophthalmology, 2015-2016; Blanco et al, 2002;
Voughan 2000).
 Oftalmoskop dan pemeriksaan nervus optikus
Oftalmoskop merupakan metode yang digunakan untuk memeriksa
berbagai kerusakan dan kelainan serat optik. Pemeriksaan ini berguna untuk
mendiagnosis dan monitor glaukoma. Pada pemeriksaan oftalmoskop selalu
ditemukan CDR lebih dari 0,3 pada bayi dengan glaukoma. Ukuran CDR yang
asimetris lebih dari 0,2 juga dicurigai sebagai glaukoma (American Academy
of Ophthalmology, 2015-2016; Blanco et al, 2002; Voughan 2000).
 Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat berguna dalam pemantauan progresivias glaukoma
dengan merekam peningkatan panjang axial. Peningkatan panjang axial dapat
revesible seiring penurunan TIO, tetapi pembesaran kornea tidak dapat
menurun.

20
DIAGNOSIS BANDING
Menurut tanda dan gejala glaukoma kongenital dapat didiagnosis banding
dengan beberapa kelainan mata lainnya. Gejala epifora dapat terjadi pada
obstruksi duktus nasolacrimal, defek epitel kornea, konjungtivitis. Pembesaran
kornea dapat terjadi pada penyakit X-linked megalokornea dan myopia tinggi.
Temuan berupa kekeruhan kornea dapat terjadi akibat trauma waktu lahir,
penyakit inflamasi kornea, gangguan metabolik yang dihubungkan dengan
abnormalitas kornea (mucopolisakaridosis, liposis kornea). (Kanski, 2007).

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan utama glaukoma kongenital primer adalah pembedahan
untuk menurunkan tekanan intraokular dan menangani komplikasi sekunder yang
terjadi seperti kelainan refraksi, amblyopia. Pembedahan dapat dengan cara
goniotomi dan trabekulektomi, di mana angka keberhasilannya mencapai 90%.
Goniotomi dilakukan bila kornea jernih dan struktur sudut mata depan dapat
dilihat dengan jelas. Trabekulektomi dilakukan bila kornea keruh (50-95% angka
keberhasilannya, komplikasinya adalah risiko infeksi, bilik mata depan rata,
hipotoni). (Cibis, 2017)

Gambar 9. Goniotomy (Ophthalmology Notes, 2015)

21
Gambar 10. Trabekulektomi

22
Tindakan pembedahan lainnya dapat dilakukan juga trabekulektomi
dengan mitomycin C (67%–87% sukses pada tahun pertama, 58%–59% sukses
pada tahun kedua), kombinasi antara trabekulektomi dan trabekulotomi, dan
pemasangan implant alat Molteno, Baerveldt, and Ahmed (glaucoma drainage
devices, dengan angka keberhasilan 50%–85% dalam menurunkan tekanan intra
ocular). Pada beberapa kasus yang sudah gagal terapi dapat dilakukan prosedur
cyclodestruktif meliputi cycloterapi, transscleral diode laser
cyclophotocoagulation, Endolaser cyclophotocoagulation, Cycloablation/YAG
laser. (Cibis, 2017)

Gambar 11. Glaucoma Drainage device (American Academy of Ophthalmology, 2015-


2016)

Penatalaksaan dengan medikamentosa hanya untuk beberapa kasus dan


hanya bersifat sementara dan perlu difollow up tiap 2 minggu untuk menilai
efikasinya. Adapun obat yang dipakai untuk menurunkan tekanan inta ocular
adalah oral carbonic anhydrase inhibitors (acetazolamide 10-20mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3-4 dosis methazolamide 5-10mg/kgBB dibagi dalam 4 dosis),

23
topical carbonic anhydrase inhibitors (dorzolamide 2%, brinzolamide 1%), topical
beta-blockers (timolol 0.25%, levobunolol 0.25%, betaxolol), kombinasi obat
tetes mata seperti timolol/ dorzolamide, prostaglandin analogs (latanoprost
0.005%, travoprost 0.004%, bimatoprost 0.03%), miotic agents (Pilocarpin,
echothiophate) namun jarang digunakan, α2-adrenergic agonist apraclonidine, α2-
adrenergic agonist brimonidine merupakan kontraindikasi untuk anak-anak di
bawah usia 2 tahun karena berpotensial menimbulkan letargi, hipotonia,
hipothermi, depresi sistem saraf pusat. (Cibis, 2017)
Glaukoma kongenital primer memerlukan pengawasan seumur hidup
untuk pengukuran tekanan intra okuler, diameter kornea, kelainan refraksi, dan
pelebaran cup disk ratio. (Cibis, 2017)

KOMPLIKASI
Komplikasi glaukoma yang tidak terdiagnosis dapat menyebabkan
penurunan ketajaman penglihatan, kerusakan saraf optik, hipertensi okuli, sampai
kebutaan yang bersifat permanen. (Blanco et al, 2002,).

PROGNOSIS
Prognosis glaukoma kongenital adalah baik dalam 80-90% pada pasien
yang ditangani lebih awal (Vavvas, 2011). Prognosis paling baik terlihat pada
bayi dengan operasi trabekulodisgenesis antara umur dua bulan sampai delapan
bulan. Prognosis buruk terjadi pada bayi dengan peningkatan TIO dan kekeruhan
kornea saat lahir (Blanco et al,2002).
Pada kasus yang tidak diobati, kebutaan timbul dini. Mata mengalami
peregangan hebat dan bahkan dapat ruptur hanya akibat trauma ringan.
Pencekungan diskus optikus khas glaukoma terjadi relatif cepat, sehingga
memerlukan terapi segera (Blanco et al,2002).

24
DAFTAR PUSTAKA

Abu-Hassan DW, Acoot TS, Kelley MJ. Trabecular Meshwork : A Basic Review
of Form and Function. J Ocul Bio. 2014. 5;2(1)

Aboobakar I, Allingham R. Genetics in Glaucoma Diagnosis and Management.


Glaucoma Today. 2014.

American Academy of Ophthalmology Staff. 2015-2016. Fundamental and


Principle of Ophthalmology. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology. P. 75-84

American Academy of Ophthalmology Staff. 2015-2016. Glaucoma. San


Fransisco: American Academy of Ophthalmology. P. 174-90

American Academy of Ophthalmology Staff. 2015-2016. Pediatric


Ophthalmology and Strabismus. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology. P. 317-29

Becker B, Shaffer RN. Akuos Humour Formation.Chapter 2. In:Diagnosis and


Therapy of the Glaucoma, editor Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV. 8th
Edition.San Fransisco.2009: 47-63

Blanco AA, Wilson RP, Costa VP. Pediatric Glaukoma and Glauoma Associated
with Developmental Disorders. In Textbook: Handbook of Glaucoma. Martin
Dunitz Ltd 2002;10: 147-51.

Cascella R, Ragazzo M, Strafella C et al.. The Genetics and the Genomics of


Primary Congenital Glaucoma. BiMed Research International. 2015.

25
Chakrabarti D, Mandal AK. Update on congenital glaucoma. Indian Journal
Ophtamology. 2011;59(7):148-57.

Cibis, Gerhard W. Primary Congenital Glaucoma. [diakses 26 Oktober 2017].


Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com.

Ellong A, Ebana Mvogo C, Nyouma Moune E, Bella-Hiag A. Juvenile glaucoma


in Cameroon. Bull Soc Belge Ophtalmol. 2007;305:69–77.

Kanski JJ. Glaucoma. In : Clinical Ophthalmology.6th Edition.


Philadelphia.2007:397-411.

Mansoor S, Ivaylo S, “Molecular genetics of primary congenital glaucoma”


Royal College of Ophthalmologist: Royal College of Ophthalmologist: Vol.
14,pp 422-428 ; 2000

Mehta CK, Mehta K. Traumatic angle recession glaukoma: an overview. In:


Clinical diagnosis and management of oculat trauma,editor Garg A, Moreno R,
Shukla B et al. Jaypee. 2009: 64-6

Ophthalmology Notes, 2015, (diakses 10 Desember 2017). Diunduh dari


http://www.ophthnotes.com/goniotomy-glaucoma-surgery-video/

Spaeth GL, Blanco AA, Henderer JD. Glaukoma. In: Wills Eye Hospital Atlas of
Clinical Ophthalmology, Editors Tasman W, Jaeger EA. 2nd Edition. Lippincott
Williams & Wilkins. 2001:92-165.

Stoilov I, Akarsu AN, Alozie I, et al. Sequence analysis and homology modelling
suggest that primary congenital glaucoma on 2p21 results from mutations
disrupting either the hinge region or the conserved core structures of cytochrome
P4501B1. Am J Hum Genet 1998;62:573--84.
26
Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta : Bagian Ilmu Penyakit
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, 2007.

Vaughan, Robert C. Primary Congenital Glaucoma. [diakses 16 November 2017].


Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com.

Vavvas D, Grosskreutz C, Pasquale L. Congenital Glaucoma (Childhood). 2011.


[diakses 9 Oktober 2017] Diunduh dari:
http://www.djo.harvard.edu/site.php?url=/patients/pi/416

27

Anda mungkin juga menyukai