Oleh :
Miftahul Hayati
G1A216022
Disusun Oleh:
Miftahul Hayati
G1A216022
Bagian Anestesiologi
Universitas Jambi
2018
Pembimbing
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case
Report Session ini sebagai kelengkapan persyaratan dalam mengikuti Pendidikan
Profesi Dokter Bagian Anestesiologi di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher
Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Panal Hendrik Sp.An yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya sebagai pembimbing sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan.
Selanjutnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah
ilmu bagi para pembaca.
Penulis
BAB I
LATAR BELAKANG
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Tanggal : 6 Februari 2018
Nama : Tn. Z
Umur : 71 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
TB/BB : 170 cm/65 kg
Gol. Darah :B
Alamat : RT. 30 Kenali Besar
No. RM : 876265
Ruangan : Kelas II
Diagnosa : Subdural Hematom parietal kronik + CKD on HD +
Bronkopneumonia
Tindakan : Pro Craniotomy
b. Kepala : normochepal
c. Mata : SI -/-, CA -/-, RC +/+, isokor +/+
d. THT : nyeri tekan (-) nyeri tarik (-) rinore (-), otore (-)
e. Leher : Pembesaran KGB (-)
f. Thoraks
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Vokal Fremitus +/+, krepitasi (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor (+)
Auskultasi : Cor : BJ I/II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
g. Abdomen
Inspeksi : soepel
Palpasi : Nyeri tekan (-), Nyeri lepas (-), hati dan lien tidak
teraba
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
5 3
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Rutin ( tgl 31-01-2018 )
WBC : 13.4 x 109/mm3
RBC : 4.32 x 1012/mm3
HGB : 12,2 gr/dL
HCT : 36.9 %
PLT : 234 x 109/mm3
b. Elektrolit
Na : 141,54 mmol/L
K : 4,02 mmol/L
Cl : 101,95 mmol/L
Ca : 1,14 mmol/L
d. X-Ray Thorax
Cor : cardiomegaly
Pulmonal : Bronkopneumonia
e. Pemeriksaan CT SCAN
Adanya EDH pada frontalis, temporalis dan parietal dextra.
Induksi / sedasi :
LAPORAN ANESTESI
RR : 30 x/menit
Suhu : 36,8 ºC
Berat Badan : 65 Kg
b. Laboratorium
WBC : 13.4 x 109/mm3
HCT : 36.9 %
2. Tindakan Anestesi
a. Metode : Anestesi umum
b. Premedikasi : Ranitidine 50 mg, Ondansentron 4 mg
3. Anestesi Umum
a. Induksi : Sempurna
b. Teknik Anestesi : Total Intra Vena Anestesi (TIVA)
c. Teknik Khusus :-
d. Medikasi : Fentanyl 100 mcg, midazolam 2 mg,
e. Cairan/Transfusi : RL 500 mL
5. Pra Anestesi
Penentuan status fisik ASA : 1/2/3/4/5/E
Mallampati :2
Persiapan:
a. keluarga pasien telah diberikan Informed Consent
b. Puasa 6 jam sebelum operasi
6. Monitoring
TD awal : 120/70 mmHg, Nadi =80 x/menit, RR = 20 x/menit
09.35 120/70 80 20
09.50 90/40 70 18
10.05 90/50 72 20
10.15 110/70 80 16
7. Ruang Pemulihan
1. Masuk Jam : 10.20 WIB
2. Keadaan Umum : Kesadaran: CM, : GCS: 8 E2 M4 V2
Nadi : 78 x/menit
RR : 18 x/menit
3. Pernafasan : Baik
4. Scoring Aldrete:
Aktivitas :2
Pernafasan :2
Warna Kulit :2
Sirkulasi :2
Kesadaran :2
Jumlah : 10
TINJAUAN PUSTAKA
Jalur intravena telah digunakan untuk memberikan obat sejak ratusan tahun
yang lalu dan pemberian anestesia hanya melalui jalur intravena yang pertama kali
didokumentasikan dimulai sejak tahun 1870. Thiopentone pertama kali dikenal dalam
praktek klinik pada tahun 1934 dan menjadikan induksi anestesi melalui intravena
menjadi populer. Propofol mulai dikenal pada tahun 1986 dan saat ini telah
mengambil alih peran thiopentone. Proses evolusi dalam pemahaman farmakokinetik,
farmakodinamik, dan continuous drugs administration obat-obat anestesi telah
menjadikan TIVA, sebagai alternatif dari anestesia inhalasi, banyak digunakan.
TIVA telah menjadi teknik yang popular, praktikal, dan mudah dalam
kedokteran masa kini. Dua alasan yang melatarbelakanginya yaitu pertama, sifat
pharmakokinetik and pharmakodinamik seperti propofol dan opioid short acting
lainnya membuat mereka cocok untuk infus kontinual. Yang kedua, konsep teknologi
yang kian maju dapat memfasilitasi pengontrolan anestesi secara intravena lebih tepat
dan aman daripada penggunaan teknik inhalasi.
Indikasi TIVA:
Respon klinik lebih luas pada saat tingkat obat yang sama disbanding
dengan gas inhalasi anestesi
Tidak dapat diperkirakan kedalaman anestesi tiap pasien bedah
Rawan terhadap salah pemasukan dosis
Errando, et al. menyatakan bahwa pasien lebih banyak yang menjadi
“sadar” di tengah-tengah pembedahan dengan TIVA daripada dengan
anestesi inhalasi, terutama dengan tidak digunakannya N2O
Obat-obat yang dapat digunakan untuk TIVA dapat diberikan secara tunggal
atau dalam kombinasi, tergantung pada pasien dan prosedur operasi.
Data yang harus ditanyakan termasuk umur, jenis kelamin, dan berat badan,
yang kemudian dimasukkan ke dalam program, yang lalu akan dihitung
distribusinya dan eliminasinya dalam tubuh. Kemudian infusion pump akan
memasukkan dosis tersebut secara terkontrol dan berulang.
Kardiovaskuler
o Opioid tidak terlalu memperngaruhi tekanan darah kecuali pada dosis
yang sangat tinggi. Dalam hal ini dapat terjadi hipotensi dan
bradikardia. Tekanan serebrospinal dapat meningkat karena
vasodilatasi pembuluh serebral akibat depresi pernapasan dan retensi
CO2.
Respiratori
o Golongan opioid dapat membuat depresi nafas oleh efek penurunan
laju nafas dengan cara menurunkan sensitivitas neuron pusat
pernapasan terhadap CO2. Depresi nafas terjadi setelah mencapai
kadar tertentu dan akan meningkat dengan peningkatan dosis. Efek
depresi nafas lebih sering tampak pada wanita. Tidak seperti morphine
dan meperidine yang dapat memicu pengeluaran histamine, fentanyl
berbeda sehingga tidak berefek spasme bronkus. Fentanyl dapat
memicu kekuatan dinding dada sehingga mengurangi ventilasi nafas
yang adekuat.
Serebral
o Pada golongan opioid secara keseluruhan menimbulkan penurunan
konsumsi oksigen di otak, penurunan aliran darah otak, dan tekanan
intracranial, walaupun efeknya lebih minimal dibandingkan golongan
barbiturates ataupun benzodiazepine. Opioid juga memiliki efek EEG
yang minimal bila diberikan pada dosis tinggi sehingga timbul efek
kejang dan kekakuan otot. Euforia yang ditimbulkan opioid adalah
akibat stimulasi dari tegmentum ventral.
Gastointestinal
o Opioid menurunkan kecepatan pengosongan lambung oleh karena
penurunan peristaltic, sehingga dapat menghilangkan diare. Selain itu
pada cholangiography akan susah dilakukan oleh kontraksi sphincter
of Oddi, sehingga perlu diberikan naloxone. Pada pemakaian jangka
panjang, opioid dapat menyebabkan konstipasi. Opioid dapat
menyebabkan mual muntah karena menstimulasi secara langsung
chemoreceptor trigger zone (CTZ) pada area postrema yang
menyebabkan muntah.
Ketamine
Induksi dengan ketamin dilakukan dengan dosis 1- 2 mg/kgBB i.v atau 4-6
mg/kgBB i.m. Ketamin tidak umum digunakan sebagai dosis maintenance, biasanya
dikombinasikan dengan N2O. Namun apabila digunakan sebagai maintenance
tunggal, digunakan dosis 30-90 mcg/kg/min.
Respiratori
o Propofol mendepresi kerja pernapasan dan dapat menyebabkan apnea.
Propofol menghilangkan respons ventilasi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia. Propofol membuat depresi reflex jalan nafas atas daripada
thiopental sehingga memudahkan untuk memfasilitasi nafas dengan
intubasi ataupun LMA. Propofol tidak menyebabkan perubahan pada
bronkus, sehingga cocok pada pasien asma.
Kardiovaskuler
o Propofol membuat efek penurunan tekanan arterial yang signifikan
karena vasodilatasi, secara tidak langsung mendepresi kardiovaskular.
Vasodilatasi membuat venous return menurun sehingga preload dan
afterload menurun. Bolus yang cepat akan memediasi hipotensi.
Propofol menghambat respons barorefleks dan membuat sedikit
peningkatan nadi, yang akan memperburuk efek dari hipotensi. Pada
orang tua dapat menyebabkan bradikardi yang dalam sampai asistol,
sehingga profilaksis antikolinergik diperlukan. Pada pemberian bolus,
sering menimbulkan rasa perih pada vena yang diinjeksi, namun hal
tersebut dapat diatasi dengan pemberian Lidocaine terlebih dahulu
dengan dosis 20-50 mg.
Serebral
o Propofol membuat efek hipnotik dan tidak ada efek analgesik.
Propofol juga menurunkan aliran darah otak, tekanan intracranial, dan
intraokular. Bila dikombinasikan dengan agen vasodilator perifer,
dapat menyebabkan iskemik di otak. Pada konsetrasi 200mg/mL
propofol memiliki efek antiemetic. Propofol juga menurunkan tekanan
intraocular.
Sistemik
o Propofol mempunyai efek anti emetik dan tidak mengganggu kerja
obat relaksan.
Terapi Cairan
M (Maintenance)
4 ml/ 10kgbb 4 ml x 10
2 ml/ 10kgbb 2 ml x 10
O (Operasi)
P (Puasa)
Lama puasa x M
B. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.
Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapatmelukai bagian dasar otak
saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi
atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobusfrontalis, fosa media tempat temporalis
dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.
C. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal.4 Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas
jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena
tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang
potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana
sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena
yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah
atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan
subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan
sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan
hebat. Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium
(ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada
arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosatemporalis (fosa media).
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang
meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut
spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh
liquor serebrospinalis.4 Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat
cedera kepala.
3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri.3. Pia mater adarah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk
kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan
menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak
juga diliputi oleh pia mater.
D. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat padaorangdewasa
sekitar 14 kg.7 Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan)
terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum
ANALISA KASUS
Pasien datang dengan sakit kepala sejak 2 minggu dan semakin memberat 3
hari SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus dan seperti tertusuk-tusuk. Nyeri tidak
berkurang walaupun pasien minum obat anti nyeri. keluhan disertai dengan
kelemahan anggota gerak sebelah kiri. Sehingga pasien hanya berbaring di tempat
tidur. Demam (-), mual (-), muntah (-). BAB dan BAK dalam batas normal. ± 2 bulan
yang lalu pasien memiliki riwayat jatuh di kamar mandi. Dan kepala pasien terbentur.
Riwayat keluar darah dari hidung (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kelemahan anggota gerak bagian kiri, dan
suara napas tambahan berupa rhonki dikedua lateral paru. Pemeriksaan penunjang
dilakukan foto thorax dan foto rontgen. Foto thorax os, jantung: kardiomegai dan
paru bronkopneumonia. Pada hasil CT-Scan adalah Adanya EDH pada frontalis,
temporalis dan parietal dextra.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas
rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
Premedikasi
Dalam pemberian obat premedikasi pada pasien ini terdapat kesalahan waktu
pemberian obat. Obat premedikasi seharusnya diberikan di ruangan rawat 1-2 jam
sebelum dilakukan induksi, namun pada pasien diberikan sekitar 15 menit sebelum
dilakukan total intravena anestesi.
Induksi Anestesi
Induksi anestesi yang diberikan total intravena anestesi (TIVA) yaitu Fentanyl
100 µg , dan midazolam 2 mg. Pemilihan obat ini dikarenakan sebagai berikut:
Fentanil merupakan opioid yang poten dan bersifat lipofilik yang memungkinkan
masuk ke struktur susunan saraf pusat dengan cepat. Fentanyl bersifat depresan
terhadap saraf pusat , pernapasan, menekan respon sistem hormonal dan metabolik
akibat stress anestesia dan pembedahan, namun tidak mempengaruhi sistem
kardiovaskular. Pada pasien ini fentanyl digunakan sebagai analgestic opioid yang
dalam, dipilih karena onsetnya cepat, sifat analgetik yang kuat sampai dengan 100x
morfin, durasi analgesi dari fentanyl yang singkat tidak dipermasalahkan karena
operasi berlangsung singkat. Konsentrasi fentanyl 10 mcg/ml, dosis : 1-2 mcg/kg BB
IV.
Monitoring Intraoperatif
Terapi cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam
batas-batas fisiologis dengan pemberian cairan kristaloid maupun koloid secara
intravena. Pembedahan dengan anestesia memerlukan puasa sebelum dan sesudah
pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan untuk mengganti defisit cairan saat
puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat
pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi dan mengganti cairan yang pindah
ke ruang ketiga.
Pasien ini selama operasi telah diberikan cairan infus RL 500 mL dan RL
sebanyak 500 ml sebagai cairan fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit yang
hilang karena pasien sudah tidak makan dan minum ± 8 jam. Karena pada pasien ini
operasi memakan waktu 40 menit, maka pemberian 1000 ml kristaloid selama operasi
sudah mencukupi kebutuhan cairan pasien.
Kebutuhan cairan selama 1 jam kedua operasi : ¼ (780) + 130 + 390 = 715 cc
Jumlah perdarahan selama operasi ± 40 ml
Selama operasi diberikan resusitasi cairan pertama ringel laktat 500 ml +
ringer laktat yaitu 500 ml. Jumlah cairan yang diberikan sudah dapat menggantikan
hilangnya cairan yang terjadi pada pasien.
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke Recovery Room (RR). Diruang inilah
pemulihan dari anestesi umum atau anestesi regional dilakukan. Pada saat di RR
dilakukan monitoring terhadap kesadaran, dan tanda-tanda vital pasien. pasien dapat
keluar dari RR apabila sudah mencapai skor alderete lebih atau sama dengan 8.
Pada orang dewasa, maka skor yang dipakai adalah alderete score, yaitu :
Warna
Merah muda 2
Pucat 1
Sianosis 0
Pernafasan
Dapat bernafas dalam dan batuk 2
Dangkal namun pertukaran udara adekuat 1
Apneu 0
Sirkulasi
TD menyimpang < 20% 2
TD menyimpang 20-50% dari normal 1
TD menyimpang >50% dari normal 0
Kesadaran
Sadar, siaga dan orientasi 2
Bangun namun cepat kembali tidur 1
Tidak bereaksi 0
Aktivitas
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan 2
Dua ekstremitas dapat digerakkan 1
Tidak bergerak 0
DAFTAR PUSTAKA
1. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi, 2nd ed. Jakarta: RSCM;
2012.
2. Miller RD. Anesthesia 5th ed Churchill Livingstone Philadelphia. 2000
3. Benito MC, Gonzalez-Zarco LM, Navia J. Total intravenous anesthesia in
general surgery. Rev Esp Anestesiol Reanim. 1994;41:292–5
4. Bajwa SJ, Kaur J. . Comparison of two drug combinations in total
intravenous anesthesia: Propofol–ketamine and propofol–fentanyl 2010; 4(2):
72-79. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2945518/?
report=classic
5. Yuil G, Simpson G. . An Introduction to Total Intravenous Anesthesia 2002;
2(): 24-26. http://ceaccp.oxfordjournals.org/content/2/1/24.full.pdf+html
6. Guarracino F, Volpe L, Danella A, Doroni L. Target Controlled Infusion.
2005; 71(): 335-337. Available from:
http://www.minervamedica.it/en/getfreepdf/Ik2ynKaiZKmN1PRJK
%252FXe2TMKi6fy7NwzHMgl2syFYIkMIDPV
%252FW8TEd9RK4Jq6pAQHz2oMDS%252FOkDGU%252FKgORIzYA
%253D%253D/R02Y2005N06A0335.pdf
7. John Sandham. Total Intravenous Anesthesia.
http://www.ebme.co.uk/articles/clinical-engineering/95-total-intravenous
8. Bispectral Index (BSI). http://www.frca.co.uk/article.aspx?articleid=100502
9. Tholen RH. Total Intravenous Anesthesia.
http://www.realself.com/article/tiva-total-iv-anesthesia-general-anesthesia-
safer
10. Eikaas H, Raeder J. . Total intravenous anaesthesia techniques for
ambulatory surgery 2009; 22(725-729):