Disusun oleh:
160112160075
Pembimbing:
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2017
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambaran ulser pada mukosa bibir kanan pasien ............................... 7
Gambar 2.2 Ulser pada mukosa telah sembuh ........................................................ 9
Gambar 3.1 SAR minor (Vivek and Bindu, 2011) ............................................... 16
Gambar 3.4 Ulser traumatik pada lidah ................................................................ 22
Gambar 3.5 Lesi pada herpes labialis rekuren (Greenberg and Glick, 2003) ....... 23
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Ulser atau ulkus adalah suatu kerusakan lapisan epitel berlapis yang
membentuk cekungan dan sering ditemukan di rongga mulut (Regezi et al, 2003).
Ulser yang berulang pada rongga mulut adalah salah satu masalah yang paling
umum dilihat oleh dokter yang mengelola penyakit mukosa rongga mulut. Ada
beberapa penyakit yang harus dimasukkan ke dalam diagnosis banding dari seorang
pasien yang datang dengan riwayat ulser berulang pada mulut, termasuk stomatitis
SAR merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa adanya tanda-
tanda penyakit lain dan salah satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang paling
menyakitkan terutama sewaktu makan, menelan dan berbicara. Penyakit ini relatif
ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular, tetapi bagi
orang-orang yang menderita SAR dengan frekuensi yang sangat tinggi akan merasa
penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran beberapa keadaan
(SAR) pada pasien wanita usia 22 tahun yang datang ke Rumah Sakit Gigi dan
Mulut (RSGM) Unpad. Pasien tersebut mengeluhkan adanya sariawan pada bibir
kanan bawah yang terasa perih dan sakit serta cukup mengganggu saat makan.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Nn. HM
Usia : 22 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Anamnesis
Pasien mengeluh terdapat sariawan di bagian bibir bawah kanan sejak 3 hari
yang lalu. Sariawan menimbulkan rasa sakit dan perih. Rasa sakit semakin parah
saat makan. Tidak ada faktor yang memperingan. Empat hari yang lalu pasien
mengalami kurang tidur dan kelelahan, dan pada malam harinya lupa menyikat gigi
sebelum tidur serta akhir-akhir ini kurang mengonsumsi sayur-sayuran dan buah-
buahan. Sebelumnya sekitar 2 minggu yang lalu terjadi sariawan namun di lokasi
yang berbeda. Pasien belum menggunakan obat apapun dan ingin sariawannya
diobati.
2
3
Hipertensi : Disangkal
Hamil : Disangkal
Kontrasepsi : Disangkal
Lain-lain : Disangkal
Disangkal
Kondisi Umum
Suhu : Afebris
Pernapasan : 16 x/menit
Nadi : 72 x/menit
4
Kelenjar Limfe
Wajah : Simetris
Lain-lain :-
Frenulum : Normal
kanan
Status geligi
UE UE
18 17 16 15 14 13 12 11 21 222 23 24 25 26 27 28
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38
UE UE
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
DD/ Makroglosia
Rencana Perawatan
1. Menjelaskan kepada pasien untuk lebih sering minum air putih dan
Farmakologis
Cara pakai:
2. Aplikasikan selapis tipis obat pada ujung cotton bud hingga rata
Foto Kasus :
Anamnesis
Setelah 3 hari pemakaian obat, sariawan sembuh dan tidak terasa sakit lagi. Pasien
telah menjalankan intruksi Oral Higiene dengan baik, sehingga keluhan sudah tidak
Kelenjar Limfe
Wajah : Simetris
Lain-lain :-
Kebersihan Mulut
16 11 26 16 11 26 Stain : -
1 0 1 0 0 0
46 31 36 46 31 36
1 0 0 0 0 0
Mukosa Bukal : Terdapat teraan gigitan setinggi dataran oklusal di posterior pada
Frenulum : Normal
9
Lidah : Terdapat teraan gigitan di sepanjang lateral lidah kiri dan kanan
Tidak dilakukan
Diagnosis
DD/ Makroglosia
Rencana Perawatan
Foto Kasus :
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.1 Definisi
SAR adalah suatu kelainan yang ditandai dengan adanya ulser berulang
yang terbatas pada mukosa mulut pada pasien tanpa adanya tanda-tanda kelainan
sistemik lain. Defisiensi hematologi, kelainan imun, dan penyakit jaringan ikat
mungkin menyebabkan ulser yang menyerupai aphtous yang secara klinis mirip
SAR pernah diasumsikan sebagai salah satu bentuk infeksi HSV berulang,
dan masih terdapat klinisi kesehatan yang menyebut SAR sebagai “herpes”. Banyak
3.1.2 Etiologi
Etiologi SAR belum diketahui secara pasti, akan tetapi terdapat beberapa
10
11
1. Genetik
positif SAR. Antigen HLA spesifik telah diidentifikasi pada pasien tersebut.
Keluarga yang telah positif SAR cenderung lebih rentan untuk mengalami kondisi
ini. Hal ini terkait dengan adanya agen histokompatibilitas HLA (Ghom, 2010).
2. Alergi makanan
Makanan seperti coklat, kopi, kacang, sereal, almond, strawberi, keju, tomat,
timbulnya SAR. Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa
akan meradang dan edematous, disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-
gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil. Vesikel ini bersifat sementara dan akan
pecah membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi
3. Trauma Lokal
Trauma merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan ulser pada
pasien dengan SAR (Scully, et al.,2003). Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat
berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan
atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi (Delong dan Burkhart, 2013; Rajendran,
2009).
12
4. Gangguan Hormonal
progesteron yang kadarnya lebih rendah dari normal memiliki risiko lebih tinggi
permeabilitas pembuluh darah. Pada penderita SAR dengan kadar progesteron yang
lesi SAR yang muncul secara periodik sesuai siklus menstruasi (Soetiarto, et al.,
2009).
sehingga didapatkan lagi suatu proses keseimbangan (homeostatis). Salah satu teori
tentang stres dan dampaknya terhadap tubuh telah dikemukakan yaitu General
Pada tahap pertama GAS, setiap trauma fisik atau mental yang terjadi akan
memicu sistem imun untuk segera bereaksi dalam menghambat stres. Akibat dari
sistem imun tubuh yang pada awalnya tertekan, tingkat normal daya tahan tubuh
akan menurun sehingga tubuh lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit. Jika stres
yang dihadapi ringan dan tidak berlangsung lama, tubuh akan kembali normal dan
Pada tahap kedua GAS, terjadi resistensi atau adaptasi tubuh akibat dari
stresor yang tidak dapat diatasi. Akhirnya, tubuh beradaptasi terhadap stres dan
Pada tahap ketiga GAS, terjadi kelelahan yaitu tubuh telah kehabisan energi
dan daya tahan tubuh. Tubuh mengalami kelelahan adrenal yang hebat dari segi
mental, fisik dan emosi. Apabila adrenal semakin berkurang, terjadi penurunan
kadar gula darah yang menyebabkan penurunan toleransi terhadap stres, kelelahan
mental dan fisik yang terus berkembang sehingga tubuh tidak berdaya, dan timbul
penyakit. Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa pasien dengan stres tingkat
6. Kebiasaan Merokok
Pasien yang menderita SAR biasanya adalah bukan perokok. Prevalensi dan
keparahan SAR lebih rendah pada kelompok perokok berat dibandingkan dengan
berperan sebagai perlindungan mekanis atau kimia melawan invasi mikroba atau
Beberapa peneliti lain juga percaya bahwa SAR diketahui lebih tidak sering
sebagai pengobatan yang ampuh untuk SAR dan Behcet’s syndrome. Beberapa
memiliki hipotesis bahwa nikotin mungkin merupakan agen yang berperan dalam
mengurangi produksi TNF-α dan interleukin 1 dan 6 melalui efek langsung pada
2016).
7. Organisme Mikroba
adanya hubungan antara bakteri Streptokokus bentuk L dengan lesi SAR. Setelah
penelitian lebih lanjut dilaporkan bahwa Streptokokus sanguis sebagai salah satu
Streptococcus sanguis dikatakan terlibat sebagai agen penyebab SAR ini. Hal ini
dikarenakan adanya peningkatan paparan antigen dari pasein. Agen mikroba lain
(Ghom, 2010).
8. Gangguan Immunologi
Ulser aftosa yang besar sering kali ditemukan pada pasien HIV+ dengan CD4
limfosit T di bawah 100 sel/ml serta ditemukan pula pada pasien non HIV akan
jinak, dan bentuk neutropenia lainnya seperti neutropenia siklikal (Scully, et al.,
2003).
9. Defisiensi Nutrisi
Faktor nutrisi yang berpengaruh pada SAR adalah zat besi, vit. B12, dan asam
folat. Pada penelitian, pasien SAR yang diterapi dengan sediaan zat besi, vitamin
B12, dan asam folat menunjukkan adanya perbaikan. Faktor nutrisi lain yang
penting adalah vitamin B1, B2, dan B6. Terapi dengan pemberian vitamin tersebut
selama 3 bulan memberikan hasil yang cukup baik, yaitu ulserasi sembuh dan
penyakit sistemik yang diderita. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan
2011).
11. Obat-obatan
seseorang pada resiko yang lebih besar untuk terjadinya SAR (Nisa, 2011).
3.1.3 Klasifikasi
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu SAR
1. SAR minor
SAR minor merupakan tipe yang paling sering terjadi, dan ditandai dengan
ulser yang kecil (kurang dari 1 cm) dengan bentuk bulat atau oval, batas jelas,
berwarna kuning ke abu-abuan dan biasanya terasa sakit. Tepi dari ulser biasanya
meninggi dan halo eritema. Sebelum ulser muncul, biasanya didahului oleh gejala
prodromal, seperti terasa sakit atau sensasi terbakar. Ulser dan rasa sakit biasanya
akan mereda setelah 3-4 hari, kemudian mulai terjadi re-epitelialisasi dan rasa sakit
berkurang. SAR minor akan sembuh tanpa meninggalkan bekas luka (Vivek and
Bindu, 2011).
2. SAR Mayor
SAR mayor merupakan tipe yang jarang terjadi, dengan faktor insidensi 10-
15% dari semua kasus SAR. Ulser lebih besar (lebih dari 1 cm), lebih dalam, dan
lebih terasa sakit dari tipe minor. SAR mayor sering terjadi pada bibir, palatum
lunak, dan tenggorokan. Gejala prodromal yang sering menyertai tipe ini adalah
demam, malaise, dan disfagia. Ulser dapat bertahan selama 10-20 hari, bahkan
terkadang sampai sebulan. Saat sembuh, SAR mayor akan menimbulkan bekas
17
luka. Lesi ini sering dikaitkan dengan giant aphtae, relapsing aphtae, atau
3. SAR herpetiform
SAR herpetiform juga merupakan tipe yang paling jarang terjadi, yaitu
sebesar 5-10% dari kasus SAR yang terjadi. Tipe ini ditandai dengan ulser yang
banyak (5-100) dengan ukuran kurang dari 5 mm, muncul di berbagai daerah dalam
rongga mulut dan dapat menyatu menjadi ulser besar yang mampu bertahan selama
2 minggu. Biasanya tipe ini sembuh tanpa meninggalkan bekas luka (Vivek and
Bindu, 2011).
Episode pertama SAR paling sering dimulai pada dekade kedua kehidupan
dan dapat dipicu oleh trauma ringan, menstruasi, infeksi saluran pernafasan atas,
atau kontak dengan makanan tertentu. Lesi terbatas pada mukosa mulut dan gejala
awal mulai muncul berupa sensasi terbakar dimulai dari 2-48 jam sebelum ulser
muncul. Selama periode awal ini berkembang area eritema lokalisata. Dalam
beberapa jam, sebuah papula putih kecil terbentuk, mengalami ulserasi, dan secara
simetris, dan dangkal (mirip dengan ulser virus), tanpa ada jaringan baru yang
muncul dari vesikel yang pecah (membantu untuk membedakan SAR dari penyakit
dengan ulser iregular seperti EM, pemfigus, dan pemfigoid). Sering terdapat lesi
multipel, tapi jumlah, ukuran, dan frekuensi mereka bervariasi. Mukosa bukal dan
labial yang paling sering terlibat. Lesi kurang umum terjadi pada palatum atau
gingiva yang berkeratin. Dalam SAR ringan, lesi mencapai ukuran 0,3-1,0 cm dan
mulai sembuh dalam waktu seminggu. Penyembuhan tanpa jaringan parut biasanya
Kebanyakan pasien SAR memiliki satu sampai enam lesi dalam satu kali
episode dan mengalami beberapa episode dalam setahun. Penyakit ini cukup
mengganggu untuk mayoritas pasien dengan SAR minor, tetapi dapat terasa sakit
yang tak tertahankan pada pasien dengan SAR parah atau tipe mayor. Pada pasien
dengan ulser mayor dapat berkembang lesi yang dalam dengan diameter lebih dari
kasus SAR parah sebagian besar mukosa mulut dapat tertutup ulser dalam yang
19
luas, terasa sangat sakit, dapat mempengaruhi bicara dan makan. Pasien ini
bertahan hingga berbulan-bulan dan terkadang ada yang salah diagnosa sebagai
2015).
Variasi dari SAR yang tidak sering ditemukan adalah tipe SAR herpetiform,
yang biasa tejadi pada orang dewasa. Pada pasien terdapat lebih dari 10 ulser kecil,
yang berukuran >5 mm, tersebar pada bagian besar mukosa mulut (Glick, 2015).
3.1.5 Patofisiologi
adalah:
1. Tahap prodromal
Tahap ini merupakan suatu tahap yang jarang terjadi pada semua pasien.
Tahap ini berlangsung 2-48 jam. Pasien merasakan tidak enak di dalam mulut, dapat
2. Tahap pre-ulseratif
3. Tahap ulseratif
Pada tahap ini pasien biasanya merasakan adanya nyeri lokal pada mukosa
mulut. Terlihat pula adanya lesi cekung berbentuk bulat atau oval regular dengan
20
margin tajam dan jelas serta dikeliling daerah yang eritem dan odema. Tahap ini
4. Tahap penyembuhan
Pada tahap ini pasien merasakan nyerinya sudah berkurang, dan terlihat
adanya pseudomembran serta adanya gambaran granulasi. Tahap ini dapat terjadi
5. Tahap remisi
SAR adalah penyebab paling sering dari ulser mulut yang berulang dan
pemeriksaan yang rinci dapat membantu membedakan SAR dari lesi akut primer
seperti stomatitis virus atau eritema multiformis, dari lesi kronis multiple seperti
RIH, penyakit jaringan ikat, reaksi obat, dan penyakit kulit lainnya (Greenberg dan
Glick, 2003).
Ulser mulut yang rekuren adalah kondisi yang biasa didapat dari beberapa
etiologi, dan trauma adalah etiologi yang paling sering. Ulser dapat terjadi pada
setiap umur baik laki-laki maupun perempuan. Lokasi terjadinya ulser traumatik
biasanya mukosa labial, mukosa bukal, palatum, dan bagian tepi samping lidah
(Langlais, 2009).
21
Ulser traumatik dapat disebabkan oleh zat kimia, panas, listrik, atau gaya
mekanis. Tekanan dari basis atau sayap gigi tiruan yang tidak sesuai merupakan
sumber terjadinya ulkus dekubitus atau ulser tekanan. Ulkus tropikum atau iskemik
terjadi terutama pada palatum di lokasi dilakukan injeksi. Anestesi dental juga
berperan dalam pembentukan ulser traumatik pada bibir bawah anak-anak yang
Ulser dapat ditimbulkan karena adanya kontak dengan gigi yang fraktur,
cangkolan gigi tiruan parsial, atau mukosa yang tidak sengaja tergigit. Suatu rasa
terbakar dari makanan atau minuman yang terlalu panas biasanya terjadi di palatum.
tergantung pada intensitas dan ukuran agen. Ulser biasanya muncul sedikit cekung
dan berbentuk oval. Awalnya akan ditemukan zona eritematus di bagian tepi, yang
yang akan berkembang karena adanya proses keratinisasi. Bagian tengah ulser
Ulkus traumatik akibat panas elektrik sering terjadi pada bibir pasien anak
dan ukuran lesinya cukup lebar. Lesi awalnya akan tampak kering, namun dalam
beberapa hari akan tampak krusta disertai dengan perdarahan (Greenberg And
Glick, 2003).
Secara klinis gambaran ulser ini berbeda, tetapi biasanya muncul sebagai
satu ulser yang terasa nyeri dengan permukaan merah halus atau putih kekuningan
dan halo eritematus yang tipis. Ulser ini biasanya terasa lembut saat palpasi, dan
dapat sembuh tanpa meninggalkan bekas luka dalam waktu 6-10 hari, secara
secara klinis dapat menyerupai karsinoma. Lidah, bibir, dan mukoa bukal adalah
gambaran klinis. Namun, jika suatu ulser bertahan hingga 10-12 hari maka haru
Infeksi virus herpes simpleks rekuren yang sering terjadi adalah herpes
labialis, terutama terlihat ketika musim panas (Scully, 2008). Infeksi herpes rekuren
pada mulut dapat terjadi pada pasien yang memiliki riwayat infeksi herpes simpleks
lainnya. Pada individu sehat, infeksi rekuren ini terbatas pada membran mukosa
(Greenberg and Glick, 2003). Infeksi ini terjadi karena adanya reaktivasi virus
HSV-1 yang biasanya dipicu oleh demam, trauma, dingin, panas, sinar matahari,
stress emotional, dan infeksi HIV (Laskaris, 2006). Faktor predisposisi yang
menyebabkan reaktivasi virus ini terjadi adalah demam yang disebakan infeksi
23
saluran pernafasan atas, paparan sinar matahari, trauma, dan imunosupresi (Scully,
2008).
disebabkan oleh AIDS atau transplantasi atau kemoterapi kanker dapat membentuk
Lesi dimulai dengan periode prodromal yaitu kesemutan dan rasa terbakar.
Kemudian disertai dengan edema pada lokasi terjadinya lesi, dan diikuti
pembentukan sekelompok vesikel kecil. Diameter setiap vesikel 1-3 mm, dengan
ukuran sekelompok vesikel tersebut mulai dari 1-2 cm. Terkadang lesi berdiameter
terjadinya rekurensi bervariasi pada setiap orang (Greenberg and Glick, 2003).
Gambar 3.5 Lesi pada herpes labialis rekuren (Greenberg and Glick, 2003)
24
Virus pada pasien herpes tidak bisa dihilangkan. Sekali terinfeksi, HSV-1
akan bertahan di tubuh selamanya, walaupun tanpa adanya masa rekuren. Gejala
dari masa rekuren akan hilang 1-2 minggu tanpa perawatan apapun. Penggunaan
nyeri. Beberapa orang memilih untuk menggunakan krim kulit. Tetapi krim ini
hanya dapat mempersingkat terjadinya relaps herpes oral selama 1 atau 2 hari.
valacyclovir untuk melawan virus. Namun obat-obat ini bekerja lebih baik apabila
digunakan saat mengalami gejala awal nyeri di mulut seperti kesemutan di bibir,
3.1.7 Perawatan
Pada umumnya pasien SAR tidak memerlukan terapi karena sifat penyakitnya yang
mulut, menggunakan pasta gigi tanpa sodium lauryl sulfate yang bersifat iritatif,
mencegah trauma lokal serta terapi paliatif untuk mengatasi rasa sakit. Terapi SAR
agar dapat mengurangi durasi dan mencegah rekurensi (Wulandari, et,al, 2008).
Squibb, Princeton, NJ) atau Zilactin (Zila Pharmaceutions, Phoenix, AZ) sudah cukup.
Peredaan nyeri pada lesi minor dapat dilakukan dengan agen anestesi topikal,
25
seperti benzokain dan lidokain. Pada kasus yang parah, penggunaan sediaan steroid
yang baik dari klinisi dan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat yang sesuai.
Steroid gel diaplikasikan langsung pada lesi setelah makan dan sebelum tidur dua
sampai tiga kali sehari. Lesi yang lebih besar dapat diobati dengan menempatkan
kasa yang mengandung steroid topikal pada ulser dan biarkan selama 15-30 menit
Saat pasien dengan aftosa mayor atau kasus parah dari aftosa minor multipel
tidak mengalami kemajuan yang cukup dengan penggunaan terapi topikal, maka
dapat mengurangi jumlah ulser di beberapa kasus aftoasa mayor adalah colchine,
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien wanita usia 22 tahun datang ke RSGM Unpad dengan
rekuren (SAR). Keluhan terjadi sejak 3 hari yang lalu menyebabkan rasa perih dan
sakit terutama saat makan. Pasien mengaku cukup sering mengalami hal ini, namun
lokasi terjadinya bukan di tempat yang sama. Sariawan biasanya terjadi saat
mendekati masa menstruasi dan juga apabila lupa menyikat gigi malam hari setelah
makan dan sebelum tidur. Saat keluhan ini terjadi pasien mengaku memang tidak
menyikat gigi di malam harinya dan juga kelelahan serta tidak mendapatkan
sama. Seperti telah diketahui bahwa sampai saat ini belum ada etiologi yang pasti
mengenai penyebab dari SAR, namun terdapat beberapa faktor predisposisi yang
aftosa rekuren yang dialami pasien dapat disebabkan oleh stress dan kelelahan,
Gambaran klinis lesi pada mukosa labial adalah satu lesi ulser dengan
bentuk oval, ukuran 4x3 mm, dasar datar, kedalaman ± 1 mm, berwarna putih
dengan tepi halo eritema. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari lesi pada SAR
26
27
yang memiliki batas jelas, kedalaman dangkal, berbentuk bulat atau oval dan
regular, dan memiliki tepi halo eritema (Greenberg and Glick, 2003).
Menurut jumlah, lokasi, dan bentuk tepi ulser pada pasien menyebabkan
adanya diagnosis banding berupa ulser traumatik dan stomatitis herpetik rekuren..
Pada pasien stomatitis herpetik rekuren biasanya terjadi demam sebelum lesi
muncul. Lesi yang timbul multipel dengan tepi irreguler. Ulser terbentuk ketika
kumpulan vesikel kecil pecah. Tempat muncul lesi diantaranya pada bibir, lidah,
memiliki dasar cekung kedalaman dangkal yang berwarna putih keabuan dan tepi
fisik, termal, atau kimia, sedangkan SAR dapat diinisiasi oleh berbagai macam
penyakit sistemik, dan sebagainya, serta SAR bersifat berulang (Greenberg and
Glick, 2003).
Perawatan yang diberikan kepada pasien pada saat kunjungan adalah OHI
dan instruksi aplikasi topikal Triamcinolone acetonide 0,1% berbentuk pasta. Obat
buahan dan istirahat yang cukup serta tidak lupa untuk menyikat gigi saat malam
hari.
28
tingkat keberhasilan dari perawatan yang telah diberikan. Terapi yang diberikan
SIMPULAN
disimpulkan bahwa pasien mengalami stomatitis aftosa rekuren (SAR) pada bibir
atau mukosa labial bawah sebelah kiri dengan bentuk bulat, ukuran 4x3 mm, dasar
datar, kedalaman ± 1 mm, berwarna putih dengan tepi eritem dan regular.
Hygiene Instruction) mengenai pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut dan
29
DAFTAR PUSTAKA
30
Scully C, Gorsky M, Lozada-Nur F. 2003. The diagnosis and management of
recurrent aphthous stomatitis: a consensus approach. J Am Dent
Assoc;134:200-7.
Scully, C. 2008. Oral and Maxillofacial Medicine 2nd edition. St. Louis: Elsevier
Inc.
Soetiarto, F., et al. 2009. Hubungan antara recurrent aphthae stomatitis dan kadar
hormon reproduksi wanita. Bul. Penelit. Kesehat. Vol . 37, no. 2, 79-86.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia.
Vivek, V; Bindu J. N. 2011. Reccurent aphtous stomatitis: current concepts in
diagnosis and management. Journal of Indian Academy of Oral Medicine and
Radiology. July-September; 23(3):232-236
Wulandari, E.A.T, dan Setyawati, T. 2008. Tata Laksana SAR Minor Untuk
Mengurangi Rekurensi dan Keparahan (Laporan Kasus). Indonesia Journal
of Dentistry. 15(2):147-154
31