Anda di halaman 1dari 10

STUDI PREFORMULASI

PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI SEDIAAN EMULSI

A. Tujuan pembuatan
1. Tujuan pembuatan sediaan
Tujuan pembuatan sediaan emulsi yaitu sebagai berikut :
 Banyak bahan obat yang mempunyai rasa yang tidak
menyenangkan dan dapat dibuat lebih enak pada pemberian
oral bila diformulasikan menjadi emulsi
 Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat yang stabil dan
rata dari campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur

2. Tujuan terapeutik
Tujuan terapeutik dari pembuatan emulsi adalah beberapa obat
menjadi lebih mudah diabsorpsi bila obat-obat tersebut diberikan
secara oral dalam bentuk emulsi.
(Lachman, 1994)

B. Bahan-bahan

1. Oleum arachidis
a. Pemerian
Cairan, kuning pucat, bau khas lemah, rasa tawar

Gambar 1. Oleum arachidis

b. Sifat fisika kimia


- Bau : Bau khas lemah
- Bentuk sediaan : Liquid
- Rasa : Tawar
- Warna : Kuning pucat
- Berat molekul : 0,911-0,915 g/ml
- Indeks bias : 1,468-1,472
- Kelarutan : Tidak larut dalam etanol, mudah larut
dalam kloroform, eter, dan eter minyak tanah
c. Stabilitas : Jaga agar wadah tertutup baik dan terisi
penuh
d. Inkompatibilitas :-
e. Bentuk partikel : Liquid
f. Fungsi bahan : Digunakan sebagai pengganti minyak
zaitun untuk pembuatan margarin dan sabun
(Panitia Farmakope Indonesia, 1982)

2. CMC-Na
a. Pemerian
Serbuk berwarna putih, tidak berbau

Gambar 2. CMC-Na
b. Struktur kimia

Gambar 3. Struktur kimia CMC-Na


c. Sifat fisika kimia
- Bau : Tidak berbau
- Bentuk sediaan : Solid (Powdered solid)
- Rasa : Pahit
- Warna : Putih
- Berat molekul : 262.19 g/mol
- Titik leleh : 274°C
- Titik didih : 190-205°C
- Kelarutan : Mudah larut pada air dingin
- Densitas : 1,6 g/cm3
- Log P : 3.59
- Konstanta diasosiasi : 4.30
- Stabilitas : Jaga agar wadah tertutup rapat. Simpan
wadah di tempat yang sejuk dan berventilasi baik
d. Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan zat pengoksidasi
e. Bentuk partikel : Powdered solid
f. Fungsi bahan : Digunakan sebagai emulgator untuk
menstabilkan emulsi. Tanpa adanya emulgator, emulsi akan segera
pecah dan terpisah. Emulgator dapat mencegah terjadinya
koalesensi yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan
akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Emulgator juga
dapat mengurangi tegangan permukaan antar fase, sehingga
meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran. Alasan
dalam pemilihan CMC-Na karena sifat fisika-kimia mampu
mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam
strutkur gel yang dibentuk oleh CMC.
(MSDS, 2013)

3. Aquadest
a. Pemerian
Liquid bening, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa
b. Struktur kimia : H2O
c. Sifat fisika kimia :
- Bau : Tidak berbau
- Bentuk sediaan : Liquid
- Rasa : Tidak berasa
- Warna : Tidak berwarna
- Berat molekul : 18.015 g/mol
- Titik leleh : 0oC
- Titik didih : 99,974oC
- Kelarutan : 55.5 mol/L; sangat mudah larut
dalam aseton, methanol, etanol
- Densitas : 0.9950 g/cu cm pada suhu 20°C
- LogP : -1.38
- Stabilitas :Stabil pada semua kondisi
penyimpanan
d. Bentuk partikel : Liquid
e. Fungsi bahan : Air disini berfungsi sebagai pelarut
dan alasan pemilihan bahannya karena air dapat melarutkan semua
bahan yang perlu dilarutkan dalam formula ini dan merupakan
pelarut alami yang tidak berbahaya atau menimbulan efek samping
seperti pelarut lainnya yang kadang menimbulkan efek toksisitas.

(PubChem, 2016)

4. Tween 80®
a. Pemerian
Cairan seperti minyak jernih, berwarna kuning, bau khas lemah,
rasa pahit dan hangat

Gambar 4. Tween 80®


b. Struktur kimia

Gambar 5. Struktur kimia Tween 80® (C32H60O10)


c. Sifat fisika kimia
- Bau : Bau khas lemah
- Bentuk sediaan : Liquid (Oily liquid)
- Rasa : Pahit
- Warna : Kuning
- Berat molekul : 604.822 g/mol
- Titik leleh : -20.556°C (-5°F)
- Titik didih : >100°C (212°F)
- Kelarutan : Mudah larut pada air dingin, air panas.
Larut dalam metanol, toluen, alkohol, minyak jagung, minyak biji
kapas, etil asetat. Tidak larut dalam minyak mineral
- Kelarutan dalam air : 0,0182 mg/mL
- Bobot jenis : 1.06 - 1.09 (Water = 1)
- Log P : 2.75
- pKa (strongest acid) : 14,64
- Stabilitas : Jaga agar wadah tertutup rapat. Simpan
wadah di tempat yang sejuk dan berventilasi baik
d. Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan zat pengoksidasi
e. Bentuk partikel : Oily liquid
f. Fungsi bahan : Merupakan surfaktan non ionik dan
emulgator tipe air. Alasan memilih bahan ini adalah karena tween
80 memiliki sistem kerja sebagai bahan pengemulsi dengan
menjaga keseimbangan antara gugus hidrofil dan lipofil.
(MSDS, 2013)
(Depkes RI, 1995)
®
5. Span 80
a. Pemerian
Larutan berminyak kekuningan

Gambar 6. Span 80®


b. Struktur kimia

Gambar 7. Struktur kimia Span 80® (C24H44O6)


c. Sifat fisika kimia
- Bau :-
- Bentuk sediaan : Liquid
- Rasa :-
- Warna : Kuning
- Berat molekul : 428.61g/mol
- Titik leleh :-
- Titik didih : >100°C
- Kelarutan : Sangat sedikit larut dalam dietil eter. Tidak
larut air dingin, aseton, etilen glikol dan propylen glikol. Larut
dalam mineral, minyak sayur, etil asetat.
- Bobot jenis :1
- Log P :-
- Konstanta diasosiasi : -
- Stabilitas : Jaga agar wadah tertutup rapat. Simpan
wadah di tempat yang sejuk dan berventilasi baik
d. Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan zat pengoksidasi
e. Bentuk partikel : Liquid
f. Fungsi bahan : Merupakan surfaktan non ionik dan
emulgator tipe minyak. Alasan memilih bahan ini adalah karena
span 80 memiliki sistem kerja sebagai bahan pengemulsi dengan
menjaga keseimbangan antara gugus hidrofil dan lipofil.
(MSDS, 2013)

C. Evaluasi Sediaan Emulsi


Evaluasi sediaan emulsi dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari
sediaan emulsi yang telah dibuat. Evaluasi ini meliputi pengamatan
sediaan uji (F1, F2, dan F3) selama 21 hari waktu penyimpanan, yaitu
dimulai dari hari ke-0, 7, 14 dan 21. Pengamatan sediaan meliputi evaluasi
secara umum, di antaranya:
1. Pengamatan Organoleptis (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1995)
Pengamatan sediaan emulsi dilakukan dengan mengamati dari segi
penampilan, rasa dan aroma dari sediaan uji (F1, F2, dan F3) pada hari
ke-0 dan 21.
2. Pengukuran Viskositas (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995)
Pengukuran viskositas sediaan dilakukan dengan menggunakan viscometer
HAAKE ViscoTester 6R. Sediaan disimpan dalam beacker glass 100 ml.
Power alat ditekan dan alat akan mengkalibrasi terlebih dahulu kemudian
spindel dipilih nomor spindel 5 dengan kecepatan 100 rpm.
Pengukuran viskositas dilakukan pada hari ke-0 dan 21.
3. Uji Sifat Alir (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995)
Sediaan disimpan dalam wadah, lalu spindel diturunkan ke dalam sediaan
hingga batas yang ditentukan, kecepatan diatur mulai dari 10, 12, 20, 30,
50, 60, 100 rpm lalu dilanjutkan dari kecepatan sebaliknya 100, 60,
50, 30, 20, 12, 10 rpm. Uji sifat alir dilakukan pada hari ke-0.
4. Pengukuran Diameter Partikel Rata-rata (Martin, et al., 1993)
Diameter partikel rata-rata diukur dengan menggunakan mikroskop
optik. Dengan cara sediaan emulsi diletakkan pada kaca objek,
diamati dengan mikroskop perbesaran 10x10. Gambar yang diamati
difoto dan diukur diameter globulnya. Pengukuran diameter partikel rata-
rata dilakukan pada hari ke-0 dan 21.
5. Uji Tipe Emulsi (Martin, et al., 1993)
Uji tipe emulsi dilakukan dengan menggunakan salah satu metode
yaitu metode pengenceran. Dilakukan dengan penambahan sejumlah air
dalam emulsi. Bila emulsi tersebut bercampur sempurna dengan air,
maka emulsi termasuk tipe M/A sedangkan bila emulsi tidak bercampur
dengan sempurna maka tipe emulsi A/M. Uji tipe emulsi ini dilakukan
pada hari ke-0 dan 21, untuk melihat ada atau tidaknya fenomena inversi
fasa (pengubahan fasa) dari minyak dalam air menjadi air dalam minyak.
6. Pengukuran pH (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995)
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Elekroda
sebelumnya telah dikalibrasi pada larutan buffer pH 4, pH 7, dan pH 9.
Kemudian elektroda dicelupkan ke dalam sediaan, pH yang muncul
dilayar dan stabil lalu dicatat. Pengukuran dilakukan terhadap masing-
masing sediaan pada hari ke-0 dan 21 pada suhu ruang.
Uji Stabilitas yang dilakukan diantaranya:
1. Uji Volume creaming (Martin, et al., 1993)
Sebanyak 70 ml emulsi dalam gelas ukur 100 ml disimpan dan dilihat
adanya perubahan tinggi globul akibat creaming atau terjadi
pengendapan. Pengamatan dilakukan selama penyimpanan emulsi dari
hari ke-0 sampai 21. Kemudian dilakukan pengukuran :

2. Cycling test (Huynh-BA, Kim, 2008)


Metode ini digunakan untuk melihat kestabilan suatu sediaan dengan
pengaruh variasi suhu selama waktu penyimpanan tertentu. Sediaan emulsi
awal yang telah dibuat, dilakukan evaluasi lebih dulu. Kemudian disimpan
pada suhu 5°C selama 24 jam, lalu dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu
40°C selama 24 jam, waktu selama penyimpanan dua suhu tersebut
dianggap satu siklus. Percobaan ini diulang sebanyak 3 siklus selama 12
hari dan dilihat apakah terjadi pemisahan fase (creaming atau sedimentasi)
dan pengukuran diameter globul rata-rata.
3. Uji Sentrifugasi (Lachman, et al., 1994)
Sediaan emulsi dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, kemudian
dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3800 rpm selama 5 jam. Hasil
sentrifugasi dapat diamati dengan adanya pemisahan atau tidak.

Dalam jurnal yang didapat, objek penelitian yang akan diteliti adalah
formulasi dan uji sifat fisik emulsi minyak jarak ( oleum ricini ) dengan perbedaan
emulgator derivat selulosa. Pada penelitian ini, objek yang diteliti yaitu
pembuatan emulsi menggunakan tiga emulgator yang berbeda yaitu CMC Na, MC
dan kombinasi untuk mengetahui perbandingan sifat fisiknya.
Hasil pengamatan tabel pH pada formula I didapatkan hasil rata-rata pH
adalah 6.7, formula II didapatkan hasil rata-rata pH adalah 6.4 dan formula III
didapatkan hasil rata-rata pH adalah 7. Hasil pengamatan ini sesuai dengan
standar yaitu pH saluran cerna antara 5–7. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan
CMC Na, MC dan kombinasinya baik dari segi pH.

Dari analisa data di atas, kemudian dilakukan uji statistik menggunakan


SPSS versi 15 cara One Way Anova dengan tingkat kesalahan 5% dan tingkat
kepercayaan 95%. Pada hasil tabel anova diperoleh F hitung 27,000 > F tabel
5,1432 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada perbedaan penggunaan
CMC Na, MC dan kombinasinya terhadap pH emulsi minyak jarak. Data anova
dilanjutkan dengan uji statistik cara T-Test dengan tingkat kesalahan 5% dan
tingkat kepercayaan 95%. Pada hasil tabel T-test diperoleh hasil T hitung 73,395
> T tabel 2,3060 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada perbedaan
penggunaan CMC Na, MC dan kombinasinya terhadap pH suhu oven emulsi
minyak jarak. Hasil pengamatan berdasarkan pengujian terhadap pH, berat jenis,
viskositas, dan volume sedimentasi menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan. Sedangkan organoleptis dan tipe emulsi tidak ada perbedaan oleh
penggunaan emulgator yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi I. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 687, 1030, 1037, 1039.
Huynh-BA, Kim, 2008. Handbook of Stability Testing in Pharmaceutical
Development: Regulations, Methodologies, and Best Practices. New
York: Springer Science Business Media, LLC, 233 Spring Street, 346-
347.
Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L., 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Edisi III. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 507, 1051.
Martin, A., et al., 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi III. Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 1132.
MSDS, 2013. Material Safety Data Sheet Carboxymethyl cellulose sodium MSDS.
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9923316, diakses pada
5 September 2017.
MSDS, 2013. Material Safety Data Sheet Polysorbate 80 MSDS.
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9926645, diakses pada
5 September 2017.

MSDS, 2013. Material Safety Data Sheet Sorbitan monooleate MSDS.


http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927282, diakses pada
5 September 2017.

Panitia Farmakope Indonesia, 1982. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta:


Kopri Sub Unit Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan,
452.

PubChem, 2016. Water. https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/962,


diakses pada 5 September 2017.

Anda mungkin juga menyukai