Anda di halaman 1dari 41

Asuhan Keperawatan Pada Bayi Ny.

W I dengan Kasus RDS


(Respiratory Distress Syndrom) di Ruang Bakung (Perinatologi)
RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro ,Klaten

Disusun Oleh :

1. AGUS TRIANTO (P 27220011 159)


2. BAYU CAHYO OKTAFIAN (P 27220011 1..)
3. GUNTUR SUNYATA (P 27220011 1..)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2013

25
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Defenisi
Sindroma gagal nafas (respiratory distress syndrom, RDS) adalah istilah
yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini
merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan
maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru (Suriadi
dan Yuliani, 2001). Gangguan ini biasanya dikenal dengan nama hyaline
membran desease (HMD) atau penyakit membran hialin karena pada penyakit
ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli.
B. Etiologi
Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu
prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory
Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD)
didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan defisiensi surfaktan
pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan biasanya
didapatkan pada paru yang matur.
C. Patofisiologi
RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya
zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel
epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada
kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri
dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan
tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu
menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan
menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2
dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
1. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan
asam laktat asam organic>asidosis metabolic.

26
2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam
alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan
membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun, penurunan
aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang
menyebabkan terjadinya atelektasis.
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada
periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine
seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
D. Tanda dan Gejala
Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu :
 Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per
menit)
 Sianosis sentral pada suhu kamar yang menetap atau memburuk pada 48-
96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
 Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
 Grunting : suara merintih saat ekspirasi
 Pernapasan cuping hidung
Tabel 2. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilangSianosis menetap
dengan 02 walaupun diberi
O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Evaluasi: < 3 = gawat napas ringan
4-5 = gawat napas sedang
> 6 = gawat napas berat

27
E. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang
Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan
Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam
basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia
dapat menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
jenis Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
Sumber: Hermansen
F. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk
dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat
timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan
alat-alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4 PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi
bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen,
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya
oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :

28
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik
yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36
minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
G. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan
untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling
sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa
5%
 Pantau selalu tanda vital
 Jaga patensi jalan nafas
 Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apneu
 Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
 Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah
e. Pemberian nutrisi adekuat

29
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai
dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas.
Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada
waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the
Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi
tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun
demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal
dari infeksi sistemik.
Gangguan nafas sedang
 Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih
sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
 Bayi jangan diberi minukm
 Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk
terapi kemungkinan besar sepsis.
- Suhu aksiler <> 39˚C
- Air ketuban bercampur mekonium
- Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban
pecah dini (> 18 jam)
 Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
- Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi
tahapan tersebut diatas.
 Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
 Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah
2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
 Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara
bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak

30
dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian
minum
 Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik
dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan
Gangguan nafas ringan
 Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
 Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas
sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
 Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
 Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
 Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
 Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
 Fenobarbital
 Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
 Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber
alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa
juga berbentuk surfaktan buatan )

31
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Riwayat maternal
- Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
- Kondisi seperti perdarahan placenta
- Tipe dan lamanya persalinan
- Stress fetal atau intrapartus
Status infant saat lahir
- Prematur, umur kehamilan
- Apgar score, apakah terjadi aspiksia
- Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
Cardiovaskular
- Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
- Murmur sistolik
- Denyut jantung dalam batas normal
Integumen
- Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
- Pitting edema pada tangan dan kaki
- Mottling
Neurologis
- Immobilitas, kelemahan, flaciditas
- Penurunan suhu tubuh
- Pulmonary
- Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )
- Nafas grunting
- Nasal flaring
- Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
- Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan
persentase desaturasi hemoglobin

32
- Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
Status Behavioral
- Lethargy
Study Diagnostik
- Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar
- Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
Data laboratorium
- Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan
amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
 Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih
mengindikasikan maturitas paru
 Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
 Tingkat phosphatydylinositol
- Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari
60 mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
- Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari
sel alveolar yang rusak
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d imaturitas paru dan neuromuskular,
defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi
jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan
nafas
3. Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan
nafas bayi dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan
ventilator yang kurang tepat.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus.
5. Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
sensible dan insensible

33
6. Koping keluarga inefektif berhubungan dengan ansietas, perasaan
bersalah, dan perpisahan dengan bayi sebagai akibat situasi krisis
7. Resiko tinggi gangguan termoregulasi : hipotermi b.d belum terbentuknya
lapisan lemak pada kulit.
C. Implementasi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d imaturitas paru dan neuromuskular,
defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pola nafas efektif.
KH: - Jalan nafas bersih
- Frekuensi jantung 100-140 x/i
- Pernapasan 40-60 x/i
- Takipneu atau apneu tidak ada
- Sianosis tidak ada
Intervensi
a. Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada posisi
telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap keatap
dalam posisi ’mengendus’
R: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
b. Hindari hiperekstensi leher
R: karena akan mengurangi diameter trakea.
c. Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan , kenali tanda-
tanda distres misalnya: mengorok, pernafasan cuping hidung, apnea.
R: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan mencegah
terjadinya distres pernafasan.
d. Lakukan penghisapan
R: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring, trakea, dan
selang endotrakeal.
e. Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan
R: memastikan bahwa jalan napas bersih
f. Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan

34
R: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar
g. Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian surfaktan.
R: menilai fungsi pemberian surfaktan.
h. Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi puncak dan
oksigen
R: mencegah hipoksemia dan distensi paru yang berlebihan.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi
jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
ditandai dengan : dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot
pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
Tujuan :
- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan
ronchi (-)
- Pasien bebas dari dispneu
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
- Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
Tindakan :
Independen
a. Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
R:Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan
usaha dalam bernafas
b. Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus
R:Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan
adanya cairan dapat meningkatkan fremitus
c. Catat karakteristik dari suara nafas
R:Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo
branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari
saluran nafas
d. Catat karakteristik dari batuk

35
R:Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan
etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak,
tebal dan purulent
e. Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan
bila perlu
R:Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten
f. Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan
suction bila ada indikasi
R:Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi
perkembangan atelektasis dan infeksi paru
g. Peningkatan oral intake jika memungkinkan
R:Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum
Kolaboratif
h. Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi
R:Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen
i. Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi
R:Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret
j. Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi
dada/vibrasi jika ada indikasi
R:Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan
otot-otot pernafasan
k. Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik
R:Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas
sekret dan meningkatkan ventilasi
3. Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas
bayi dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan
ventilator yang kurang tepat.
Tindakan :
Independen
a. Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola
nafas

36
R:Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan
peningkatan usaha nafas
b. Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti
crakles, dan wheezing
R:Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles
terjadi karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan
oleh peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing
terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas
c. Kaji adanya cyanosis
R:Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum
cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang
indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku
dan ekstremitas adalah vasokontriksi.
d. Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan
beristirahat
R:Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium
e. Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
R:Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen
Kolaboratif
f. Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi
R:Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan
tekanan yang sesuai
g. Berikan pencegahan IPPB
R:Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi
h. Review X-ray dada
R:Memperlihatkan kongesti paru yang progresif
i. Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik,
bronchodilator dan ekspektorant
R:Untuk mencegah ARDS

37
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus.
Tujuan : Mempertahankan dan mendukung intake nutrisi
Intervensi Rasional
a. Berikan infus D 10% W sekitar 65 – 80 ml/kg bb/ hari
R: Untuk menggantikan kalori yang tidak didapat secara oral
b. Pasang selang nasogastrik atau orogastrik untuk dapat memasukkan
makanan jika diindikasikan atau untuk mengevaluasi isi lambung
R:Pilihan ini dilakukan jika masukan sudah tidak mungkin dilakukan.
c. Cek lokasi selang NGT dengan cara :
- Aspirasi isi lambung
- Injeksikan sejumlah udara dan auskultasi masuknya udara pada
lambung
- Letakkan ujung selang di air, bila masuk lambung, selang tidak akan
memproduksi gelembung
R: Untuk mencegah masuknya makanan ke saluran pernafasan
d. Berikan makanan sesuai dengan prosedur berikut :
- Elevasikan kepala bayi
- Berikan ASI atau susu formula dengan prinsip gravitasi dengan
ketinggian 6– 8 inchi dari kepala bayi
- Berikan makanan dengan suhu ruangan
- Tengkurapkan bayi setelah makan sekitar 1 jam
R: Memberikan makanan tanpa menurunkan tingkat energi bayi
e. Berikan TPN jika diindikasikan
R: TPN merupakan metode alternatif untuk mempertahankan nutrisi jika
bowel sounds tidak ada dan infants berada pada stadium akut.
5. Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
sensible dan insensible
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi Rasional
a. Pertahankan pemberian infus Dex 10% W 60 – 100 ml/kg bb/hari

38
R: Penggantian cairan secara adekuat untuk mencegah
ketidakseimbangan
b. Tingkatkan cairan infus 10 ml/kg/hari, tergantung dari urine output,
penggunaan pemanas dan jumlah feedings
R: Mempertahankan asupan cairan sesuai kebutuhan pasien. Takipnea
dan penggunaan pemanas tubuh akan meningkatkan kebutuhan cairan
c. Pertahankan tetesan infus secara stabil, gunakan infusion pump
Untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan.
R:Kelebihan cairan dapat menjadi keadaan fatal.
d. Monitor intake cairan dan output dengan cara :
- Timbang berat badan bayi setiap 8 jam
- Timbang popok bayi untuk menentukan urine output
- Tentukan jumlah BAB
- Monitor jumlah asupan cairan infus setiap hari
R:Catatan intake dan output cairan penting untuk menentukan ketidak
seimbangan cairan sebagai dasar untuk penggantian cairan
e. Lakukan pemeriksaan sodium dan potassium setiap 12 atau 24 jam
R:Peningkatan tingkat sodium dan potassium mengindikasikan terjadinya
dehidrasi dan potensial ketidakseimbangan elektrolit
6. Koping keluarga inefektif berhubungan dengan ansietas, perasaan bersalah,
dan perpisahan dengan bayi sebagai akibat situasi krisis
Tujuan : Meminimalkan kecemasan dan rasa bersalah, dan mendukung
bounding antara orangtua dan infant
Intervensi Rasional
a. Kaji respon verbal dan non verbal orangtua terhadap kecemasan dan
penggunaan koping mekanisme
R:Hal ini akan membantu mengidentifikasi dan membangun strategi
koping yang efektif
b. Bantu orangtua mengungkapkan perasaannya secara verbal tentang
kondisi sakit anaknya, perawatan yang lama pada unit intensive,
prosedur dan pengobatan infant.

39
R: Membuat orangtua bebas mengekpresikan perasaannya sehingga
membantu menjalin rasa saling percaya, serta mengurangi tingkat
kecemasan
c. Berikan informasi yang akurat dan konsisten tentang kondisi
perkembangan infant
R: Informasi dapat mengurangi kecemasan
d. Bila mungkin, anjurkan orangtua untuk mengunjungi dan ikut terlibat
dalam perawatan anaknya
R: Memfasilitasi proses bounding
e. Rujuk pasien pada perawat keluarga atau komunitas
R: Rujukan untuk mempertahankan informasi yang adekuat, serta
membantu orangtua menghadapi keadaan sakit kronis pada anaknya.
7. Resiko tinggi gangguan termoregulasi : hipotermi b.d belum terbentuknya lapisan
lemak pada kulit.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
suhu tubuh tetap normal.
Kriteria Evaluasi :
- Suhu 37 °C
- Bayi tidak kedinginan
Intervensi dan Rasional :
a. Tempatkan bayi pada tempat yang hangat
R : Mencegah terjadinya hipotermi
b. Atur suhu incubator
R : Menjaga kestabilan suhu tubuh
c. Pantau suhu tubuh setiap 2 jam
R : Memonitor perkembangan suhu tubuh bayi

40
DAFTAR PUSTAKA

Evan. 2011. Asuhan Keperawatan Pasien Respiratory Distress Syndrome (RDS),


diakses pada tanggal 10 September 2011
<http://www.ilmukeperawatanku.com/asuhan-keperawatan-pasien-
respiratory-distress-syndrome-rds.html>

Hermansen C, Lorah K. Respiratory distress in the newborn. Am Fam Physician.


2007;76:987-94.

Indrasanto, Eriyanti., dkk. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obsetri Dan


Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).

Kosim. M.S., 2010. Deteksi Dini Dan Manajemen Gangguan Napas Pada
Neonatus Sebagai Aplikasi P O N E K (Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergency Komprehensif). Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr.
Kariadi/ FK UNDIP Semarang

Markum, A.H, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI, Jakarta, 1991, hal. 303-306.

Nur .A ., dkk. 2010. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan


Respiratory Distress Syndrome. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK.
Unair/RSUD Dr. Soetomo

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Editor :
Rusepno Hassan & Husein Alatas, Bagian IKA FKUI, Jakarta 1985, hal.

Surasmi,Asrining,dkk.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC

Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta :
CV Sagung Seto

Winarno, dkk, Penatalaksanaan Kegawatan Neonatus, dalam Simposium Gawat


Darurat Neonatus, Unit Kerja Koordinasi Pediatri Darurat IDAI, Badan
Penerbit UNDIP, Semarang, 1991, hal. 151-153.

41
BAB III
PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 31 Mei 2013 pukul 07.00 WIB pada
bayi Ny.W dengan RDS di ruang Bakung (Perinatologi) RSUP Dr.Soeradji
Tirtonegoro,Klaten. Data pasien didapatkan dari wawancara terhadap keluarga
pasien dan dari data medis pasien.
1. Identitas pasien
Nama : Bayi Ny.W I
Tanggal lahir : 29 Mei 2013
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Gentan,03/07 Mlese,Cawas,Klaten
Agama : Islam
No.RM : 780763
Dx.Masuk : Neo Perempuan, KMK , PP Spontan, Gemeli
dengan ibu KPD Jam
Tanggal Masuk : 29 Mei 2013

2. Penanggung jawab
Nama : Tn. S
Usia : 29 Tahun
Alamat : Gentan,03/07 Mlese,Cawas,Klaten
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Orang tua

3. Keluhan Utama
Sesak nafas (+)

4. Riwayat Penyakit Sekarang

42
Bayi Ny. W I lahir pada tanggal 29 Mei 2013 jam Wib, karena bayi Ny.
W I lahir dengan BB 1650 gr, tangis (-), sesak nafas (+), takipnea (+),
retraksi dalam (+) dan sianosis. Di HCU Neonatus bayi langsung
ditempatkan di inkubator dan mendapatkan O2 NCPAP 40 % PEEP 5
l/mnt.

5. Riwayat Penyakit Dahulu


Ny. W I mengatakan tidak ada keluhan saat hamil. Ny. W I hanya
mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh bidan. Ny. W I tidak
mempunyai riwayat penyakit deabetes militus maupun hipertensi.

6. Riwayat Penyakit Keluarga


Ny. W I mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita
penyakit keturunan maupun menular. Di dalam keluarga Ny. W I maupun
suaminya tidak ada yang mempunyai riwayat BBLSR.

7. Riwayat Psikososial
Ny. W I sering menengok anaknya keruang Bakung bagian isolasi
neonatus.

8. Riwayat Antenatal
Ny. W I mengatakan selama hamil rutin memeriksakan kandungannya ke
bidan didekat rumahnya setiap bulan.

9. Riwayat Natal
Bayi Ny. W I lahir pada tanggal 29 Mei 2013 jam 15.05 WIB secara
spontan. Ny. W I mengatakan air ketuban sudah keluar sejak sebelum
melahirkan. Ny.S mengatakan umur kehamilannya baru ± 34 minggu,
karena air ketubannya sudah keluar, maka oleh dokter bayi Ny. W I harus
segera dikeluarkan.

43
10. Riwayat Post Natal
a) Apgar Score
APGAR 1 5
0 1 2
SCORE Menit Menit
tidak denyut
100 100 2 2
ada jantung
tidak tak
baik pernapasan 1 1
ada teratur
lemah sedang baik tonus otot 1 2
tidak peka
merintih menangis 0 1
ada rangsang
Merah
biru jambu Merah
warna 1 1
putih ujung-2 jambu
biru
jumlah 5 7

b) Berat badan lahir : 1650 gram


c) Lingkar kepala : 30 cm
d) Lingkar lengan atas : 5 cm
e) Panjang badan : 40 cm
f) Lingkar dada : 26 cm
g) Lingkar perut : 25 cm
h) Anus : positif
i) Adanya kelainan congenital : negatif

11. Pola pengkajian


a) Pola pernapasan
RR = 68 x/menit, pernafasan cuping hidung, sianosis, retraksi dada (+),
terapi O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt.
b) Pola kebutuhan cairan dan nutrisi
Kebutuhan cairan = 30 ml/hari. Bayi Ny. W I minum ASI 8 X 4 cc
melalui OGT karena refleks menghisap dan menelan bayi masih
lemah. Bayi NY. W I mendapat terapi infus D 10% 6 cc/jam.

44
c) Pola Eliminasi
Bayi Ny. W I memakai pempers dan ditimbang tiap kali ganti
pempers. Bayi Ny. W I sudah BAK dan BAB warna hitam lembek
(mekonium).
d) Pola Aktivitas dan Istirahat
Bayi Ny. W I terlihat lemah di dalam inkubator, tangisnya masih
merintih dan geraknya belum aktif.
e) Latar Belakang Sosial dan Budaya
Ny. W I tidak merokok, tidak memiliki kebiasaan untuk diet ketat, Ny.
W I tidak memiliki pantangan makanan tertentu ketika hamil, Ny. W I
tidak ketergantungan maupun mengonsumsi obat psikotropika maupun
alkohol/minuman keras.
f) Hubungan Psikologis
Ny. W I sering menjenguk anaknya. Ny. W I merasa khawatir dengan
kondisi anaknya yang menurutnya sangat kecil. Ibu pasien selalu
berdoa agar anaknya segera diberi kesembuhan dan segera pulang
bersamanya.
g) Persepsi-Kognitif
Ny. W I tahu tentang kondisi bayinya, menurut Ny. W I bayinya dalam
kondisi tidak baik, dan terlihat sesak nafas sampai tulang dadanya
terlihat tertarik, Ny. W I tahu bahwa anaknya belum bisa disusui
karena reflek menelannya dan menghisap masih kurang sehingga harus
dipasang selang makan.

12. Pemeriksaan Fisik


 Keadaan Umum : lemah
 Kesadaran : CM (Compos Mentis), gerak kurang aktif,
tangis merintih
 Vitalsign : RR= 68 x/menit, HR =184 x/menit,
Suhu = 367 0 C
 Pemeriksaan tibuh :

45
Kulit : Warna kulit kemerahan degan ekstermitas kebiruan,
tidak ikterus, sianosis, terdapat sedikit lanugo pada dahi
dan sekitar pipi, kulit tipis.
Kepala : Rambut hitam,tipis,Tidak ada lesi, sutura terlihat.
Mata : Sklera mata putih, konjungtiva merah muda.
Hidung : terdapat pernafasan cuping hidung, lubang hidung 2,
terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt.
Mulut : Bibir merah, tidak ditemukan stomatitis, mukosa bibir
kering.terpasang OGT.
Telinga : Tidak ada deformitas, lubang telinga bersih, simetris.
Leher : Bersih, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Thorax : Simetris (kanan kiri sama), tarikan intercosta (+),
retraksi dada (+), dada cekung kebawah (di bawah px),
RR= 68x/menit, ditemukan suara nafas ronki.
Cardio : HR = 184x/menit
Abdomen : Simetris, tidak ada lesi, terdapat bising usus 5 x/mnt.
Umbilikus : Tali pusat basah, tidak terjadi perdarahan, tidak terjadi
infeksi, terpasang infus umbilikalis D10%.
Genetalia : Labia mayora belum menutupi labia minora, tidak ada
kelainan letak lubang uretra
Anus : Tidak ada lesi, tak ada iritasi perineal, warna feces
hitam lembek.
Ekstremitas : Akral dingin, Jumlah jari tangan 5/5, Jumlah jari kaki
5/5, tak ada kelumpuhan, gerak kurang aktif.
Reflek :
a. Reflek Moro ; ketika ada suara agak keras di sekitar
ruangan / tempat inkubator maka pasien kurang
merespon/ diam saja.
b. Reflek Sucking (Menghisab); Ketika di test dengan
spuit diberikan ASI, maka pasien tidak dapat

46
menelan dengan sempurna ASI yang diberikan dan
selalu ada ASI yang keluar dari mulutnya.
c. Reflek Grasping (Menggenggam) ; ketika perawat
meletakkan jari telunjuknya ke tangan pasien,
pasien dapat menggenggam jari telunjuk perawat,
namun genggaman masih lemah.
d. Reflek Tonic Neck (Menoleh); ketika perawat
membuat gerakan / suara di sekitar pasien, pasien
kurang merespon.
e. Reflek Babinski (Sentuhan Telapak Kaki); Jika
disentuh kakinya oleh perawat, pasien akan menarik
kakinya ke atas.
f. Reflek Menelan ; kurang, jika diberi munim lewat
spuit maka ASI kan keluar sebagian dari mulutnya,
13. Data Penunjang

Hasil Laboratorium tanggal 29 Mei 2013 jam 16.36 WIB.


No Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
1 WBC 11,7 103/ul 9-30
2 RBC 3,95 106/ul 3,7 – 6,5
3 HGB 14,3 g/dl 14,9 – 23,7
4 HCT 42,5 % 47 – 75
5 MCV 107,6+ fL 80 – 99
6 MCH 36,2+ fL 27 – 31
7 MCHC 33,6 Pg 33 – 37
8 PLT 358 AG 103/ul 150 – 450
9 RDW 69 fL 35 – 45
10 PDW 11,1 fL 9 – 13
11 MPV 9,7 fL 7,2 – 11,1
12 P-LCR 21,8 % 15 – 25

12 LYM% 58,3 % 19 – 48
13 MXD% 7,7 % 0 -12
14 NEUT% 34,0- % 40 – 74
15 LYM# 6,8 103/ul 1 – 3,7
16 MXD# 0,9 103/ul 0 – 1,2
16 NEUT# 4,0 103/ul 1,5 – 7
17 Gol Darah O - -

47
14. Terapi
29-05-2013 :
O2 NCPAP 40% PEEP 5
Infus D10% 6 cc/jam
Injeksi :
Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 1)
Gentamicyn 1x7,5 mg (hari 1)
30-05-2013:
O2 NCPAP 40% PEEP 5
Infus D10% 6 cc/jam
Injeksi :
Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 2)
Gentamicyn 1x7,5 mg (hari 2)
31-05-2013
O2 NCPAP 35% PEEP 5
Infus TPN IL
Injeksi :
Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 2)
Gentamicyn 1x7,5 mg (hari 2)

DATA FOKUS
Data Objektif Data Subjektif
- Retraksi dada (+)
- Tarikan intercosta (+)
- takipnea (+),
- retraksi dalam (+) (-)
- suara nafas ronki
- sianosis
- KU: Lemah

48
- RR = 68 x/menit
- Suhu = 36,70 C
- HR = 186 x/menit
- Terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt
- Reflek hisap dan menelan lemah
- Mukosa bibir kering
- Terpasang OGT minum 4ccx8
- BB:1650gr
- Pasien terdapat di inkubator
- Kulit bayi tipis, terdapat lanugo di dahi dan di
pipi,akral dingin
- Terpasang infus umbilikalis

49
ANALISA DATA

No Data Fokus Problem Etiologi

1. - DO : Retraksi dada (+) Gangguan imaturitas paru dan


pertukaran gas neuromuskular,
- Tarikan intercosta (+)
defisiensi surfaktan
- takipnea (+),
dan ketidakstabilan
- retraksi dalam (+)
alveolar
- suara nafas ronki
- sianosis
- KU: Lemah
- RR = 68 x/menit
- Suhu = 36,70 C
- HR = 186 x/menit
- Terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP
5 l/mnt

- DO : Retraksi dada (+)


2 Tidak efektifnya Ketidaksamaan
- Tarikan intercosta (+) pola nafas nafas bayi dan
- takipnea (+), ventilator, tidak
- retraksi dalam (+) berfungsinya
- suara nafas ronki ventilator
- sianosis
- KU: Lemah
- RR = 68 x/menit
- Suhu = 36,70 C
- HR = 186 x/menit
- Terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP
5 l/mnt

50
3. - DO : Reflek hisap dan menelan Gangguan ketidakmampuan
lemah nutrisi kurang menghisap,
dari kebutuhan penurunan
- Mukosa bibir kering
tubuh motilitas usus.
- Terpasang OGT minum 4ccx8
- BB:1650gr

4... - DO : Pasien terdapat di inkubator Resiko tinggi belum


gangguan terbentuknya
- Kulit bayi tipis, terdapat lanugo di
termoregulasi : lapisan lemak pada
dahi dan di pipi,akral dingin
hipotermi kulit.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b.d imaturitas paru dan neuromuskular,
defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar.

51
2. Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan
nafas bayi dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus.
4. Resiko tinggi gangguan termoregulasi : hipotermi b.d belum terbentuknya
lapisan lemak pada kulit.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b.d imaturitas paru dan neuromuskular,
defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
pola nafas efektif.
KH: - Jalan nafas bersih
- Frekuensi jantung 100-140 x/i
- Pernapasan 40-60 x/i
- Takipneu atau apneu tidak ada
- Sianosis tidak ada
- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih
dan ronchi (-)
Intervensi
a. Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada posisi
telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap keatap dalam
posisi ’mengendus’
R: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
b. Hindari hiperekstensi leher
R: karena akan mengurangi diameter trakea.
c. Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan , kenali
tanda-tanda distres misalnya: mengorok, pernafasan cuping hidung, apnea.
R: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan mencegah terjadinya
distres pernafasan.
d. Lakukan penghisapan

52
R: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring, trakea, dan
selang endotrakeal.
e. Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan
R: memastikan bahwa jalan napas bersih
f. Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan
R: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar
g. Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian surfaktan.
R: menilai fungsi pemberian surfaktan.
h. Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi puncak dan
oksigen
R: mencegah hipoksemia dan distensi paru yang berlebihan.

Kolaboratif
i. Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi
R: meningkatkan transport oksigen
j.Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi
R:Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret
k. Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik
R:Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret
dan meningkatkan ventilasi

2. Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan


nafas bayi dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam pola
nafas dapat menjadi efektif
KH: Frekuensi jantung 100-140 x/i
- Pernapasan 40-60 x/i
- Takipneu atau apneu tidak ada
- Sianosis tidak ada
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
Tindakan :
Independen

53
a. Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola
nafas
R:Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan
peningkatan usaha nafas
b. Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti
crakles, dan wheezing
R:Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi
karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena
bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas
c. Kaji adanya cyanosis
R:Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum
cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi
adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan
ekstremitas adalah vasokontriksi.
d. Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan
beristirahat
R:Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium
e. Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
R:Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen
Kolaboratif
f. Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi
R:Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan
yang sesuai
g. Berikan pencegahan IPPB
R:Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi
h. Review X-ray dada
R:Memperlihatkan kongesti paru yang progresif
i. Kolaborasi dengan dokter pemberikan obat, jika ada indikasi seperti
steroids, antibiotik, bronchodilator dan ekspektorant
R:Untuk mencegah ARDS

54
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus.
Tujuan : Setelah dilakukan Tindakan Keperawatan dalam waktu 3x24 jam
intake nutrisi dapat terpenuhi
KH: -Bayi dapat minum dengan baik
- BC seimbang
- Berat Badan Bayi tidak turun lebih dari 10%
- Kemampuan menghisap dan menelan Bayi terlatih

Intervensi Rasional
a. Berikan infus D 10% W sekitar 65 – 80 ml/kg bb/ hari
R: Untuk menggantikan kalori yang tidak didapat secara oral
b. Pasang selang nasogastrik atau orogastrik untuk dapat memasukkan
makanan jika diindikasikan atau untuk mengevaluasi isi lambung
R:Pilihan ini dilakukan jika masukan sudah tidak mungkin dilakukan.
c. Cek lokasi selang NGT dengan cara :
- Aspirasi isi lambung
- Injeksikan sejumlah udara dan auskultasi masuknya udara pada lambung
- Letakkan ujung selang di air, bila masuk lambung, selang tidak akan
memproduksi gelembung
R: Untuk mencegah masuknya makanan ke saluran pernafasan
d. Berikan makanan sesuai dengan prosedur berikut :
- Elevasikan kepala bayi
- Berikan ASI atau susu formula dengan prinsip gravitasi dengan ketinggian
6– 8 inchi dari kepala bayi
- Berikan makanan dengan suhu ruangan
- Tengkurapkan bayi setelah makan sekitar 1 jam
R: Memberikan makanan tanpa menurunkan tingkat energi bayi
e. Monitor intake cairan dan output dengan cara :
- Timbang berat badan bayi setiap 8 jam

55
- Timbang popok bayi untuk menentukan urine output
- Tentukan jumlah BAB
- Monitor jumlah asupan cairan infus setiap hari
R:Catatan intake dan output cairan penting untuk menentukan ketidak
seimbangan cairan sebagai dasar untuk penggantian cairan
f. Berikan TPN jika diindikasikan
R: TPN merupakan metode alternatif untuk mempertahankan nutrisi jika
bowel sounds tidak ada dan infants berada pada stadium akut.
4. Resiko tinggi gangguan termoregulasi : hipotermi b.d belum terbentuknya
lapisan lemak pada kulit.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan suhu tubuh tetap normal.
Kriteria Hasil :
- Suhu 36,5-37,5 °C
- Bayi tidak kedinginan
Intervensi dan Rasional :
a. Tempatkan bayi pada tempat yang hangat(incubator)
R : Mencegah terjadinya hipotermi
b. Atur suhu incubator
R : Menjaga kestabilan suhu tubuh
c. Pantau suhu tubuh setiap 2 jam
R : Memonitor perkembangan suhu tubuh bayi
d.Ganti gedong bayi jika basah
R:Menghindari kehilangan panas bayi melaui perpindahan panas

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Pukul No.Dx Tindakan Keperawatan Respon pasien ttd

56
13 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 1 cc lendir
Januari dan memasukan asi sesuai berwarna putih keruh
2013 diet pasien. dibuang, ASI 5 cc
Jam dimasukan melalui OGT
10.00 - Pasien tampak
wib mengunyah-ngunyah
selang OGT ketika ASI
dimasukan
DS : -

12.00 1 Observasi RR pasien, DO : RR = 54 x/menit


WIB adanya suara - Tak ada suara tambahan
tambahan/tidak, adanya yang abnormal, suara
retraksi dada. nafas vesikuler,
- Tak ada gerakan cuping
hidung,
- Terdapat retraksi dada
- Kulit tidak sianosis
DS : -
12.15 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 1 cc lendir
WIB dan memasukan asi sesuai berwarna putih keruh
diet pasien. dibuang, ASI 5 cc
dimasukan melalui OGT
- Pasien tampak
mengunyah-ngunyah
selang OGT ketika ASI
dimasukan
DS : -
14.00 3 Mengganti popok pasien DO : - Pasien menanggis, warna
WIB karena pasien BAB feces coklat, konsistensi
lembek, jumlah kurang
lebih satu sendok makan.
DS : -

57
15.00 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 0.5 cc lendir
WIB dan memasukan sesuai diet bening dibuang, ASI 5
pasien. cc dimasukan melalui
OGT
DS : -
16.00 1,2,4 Mengukur suhu , RR, HR DO : Suhu : 36,5 0C
WIB RR : 48 x/Menit
HR : 154 x/menit
DS : -
18.00 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 1 cc lendir, ASI
WIB dan memasukan sesuai diet 5 cc dimasukan melalui
pasien. OGT
- Pasien tampak
mengunyah-ngunyah
selang OGT ketika ASI
dimasukan
DS : -
20.00 4 Memberikan terapi obat DO : - Obat injeksi cefotaxime 70
WIB Injeksi cefotaxime 70 mg mg masuk melalui
IV/Infus
DS : -
21.00 2 Mengganti popok pasien DO : - Pasien tenang, urine
WIB karena pasien BAK berwarna kuning,
DS : -
21.15 1,2,4 Mengukur suhu , RR, HR DO : Suhu : 36,8 0C
WIB RR : 44 x/Menit
HR : 150 x/menit
DS : -
23.00 1 Memberikan terapi O2 DO : - Pasien terpasang headbox
WIB headbox 2 liter/menit 2 liter/menit. Kulit tidak
mengalami sianosis,
Memonitor tanda-tanda akral hangat, warna kulit
sianosis, Memonitor warna kemerahan

58
kulit DS : -

24.00 2 Memonitor suhu inkubator DO : Suhu inkubator 35 0C


WIB DS : -
Tanggal 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 0.5 cc lendir
14 dan memasukan sesuai diet bening dibuang, ASI 5
Januari pasien. cc dimasukan melalui
2013 OGT
03.00 DS : -
WIB
06.00 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 1,5 cc lendir
WIB dan memasukan sesuai diet berwarna putih keruh
pasien. dibuang, ASI 5 cc
dimasukan melalui OGT
DS : -
07.00 2, 4 Menyibin pasien dengan air DO : - Pasien menangis ketika
WIB hangat, mengganti popok disibin dengan air
dengan popok yang bersih, hangat, popok sudah
melakukan perawatan tali diganti dengan yang
pusat, mengobservasi tanda- besih, tali pusat kuning
tanda infeksi pada tali pusat segar, tidak terjadi
infeksi pada tali pusat.
DS : -
08.00 4 Memberikan terapi obat DO : - Obat injeksi cefotaxime 70
WIB Injeksi cefotaxime 70 mg mg dan Gentamicine 7
Gentamicine 7 mg mg masuk melalui
IV/Infus
DS : -
08.15 1,2,4 Mengukur suhu , RR, HR DO : Suhu : 36,5 0C
WIB RR : 40 x/Menit
HR : 148 x/menit
DS : -
09.00 1 Memberikan terapi O2 DO : - Pasien terpasang headbox

59
WIB headbox 2 liter/menit 2 liter/menit. Kulit tidak
mengalami sianosis,
Memonitor tanda-tanda akral hangat, warna kulit
sianosis, Memonitor warna kemerahan
kulit DS : -
09.00 1 Memberikan terapi O2 DO : - Pasien terpasang headbox
WIB headbox 2 liter/menit 2 liter/menit. Kulit tidak
mengalami sianosis,
Memonitor tanda-tanda akral hangat, warna kulit
sianosis, Memonitor warna kemerahan
kulit DS : -
4. Memantau adanya DO : - Tak ada kemerahan pada
kemerahan atau area umbilikal tempat
pembengkakan pada area pemasangan infus
pemasangan infus. DS : -
10.00 3 Memonitor suhu inkubator. DO : - Suhu inkubator 350 C
WIB DS : -
10.15 3 Mengecek residu lambung, DO : - R esidu 1 cc lendir
WIB dan memasukan sesuai diet berwarna putih keruh
pasien. dibuang, ASI 5 cc
dimasukan melalui OGT
DS : -
12.00 1 Observasi RR pasien, DO : RR = 54 x/menit
WIB adanya suara - Tak ada suara tambahan
tambahan/tidak, adanya yang abnormal, suara
retraksi dada. nafas vesikuler,
- Tak ada gerakan cuping
hidung,
- Terdapat retraksi dada
- Kulit tidak sianosis
DS : -
12.15 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 1 cc lendir
WIB dan memasukan asi sesuai berwarna putih keruh

60
diet pasien. dibuang, ASI 5 cc
dimasukan melalui OGT
- Pasien tampak
mengunyah-ngunyah
selang OGT ketika ASI
dimasukan
DS : -
14.00 3 Mengganti popok pasien DO : - Pasien menanggis, warna
WIB karena pasien BAB feces coklat, konsistensi
lembek, jumlah kurang
lebih satu sendok makan.
DS : -
15.00 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 0.5 cc lendir
WIB dan memasukan sesuai diet bening dibuang, ASI 5
pasien. cc dimasukan melalui
OGT
DS : -
16.00 1,2,4 Mengukur suhu , RR, HR DO : Suhu : 36,5 0C
WIB RR : 48 x/Menit
HR : 154 x/menit
DS : -
18.00 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 1 cc lendir, ASI
WIB dan memasukan sesuai diet 5 cc dimasukan melalui
pasien. OGT
- Pasien tampak
mengunyah-ngunyah
selang OGT ketika ASI
dimasukan
DS : -
20.00 4 Memberikan terapi obat DO : - Obat injeksi cefotaxime 70
WIB Injeksi cefotaxime 70 mg mg masuk melalui
IV/Infus
DS : -

61
21.00 2 Mengganti popok pasien DO : - Pasien tenang, urine
WIB karena pasien BAK berwarna kuning,
DS : -
21.15 1,2,4 Mengukur suhu , RR, HR DO : Suhu : 36,8 0C
WIB RR : 44 x/Menit
HR : 150 x/menit
DS : -
23.00 1 Memberikan terapi O2 DO : - Pasien terpasang headbox
WIB headbox 2 liter/menit 2 liter/menit. Kulit tidak
mengalami sianosis,
Memonitor tanda-tanda akral hangat, warna kulit
sianosis, Memonitor warna kemerahan
kulit DS : -

24.00 2 Memonitor suhu inkubator DO : Suhu inkubator 35 0C


WIB DS : -
Tanggal 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 0.5 cc lendir
15 dan memasukan sesuai diet bening dibuang, ASI 5
Januari pasien. cc dimasukan melalui
2013 OGT
Jam DS : -
03.00
WIB
06.00 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 1,5 cc lendir
WIB dan memasukan sesuai diet berwarna putih keruh
pasien. dibuang, ASI 5 cc
dimasukan melalui OGT
DS : -
07.00 2, 4 Menyibin pasien dengan air DO : - Pasien menangis ketika
WIB hangat, mengganti popok disibin dengan air
dengan popok yang bersih, hangat, popok sudah
melakukan perawatan tali diganti dengan yang
pusat, mengobservasi tanda- besih, tali pusat kuning

62
tanda infeksi pada tali pusat segar, tidak terjadi
infeksi pada tali pusat.
DS : -
08.00 4 Memberikan terapi obat DO : - Obat injeksi cefotaxime 70
WIB Injeksi cefotaxime 70 mg mg masuk melalui
IV/Infus
DS : -
08.15 1,2,4 Mengukur suhu , RR, HR DO : Suhu : 36,5 0C
WIB RR : 40 x/Menit
HR : 148 x/menit
DS : -
09.00 1 Memberikan terapi O2 DO : - Pasien terpasang headbox
WIB headbox 2 liter/menit 2 liter/menit. Kulit tidak
mengalami sianosis,
Memonitor tanda-tanda akral hangat, warna kulit
sianosis, Memonitor warna kemerahan
kulit DS : -
09.00 1 Memberikan terapi O2 DO : - Pasien terpasang headbox
WIB headbox 2 liter/menit 2 liter/menit. Kulit tidak
mengalami sianosis,
Memonitor tanda-tanda akral hangat, warna kulit
sianosis, Memonitor warna kemerahan
kulit DS : -
4. Memantau adanya DO : - Tak ada kemerahan pada
kemerahan atau area umbilikal tempat
pembengkakan pada area pemasangan infus
pemasangan infus. DS : -
10.00 3 Memonitor suhu inkubator. DO : - Suhu inkubator 350 C
WIB DS : -
10.15 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 1 cc lendir
WIB dan memasukan sesuai diet berwarna putih keruh
pasien. dibuang, ASI 5 cc
dimasukan melalui OGT

63
DS : -

E. EVALUASI

No Tanggal/jam Dx Evaluasi
1. 15 Januari 2013 I S : -
12.00 WIB O : - Tidak terdapat suara tambahan pernapasan
- Suara napas vesikuler
- Tidak terdapat pernapasan cuping hidung
- RR=55x/menit
- Terdapat retraksi dada
- Terpasang O2 headbox 2 ltr/mnt tidak
terdapat sianosis
A : - Masalah teratasi sebagian
P : - Lanjutkan Intervensi
- Monitor vitalsign
- Monitor adanya tanda-tanda sianosis
- Monitor retraksi dada, adanya suara napas
tambahan
- Lanjutkan terapi O2 headbox 2 ltr/mnt
2. 15 Januari 2013 II S : -
12.00 WIB O : - Suhu pasien 36.80 C
- RR : 55x/m
- HR : 147x/m
- Pasien ditempatkan dalam incubator
dengan suhu incubator 350 C
- Akral hangat
- Tidak terjadi sianosis

A : Masalah teratasi
P : Pertahankan Intervensi
3. 15 Januari 2013 III S:-

64
12.00 WIB O : - ASI 5 cc masuk melalui OGT
- BB 1400 gram
- Reflek menghisap dan menelan masih
lemah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
- Monitor Vitalsign
- Pantau intake ASI
- Cek residu setiap 3 jam
- Timbang BB / hari
4. 15 Januari 2013 IV S :-
12.00 WIB O : - tidak terdapat kemerahan pada area
umbilikul pemasangan infuse
- HR : 147 x/m
- RR : 55 x/m
- Suhu : 36.80 C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
- Monitor Vitalsign
- Pantau adanya tanda-tanda infeksi
- Laksanakan terapi injeksi cefotaxime 70
mg/12 jam dan gentamicin 7 mg/36 jam

65

Anda mungkin juga menyukai