dan
REFLEKSI KASUS
Diajukan untuk
Disusun oleh :
30101206587
Pembimbing:
2017
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 30101206587
Fakultas : Kedokteran
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan Case
Based Discussion dan refleksi kasus dengan judul “Melena Et Causa Gastropati
OAINS” yang merupakan salah satu syarat dalam melaksanakan kepaniteraan
klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit
Tentara dr Soedjono.
Penulis
3
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Salaman, Magelang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Agama : Islam
Ruang Rawat : Bangsal Seruni
4
sakit. BAB 1-2 kali setiap hari. Pasien juga mengeluh nyeri di
bagian ulu hati dan mual namun tidak muntah.
6 jam SMRS pasien masih mengeluh BAB kehitaman dengan
konsistensi agak lembek dan tidak berlendir sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. BAB 1-2 kali setiap hari. Pasien
juga mengeluh nyeri di bagian ulu hati dan mual namun tidak
muntah. Demam (-). BAK tidak ada keluhan. Kemudian pasien
berobat ke puskesmas Salaman. Saat di puskesmas Salaman
pasien diambil darahnya untuk cek lab dan setelah pemeriksaan
dirujuk ke RST dr Soedjono Magelang
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal pernah mengalami hal serupa sebelumnya
Riwayat Alergi : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Penyakit Paru (TB) : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat HT : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Kolesterol : Disangkal
Riwayat nyeri kepala : diakui, pasien sering mengalami keluhan
nyeri kepala dan rutin mengkonsumsi obat anti nyeri bila ada keluhan
nyeri kepala yang dijual bebas di pasaran.
5
Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat ke puskesmas Salaman dan saat berobat diberi inj
Kalnex 1 amp, metronidazol 3x1,, paracetamol 3 x 1, rujukan ke rumah sakit.
Riwayat Sosial Ekonomi & riwayat kebiaasaan
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, tinggal bersama
anaknya. Makanan yang dikonsumsi pasien ialah makanan yang dimasak olehnya,
namun. Pasien menyangkal adanya anggota keluarga yang memiliki keluhan -
keluhan serupa. Pasien tidak merokok dan tidak meminum – minuman beralkohol.
pasien rutin mengkonsumsi obat anti nyeri bila ada keluhan nyeri kepala yang
dijual bebas di pasaran.
OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 28 oktober 2017 di Bangsal Seruni.
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis / E4 M6 V5 (GCS : 15)
BB/TB : 50 kg/ 150 cm
BMI : 22,22 Normoweight
Vital Sign :
- Tekanan Darah : 120 / 70 mmHg
- Nadi : 80 x / menit
- Respirasi : 18 x / menit
- Temperatur : 36,70C
- Saturasi : 99%
6
Kepala :
- Normosefal,
Wajah :
- Simetris, tidak tampak edema,
Mata :
- Konjungtiva Anemis +/+, Sclera Ikterik -/-
- Edem palpebra superior -/-, Xanthelasma (-)
- Pupil Isokhor, Refleks Pupil +/+
Hidung :
- Nafas cuping hidung (-)
- Deviasi septum (-)
- Mukosa hiperemis -/-
- Sekret -/-
Mulut :
- Mukosa normal
- Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, uvula ditengah
Leher : Pembesaran KGB (-)
7
PALPASI Nyeri tekan (-), tumor Nyeri tekan (-), tumor (-), ICS
(-), ICS normal, sterm normal, Sterm fremitus D=S
fremitus D=S
- Cor
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis teraba di linea mid clavicularis kiri ICS V,
tidak kuat angkat
o Perkusi :
Batas kanan atas jantung di parasternal kanan ICS II
Batas kanan bawah jantung di linea parasternal kanan ICS IV
Batas kiri bawah jantung linea midclavicula sinistra ICS V
Pinggang jantung di linea parasternal kiri ICS II
o Auskultasi : Bunyi jantung I & II regular , murmur (-), gallop (-)
Interpretasi: : Normal
ABDOMEN
INSPEKSI datar, permukaan rata, massa (-) spider nevi (-)
AUSKULTASI Peristaltik usus (+) 8x/m, bising a.renalis (-), bising a.aorta
abdominalis (-), bising a. Iliaka (-), bising a. Femoralis (-)
8
PALPASI Superfisial
Dalam
EKSTREMITAS
Pemeriksaan Superior Inferior
9
DAFTAR MASALAH
Anamnesis
1. konjungtiva anemis.
2. Nyeri tekan epigastrik.
10
HASIL LABORATORIUM
11
Tanggal 27 Oktober 2017
12
USG ABDOMEN
KESAN : Sonography tak tampak kelainan pada morfologi hepar, VF, kedua ren, lien, pancreas,
uterus dan VU.
13
INITIAL ASSESMENT
INITIAL PLANNING
Terapi
Medikamentosa
IVFD NaCL 20tpm
Transfusi PRC 3 kolf, 1 kolf/hari
Inj Asam traneksamat 1 amp
Inj Lansoprazole 1 amp
Inj vit K 1 x 1 amp
Non medikamentosa
Monitoring
a. Keadaan umum dan tanda vital
b. Perbaikan gejala
Edukasi
a. Petahankan IMT <18,5-24,5 kg/m2
b. Menghentikan kebiasaan konsumsi obat-obatan anti nyeri
PROGNOSIS
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : ad bonam
14
FOLLOW UP
P:
15
Tho: pulmo = vesikuler +, Rh -/-
P:
P:
16
Transfusi PRC 1 kolf / hari, (PRC kolf 3)
Inj Lansoprazole 2 x 1
Inj asam traneksamat / 6 jam
Inj vit K 3 x 1
Inj Amoxcillin 3 x 1
Sucralfat 3 x 1 cth
Antasida 2 x 1 cth
Mediamer B6 3 x 1
Stobled 3 x 1
27/10/2017 S : mual (-) ,nyeri ulu hati berkurang, leher agak pegal, BAB 1x
agak hitam
P:
17
O : CM, GCS E4M6V5 TD 130/80 mmHg,s: 36,5 C, N : 83 x/m,
RR : 17x/m , sp02 : 99%
29/10//2017 S : mual (-),nyeri ulu hati berkurang, leher agak pegal, BAB (-)
30/10/2017 S : mual (-),nyeri ulu hati (-), leher agak pegal, BAB (-) BLPL kontrol poli
O : CM, GCS E4M6V5 TD 110/80 mmHg,s: 36,1 C, N : 82 x/m, dan cek darah rutin
RR : 19x/m , sp02 : 99%
tanggal 2/11/2017
Tho: pulmo = vesikuler +, Rh -/-
18
A : observasi Melena ec Gastritis erosif
P : lansoprazole 3 x 1 tab
Asam traneksamat 3 x 1
Stobled 3 x 1
19
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung yang dapat bersifat akut kronik, difus
atau lokal.Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik, karena
diagnosisnya sering hanya berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan histopatologi. Pada
sebagian besar kasus, inflamasi mukosa gaster tidak berkorelasi dengan keluhan dan gejala klinis
pasien. Sebaliknya keluhan dan gejala klinis pasien berkorelasi positif dengan komplikasi
gastritis.
2.2 Etiologi
Penyebab dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut :
Gastritis Akut
Penyebabnya adalah obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis
rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung).
Bahan kimia misal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid dan digitalis.
Gastritis Kronik
Penyebab dan patogenesis pada umumnya belum diketahui. Gastritis ini merupakan
kejadian biasa pada orang tua, tapi di duga pada peminum alkohol, dan merokok.
Gastropati NSAID
NSAID (Non steroidal anti inflammatory drugs) adalah penyebab utama morbiditas dan
mortalitas penyakit gastrointestinal. Obat ini banyak dipergunakan oleh pasien baik diperoleh
melalui resep dokter maupun membeli sendiri di toko-toko obat. Pemakaian obat anti inflamasi
nonsteroid ini dimulai dengan Aspirin sejak tahun 1899 dan sejak 2 dekade terakhir ini
pemakaian obat ini meningkat secara dramatik, hal ini disebabkan oleh meningkatnya kelompok
usia lanjut, pemasaran yang agresif dari perusahaan farmasi serta indikasi penggunaan OAINS di
bidang kardiologi dan neurologi.
20
Di UK tiap tahun diperkirakan 30.000 gangguan gastrointestinal yang serius diakibatkan
oleh NSAID dan diperkirakan 12.000 pasien terpaksa dirawat dirumah sakit dan menyebabkan
1.200 kematian. Di USA diperkirakan lebih dari 40.000 penderita tiap tahun dirawat di rumah
sakit dan menyebabkan 3.000 kematian pada penderita lanjut usia yang disebabkan oleh
pemakaian NSAID. Diperkirakan NSAID menyebabkan 15-35% dari seluruh komplikasi ulkus.
Beberapa tahun yang lalu Departemen Kesehatan RI melarang produksi sejumlah merek
jamu yang ternyata dicampur dengan NSAID dan bahkan dicampur dengan kortikosteroid yang
sering dipakai oleh masyarakat untuk mengatasi keluhan-keluhan rematik, sakit badan atau pegal
linu.
NSAID merupakan salah satu obat yang paling sering diresepkan. Obat ini dianggap
sebagai first line therapy untuk arthritis dan digunakan secara luas pada kasus trauma, nyeri
pasca pembedahan dan nyeri-nyeri yang lain. Sebagian besar efek samping NSAID pada saluran
cerna bersifat ringan dan reversible – hanya sebagian kecil yang menjadi berat yakni tukak
peptic, perdarahan saluran cerna dan perforasi. Resiko untuk mendapatkan efek samping NSAID
tidak sama untuk semua orang. Sekitar 20% pasien yang mendapat NSAID akan mengalami
dyspepsia.
21
Gastropati akibat NSAID bervariasi sangat luas, dari hanya berupa keluhan nyeri ulu hati
sampai pada tukak peptic dengan komplikasi perdarahan saluran cerna bagian atas.
Terjadinya efek samping NSAID terhadap saluran cerna dapat disebabkan oleh efek
toksik langsung NSAID terhadap mukosa lambung sehingga mukosa menjadi rusak. Sedangkan
efek sistemik disebabkan kemampuan NSAID menghambat kerja COX-1 yang mengkatalis
pembentukan prostaglandin. Prostaglandin pada mukosa saluran cerna berfungsi menjaga
integritas mukosa, mengatur aliran darah, sekresi mucus, bikarbonat, proliferasi epitel, serta
resistensi mukosa terhadap kerusakan.
Untuk mengurangi efek samping NSAID pada saluran cerna dapat dilakukan beberapa
hal seperti meminum NSAID bersamaan dengan proton pump inhibitor (PPI), misoprostol
(analog prostaglandin), histamine-2 reseptor antagonis (H2 reseptor antagonis), dan memilih
NSAID spesifik inhibitor COX-2.
22
Tabel 1. Faktor resiko untuk Mendapatkan Efek Samping NSAID
Merokok
Meminum alcohol
2.3 Patofisiologi
Efek samping NSAID pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung. Efek samping
pada lambung memang yang paling sering terjadi. NSAID merusak mukosa lambung melalui 2
mekanisme, yakni tropical dan sistemik. Kerusakan mukosa secara tropical terjadi karena
NSAID bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk ke
dalam mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik NSAID tampaknya lebih penting,
yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun. NSAID secara bermakna
menekan prostaglandin. Seperti diketahui, prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang
amat penting bagi mukosa lambung. Efek sitoproteksi ini dilakukan dengan cara menjaga aliran
darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat, dan meningkatkan epithelial
defense. Aliran darah mukosa yang menurun menimbulkan adhesi netrofil pada endotel
23
pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh proses imunologis. Radikal bebas dan protease
yang dilepaskan akibat proses imunologis tersebut akan merusak mukosa lambung. 3
24
Gambar 3. Mekanisme NSAID mempengaruhi mukosa lambung
25
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium awal meliputi:
Urinalisis
Darah lengkap
Gula darah puasa
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien gastropati NSAID, terdiri dari non-mediamentosa dan
medikamentosa. Pada terapi non-medikametosa, yakni berupa istirahat, diet dan jika
memungkinkan, penghentian penggunaan NSAID. Secara umum, pasien dapat dianjurkan
pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap di
rumah sakit.11
Pada pasien dengan disertai tukak, dapat diberikan diet lambung yang bertujuan untuk
memberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung, mencegah dan
menetralkan asam lambung yang berlebihan serta mengusahakan keadaan gizi sebaik mungkin.
Adapun syarat diet lambung yakni:7
a) Mudah cerna, porsi kecil, dan sering diberikan.
b) Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk menerima
c) Rendah lemak, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan secara bertahap
hingga sesuai dengan kebutuhan.
d) Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap.
e) Cairan cukup, terutama bila ada muntah
f) Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara termis, mekanis,
maupun kimia (disesuaikan dengan daya terima perseorangan)
g) Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa; umumnya tidak dianjurkan minum susu
terlalu banyak.
h) Makan secara perlahan
i) Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48jam untuk memberikan
istirahat pada lambung.
26
Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gasropati OAINS ringan dapat sembuh
sendiri walaupun OAINS tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2 (ARH2) atau PPI dapat
mengatasi rasa sakit dengan baik. Harus hati-hati menggunakan ARH2 pada pasien yang
harus menggunakan OAINS jangka lama ARH2 temyata mampu mencegah timbulnya
komplikasi berat OAINS pada saluran cerna atas.
Pasien yang dapat menghentikan gangguan OAINS, obat-obat anti hrkak seperti
golongan sitoproteksi, ARH2 dan PPI dapat diberikan dengan hasil yang baik.Sedangkan
pasien yang tidak mungkin menghentikan OAINS dengan berbagai pertimbangan sebaiknya
menggunakan PPI. Mereka yang mempunyai faktor risiko untuk mendapat komplikasi berat,
sebaiknya diberi terapi pencegahan menggunakan PPI atau misoprostol. Misoprostol adalah
analog prostaglandin. Pemberiannya dapat mengimbangi penurunan produksi prostaglandin
akibat OAINS. Sayangnya efek samping obat ini sangat mengganggu, sehingga
penggunaannya terbatas.
27
DAFTAR PUSTAKA
1 . S u ya t a , B u s t a m i E , B a r d i m a n S , B a k r y F . A c o m p a r i s o n o f e f f i c a c y
b e t we e n r e b a m i p i d e a n d o m e p r a z o l e i n t h e t r e a t m e n t o f n s a i d s
gastropathy. T h e Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and
Digest ive EndoscopyVol. 5, No. 3, December 2004; p.89-94.
2.T u g u s h i M. Nonsteroidal anti inflamatory drug (NSAID)
a s s o c i a t e d gast ro pat hies [o nline]. Wo rld Me d ic ine.
3.Hirlan. Gastrit is. In: Sudoyo AW, Set iyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Set iat i S
( ed it o r ) . B uk u Aja r I lmu P e nya k it Da la m, E d. 4 J ilid. I . J ak ar t a:
P u s a t Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. p.335-7.
4.Scheiman JM. Nonsteroidal ant iinflamatory drug (NSAID) -induced
gastropathy.I n : Kim, Karen (edit or). Acute gastro intest ina l
b l e e d i n g ; d i a g n o s i s a n d treatment. New Jersey: Humana Press Inc. 2004. p.75-93
5. Lindseth GN. Gangguan lambung dan duodenum. In: Price SA, Wilson
LM( e d it o r s ) . P a t o f i s io l o g i : k o ns e p k l i n i s p r o s e s - p r o s e s p e n ya k it E d . 6
V o l. 1 . Jakarta: Penerbit ECG. 2002. p.417-35.
6. Tarigan P. Tukak Gaster. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, A lwi I, Simadibrata
M,Setiat i S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.4 Jilid.I. Jakarta:
PusatPenerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. p.338-48.
7. Shrestha S, Lau D. Gastric Ulcers: different ial diagnose & workup.
Emedicine[ o n l i n e ] . 2 0 0 9 [ c i t e d J a n u a r y 2 8
2 0 1 1 ] . A v a i l a b l e
f r o m : http://emedicine.medscape.com/article/175765-overview
28
ANEMIA
2.1 Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
yang cukup ke jaringan perifer.
2.2 Kriteria
Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar
hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga normal hemoglobin sangat
bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia, kehamilan dan ketinggian tempat
tinggal.
29
2.3 Klasifikasi
30
Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu gangguan
produksi sel darah merah pada sumsum tulang (hipoproliferasi), gangguan pematangan sel darah
merah (eritropoiesis yang tidak efektif), dan penurunan waktu hidup sel darah merah (kehilangan
darah atau hemolisis).
1. Hipoproliferatif
Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia hipoproliferatif ini
dapat disebabkan karena:
b. Defisiensi besi
c. Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat
Keadaan ini terjadi pada gangguan fungsi ginjal
d. Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi (misalnya: interleukin 1)
e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada keadaan hipotiroid)
31
Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun dapat pula
ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi ringan
hingga sedang dan penyakit inflamasi. Kedua keadaan tersebut dapat dibedakan melalui
pemeriksaan persediaan dan penyimpanan zat besi.
2. Gangguan pematangan
Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang “rendah”, gangguan
morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks eritrosit yang abnormal. Gangguan
pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:
32
3. Penurunan waktu hidup sel darah merah
Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Pada kedua
keadan ini akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangan darah dapat terjadi
secara akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan retikulosit yang
bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya peningkatan eritropoietin dan proliferasi
sel dari sumsum tulang. Sedangkan pada fase kronis gambarannya akan menyerupai anemia
defisiensi besi.
Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat akut maupun kronis.
Pada anemia hemolisis kronis, seperti pada sferositosis herediter, pasien datang bukan karena
keadaan anemia itu sendiri, melainkan karena komplikasi yang ditimbulkan oleh pemecahan
sel darah merah dalam jangka waktu lama, seperti splenomegali, krisis aplastik, dan batu
empedu. Pada keadaan yang disebabkan karena autoimun, hemolisis dapat terjadi secara
episodik (self limiting).
33
2.4 Gejala Klinis
34
3. Gejala khas masing-masing anemia. Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis
anemia. Sebagai contoh: . Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, dan kuku sendok (koilonychia). Anemia megaloblastik: glositis, gangguan
neurologik pada defisiensi vitamin B12.
. Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan
hepatomegali
. Anemia aplastik: dan tanda-tanda infeksi
3. Gejala penyakit dasar. Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan
anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut- Misalnya gejala
akibat infeksi cacing tambang: sakit perug pembengkakan dan warna kuning pada telapak
tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya
pada anemia akibat penyakit kronik oleh kalena artritis reumatoid. Meskipun tidak
spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fi sik sangat penting pada kasus anemia untuk
mengarahkan diagnosis anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis anemia memerlukan
pemeriksaan laboratorium.
2.5 Pemeriksaan Penunjang
(N: 90 + 8 fl)
(N: 30 + 3 pg)
35
c. Mean Cell Hemoglobin Concentration (MCHC) = hemoglobin x 10
Hematokrit
(N: 33 + 2%)
36
Bila MCV < 80, maka disebut mikrositosis dan bila > 100 dapat disebut sebagai
makrositosis. Sedangkan MCH dan MCHC dapat menilai adanya defek dalam sintesa
hemoglobin (hipokromia)
Indeks retikulosit merupakan perhitungan dari produksi sel darah merah. Nilai retikulosit
akan disesuaikan dengan kadar hemoglobin dan hematokrit pasien berdasarkan usia, gender,
sarta koreksi lain bila ditemukan pelepasan retikulosit prematur (polikromasia). Hal ini
disebabkan karena waktu hidup dari retikulosit prematur lebih panjang sehingga dapat
menghasilkan nilai retikulosit yang seolah-olah tinggi.
Ht 35% : 1,5
Ht 25% : 2,0
Ht 15% : 2,5
Keterangan: RI < 2-2,5% : produksi atau pematangan eritrosit yang tidak adekuat
37
RI > 2,5% : penghancuran eritrosit yang berlebihan
Serum feritin digunakan untuk menilai cadangan total besi tubuh. Namun, feritin juga
merupakan suatu reaktan fase akut, dan pada keadaan inflamasi baik akut maupun kronis,
kadarnya dapat meningkat.
VI. Penatalaksanaan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien anemia
ialah:
1). Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang telah
ditegakkan terlebih dahulu;
2). Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan
3). Pengobatan anemia dapat berupa: a). Terapi untuk keadaan darurat seperti
misalnya pada perdarahan akut akibat anemia aplastik yang mengancam jiwa
pasien, atau pada anemia pasca perdarahan akut yang disertai gangguan
hemodinamik. b), Terapi suportif, c). Terapi yang khas untuk masing-masing
38
anemia, d). Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan
anemia tersebut;
4). Dalam keadaan di mana diagnosis definitif tidak dapat ditegakkan, kita terpaksa
memberikan terapi percobaan (terapi ex juvantivus). Di sini harus dilakukan
pemantauan yarrg ketat terhadap respon terapi dan perubahan perjalanan penyakit
pasien dan dilakukan evaluasi terus menerus tentang kemungkinan perubahan
diagnosis.
5). Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda
gangguan hemodinamik. Pada anemia kronik transfusi hanya diberikan jika anemia
bersifat simtomatik atau adanya ancaman payah jantung. Di sini diberikan packed
red cell, jangan whole blood. Pada anemia kronik sering dijumpai peningkatan
volume darah, oleh karena itu transfusi diberikan dengan tetesan pelan. Dapat juga
diberikan diuretika kerja cepat seperti furosemid sebelum transfusi.
39
DAFTAR PUSTAKA
40