Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Pada awalnya , insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak diperhitungkan
sebelum tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomik dan kemajuan indrustri
berkembang, angka kejadian keganasan ini meningkat. Pada saat ini, kanker
kolorektal merupakan penyebab ketiga kematian dari pria dan wanita akibat kanker
di Amerika Serikat. Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian
juga angka kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki urutan
peringkat ke 2 pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita
kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker. Meskipun
belum ada data yang pasti tetapi dari bergai laporan di indonesia terdapat kenaikan
jumlah kasus , data dari depkes didapati angka 1,8/100rb penduduk.

Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang
ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk.
Terutama pada negara maju dan berkembang. Demikian pula antara negara barat dan
indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di
indonesia frekuensi kolorektal sebanding antara pria dan wanita, banyak terdapat
pada seseorang yang berusia muda dan sekitar 70% dari kanker ditemukan pada
kolon regtosigmoid, sedangkan dinegara barat frekuensi kanker kolorektal yang
ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita, banyak terdapat pada sseorang
yang berusia lanjut, dan dari kanker yang dutemukan hanya sekitar 50% yang berada
pada kolon rektosigmoid.

Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon regtosigmoid.


Keluhan pasien karena kanker tergantung pada besar dan lokasi pada tumor. Keluhan
dari lesi yang berada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal,
anemia, simptomatik dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada
kolon kiri dapat berupa perubahan pola defekasi, konstipasi sampai obstruksi.

Pembagian tahapan berdasarkan klasifikasi Dukes yaitu tes darah lengkap,


digital dubur ,barium enema, sigmoidoskopi, kolonoskopi. Terapi terdiri dari kuratif
dan terapi paliatif. Pengobatan kuratif adalah dengan operasi. Terapi paliatif dengan
kemoterapi dan radiasi.

1
1.2.Tujuan Penulisan

1.1.1 Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami tentang Tumor Tiroid

1.2.2. Tujuan Khusus

Mengetahui dan memahami tentang Tumor tiroid

1.3 Manfaat Penulisan


Untuk memenuhi tugas referat kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Bedah

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Histologi

Usus besar terdiri dari caecum, apendix, kolon ascendens, kolon transversum,
kolon descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta anus. Mukosa usus besar
terdiri dari epitel selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar dengan banyak sel
goblet, pada lapisan submukosa tidak mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah
dalam sirkuler dan sebelah luar longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat
membentuk taenia koli. Lapisan serosa membentuk tonjolan – tonjolan kecil yang
sering terisi lemak yang disebut appendies epiploicae. Di dalam mukosa dan
submukosa banyak terdapat kelenjar limfa, terdapat lipatan – lipatan yaitu plica
semilunaris dimana kecuali lapisan mukosa dan lapisan submukosa ikut pula lapisan
otot sirkuler. Diantara dua plica semilunares terdapat saku yang disebut haustra coli,
yang mungkin disebabkan oleh adanya taenia coli atau kontraksi otot sirkuler. Letak
haustra in vivo dapat berpindah – pindah atau menghilang.

Vaskularisasi kolon dipelihara oleh cabang – cabang arteri mesenterica


superior dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti
periarcaden, yang memberi cabang – cabang vasa recta pada dinding usus. Yang
membentuk marginal arteri adalah arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica
media, arteri colica sinistra dan arteri sigmoidae. Hanya arteri ciloca sinistra dan
arteri sigmoideum yang merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior,
sedangkan yang lain dari arteri mesentericasuperior. Pada umumnya pembuluh darah
berjalan retroperitoneal kecuali arteri colica media dan arteri sigmoidae yang
terdapat di dalam mesocolon transversum dan mesosigmoid. Seringkali arteri colica
dextra membentuk pangkal yang sama dengan arteri colica media atau dengan arteri
ileocolica. Pembuluh darah vena mengikuti pembuuh darah arteri untuk menuju ke
vena mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior yang bermuara ke dalam
vena porta. Aliran limfe mengalir menuju ke nn. ileocolica, nn. colica dextra, nn.
colica media, nn. sinistra dan nn. mesenterica inferior. Kemudian mengikuti
pembuluh darah menuju truncus intestinalis.

Colon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari flexura coli dextra
sampai flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai hubungan dengan duodenum
dan pankreas di sebelah dorsal, sedangkan bagian kiri lebih bebas. Flexura coli
sinistra letaknya lebih tinggi daripada yang kanan yaitu pada polus cranialis ren
sinistra, juga lebih tajam sudutnya dan kurang mobile. Flexura coli dextra erat
hubungannya dengan facies visceralis (lobus dextra bagian caudal) yang terletak di
sebelah ventralnya. Arterialisasi didapat dar cabang – cabang arteri colica media.
Arterialisasi colon transversum didapat dari arteri colica media yang berasal dari
arteri mesenterica superior pada 2/3 proksimal, sedangkan 1/3 distal dari colon
transversum mendapat arterialisasi dari arteri colica sinistra yang berasal dari arteri
mesenterica inferior.
3
Gambar 1 : Arteri Mesenterika Superior

Mesokolon transversum adalah duplikatur peritoneum yang memfiksasi colon


transversum sehingga letak alat ini intraperitoneal. Pangkal mesokolon transversa
disebut radix mesokolon transversa, yang berjalan dari flexura coli sinistra sampai
flexura coli dextra. Lapisan cranial mesokolon transversa ini melekat pada omentum
majus dan disebut ligamentum gastro (meso) colica, sedangkan lapisan caudal
melekat pada pankreas dan duodenum, di dalamnya berisi pembuluh darah, limfa dan
syaraf. Karena panjang dari mesokolon transversum inilah yang menyebabkan letak
dari colon transversum sangat bervariasi, dan kadangkala mencapai pelvis.

Gambar 2 : Arteri Mesenterika Inferior


4
Colon descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura coli sinistra
sampai fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon sigmoideum. Terletak
retroperitoneal karena hanya dinding ventral saja yang diliputi peritoneum, terletak
pada muskulus quadratus lumborum dan erat hubungannya dengan ren sinistra.
Arterialisasi didapat dari cabang – cabang arteri colica sinistra dan cabang arteri
sigmoid yang merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior.

Colon sgmoideum mempunyai mesosigmoideum sehingga letaknya intraperi


toneal, dan terletak di dalam fossa iliaca sinistra. Radix mesosigmoid mempunyai
perlekatan yang variabel pada fossa iliaca sinistra. Colon sigmoid membentuk lipatan
– lipatan yang tergantung isinya di dalam lumen, bila terisi penuh dapat memanjang
dan masuk ke dalam cavum pelvis melalui aditus pelvis, bila kosong lebih pendek
dan lipatannya ke arah ventral dan ke kanan dan akhirnya ke dorsal lagi. Colon
sigmoid melanjutkan diri ke dalam rectum pada dinding mediodorsal pada aditus
pelvis di sebelah depan os sacrum. Arterialisasi di dapat dari cabang – cabang arteri
sigmoidae dan arteri haemorrhoidalis superior cabang arteri mesenterica inferior.
Aliran vena yang terpenting adalah adanya anastomosis antara vena haemorrhoidalis
superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna. Jadi terdapat hubungan
antara vena parietal (vena iliaca interna) dan vena visceral (vena porta) yang penting
bila terjadi pembendungan pada aliran darah portal. Mesosigmoideum mempunyai
radix yang berbentuk huruf V dan ujungnya letaknya terbalik pada ureter kiri dan
percabangan arteri iliaca communis sinistra menjadi cabang – cabangnya, dan
diantara kaki – kaki huruf V ini terdapat reccessus intersgmoideus

Gambar 3 : Anatomi colon dan rektum

5
2.2 Karsinoma Kolorektal

2.2.1 Definisi Karsinoma Kolokteral

Karsinoma kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam
permukaan usus besar atau rektum.

2.2.2 Epidemiologi Karsinoma Kolorektal

Secara epidemiologis, angka kejadian kanker kolorektal mencapai urutan ke-


4 di dunia dengan jumlah pasien laki – laki sedikit lebih banyak daripada perempuan
dengan perbandingan 19.4 dan 15.3 per 100.000 penduduk. Angka insiden tertinggi
terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan Selandia Baru, sedangkan angka insiden
terendah terdapat pada India, Amerika Selatan dan Arab Israel. Di Eropa, penyakit
ini menempati urutan kedua sebagai kanker yang paling sering terjadi pada pria dan
wanita pada tingkat insidensi dan mortalitas.

Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk.


Dewasa ini kanker kolorektal telah menjadi salah satu dari kanker yang banyak
terjadi di Indonesia, data yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker menunjukkan
bahwa kanker kolorektal merupakan salah satu dari lima kanker yang paling sering
terdapat pada pria maupun wanita.

Gambar 4 : Kasus kanker di Indonesia

2.2.3 Etiologi Karsinoma Kolorektal

Penyebab dari keganasan kolorektal memiliki faktor genetik dan lingkungan :

1. Sindroma kanker familial

6
Terdapat berbagai faktor genetik yang berkaitan dengan keganasan
kolorektal.
Sebanyak 10 – 15 % kasus kanker kolorektal disebabkan oleh faktor ini
2. Kasus sporadik
Kasus sporadik merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 85% dari seluruh
keganasan kolorektal. Walaupun tidak ada mutasi genetik yang dapat
diidentifikasi, namun kekerabatan tingkat pertama dari pasien kanker
kolorektal memiliki peningkatan resiko 39 x untuak dapat terkena kanker.
3. Faktor lingkungan yang ikut berpengaruh antara lain ialah diet. Diet tinggi
lemak jenuh menigkatkan resiko. Memperbanyak makan serat menurunkan
resiko ini untuk individu dengan diet tinggi lemak. Studi epidemiologik juga
memperlihatkan bahwa orang dari negara bukan industri lebih sedikit terkena
resiko ini.

2.2.4 Faktor Predisposisi Karsinoma Kolorektal

1. Polip

Polip telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari
kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai
dari hiperplasia sel mukosa, pembentukan adenoma, perkembangan dari diplasia
menuju transformasi maligan dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor
supresi gen, dan kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi
adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.

Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel
yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG), dan gen
gatakeeper. Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan
pembelahan sel. TSG menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis
(kematian sel yang terprogram). Kelompok gen ini dikenal sebagai anti-onkogen,
karena berfungsi melakukan kontrol negatif pada pertumbuhan sel. Gen p53
merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein dengan berat molekul 53
kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi kerusakan DNA, menginduksi reparasi
DNA. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas genomik dengan
mendeteksi kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi pada gen – gen ini
karena berbagai faktor membuka peluang terbentuknya kanker

Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan kebutuhan
melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh fungsi proto-
onkogen, TSG, dan gen gatekeeper secara seimbang. Jika terjadi ketidakseimbangan
fungsi ketiga gen ini, atau salah satu tidak berfungsi dengan baik karena mutasi,
maka keadaan ini akan menyebabkan penyimpangan siklus sel. Pertumbuhan sel
tidak normal pada proses terbentuknya kanker dapat terjadi melalui tiga mekanisme,
yaitu perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel
dalam satuan waktu, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan proses
apotosis, dan masuknya kembali populasi sel yang tidak aktif berproliferasi ke dalam
7
siklus proliferasi. Gabungan mutasi dari ketiga kelompok gen ini akan menyebabkan
kelainan siklus sel akibatnya sel akan berkembang tanpa kontrol (yang sering terjadi
pada manusia adalah mutasi gen p53). Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel yang
tidak diperlukan, tanpa kendali dan karsinogenesis dimulai.

Secara histologi polip diklasifikasikan sebagai neoplastik dan neo neoplastik.


Non neoplastik polip tidak berpotensi maligna, yang termasuk polip non neoplastik
yaitu polip hiperplastik, mukous retention polip, hamartoma (juvenile polip), limfoid
aggregate dan inflamatory polip.

Neoplastik polip atau adenomatous polip berpotensi berdegenerasi maligna;


dan berdasarkan WHO diklasifikasikan sebagai tubular adenoma, tubulovillous
adenoma dan villous adenoma. Tujuh puluh persen dari polip berupa adenomatous,
dimana 75%-85% tubular adenoma, 10%-25% tubulovillous adenoma dan villous
adenoma dibawah 5%.

Gambar 5. Adenomatous Polip

Gambar 6 : Polip neoplastik

8
Keterangan : (A) tubular adenoma, (B) villous adenoma, (C) tubulovillous adenoma,
(D) karsinoma pada tangkai tubular adenoma, (E) karsinoma invasif yang muncul
dari sebuah villous adenoma
Displasia dapat dikategorikan menjadi low atau high grade. Enam persen dari
adenomatous polip berupa high grade displasia dan 5% didalamnya berupa invasif
karsinoma pada saat terdiagnosa. Potensi malignansi dari adenoma berkorelasi
dengan besarnya polip, tingkat displasia, dan umur. Polip yang diameternya lebih
besar dari 1 cm, berdisplasia berat dan secara histologi tergolong sebagai villous
adenoma dihubungkan dengan risiko tinggi untuk menjadi kanker kolorektal. Polip
yang berukuran kecil (<1 cm) tidak berhubungan dengan meningkatnya timbulnya
kanker kolorektal. Insiden dari kanker meningkat dari 2,5-4 kali lipat jika polip lebih
besar dari 1 cm, dan 5-7 kali lipat pada pasien yang mempunyai multiple polip.

2. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease

a. Ulseratif Kolitis

Ulseratif kolitis merupakan faktor resiko yang jelas untuk kanker kolon, sekitar
1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis.

b. Penyakit Crohn’s

Pasien yang menderita penyakit cronh’s mempunyai resiko tinggi untuk


menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan
ulseratif kolitis. Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit ini
sekitar 20%

3. Faktor genetik

a. Riwayat keluarga

Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat
kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Insiden 2x lebih tinggi bila dibandingkan
dengan seseorang dengan tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada
keluarganya.

b. Herediter kanker kolorektal

Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal menuju


mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan
adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan mutasi. Seperti :

- FAP, gen yang betganggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, yang
berlokasi pada kromosom 5Q21. Adanya defek pada avc tumor supresor
gen dapat menggiring kepada kemungkinan pembentukan kanker
kolorektal pada umur 40-50 tahun

9
- HNPCC, Pola autosomal dominan dari HNPCC termasuk linc sindrom 1
dan 2. Generasi multiple yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal
muncul pada umur yang muda (45 tahun), dengan predominan lokasi
kanker padea kolon kanan.

4. Diet

Masyarakat yang diet dengan tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet
rendah serat berkemungkinan besar menderita kanker kolorektal pada kebanyakan
penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukan adanya
hubungan antara serat dan kanker kolorektal.

5. Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun, mempunyai resiko 3 kali
untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar. Sedangkan
merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan resiko 20x untuk menderita
adenoma yang berukuran besar.

6. Usia

Menurut WHO, Faktor resiko kanker kolorektal:

a. Berusia <50 tahun


b. Sindroma adenomatous popelposis
c. Riwayat kanker kolorektal pada keluarga
d. Inflamatory bowel desease
e. Riwayat menderita kanker kolorektal
f. Riwayat menderita polip kolorektal

2.2.5 Patofisiologi Kanker Kolorektal

Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor


genetik dan faktor lingkungan. Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah
melewati rentang masa yang lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang
menimbulkan berbagai lingkungan genetik yang berkembang sebagai kanker. Kanker
kolon terjadi akibat dari kerusakan genetik pada lokus yang mengontrol pertumbuhan
sel. Awal dari proses terjadinya karsinoma kolon yang melibatkan mutasi somatik
terjadi pada gen adenomatous poliposis coli atau APC.

Awal dari proses terjadinya karsinoma kolon yang melibatkan mutasi somatik
terjadi pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC). Gen APC mengatur kematian
sel dan mutasi pada gen ini menyebabkan pengobatan proliferasi yeng selanjutnya
berkembang menjadi adenoma. Mutasi pada onkogen K-RAS yang biasnya terjadi
pada adenoma kolon yang berukuran besar akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan sel yang tidak normal.

10
Gambar 7. Mutasi genetik carsinoma rectal

Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen
spresor tumor p53. Dalam keadaan normal protein dari gen p53 akan menghambat
poliferasi sel yang mengalami kerusakan DNA, mutasi gen p53 menyebabkan sel
dengan kerusakan DNA tetap dapat melakukan replika yang menghasilkan sel-sel
dengan kerusakan DNA yang lebih parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan
sejumlah segmen pada kromosom yang berisi beberapa alele (misal loss of
heterizygosity), hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen supresor tumor lain
seperti DCC (deleted in Colon Cancer) yang merupakan transformasi akhir menuju
keganasan.

Gambar 8. Perubahan genetik dan gambaran klinik

11
2.2.6 Klasifikasi Karsinoma Kolorektal

Klasifikasi kanker kolorektal menurut Dukes-turnbull dapat dilihat pada


gambar dibawah ini :

Dukes The depth of infiltration Progosis alive after 5


years
A Limited to the intestinal 97%
wall
B Penetrate the muscular 80%
layer and mucosal
C Metastatic lymph nodes

C1 Some of the lymph nodes 65%


near the primary tumor

C2 In the pituitary limf far 35%


D Distant metastases <5%

Tabel 1: Staging tumor menurut TNM

T - Primary Tumour
TX : Primary tumour can not be assessed
T0 : No evidence of primary tumour
Tis : Carcinoma in situ : intraeoithellial or nvasion of lamina propia
T1 : Tumour invades submucosa
T2 : Tumour invades muscularis propia
T3 : Tumour Invades strough the muscularis propia into subserosa or into
non-peritonealised pericolic or perirectal tissues.
T4 : Tumour direcly invades other or structures and or perforatesvisceral
peritoneum.
N-Regional Lymh nodes
NX : Regional lymph nodes can not be assessed
N0 : No regional lymph node metastasis
N1: metastasis in to 3 regional lymph nodes
N2: metastasis in 4 or more regional lymph nodes
M-Distant Metastasis
MX : Distant metastasis can not be assessed
M0 : No distant metastasis
M1: Distant metastasis
Stage overall T N M S-year
Survival 6>66

Stage I T1,T2 N0 M0 80-95%


Stage IIA T3 N0 M0 72-75%
Stage IIB T4 N0 M0 65-66%
Stage IIIA T1,T2 N1 M0 55-60%
Stage IIIB T3-T4 N1 M0 35-42%
Stage IIIC Any T N2 M0 25-27%

12
Stage IV Any T Any N M1 0-7%

TNM staging system for colorectal cancer and published survival rates for
different stagest
Tabel 2 : Stadium kanker

a. Stadium 0 : stadium kanker insitu; pada stadium ini, sel yang abnormal masih
ditemukan pada garis batas dalam dari kolon(muskularis mukosa)
b. Stadium 1 : stadium dukes A; kanker telah menyebar pada garis batas dalam
dari kolon hingga dinding dalam dari kolon dan belum menyebar keluar
kolon.
c. Stadium 2 : stadium duker-B; kanker telah menyebar kelapisan otot dari
kolon hingga lapisan ketiga dan lapisan lemak atau kulit tipis yang
mengelilingi kolon. Namun belum mengenai kelenjer limfa.
d. Stadium 3: stadium Dukes-C; kanker telah melebar ke kelenjer limfa tapi
belum menyebar ke bagaian lain dari tubuh.
e. Stadium 4: Stadium Dukes-D; kanker telah menyebar ke organ lain dari tubuh
seperti hepar dan paru-paru.

2.2.7 Manifestasi Klinis Karsinoma Kolorektal

Kebanyakan kasus kolorektal di diagnosis pada usia sekitar 50 tahun dan


umumnya sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk. Keluhan
yang paling sering dikeluhkan pasien adalah, perubahan pola buang air besar,
perdarahan per-anus (hematokezia dan konstipasi). Kanker ini biasanya berjalan
lama, obstruksi kolon biasanya terjadi pada kolon transfersum. Kolon desenden dan
kolon sigmoid karena ukuran lumennya lebih sempit daripada kolon yang proksimal.
Obstruksi parsial awalnya ditandai dengan nyeri abdomen, namun bila obstruksi
total terjadi akan menimbulkan naucea, muntah, distensi dan opstipasi. Tumor yang
terletak lebih distal umumnya disertai hematokezia atau darah tumor dalam feses,
tumor yang proksimal sering disertai dengan anemia defisiensi besi. Infasi lokal dari
tumor menimbulkan tenesmus, hematuria, infeksi saluran kemih berulang dan
obstruksi uretal.

Tanda dan gejala karsinoma kolon bervariasi tergantung dari lokasi kanker di dalam
usus besar. Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan
dengan suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi
belahan bagian kanan (caecum, kolon asenden, 2/3 proksimal kolon transfersum),
dan arteri mesenterika inverior yang memperdarahi belahan kiri (1/3 distal kolon
transfersum, kolon descenden dan sikmoit, dan bagian proksimal rektum).

a. Kolon Kanan
Memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serti isi fesal karena
fitur anatomisnya karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar sevelum

13
terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah dengan anemia. Darah
makroskopis sering tidak tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah
samar. Pasien dapat mengeluh ketidak nyamanan pada regio kanan abdomen
dan sering salah diagnosa dengan penyakit gastrointestinal dan kandung
empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi gangguan berkemih.
b. Kolon Kiri
Memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses ialah
semi solid. Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen
yang menyebabkan gangguan pola defekasi, yaitu konstipasi/ peningkatan
frekuensi BAB. Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif. Feses
dapat diliputi atau tercampur dengan darah merah atau hitam. Serta sering
keluar mukus bersamaan dengan gumpalan darah/feses.
c. Pada kanker Rectum, gejala utama yang terjadi hematokezia. Perdarahn
sering kali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus.
Pada pasien dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau usia tua,
walaupun ada haemoroid, kanker tetap harus difikirkan.

Right Colon The left Colon The rectum


Type of tumor Ulcerative Sterdotik Infiltrative
vegetative Ulcerative
Vegetative
Caliber viscus Large Small / flat Large
Fill viscus Semifluid Semi solid Large
The main Absorotion Storage Defecation
function
Tabel 3 : Faktor yang membedakan gejala dan tanda

Kolon kanan Kolon kiri Rektum


ASPEK KLINIS Kolitis Obstruksi Proktitis
NYERI Karena Obstruksi Obstruksi
penyusupan
DEFEKASI Diare atau diare Konstipasi Tenesmi terus
berkala progresif menerus
OBSTRUKSI Jarang Hampir selalu Hampir selalu
DARAH PADA Samar Samar atau Makriskopik
FESES makriskopik
FESES Normal/ diare Normal Perubahan bentuk
berkala
DISPEPSIA Sering Jarang Jarang
ANEMIA Hampir selalu Lambat Lambat
MEMBURUKNYA Hampir selalu Lambat Lambat
KEADAAN
UMUM
Tabel 4 : Gambaran Klinis Karsinoma kolorektal

14
2.2.8 Diagnosis Karsinoma Kolorektal

Diagnosa karsinoma kolorektal, ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, pemeriksaan abdomen dan rectal, prosedur diagnostik paling
penting untuk kanker kolon adalah pengujian darah samar, enema barium,
proktosigmoidoskopi dan kolonoskopi. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap 3
tahun untuk usia 40 tahun ke atas. Sebanyak 60% kasus kanker kolorektal dapat di
identifikasi dengan sigmoideskopi dengan biopsi atau apusan sitologi.

Pemeriksaan fisik penting dalam menentukan penyakit lokal,


mengidentifikasi metastase dan mendeteksi sitem organ lain yang turut berperan
dalam organ lain. Pemeriksaan abdomen dimulai dari inspeksi yaitu melihat adanya
bekas operasi, penonjolan masa, kontur usus yang mungkin dapat terlihat. Palpasi
dilakukan untuk meraba adanya massa, pembesaran hepar, asites atau nyeri tekan
pada abdomen. Bila teraba massa disebutkan lokasi, diameter, mobilitas atau melekat
pada jaringan, konsistensi, batas jelas/ tidak. Perkusi Normal pada abdomen ialah
bunyi Timpany. Bila terdapat masaa maka perubahan suara akan menjadi redup.
Pada auskultasi di dengarkan bising usus. Pada kanker rektal distal, dapat dirasakan
massa yang rata, keras, oval atau melingkar dengan depresi pada sentral. Bila
meluas, harus ditentukan ukuran dan derajat perlekatan jaringan. Pada pemeriksaan
Rectal Toucht makan didapatkkan darah pada sarung tangan.

a. Digital Rectal Examination

Pada pemeriksaan ini dapat di palpasi dinding lateral, posterior dan anterior;
serta spina ischiadika, sacrum dan coccygeus dapat diraba dengan mudah. Metastasis
intraperitoneal dapat teraba pada bagian anterior rectum dimana sesuai dengan posisi
anatomis kantong douglasi sebagai akibat infiltrasi sel neuplastik. Meskipun 10 cm
merupakan batas eksplorasi jari yang mungkin dilakukan, namun telah lama
diketahui bahwa 50% dari kanker kolon dapat dijangkau oleh jari, sehingga rectal
examination merupakan cara yang baik untuk mendiagnosa kanker kolon yang tidak
dapat diabaikan.

b. Rectal Toucher untuk menilai :


- Tonus sphincter ani : kuat atau lemah.
- Ampula rectum : kolaps, kembung atau terisi feses.
- Mukosa : kasar, berbenjol benjol, kaku
- Tumor : teraba atau tidak, lokasi, lumen yang dapat ditembus jari, mudah
berdarah atau tidak, batas atas dan jaringan sekitarnya, jarak dari garis
anorektal sampai tumor.

15
2.2.9 Pemeriksaan Penunjang

1. Biopsi
Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting.
Jika terdapat sebuah obstruksi sehingga tidka memungkinkan dilakukannya
biopsi maka sikat sitologi akan sangat berguna.
2. Carcinoenbrionik Antigen (CEA) Skrining
Adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk
dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk
memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan
metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan non spesifik untuk digunakan
sebagai skrining kanker kolorektal.
Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensitifitas dari tes CEA, namun tes ini
sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes ini sebelum
operasi sangat berguna sebagi faktor prognosa dan apakah tumor primer
berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA.
3. Test Ocultblood
Phenol yang tidak berwarna didalam guaikgum akan dirubah menjadi
berwarna biru oleh oksidasi. Reaksi ini menandakan adanya peroksidase
katalis, oksidase menjadi sempurna dengan adanya katalis, contoh
hemoglobin.

4. Barium Enema (Colon In-loop)


Teknik yang sering digunakan dengan memakai double kontras barium
enema, yang sensitivitasnya mencapai 905 dalam mendeteksi polip yang
berukuran besar dari 1cm. Teknik ini digunakan bersama-sama fleksibel
sigmoidoskopi merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti
kolonoskopi untuk pasien yang tidka dapat mentoleransi kolonoskopi, atau
digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai
riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi.
Gambaran Karsinoma Kolon dengan Colon In-loop secara radiologi
gambarannya:
a. Penonjolan ke dalam lumen
Bentuk klasik tipe ini adalah polip. Polip dapat bertangkai dan tidak
bertangkai. Dinding kolon sering kali masih baik.
b. Kerancuan dinding kolon dapat bersifat simetris atau asimetris. Lumen
kolon sempit dan ireguler. Kerap kali hal ini dapat dibedakan dengan
Colitis Crohn.
c. Kekauan dinding kolon bersifat segmental, terkadang mukosa masih
baik. Lumen kolon dapat tidak menyempit. Bentuk ini sukar dibedakan
dengan Colitis ulseratif.

16
Gambar.9 Double kontras barium enema

5. Endoskopi
Tese tersebuh di indikasi untuk menilai seluruh mukasa kolon karena 3% dari
pasien mempunyai sincronous kanker dan berkemungkinan untuk mempunyai
polip premalignan.

Gambar.10 Lower endoscopy

6. Proktosigmoidoskopi
Pemeriksaan ini dapat menjangkau 20-25cm dari linea dentata, tapi akut
angulasi dari rectosigmoid junction akan dapat menghalangi masuknya
instrumen. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 20-25% dari kanker kolon.
Rigid proctosigmoidoskopi aman dan efektif untuk digunakan sebagai
evaluasi seseorang dengan resiko rendah dibawah usia 40 tahun jika
digunakan bersama-sama dengan occultbloods.
7. Fleksibel sigmoidoskopi
Dapat menjangkau 60cm kedalam lumen kolon dan dapat mencapai bagian
proximal dari kolon kiri. 505 dari kanker kolon dpaat terdeteksi dengan alat
ini. Flexible sigmoidoskopi tidak dianjurkan digunakan untuk indikasi
17
terapeutik polipektomi, kauterisasi dan semacamnya; kecuali pada keadaan
kusus, seperti pada ileorectal anastomosis. Fleksibel sigmoidoskopi setiap 5
tahun dimulai pada umur 50% merupakan metode yang direkomendasikan
untuk skrinng seseorang yang asimptomatik yang berada pada tingkatan
resiko menengah yang menderita kanker kolon. Sebuah polip adenomatous
yang ditemukan pada fleksibel sigmoidoskopi merupakan indikasi untuk
dilakukannya kolonoskopi, karena meskipun kecil (kecil dari 10 mm),
adenoma yang berada di distal kolon biasanya berhubungan dengan
neoplasma yang letak nya proksimal pada 6-10%.
8. Kolonoskopi
Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160cm.
Kolonoskopi merupakan cara paling akurat untuk dapat menunjukan polip
dengan ukuran ,1cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar
94% lebih baik dari pada barium enema yang ke akuratannya hanya sebesar
67%.
9. Imaging teknik
MRI, CT-Scan transrectal Ultrasound merupakan bagian dari teknik imaging
yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan
kanker kolon. Tetapi teknik ini bukan skrining tes.

10. CT-Scan
Dapat meevaluasi abdominal kapiti dari pasien kanker kolon pre-operatif.
CT-Scan bisa mendeteksi metastases ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium,
kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. Pelvis CT-Scan dapat
mengidentifikasi invasi tumor ke dinding usus dengan akurasi mencapai 90%
dan mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening besar dari 1cm pada 70%
pasien.

Gambar.11 Gambaran CT scan invasi tomor ke dinding usus


11. MRI
Lebih spesifik untuk tumor pada hepar dari pada CT-Scan dan sering
digunakan untuk klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan
CT-Scan. Karena sensitivitasnya lebih tinggi dari pada CT-Scan, MRI
dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis ke Hepar.

18
12. Endoskopi Ultrasound (EUS)
Secara signifikan menguatkan penilaian dari kedalaman invas tumor, terlebih
untuk tumor rectal. Keakurasian dari EUS sebesar 95%, 70% untuk CT dan
60% untuk digital rectal examination. Pada kanker rectal kombinasi
pemakaian EUS untuk melihat adanya tumor dan digital rectal examination
untuk menilai mobilitas tumor seharusnya dapat meningkatkan ketepatan
rencana dalam terapi pembedahan.

Gambar .12 Endoskopi

Kesimpulan untuk mendiagnosis Karsinoma Kolon

Right Colon 1.
Anemia and Weekness
2.
Occultblood infecess
3.
Dysspepsia
4.
Rigth abdominal mass
5.
Typical abdominal ex-rays
6.
Colonoscopy findings
Left Colon 1.
Changes in bowel habits
2.
Blood in stool
3.
Symptoms and Sign of
obstruction
4. Photo of typical rongents
5. The discovery off a colocnoscopy
Rectum 1. Rectal bleeding
2. Blood in stool
3. Changes in bowel habits
4. A feeling of fullness of feeling of
dissatisfaction after defecation
5. The discovery of tumor
rectosigmoidoscopy
Tabel. 5 Kesimpulan untuk mendiagnosis Karsinoma Kolon

19
2.2.10 Differensial Diagnosis Karsinoma Kolorektal

Right Colon Middle colon The left colon The rectum


Appendix abscess Peptic ulcer Colitis ulserosa Polyp
Massa appendix Gastric carcinoma polyp Proctitis
Amuboma Liver abscess divertuculitis Anal fissure
hemorhoids
Enteritis Carcinoma of the Endometriosis Carsinoma of the
regionalis liver anus
Kolesistitis
Pancreatisis
Tabel. 6 Diagnosa Banding

2.2.11 Penatalaksanaan Karsinoma Kolorektal

Tatalaksana yang dapat diberikan ialah reseksi operasi luas dari lesi dan
drainase regional limfatik. Tujuan terapi karsinoma kolon adalah mengeluarkan
tumor dan suplai limfovaskular. Reseksi usus tergantung dari pembuluh darah yang
mengaliri bagian kanker tersebut. Bila seluruh tumor tidak dapat diangkat, maka
dibutuhkan terapi paliatif.

Adanya kanker adenoma atau riwayat keluarga yang kuat terhadap CRC
mengindikasikan seluruh kolon beresiko terhadap karsinoma dan harus dilakukan
subtotal atau total kolektomi. Apabila terdapat metastasis tidak terprediksi
sebelumnya saat dilakukan laparotomi, maka tumor primer harus direseksi bila dapat
dilakukan dan aman. Selanjutnya dilakukan anastomosis. Pada tumor yang tidak
dapat direseksi, maka dilakukan prosedur paliatif dan membutuhkan proksimal stoma
atau baypass.

a. Stage 0 (Tis, N0, M0)


Polip yang mengandung carcinoma in situ/ hight grade dysplasia tidak
memiliki resiko metastasis nodul limfatikus. Akan tetapi, high grade
dysplasia meningkatkan resiko karsinoma invasif. Karena alasan ini, maka
polip dieksisi lengkap dan batasnya harus bebas dari displasia. Polip
bertangkai harus dilepaskan secara komplit dengan endoskopi. Pada pasien
imi , di ikuti dengan kolonoskopi teratur yang memastikan bahwa polip tidak
rekuren dan tidak terbentuk karsinoma invasif. Apabila polip tidak dapat
diangkat seluruhnya, maka dilakukan reseksi segmental.
b. Stage I: Malignant polyp (T1, N0, M0)
Pengelolaan polip malignant didasarkan atas resiko rekurensi dan metastasis
ke kelenjar getah bening. Metastase ke kelenjer getah bening berdasarkan
kedalaman invasi polip. Pada invasi limfovaskular, histolog diferensiasi
buruk dapat dilakukan segmental kolektomi.
c. Stage I dan II : Localized Colon Carcinoma (T1-3, N0, M0)
Mayoritas pasien dengan stadium 1 sampai 2 dapat disembuhkan dengan
operasi reseksi. Beberapa pasien dengan reseksi komplit stadium 1 dapat
berkembang rekurensi lokal atau jauh dan kemoterapi tidka meningkatkan
20
survival pasien ini. Sebanyak 46% pasien dengan reseksi pasien nstadium II
dapat beresiko kematian. Untuk alasan ini kemoterapi adjuvan disarankan
untuk pasien muda dan resiko tinggi.
d. Stage III: lymph Node Metastasis ( tany, N1,M0)
Pasien dengan keterlibatan kelenjer getah bening merupakan resiko yang
tinggi terhadap rekurensi. Oleh karena itu direkomendasikan ajuvan
kemoterapi rutin pada pasien ini. Regiment yang digunakan ialah 5-
Flourouracyl dengan levanisole atau leukovorin Mgurangi recurensi dan
menngkatkan angka ketahanan hidup. Agen kemoterapi yang baru ialah
ascapecitabine, irinotecan, oksalidlatin, angiogenesis inhibitors dan
imunotherapy.
e. Stage IV: Distance metastasis (Tany, Nany, M1)
Angka survival sangat terbatas pada stadium ini. Pasien dengan penyakit
sitemik, sebanyak 15% akan bermetastase ke hati. Pada stadium ini, sebanyak
20% potensial reseksi untuk sembuh. Angka survival pada pasien ini
meningkat bila dibandingkan dengan pasien yang tidak direseksi. Semua
pasien membutuhkan kemoterapi adjuvan. Pasien yang tidak dioperasi
difokuskan untuk paliatif terapi. Terapi paliatif yang digunakan ialan stenting
untuk lesi obstruksi kolon kiri.

Pertimbangan untuk melakukan terapi bedah di lakukan berdasarkan stadium kanker


:

Penentuan Stadium

A
B C

Tumor Dukes A dan B Tumor Dukes B, dan C Tumor metastasis

Pembedahan radikal Pembedahan Radikal Pembedaan


paliatif

OBSERVASI OBSERVASI

Kemoterapi
Percobaan klinis dengan
terapi adjuvan

21
1. Anastomosis

Dapat dibentuk melalui dua segmen usus. Teknik yang digunakan dapat berupa
handsewn atau staplet. Jenis anastomosis:

a. End to End
Dilakukan ketika dua segment usus dengan kaliber yang sama. Teknik ini dilakukan
pada reseksi rektum tetapi dapat dilakukan dalam kolostomi atau anastomosis usus
kecil.
b. End too Side
Digunakan bila salah satu bagian usus lebih besar dari lainnya. Teknik in dilakukan
pada obtruksi kronik.
c. Side to End
Dilakukan ketika usus proksimal lebih kecil dari pada bagian distalnya.
d. Side to Side
Dilakukan bila menyambung kontunuitas diantara dua pembuluh darah atau segmen
usus dimana tempat terakhirnya telah ditutup.

Gambar 13. Anastomosis

2. Colostomy

Bentuk kolostomi yang sering digunakan ialah end colostomi dibanding


loopcolostomi. Colostomi dibuat pada sisi kiri kolon. Defek pada dinding abdomen dibuat
dan akhir dari kolon dimobilisasi melalui lubang itu.

22
Gambar 14. Kolostomi

3. Sistemik kemoterapi

Regiment adjuvan kemoterapi untuk kanker kolon ialah :

a. 5-fluorouracyl + leucovorin
o 5-fluorouracyl: 500 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu
o Leucovorin : 20mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu, diberikan
sebelum 5-FU
o Siklus diulang setiap 8 minggu untuk total 24 minggu.
b. LV5FU2 (de Gramont regimen)
o 5-fluorouracyl : 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV contonous
infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2
o Leucovorin : 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion
sebelum 5-fluorouracyl.
o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu.
c. Oxaliplatin = 5-fluorouracyl = leucovorin (FOLFOX4)
o Oxaliplatin 85 mg/m2 IV pada hari 1
o 5-fluorouracil : 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continous
infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2
o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion
sebelum 5-fluorouracil
o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu.

Regimen untuk metastasis :


a. Irinotecan + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFIRI regimen)
Irinotecan: 180 mg/m2 IV pada hari 1
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus pada hari 1, diikuti dengan 2400
mg/m2 IV continuous infusion untuk 46 jam
o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-
fluorouracil

23
o Mengulang siklus setiap 2minggu
b. Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX6)
o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus on day 1, diikuti dengan 2400
mg/m2 IV continuous infusion untuk 46 jam
o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-
fluorouracil
o Mengulang siklus setiap 2minggu
c. Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (mFOLFOX7)
o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1
o 5-Fluorouracil: 3000 mg/m2 IV continuous infusion pada hari 1 untuk
46 jam
o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-
fluorouracil
o Mengulang siklus setiap 2minggu
d. Capecitabine + oxaliplatin (XELOX)
o Capecitabine: 850-1000 mg/m2 PO terbagi 2 dosis pada hari 1-14
o Oxaliplatin: 100-130 mg/m2 IV pada hari 1
o Mengulang siklus setiap 21 hari
e. FOLFOX4 + bevacizumab
o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti dengan 600 mg/m2 IV
continuous infusion pada hari 1 dan 2
o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-
fluorouracil
o Bevacizumab: 10 mg/kg IV setiap 2 minggu
o Mengulang siklus setiap 2 minggu
4. Agen biologis
Bevacizumab ( Avastin) merupakan obat antiangiogenesis pertama
yang diindikasikan untuk kanker kolorektal metastasis. Ini meripakan
antibodi monoklonal untuk vascular endothelial growth factor (VEGF) dan
meningkatkan survival bila ditambahkan pada kemoterapi. Agen biologis lain
yang telah direkomendasikan ialah epidermal growth factor receptor (
EGFR). Nama obat untuk golongan ini ialah Cetuximab yang digunakan

24
sebagai monoterapi atau kombinasi dengan irinotecan pada pasien kanker
kolorektal yang refrakter dengan 5-FU dan oxalipatin. Panitumumab adalah
antibodi monoklonal human dan diindikasikan untuk monoterapi bila
kombinasi gagal. Lini pertama untuk kanker metastasis ialah bevacizumab
dan kemoterapi ( oxiliplatin dan irinotecan
5. Terapi radiasi
Radioterapi merupakan modalitas standar bagi pasien dengan kanker
rektum, tetapi terbatas bagi kanker kolon. Terapi ini tidak mempunyai efek ajuvan
maupun metastatik, hanya sebagai terapi paliatif untuk metastasis tulang atau otak.

2.2.12 Pencegahan Karsinoma Kolorectal

A. Endoskopi
Sigmoidoskopi atau kolonoskopi dapat mengindentifikasi dan mengangkap polip
dan menurunkan insiden kanker kolorektal pada pasien yg menjalani kolonoskopi
polipektomi.

B. Diet
The National Reseace Councyl telah merekomendasikan pola diet pada tahun 1982 :
- Menurunkan lemak total dari 40 ke 30% dari total kalori
- Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung serat.
- Membatasai makanan yang diawtkan, diasinkan dan diasapkan.
- Membatasi makanan yang mengandung bahan pengawet.
- Mengurangi konsumsi alkohol

C. Non Steroid Anti Inflammation Drug


Penelitian pada pasien familial poliposis dengan menggunakan NSAID
sulindac dosis 150 mg secara signifikan menurunkan rata-rata jumlah dan diameter
dari polip bila dibandingkan dengan pasien yang diberi plasebo.Ukuran dan jumlah
dari polip bagaimanapun juga tetap meningkat tiga bulan setelah perlakuan
dihentikan.Data lebih jauh menunjukkan bahwa aspirin mengurangi formasi, ukuran
dan jumlah dari polip; dan menurunkan insiden dari kanker kolorektal, baik pada
kanker kolorektal familial maupun non familial.Efek protektif ini terlihat
membutuhkan pemakaian aspirin yang berkelanjutan setidaknya 325 mg perhari
selama 1 tahun.

25
D. Hormon Replacement Therapy (HRT)

Penelitian oleh the Nurses Health Study yang melibatkan partisipan


sebanyak 59.002 orang wanita postmenopouse menunjukkan hubungan antara
pemakaian HRT dengan kanker kolorektal dan adenoma.Pemakaian HRT
menunjukkan penurunan risiko untuk menderita kanker kolorektal sebesar 40%, dan
efek protektif dari HRT menghilang antara 5 tahun setelah pemakaian HRT
dihentikan.
2.2.13 Komplikasi

Komplikasi primer dihubungkan dengan karsinoma kolorektal, antara lain

a. O bstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi.


b. Perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi organ peritoneal.
c. Perluasan langsung ke organ2 yang berdekatan.

2.2.14 Prognosis

STADIUM Deskripsi Bertahan


Dukes TNM Derajat Histopatologi 5
tahun(%)
A T1N0M0 I Kanker terbatas pada >90
mukosa atau
submukosa
B1 T2N0M0 II Kanker mencapai 85
muskularis
B2 T3N0M0 III Kanker cendrung 70-80
masuk atau melewati
mukosa
C TxN1M0 IV Tumor melibatkan 35-65
KGB regional
D TXN2M1 V Metastasis 5

Tabel 7. Prognosis kanker kolorekta

26
BAB III

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas
Nama : Tn. HR
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 52th
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : PNS
Alamat : Padang
MRS : 25 september 2017
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri perut melilit hilang timbul ± sejak 2 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Nyeri perut melilit hilang timbul ± sejak 2 hari SMRS , nyeri ini dikeluhkan
sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengatakan BAB tidak teratur. BAB setiap
1 minggu sekali, BAB berwarna merah tua, kadang disertai lendir, dan ukuran feses
yang berubah. Pasien juga merasakan kurang puas setiap buang air besar. BAB tidak
lancar ini dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengeluhka mual dan muntah
setelah buang air besar. Selain itu pasien juga merasakan adanya benjolan pada yang
tidak bergerak. Nafsu makan berkurang, mudah terasa kenyang. Pasien mudah letih,
penurunan BB sebanyak 20 kg dalam 2 bulan terakhir.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien belum pernah mengalami penyakit yang serupa sebelumnya.
- Penyakit hipertensi, jantung, Diabetes Melitus disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat penyakit keluarga disangkal

1.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/70 MmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernafasan : 24 kali/ menit
Temperatur : 36,5 o C

a. Status Generalisata :
Kepala

Bentuk : Normochephali

Rambut : Bersih, warna hitam

Mata : Konjunctiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-


Telinga : Tidak ada sekret, tidak ada perdarahan
Hidung : Septum deviasi (n), tidak ada sekret, tidak ada perdarahan
Mulut : Tidak ada sianosis, mukosa tidak pucat, lidah tidak kotor

27
Mukosa faring tidak hiperemis
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5-2 cm-H2O
Paru
Inspeksi : Simestris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : fremitus taktil simetris kiri dan kanan
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler dikedua lapang paru, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba pada I jari medial linea mid clavicula
sinistra
Perkusi : Redup
Auskultasi : Irama reguler, Bising (-), gallop (-), murmur (-)
Abdomen : (Status Lokalis)
Ekstremitas : refilling kapiler baik, akral hangat
b. Status Lokalis pada regio Lumbal Dextra
Inspeksi : Perut tidak membuncit, tidak terlihat massa,.
Palpasi : teraba massa di regio lumbal dextra, Nyeri tekan mcburney
(+), nyeri lepas (+), Defans muskular (+)
Auskultasi : Bising usus meningkat
Perkusi : Redup, NK +
Rectal Touche : Tonus dari m.Sfingter ani baik, mukosa licin, tidak teraba
massa, NT (+)
Sarung tangan : Feses berwarna merah gelap
TSA : baik, ampula tidak kolaps, mukosa licin, NT(+)
1.4 Pemeriksaan Laboratorium
 Hb : 8,7 gr/dl
 HT : 32 %
 Leukosit : 9,2 ribu/uL
 Trombosit : 330 /uL
 Eritrosit : 3,57/uL
 LED : 35,0 mm
1.5 Diagnosis
Tumor intra abdomen, Susp Ca Colon ascenden
1.6 Differensial Diagnosa
Polip kolon, amuboma, invaginasi,
1.7 Tatalaksana
Rencana Tindakan
Tindakan Bedah hemikolektomi
Kemoterapi
1.8 Prognosis
Quo at Vitam : dubia at malam
Quo at sanitionam : dubia at malam
Quo at functionam : dubia at malam

28
BAB IV
KESIMPULAN

Insidensi kolorektal di Indonesia cukup tinggi, serta mortalitas tinggi pada


pria dibandingkan dengan wanita.Sekitar 75% ditemukan di
rektosigmoid.Pemeriksaan colok dubur merupakan penentu karsinoma
rektum. Faktor risiko karsinoma kolorektal adalah degenerasi polip kolon, faktor
genetik, kurangnya makan makanan berserat seperti sayuran dan buah-buahan
bsayur, dan konsumsi tinggi lemak hewani.

Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum berdasarkan keganasan


histologis dibagi menurut klasifikasi Dukes dilihat dari infiltrasi
karsinoma.Penyebaran karsinoma kolorektal secara hematogen, limfogen dan
perkontinuitatum.

Gejala klinis karsinoma usus besar di sebelah kiri berbeda dengan


kanan.Karsinoma kolon kiri menyebabkan stenosis dan obstruksi.Stenosis tinja pada
karsinoma kolon kanan jarang terjadi dan tinja masih berbentuk cair sehingga tidak
ada obstruksi.Gejala pertama biasanya timbul karena komplikasi, yaitu gangguan
usus fisiologi, obstruksi, perdarahan, atau akibat dari penyebaran.Karsinoma kolon
kiri dan rektum menyebabkan perubahan buang air besar.Perdarahan akut jarang
dialami.Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada usus besar kanan.Rasa sakit dari
usus besar kiri dimulai di bawah umbilikus, sedangkan dari usus besar tepat di
epigastrium.

Diagnosa karsinomakolorektal ditegakkan berdasarkan anammesis,


pemerikssan fisik, colok dubur, dan rektosigmoidiskopi atau kolon dengan kontras
gambar ganda.Komplikasi yang dapat terjadi pada karsinoma kolorektal adalah
obstruksi dan perforasi.Terapi terdiri dari kuratif dan terapi paliatif. Terapi kuratif
adalah operasi n terapi premises.Palliative dengan kemoterapi dan radiasi

29
DAFTAR PUSTAKA

- Sjamsuhidajat. R, De Jong W, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC;


Jakarta 2004
- Paparo, Lesson. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC. Hal 370
- Mansjoer,A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.
Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
- Schwartz. 2000.Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
- Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. Hal: 14-18, 36-42.
- Jones & Schofield. 1996. Neoplasia Kolorektal dalam Petunjuk Penting
Penyakit Kolorektal. EGC : Jakarta hal :58-65
- Roediger, WEW. 1994. Cancer of the Colon, rectum and Anus in Manual of
Clinical Oncology Sixth edition. UICC : Germany p:336-347

30

Anda mungkin juga menyukai