PENDAHULUAN
Pada awalnya , insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak diperhitungkan
sebelum tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomik dan kemajuan indrustri
berkembang, angka kejadian keganasan ini meningkat. Pada saat ini, kanker
kolorektal merupakan penyebab ketiga kematian dari pria dan wanita akibat kanker
di Amerika Serikat. Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian
juga angka kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki urutan
peringkat ke 2 pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita
kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker. Meskipun
belum ada data yang pasti tetapi dari bergai laporan di indonesia terdapat kenaikan
jumlah kasus , data dari depkes didapati angka 1,8/100rb penduduk.
Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang
ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk.
Terutama pada negara maju dan berkembang. Demikian pula antara negara barat dan
indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di
indonesia frekuensi kolorektal sebanding antara pria dan wanita, banyak terdapat
pada seseorang yang berusia muda dan sekitar 70% dari kanker ditemukan pada
kolon regtosigmoid, sedangkan dinegara barat frekuensi kanker kolorektal yang
ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita, banyak terdapat pada sseorang
yang berusia lanjut, dan dari kanker yang dutemukan hanya sekitar 50% yang berada
pada kolon rektosigmoid.
1
1.2.Tujuan Penulisan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Usus besar terdiri dari caecum, apendix, kolon ascendens, kolon transversum,
kolon descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta anus. Mukosa usus besar
terdiri dari epitel selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar dengan banyak sel
goblet, pada lapisan submukosa tidak mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah
dalam sirkuler dan sebelah luar longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat
membentuk taenia koli. Lapisan serosa membentuk tonjolan – tonjolan kecil yang
sering terisi lemak yang disebut appendies epiploicae. Di dalam mukosa dan
submukosa banyak terdapat kelenjar limfa, terdapat lipatan – lipatan yaitu plica
semilunaris dimana kecuali lapisan mukosa dan lapisan submukosa ikut pula lapisan
otot sirkuler. Diantara dua plica semilunares terdapat saku yang disebut haustra coli,
yang mungkin disebabkan oleh adanya taenia coli atau kontraksi otot sirkuler. Letak
haustra in vivo dapat berpindah – pindah atau menghilang.
Colon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari flexura coli dextra
sampai flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai hubungan dengan duodenum
dan pankreas di sebelah dorsal, sedangkan bagian kiri lebih bebas. Flexura coli
sinistra letaknya lebih tinggi daripada yang kanan yaitu pada polus cranialis ren
sinistra, juga lebih tajam sudutnya dan kurang mobile. Flexura coli dextra erat
hubungannya dengan facies visceralis (lobus dextra bagian caudal) yang terletak di
sebelah ventralnya. Arterialisasi didapat dar cabang – cabang arteri colica media.
Arterialisasi colon transversum didapat dari arteri colica media yang berasal dari
arteri mesenterica superior pada 2/3 proksimal, sedangkan 1/3 distal dari colon
transversum mendapat arterialisasi dari arteri colica sinistra yang berasal dari arteri
mesenterica inferior.
3
Gambar 1 : Arteri Mesenterika Superior
5
2.2 Karsinoma Kolorektal
Karsinoma kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam
permukaan usus besar atau rektum.
6
Terdapat berbagai faktor genetik yang berkaitan dengan keganasan
kolorektal.
Sebanyak 10 – 15 % kasus kanker kolorektal disebabkan oleh faktor ini
2. Kasus sporadik
Kasus sporadik merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 85% dari seluruh
keganasan kolorektal. Walaupun tidak ada mutasi genetik yang dapat
diidentifikasi, namun kekerabatan tingkat pertama dari pasien kanker
kolorektal memiliki peningkatan resiko 39 x untuak dapat terkena kanker.
3. Faktor lingkungan yang ikut berpengaruh antara lain ialah diet. Diet tinggi
lemak jenuh menigkatkan resiko. Memperbanyak makan serat menurunkan
resiko ini untuk individu dengan diet tinggi lemak. Studi epidemiologik juga
memperlihatkan bahwa orang dari negara bukan industri lebih sedikit terkena
resiko ini.
1. Polip
Polip telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari
kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai
dari hiperplasia sel mukosa, pembentukan adenoma, perkembangan dari diplasia
menuju transformasi maligan dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor
supresi gen, dan kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi
adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.
Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel
yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG), dan gen
gatakeeper. Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan
pembelahan sel. TSG menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis
(kematian sel yang terprogram). Kelompok gen ini dikenal sebagai anti-onkogen,
karena berfungsi melakukan kontrol negatif pada pertumbuhan sel. Gen p53
merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein dengan berat molekul 53
kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi kerusakan DNA, menginduksi reparasi
DNA. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas genomik dengan
mendeteksi kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi pada gen – gen ini
karena berbagai faktor membuka peluang terbentuknya kanker
Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan kebutuhan
melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh fungsi proto-
onkogen, TSG, dan gen gatekeeper secara seimbang. Jika terjadi ketidakseimbangan
fungsi ketiga gen ini, atau salah satu tidak berfungsi dengan baik karena mutasi,
maka keadaan ini akan menyebabkan penyimpangan siklus sel. Pertumbuhan sel
tidak normal pada proses terbentuknya kanker dapat terjadi melalui tiga mekanisme,
yaitu perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel
dalam satuan waktu, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan proses
apotosis, dan masuknya kembali populasi sel yang tidak aktif berproliferasi ke dalam
7
siklus proliferasi. Gabungan mutasi dari ketiga kelompok gen ini akan menyebabkan
kelainan siklus sel akibatnya sel akan berkembang tanpa kontrol (yang sering terjadi
pada manusia adalah mutasi gen p53). Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel yang
tidak diperlukan, tanpa kendali dan karsinogenesis dimulai.
8
Keterangan : (A) tubular adenoma, (B) villous adenoma, (C) tubulovillous adenoma,
(D) karsinoma pada tangkai tubular adenoma, (E) karsinoma invasif yang muncul
dari sebuah villous adenoma
Displasia dapat dikategorikan menjadi low atau high grade. Enam persen dari
adenomatous polip berupa high grade displasia dan 5% didalamnya berupa invasif
karsinoma pada saat terdiagnosa. Potensi malignansi dari adenoma berkorelasi
dengan besarnya polip, tingkat displasia, dan umur. Polip yang diameternya lebih
besar dari 1 cm, berdisplasia berat dan secara histologi tergolong sebagai villous
adenoma dihubungkan dengan risiko tinggi untuk menjadi kanker kolorektal. Polip
yang berukuran kecil (<1 cm) tidak berhubungan dengan meningkatnya timbulnya
kanker kolorektal. Insiden dari kanker meningkat dari 2,5-4 kali lipat jika polip lebih
besar dari 1 cm, dan 5-7 kali lipat pada pasien yang mempunyai multiple polip.
a. Ulseratif Kolitis
Ulseratif kolitis merupakan faktor resiko yang jelas untuk kanker kolon, sekitar
1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis.
b. Penyakit Crohn’s
3. Faktor genetik
a. Riwayat keluarga
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat
kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Insiden 2x lebih tinggi bila dibandingkan
dengan seseorang dengan tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada
keluarganya.
- FAP, gen yang betganggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, yang
berlokasi pada kromosom 5Q21. Adanya defek pada avc tumor supresor
gen dapat menggiring kepada kemungkinan pembentukan kanker
kolorektal pada umur 40-50 tahun
9
- HNPCC, Pola autosomal dominan dari HNPCC termasuk linc sindrom 1
dan 2. Generasi multiple yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal
muncul pada umur yang muda (45 tahun), dengan predominan lokasi
kanker padea kolon kanan.
4. Diet
Masyarakat yang diet dengan tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet
rendah serat berkemungkinan besar menderita kanker kolorektal pada kebanyakan
penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukan adanya
hubungan antara serat dan kanker kolorektal.
5. Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun, mempunyai resiko 3 kali
untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar. Sedangkan
merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan resiko 20x untuk menderita
adenoma yang berukuran besar.
6. Usia
Awal dari proses terjadinya karsinoma kolon yang melibatkan mutasi somatik
terjadi pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC). Gen APC mengatur kematian
sel dan mutasi pada gen ini menyebabkan pengobatan proliferasi yeng selanjutnya
berkembang menjadi adenoma. Mutasi pada onkogen K-RAS yang biasnya terjadi
pada adenoma kolon yang berukuran besar akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan sel yang tidak normal.
10
Gambar 7. Mutasi genetik carsinoma rectal
Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen
spresor tumor p53. Dalam keadaan normal protein dari gen p53 akan menghambat
poliferasi sel yang mengalami kerusakan DNA, mutasi gen p53 menyebabkan sel
dengan kerusakan DNA tetap dapat melakukan replika yang menghasilkan sel-sel
dengan kerusakan DNA yang lebih parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan
sejumlah segmen pada kromosom yang berisi beberapa alele (misal loss of
heterizygosity), hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen supresor tumor lain
seperti DCC (deleted in Colon Cancer) yang merupakan transformasi akhir menuju
keganasan.
11
2.2.6 Klasifikasi Karsinoma Kolorektal
T - Primary Tumour
TX : Primary tumour can not be assessed
T0 : No evidence of primary tumour
Tis : Carcinoma in situ : intraeoithellial or nvasion of lamina propia
T1 : Tumour invades submucosa
T2 : Tumour invades muscularis propia
T3 : Tumour Invades strough the muscularis propia into subserosa or into
non-peritonealised pericolic or perirectal tissues.
T4 : Tumour direcly invades other or structures and or perforatesvisceral
peritoneum.
N-Regional Lymh nodes
NX : Regional lymph nodes can not be assessed
N0 : No regional lymph node metastasis
N1: metastasis in to 3 regional lymph nodes
N2: metastasis in 4 or more regional lymph nodes
M-Distant Metastasis
MX : Distant metastasis can not be assessed
M0 : No distant metastasis
M1: Distant metastasis
Stage overall T N M S-year
Survival 6>66
12
Stage IV Any T Any N M1 0-7%
TNM staging system for colorectal cancer and published survival rates for
different stagest
Tabel 2 : Stadium kanker
a. Stadium 0 : stadium kanker insitu; pada stadium ini, sel yang abnormal masih
ditemukan pada garis batas dalam dari kolon(muskularis mukosa)
b. Stadium 1 : stadium dukes A; kanker telah menyebar pada garis batas dalam
dari kolon hingga dinding dalam dari kolon dan belum menyebar keluar
kolon.
c. Stadium 2 : stadium duker-B; kanker telah menyebar kelapisan otot dari
kolon hingga lapisan ketiga dan lapisan lemak atau kulit tipis yang
mengelilingi kolon. Namun belum mengenai kelenjer limfa.
d. Stadium 3: stadium Dukes-C; kanker telah melebar ke kelenjer limfa tapi
belum menyebar ke bagaian lain dari tubuh.
e. Stadium 4: Stadium Dukes-D; kanker telah menyebar ke organ lain dari tubuh
seperti hepar dan paru-paru.
Tanda dan gejala karsinoma kolon bervariasi tergantung dari lokasi kanker di dalam
usus besar. Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan
dengan suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi
belahan bagian kanan (caecum, kolon asenden, 2/3 proksimal kolon transfersum),
dan arteri mesenterika inverior yang memperdarahi belahan kiri (1/3 distal kolon
transfersum, kolon descenden dan sikmoit, dan bagian proksimal rektum).
a. Kolon Kanan
Memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serti isi fesal karena
fitur anatomisnya karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar sevelum
13
terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah dengan anemia. Darah
makroskopis sering tidak tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah
samar. Pasien dapat mengeluh ketidak nyamanan pada regio kanan abdomen
dan sering salah diagnosa dengan penyakit gastrointestinal dan kandung
empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi gangguan berkemih.
b. Kolon Kiri
Memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses ialah
semi solid. Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen
yang menyebabkan gangguan pola defekasi, yaitu konstipasi/ peningkatan
frekuensi BAB. Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif. Feses
dapat diliputi atau tercampur dengan darah merah atau hitam. Serta sering
keluar mukus bersamaan dengan gumpalan darah/feses.
c. Pada kanker Rectum, gejala utama yang terjadi hematokezia. Perdarahn
sering kali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus.
Pada pasien dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau usia tua,
walaupun ada haemoroid, kanker tetap harus difikirkan.
14
2.2.8 Diagnosis Karsinoma Kolorektal
Pada pemeriksaan ini dapat di palpasi dinding lateral, posterior dan anterior;
serta spina ischiadika, sacrum dan coccygeus dapat diraba dengan mudah. Metastasis
intraperitoneal dapat teraba pada bagian anterior rectum dimana sesuai dengan posisi
anatomis kantong douglasi sebagai akibat infiltrasi sel neuplastik. Meskipun 10 cm
merupakan batas eksplorasi jari yang mungkin dilakukan, namun telah lama
diketahui bahwa 50% dari kanker kolon dapat dijangkau oleh jari, sehingga rectal
examination merupakan cara yang baik untuk mendiagnosa kanker kolon yang tidak
dapat diabaikan.
15
2.2.9 Pemeriksaan Penunjang
1. Biopsi
Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting.
Jika terdapat sebuah obstruksi sehingga tidka memungkinkan dilakukannya
biopsi maka sikat sitologi akan sangat berguna.
2. Carcinoenbrionik Antigen (CEA) Skrining
Adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk
dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk
memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan
metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan non spesifik untuk digunakan
sebagai skrining kanker kolorektal.
Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensitifitas dari tes CEA, namun tes ini
sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes ini sebelum
operasi sangat berguna sebagi faktor prognosa dan apakah tumor primer
berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA.
3. Test Ocultblood
Phenol yang tidak berwarna didalam guaikgum akan dirubah menjadi
berwarna biru oleh oksidasi. Reaksi ini menandakan adanya peroksidase
katalis, oksidase menjadi sempurna dengan adanya katalis, contoh
hemoglobin.
16
Gambar.9 Double kontras barium enema
5. Endoskopi
Tese tersebuh di indikasi untuk menilai seluruh mukasa kolon karena 3% dari
pasien mempunyai sincronous kanker dan berkemungkinan untuk mempunyai
polip premalignan.
6. Proktosigmoidoskopi
Pemeriksaan ini dapat menjangkau 20-25cm dari linea dentata, tapi akut
angulasi dari rectosigmoid junction akan dapat menghalangi masuknya
instrumen. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 20-25% dari kanker kolon.
Rigid proctosigmoidoskopi aman dan efektif untuk digunakan sebagai
evaluasi seseorang dengan resiko rendah dibawah usia 40 tahun jika
digunakan bersama-sama dengan occultbloods.
7. Fleksibel sigmoidoskopi
Dapat menjangkau 60cm kedalam lumen kolon dan dapat mencapai bagian
proximal dari kolon kiri. 505 dari kanker kolon dpaat terdeteksi dengan alat
ini. Flexible sigmoidoskopi tidak dianjurkan digunakan untuk indikasi
17
terapeutik polipektomi, kauterisasi dan semacamnya; kecuali pada keadaan
kusus, seperti pada ileorectal anastomosis. Fleksibel sigmoidoskopi setiap 5
tahun dimulai pada umur 50% merupakan metode yang direkomendasikan
untuk skrinng seseorang yang asimptomatik yang berada pada tingkatan
resiko menengah yang menderita kanker kolon. Sebuah polip adenomatous
yang ditemukan pada fleksibel sigmoidoskopi merupakan indikasi untuk
dilakukannya kolonoskopi, karena meskipun kecil (kecil dari 10 mm),
adenoma yang berada di distal kolon biasanya berhubungan dengan
neoplasma yang letak nya proksimal pada 6-10%.
8. Kolonoskopi
Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160cm.
Kolonoskopi merupakan cara paling akurat untuk dapat menunjukan polip
dengan ukuran ,1cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar
94% lebih baik dari pada barium enema yang ke akuratannya hanya sebesar
67%.
9. Imaging teknik
MRI, CT-Scan transrectal Ultrasound merupakan bagian dari teknik imaging
yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan
kanker kolon. Tetapi teknik ini bukan skrining tes.
10. CT-Scan
Dapat meevaluasi abdominal kapiti dari pasien kanker kolon pre-operatif.
CT-Scan bisa mendeteksi metastases ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium,
kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. Pelvis CT-Scan dapat
mengidentifikasi invasi tumor ke dinding usus dengan akurasi mencapai 90%
dan mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening besar dari 1cm pada 70%
pasien.
18
12. Endoskopi Ultrasound (EUS)
Secara signifikan menguatkan penilaian dari kedalaman invas tumor, terlebih
untuk tumor rectal. Keakurasian dari EUS sebesar 95%, 70% untuk CT dan
60% untuk digital rectal examination. Pada kanker rectal kombinasi
pemakaian EUS untuk melihat adanya tumor dan digital rectal examination
untuk menilai mobilitas tumor seharusnya dapat meningkatkan ketepatan
rencana dalam terapi pembedahan.
Right Colon 1.
Anemia and Weekness
2.
Occultblood infecess
3.
Dysspepsia
4.
Rigth abdominal mass
5.
Typical abdominal ex-rays
6.
Colonoscopy findings
Left Colon 1.
Changes in bowel habits
2.
Blood in stool
3.
Symptoms and Sign of
obstruction
4. Photo of typical rongents
5. The discovery off a colocnoscopy
Rectum 1. Rectal bleeding
2. Blood in stool
3. Changes in bowel habits
4. A feeling of fullness of feeling of
dissatisfaction after defecation
5. The discovery of tumor
rectosigmoidoscopy
Tabel. 5 Kesimpulan untuk mendiagnosis Karsinoma Kolon
19
2.2.10 Differensial Diagnosis Karsinoma Kolorektal
Tatalaksana yang dapat diberikan ialah reseksi operasi luas dari lesi dan
drainase regional limfatik. Tujuan terapi karsinoma kolon adalah mengeluarkan
tumor dan suplai limfovaskular. Reseksi usus tergantung dari pembuluh darah yang
mengaliri bagian kanker tersebut. Bila seluruh tumor tidak dapat diangkat, maka
dibutuhkan terapi paliatif.
Adanya kanker adenoma atau riwayat keluarga yang kuat terhadap CRC
mengindikasikan seluruh kolon beresiko terhadap karsinoma dan harus dilakukan
subtotal atau total kolektomi. Apabila terdapat metastasis tidak terprediksi
sebelumnya saat dilakukan laparotomi, maka tumor primer harus direseksi bila dapat
dilakukan dan aman. Selanjutnya dilakukan anastomosis. Pada tumor yang tidak
dapat direseksi, maka dilakukan prosedur paliatif dan membutuhkan proksimal stoma
atau baypass.
Penentuan Stadium
A
B C
OBSERVASI OBSERVASI
Kemoterapi
Percobaan klinis dengan
terapi adjuvan
21
1. Anastomosis
Dapat dibentuk melalui dua segmen usus. Teknik yang digunakan dapat berupa
handsewn atau staplet. Jenis anastomosis:
a. End to End
Dilakukan ketika dua segment usus dengan kaliber yang sama. Teknik ini dilakukan
pada reseksi rektum tetapi dapat dilakukan dalam kolostomi atau anastomosis usus
kecil.
b. End too Side
Digunakan bila salah satu bagian usus lebih besar dari lainnya. Teknik in dilakukan
pada obtruksi kronik.
c. Side to End
Dilakukan ketika usus proksimal lebih kecil dari pada bagian distalnya.
d. Side to Side
Dilakukan bila menyambung kontunuitas diantara dua pembuluh darah atau segmen
usus dimana tempat terakhirnya telah ditutup.
2. Colostomy
22
Gambar 14. Kolostomi
3. Sistemik kemoterapi
a. 5-fluorouracyl + leucovorin
o 5-fluorouracyl: 500 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu
o Leucovorin : 20mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu, diberikan
sebelum 5-FU
o Siklus diulang setiap 8 minggu untuk total 24 minggu.
b. LV5FU2 (de Gramont regimen)
o 5-fluorouracyl : 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV contonous
infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2
o Leucovorin : 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion
sebelum 5-fluorouracyl.
o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu.
c. Oxaliplatin = 5-fluorouracyl = leucovorin (FOLFOX4)
o Oxaliplatin 85 mg/m2 IV pada hari 1
o 5-fluorouracil : 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continous
infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2
o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion
sebelum 5-fluorouracil
o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu.
23
o Mengulang siklus setiap 2minggu
b. Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX6)
o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus on day 1, diikuti dengan 2400
mg/m2 IV continuous infusion untuk 46 jam
o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-
fluorouracil
o Mengulang siklus setiap 2minggu
c. Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (mFOLFOX7)
o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1
o 5-Fluorouracil: 3000 mg/m2 IV continuous infusion pada hari 1 untuk
46 jam
o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-
fluorouracil
o Mengulang siklus setiap 2minggu
d. Capecitabine + oxaliplatin (XELOX)
o Capecitabine: 850-1000 mg/m2 PO terbagi 2 dosis pada hari 1-14
o Oxaliplatin: 100-130 mg/m2 IV pada hari 1
o Mengulang siklus setiap 21 hari
e. FOLFOX4 + bevacizumab
o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti dengan 600 mg/m2 IV
continuous infusion pada hari 1 dan 2
o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-
fluorouracil
o Bevacizumab: 10 mg/kg IV setiap 2 minggu
o Mengulang siklus setiap 2 minggu
4. Agen biologis
Bevacizumab ( Avastin) merupakan obat antiangiogenesis pertama
yang diindikasikan untuk kanker kolorektal metastasis. Ini meripakan
antibodi monoklonal untuk vascular endothelial growth factor (VEGF) dan
meningkatkan survival bila ditambahkan pada kemoterapi. Agen biologis lain
yang telah direkomendasikan ialah epidermal growth factor receptor (
EGFR). Nama obat untuk golongan ini ialah Cetuximab yang digunakan
24
sebagai monoterapi atau kombinasi dengan irinotecan pada pasien kanker
kolorektal yang refrakter dengan 5-FU dan oxalipatin. Panitumumab adalah
antibodi monoklonal human dan diindikasikan untuk monoterapi bila
kombinasi gagal. Lini pertama untuk kanker metastasis ialah bevacizumab
dan kemoterapi ( oxiliplatin dan irinotecan
5. Terapi radiasi
Radioterapi merupakan modalitas standar bagi pasien dengan kanker
rektum, tetapi terbatas bagi kanker kolon. Terapi ini tidak mempunyai efek ajuvan
maupun metastatik, hanya sebagai terapi paliatif untuk metastasis tulang atau otak.
A. Endoskopi
Sigmoidoskopi atau kolonoskopi dapat mengindentifikasi dan mengangkap polip
dan menurunkan insiden kanker kolorektal pada pasien yg menjalani kolonoskopi
polipektomi.
B. Diet
The National Reseace Councyl telah merekomendasikan pola diet pada tahun 1982 :
- Menurunkan lemak total dari 40 ke 30% dari total kalori
- Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung serat.
- Membatasai makanan yang diawtkan, diasinkan dan diasapkan.
- Membatasi makanan yang mengandung bahan pengawet.
- Mengurangi konsumsi alkohol
25
D. Hormon Replacement Therapy (HRT)
2.2.14 Prognosis
26
BAB III
LAPORAN KASUS
1.1 Identitas
Nama : Tn. HR
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 52th
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : PNS
Alamat : Padang
MRS : 25 september 2017
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri perut melilit hilang timbul ± sejak 2 hari SMRS
a. Status Generalisata :
Kepala
Bentuk : Normochephali
27
Mukosa faring tidak hiperemis
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5-2 cm-H2O
Paru
Inspeksi : Simestris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : fremitus taktil simetris kiri dan kanan
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler dikedua lapang paru, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba pada I jari medial linea mid clavicula
sinistra
Perkusi : Redup
Auskultasi : Irama reguler, Bising (-), gallop (-), murmur (-)
Abdomen : (Status Lokalis)
Ekstremitas : refilling kapiler baik, akral hangat
b. Status Lokalis pada regio Lumbal Dextra
Inspeksi : Perut tidak membuncit, tidak terlihat massa,.
Palpasi : teraba massa di regio lumbal dextra, Nyeri tekan mcburney
(+), nyeri lepas (+), Defans muskular (+)
Auskultasi : Bising usus meningkat
Perkusi : Redup, NK +
Rectal Touche : Tonus dari m.Sfingter ani baik, mukosa licin, tidak teraba
massa, NT (+)
Sarung tangan : Feses berwarna merah gelap
TSA : baik, ampula tidak kolaps, mukosa licin, NT(+)
1.4 Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 8,7 gr/dl
HT : 32 %
Leukosit : 9,2 ribu/uL
Trombosit : 330 /uL
Eritrosit : 3,57/uL
LED : 35,0 mm
1.5 Diagnosis
Tumor intra abdomen, Susp Ca Colon ascenden
1.6 Differensial Diagnosa
Polip kolon, amuboma, invaginasi,
1.7 Tatalaksana
Rencana Tindakan
Tindakan Bedah hemikolektomi
Kemoterapi
1.8 Prognosis
Quo at Vitam : dubia at malam
Quo at sanitionam : dubia at malam
Quo at functionam : dubia at malam
28
BAB IV
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
30