Anda di halaman 1dari 4

UPACARA PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI KE 70

KABUPATEN PONOROGO

Ponorogo – Senin (17/8/2015) di Aloon aloon Kabupaten Ponorogo dilaksanakan upacara


bendera Peringatan Proklamasi Kemerdekaaan RI ke 70, bertindak selaku inspektur upacara
Plt.Bupati Ponorogo DR.Drs.Agus Pramono, M.M serta dihadiri Forpimda, SKPD dan anggota
veteran Kab.Ponorogo.

Acara yang diikuti oleh para anggota TNI/Polri, Korpri, Pelajar dan Mahasiswa dimulai pada
pukul 09.00 WIB hingga detik – detik proklamasi berjalan lancar. Tema peringatan tahun ini
adalah Dengan Semangat Proklamasi 17 Agustus 1945 Kita Dukung Gerakan Nasional “Ayo Kerja
“ 70 Tahun Indonesia Merdeka.(Panji)
Sumber : http://www.ponorogo.go.id/web2/ponorogo1/index.php?option=com_content&view=article&id=1572:hut70

24 HEKTAR SAWAH PONOROGO ALAMI PUSO

Ponorogo – Kamis (03/09/2015). Kemarau panjang yang diikuti dengan kekeringan melanda
sejumlah wilayah Kabupaten Ponorogo. Data Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo mencatat
ada 12 desa di 6 kecamatan yang mengalami bencana kekeringan dengan total luasnya
mencapai 24 hektar.

Kecamatan yang terkena dampak kekeringan antara lain Kecamatan Sampung, Jenangan,
Pulung, Bungkal, Balong dan Ngrayun. Kondisi terparah dan terluas berada di Kecamatan
Sampung, tepatnya di Desa Puhijo dengan luas lahan 23 hektar yang mengalami kekeringan.

Tak hanya kesulitan pengairan, bahkan sejumlah daerah mengalami gagal panen alias puso.

Ada 3 kategori kekeringan yang diklasifikasikan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo.
Kekeringan tersebut berpengaruh pada penurunan produktifitas atau hasil panen.

Kekeringan dalam kategori ringan menurunkan produktifitas pertanian sebesar 25 %,


kekeringan kategori sedang menurunkan produktivitas sebesar 50 % dan kekeringan berat
menurunkan produktifitas hingga 100%.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo Harmato menjelaskan,”dampak kekeringan


dengan kategori berat tersebut tidak berpengaruh dengan ketahanan pangan,” ucapnya, Kamis
(3/9/2015).

Disebutkan Harmanto, jumlah tersebut masih tergolong sangat sedikit bila dibandingkan
dengan jumlah lahan pertanian yang ada di wilayah Kabupaten Ponorogo.
“Hanya 0,01 persen dari total tanaman padi di Kabupaten Ponorogo dengan luas yang
mencapai 68.500 hektar,”tegasnya.(Arso)

Sumber : http://www.lensaindonesia.com/2015/09/03/24-hektar-sawah-ponorogo-alami-puso.html

MALAM KEAKRABAN

JELANG AKHIR JABATAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI PONOROGO

Ponorogo – Senin (10/8/2015) bertempat di halaman belakang Pringgitan rumah dinas Bupati
Ponorogo diselenggarakan malam keakraban jelang akhir jabatan Bupati dan Wakil Bupati
Ponorogo. Acara tersebut dihadiri oleh Pejabat Forpimda Kab.Ponorogo, Kepala SKPD, dan
awak media.
Dalam sambutannya Bupati Ponorogo menyampaikan permohonan maafnya apabila dalam
masa kepemimpinannya pada periode 2010 – 2015 ada kesalahan baik yang disengaja maupun
tidak. Beliau juga menyampaikan terima kasih atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya
selama ini kepada seluruh SKPD dan jajaran Pemda Ponorogo sehingga Kab.Ponorogo banyak
mendapatkan prestasi dan penghargaan. Beliau juga berpesan kepada seluruh undangan yang
menghadiri acara tersebut dalam rangka menjalankan roda pemerintahan di Kab.Ponorogo
untuk tetap menjaga kerukunan dan keakraban satu dengan yang lain.(Panji)
Sumber : http://www.ponorogo.go.id/web2/ponorogo1/index.php?option=com_content&view=article&id=1571:malam-
keakraban

TERITMPA BATU 10 TON,

PENAMBANG TEWAS DI LERENG MERAPI

Klaten — Sabtu (05/9/2015). Aksi nekat Mrajak, 35, penambang pasir manual di Kawasan
Rawan Bencana (KRB) III di Balerante, Kemalang, Klaten, Sabtu (5/9/2015) siang, berakhir tragis.
Warga Kadipolo RT 014/RW 004, Keputran, Kemalang, tersebut tewas tertimpa batu kali
seberat kurang lebih 10 ton.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Solopos.com, Mrajak memang dikenal sebagai
penambang pasir di aliran Sungai Kaliworo, tepatnya sebelah barat Cekdam I di Balerante,
Sabtu pagi. Pekerjaan ini sudah menjadi profesi Mrajak sehari-hari beberapa waktu terakhir.
Saat itu, Mrajak bersama tiga temannya, di antaranya Harno dan Bagyo.
Keempat penambang itu memilih menambang pasir di sebelah barat Cekdam I Balerante. Lokasi
penambangan berada di bawah bongkahan batu kali berdiameter 2,5 meter. Lokasi KRB
tersebut masih termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).

Siang hari, Mrajak cs berhasil menambang pasir di bawah tebing kritigan setinggi 100 meter.
Sewaktu Mrajak cs sukses menggali pasir hingga kedalaman 1-2 meter, tiba-tiba terdengar
suara longsoran pasir dan kerikil dari atas.
Nahas bagi Mrajak, dirinya tak mampu berlari menghindari bongkahan batu kali seberat kurang
lebih 10 ton tersebut. Tubuhnya tergencet batu kali tersebut hingga tewas. Sementara, tiga
temannya berhasil menghindari bongkahan batu kali itu.

Aparat Polsek Kemalang, tim Search and Rescue (SAR), petugas Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Klaten, yang memperoleh informasi tersebut langsung mendatangi
lokasi kejadian. Petugas dan relawan sempat mengalami kesulitan saat mengevakuasi jenazah
Mrajak yang berada di bawah bongkahan batu kali itu.

Proses evakuasi dengan menggunakan alat berat itu berlangsung hampir empat jam. Warga
Balerante dan sekitarnya yang mendengar Mrajak tewas tertimpa batu besar juga berduyun-
duyun ke lokasi kejadian. Proses evakuasi baru selesai pukul 15.40 WIB.

“Kami memperoleh informasi kejadian ini pukul 12.00 WIB. Kami langsung menuju ke lokasi
kejadian. Lantaran peristiwa ini merupakan murni kecelakaan saat kerja, kami tidak melakukan
tahap penyidikan. Jenazah langsung di bawa ke rumah duka untuk dimakamkan,” kata Kapolsek
Kemalang, AKP I Wayan Nartha, saat ditemui wartawan di sela-sela evakuasi.

Sudah Biasa
I Wayan Narta sudah berulang kali mengingatkan warga agar tak menambang pasir di kawasan
TNGM itu. Daerah tersebut merupakan daerah larangan untuk menambang pasir. “Warga di
sini juga sudah pada mengetahui kalau sudah ada beberapa korban meninggal dunia karena
tertimpa longsoran material saat menambang di sini. Meski dilarang, ternyata masih ada yang
menambang,” katanya.

Hal senada dijelaskan salah satu warga Balerante, Sronto. Dirinya mengatakan peristiwa
penambang pasir yang tewas karena tertimpa longsoran batu atau pasir sudah sering terjadi.
Penambang pasir yang menjad korban di daerah larangan itu berasal dari berbagai daerah di
kawasan Kemalang dan sekitarnya. “Sudah biasa kejadian seperti ini. Soalnya, memang
lokasinya sangat rawan. Tapi, banyak yang nekat,” katanya.

Kepala Desa (Kades) Keputran, Wuryanto Nugroho, mengatakan Mrajak yang menjadi warga
desanya itu sebenarnya sudah diingatkan agar tidak menambang di daerah rawan bencana.
Lantaran terdesak kebutuhan ekonomi, Mrajak memilih pekerjaan penuh risiko itu.

Setiap harinya, Mrajak cs memperoleh uang hasil menambang pasir senilai Rp1,5 juta. Dalam
satu hari, Mrajak cs minimal bisa mengumpulkan pasir sebanyak tiga truk. “Rencananya,
jenazah langsung di bawa ke rumah duka [untuk dimakamkan],” katanya.

Sumber : http://www.solopos.com/2015/09/05/kecelakaan-klaten-tertimpa-batu-10-ton-penambang-pasir-tewas-di-lereng-
merapi-639748

Anda mungkin juga menyukai