Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“KOAGULASI”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Unit Proses

DISUSUN OLEH :
1.ATIQAH ULFA NADIYAH (1410941004)
2. WAHDINI PUTRI GUSPI (1410942004)
3. RISNA FATILLA (1510941025)
4.WIDYA (1510941033)
5. MUNASARI (1510942002)

DOSEN:

SLAMET RAHARJO, DR. Eng.

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi manusia.
Tanpa adanya air, maka segala kegiatan aktivitas manusia akan terganggu.
Selain digunakan untuk minum, air juga dipakai manusia untuk memasak,
mandi, mencuci, dan masih banyak lagi fungsi air bagi manusia. Karena itu
keberadaan air ,terutama air bersih sangat penting bagi manusia.
Ketersediaan air baik secara kuantitas, kualitas, mauupun kontinuitas sangat
diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia.
Di daerah perkotaan, kebutuhan akan air bersih sangat besar. Hal ini
disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk sehingga kebutuhan akan
air pun meningkat. Selain itu di daerah perkotaan sangatlah sulit untuk
mendapatkan sumber air bersih karena terjadi penurunan kualitas air akibat
banyaknya pencemaran yang terjadi di sungai dan air tanah yang menjadi
sumber air bagi manusia sehingga air tersebut tidak dapat digunakan oleh
manusia.
Air juga merupakan media penularan penyakit. Air banyak digunakan
oleh vector-vektor penyakit seperti nyamuk untuk media perkembangbiakkan.
Selain itu air yang tidak bersih mengandung kuman-kuman penyakit yang
apabila masuk ke dalam tubuh manusia dapat menyebabkan penyakit.
Karena itu terdapat peraturan pemerintah mengenai kriteria-kriteria air untuk
memberikan standar pada air sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi
manusia bila digunakan atau pun dikonsumsi. Dengan adanya peraturan
tersebut diharapkan bahwa air yang akan digunakan atau dikonsumsi sudah
memenuhi standar sehingga tidak menyebabkan kerugian dan penyakit pada
manusia.
Oleh karena itu perlu dilakukan suatu upaya untuk mengatasi
keterbatasan air bersih akibat pencemaran air yang terjadi dan juga agar air
yang akan digunakan telah memenuhi standar yang telah ditetapkan. Upaya
yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengolahan air dari air yang
tercemar yang tidak layak untuk digunakan menjadi air bersih yang dapat
digunakan manusia untuk melakukan segala aktivitasnya. Salah satu cara
pengolahan air bersih yaitu dengan proses koagulasi-flokulasi.
Koagulasi dan flokulasi merupakan salah satu cara pengolahan air
untuk menghilangkan zat-zat yang berbahaya dalam air untuk menghasilkan
air bersih yang bisa digunakan manusia. Koagulasi adalah proses
destabilisasi koloid dan partikel-partikel yang ada di dalam air sehingga
membentuk flok dengan melakukan penambahan bahan kimia (koagulan) dan
proses pengadukan cepat. Proses koagulasi ini berfungsi untuk
mengendapkan partikel-partikel kecil yang tidak dapat mengendap dengan
sendirinya. Sedangkan flokulasi adalah proses penggabungan flok-flok yang
dihasilkan dari proses koagulasi menjadi flok yang lebih besar sehingga
membuat partikel-partikel tersebut dapat mengendap. Penggabungan flok-flok
tersebut disebabkan karena proses pengadukan lambat. Karena itu koagulasi
dan flokulasi adalah proses yang terjadi berurutan dan tidak dapat dipisahkan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa itu proses koagulasi-flokulasi dalam pengolahan air?
2. Bagaimana proses koagulasi-flokulasi dalam pengolahan air?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi-flokulasi
pada instalasi pengolahan air

1.3. Tujuan
1. Mengetahui apa itu proses koagulasi dan flokulasi
2. Mengetahui Proses kimia dari koagulasi dan
3. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses koagulasi dan
flokulasi.
4. Mengetahui kelebihan dari proses koagulasi dan flokulasi dalam sistem
penyediaan air minum
1.4. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Menambah pengetahuan mengenai proses koagulasi dan flokulasi dalam
instalasi pengolahan air.
2. Sebagai bahan referensi bagi pembaca mengenai metode koagulasi dan
flokulasi dalam instalasi pengolahan air.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian koagulasi

Koagulasi-flokulasi merupakan dua proses yang terangkai menjadi kesatuan


proses tak terpisahkan. Pada proses koagulasi terjadi destabilisasi koloid dan
partikel dalam air sebagai akibat dari pengadukan cepat dan pembubuhan bahan
kimia (disebut koagulan). Akibat pengadukan cepat, koloid dan partikel yang stabil
berubah menjadi tidak stabil karena terurai menjadi partikel yang bermuatan positif
dan negatif. Pembentukan ion positif dan negatif juga dihasilkan dari proses
penguraian koagulan. Proses ini berlanjut dengan pembentukan ikatan antara ion
positif dari koagulan (misal Al3+) dengan ion negatif dari partikel (misal OH-) dan
antara ion positif dari partikel (misal Ca2+) dengan ion negatif dari koagulan (misal
SO42-) yang menyebabkan pembentukan inti flok (presipitat).
Segera setelah terbentuk inti flok, diikuti oleh proses flokulasi, yaitu penggabungan
inti flok menjadi flok berukuran lebih besar yang memungkinkan partikel dapat
mengendap. Penggabungan flok kecil menjadi flok besar terjadi karena adanya
tumbukan antar flok. Tumbukan ini terjadi akibat adanya pengadukan lambat. Proses
koagulasi-flokulasi dapat digambarkan secara skematik pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Gambaran proses koagulasi-flokulasi


Proses koagulasi-flokulasi terjadi pada unit pengaduk cepat dan pengaduk lambat.
Pada bak pengaduk cepat, dibubuhkan koagulan. Pada bak pengaduk lambat,
terjadi pembentukan flok yang berukuran besar hingga mudah diendapkan pada bak
sedimentasi.

Reaksi kimia untuk menghasilkan flok adalah:


Al2(SO4)3.14H2O + 3Ca(HCO3)2 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 14H2O + 6CO2
Pada air yang mempunyai alkalinitas tidak cukup untuk bereaksi dengan alum, maka
perlu ditambahkan alkalinitas dengan menambah kalsium hidroksida.
Al2(SO4)3.14H2O + 3Ca(OH)2 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 14H2O
Derajat pH yang optimum untuk alum berkisar 4,5 hingga 8, karena aluminium
hidroksida relatif tidak terlarut.

Ferro sulfat membutuhkan alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida agar


menghasilkan reaksi yang cepat. Untuk itu, Ca(OH)2 ditambahkan untuk
mendapatkan pH pada level di mana ion besi diendapkan sebagi Fe(OH)3, lihat
Gambar 5.4. Reaksi ini adalah reaksi oksidasi-reduksi yang membutuhkan oksigen
terlarut dalam air. Dalam reaksi koagulasi, oksigen direduksi dan ion besi dioksidasi
menjadi ferri, di mana akan mengendap sebagai Fe(OH)3.
2FeSO4.7H2O + 2Ca(OH)2 + 1/2 O2 2Fe(OH)3 + 2CaSO4 + 13H2O
Untuk berlangsungnya reaksi ini, pH harus sekitar 9,5 dan kadang-kadang stabilisasi
membutuhkan kapur berlebih.
Penggunaan ferri sulfat sebagai koagulan berlangsung mengikuti reaksi:
Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
Reaksi ini biasanya menghasilkan flok yang padat dan cepat mengendap. Jika
alkalinitas alami tidak cukup untuk reaksi, diperlukan penambahan kapur. Rentang
pH optimum adalah sekitar 4 hingga 12, karena ferri hidroksida relatif tidak larut
dalam rentang pH ini.
Reaksi ferri klorida sebagai koagulan berlangsung sebagai berikut:
2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 2Fe(OH)3 + 3CaCl2 + 6CO2
Penambahan kapur diperlukan bila alkalinitas alami tidak mencukupi.
2FeCl3 + 3Ca(OH)2 2Fe(OH)3 + 3CaCl2
Reaksi ferri klorida berlangsung pada pH optimum 4 sampai 12. Flok yang terbentuk
umumnya padat dan cepat mengendap.
Tabel 2.1 Beberapa Jenis Koagulan dalam Praktek Pengolahan-Air

Gambar 2.2 Pengaruh pH terhadap kelarutan Fe(III) pada temperatur 25o C


(diambil dari Fair dkk, 1981)
2.2 Pengadukan
Pengadukan merupakan operasi yang mutlak diperlukan pada proses koagulasi-
flokulasi. Pengadukan cepat berperan penting dalam pencampuran koagulan dan
destabilisasi partikel. Pengadukan lambat berperan dalam upaya penggabungan
flok.

2.2.1. Jenis Pengadukan


Jenis pengadukan dapat dikelompokkan berdasarkan kecepatan pengadukan dan
metoda pengadukan. Berdasarkan kecepatannya, pengadukan dibedakan menjadi
pengadukan cepat dan pengadukan lambat. Berdasarkan metodanya,
pengadukan dibedakan menjadi pengadukan mekanis, pengadukan hidrolis, dan
pengadukan pneumatis.
Kecepatan pengadukan merupakan parameter penting dalam pengadukan yang
dinyatakan dengan gradien kecepatan. Gradien kecepatan merupakan fungsi dari
tenaga yang disuplai (P):

𝑃
G= √𝑉.𝜇 (2.1)
dalam hal ini:
P = suplai tenaga ke air (N.m/detik)
V = volume air yang diaduk, m3
µ = viskositas absolut air, N.detik/m2
Persamaan (2.1) berlaku umum untuk semua jenis pengadukan. Parameter yang
membedakannya adalah besarnya tenaga yang disuplai ke dalam air (P) yang dapat
dihitung dengan rumus-rumus yang akan dijelaskan pada subbab 2.3.2. Rumus
yang digunakan untuk menghitung nilai P bergantung pada metoda pengadukan
yang digunakan.

2.2.1.1. Pengadukan Cepat


Tujuan pengadukan cepat dalam pengolahan air adalah untuk menghasilkan
turbulensi air sehingga dapat mendispersikan bahan kimia yang akan dilarutkan
dalam air. Secara umum, pengadukan cepat adalah pengadukan yang dilakukan
pada gradien kecepatan besar (300 sampai 1000 detik-1) selama 5 hingga 60 detik
atau nilai GTd (bilangan Champ) berkisar 300 hingga 1700. Secara spesifik, nilai G
dan td bergantung pada maksud atau sasaran pengadukan cepat.
Untuk proses koagulasi-flokulasi:
• Waktu detensi = 20 - 60 detik
• G = 1000 - 700 detik-1
Untuk penurunan kesadahan (pelarutan kapur/soda):
• Waktu detensi = 20 - 60 detik
• G = 1000 - 700 detik-1
Untuk presipitasi kimia (penurunan fosfat, logam berat, dan lain-lain)
• Waktu detensi = 0,5 - 6 menit
• G = 1000 - 700 detik-1
Pengadukan cepat dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1. Pengadukan mekanis
2. Pengadukan hidrolis
3. Pengadukan pneumatis

2.2.1.2. Pengadukan Lambat


Tujuan pengadukan lambat dalam pengolahan air adalah untuk menghasilkan
gerakan air secara perlahan sehingga terjadi kontak antar partikel untuk membentuk
gabungan partikel hingga berukuran besar. Pengadukan lambat adalah pengadukan
yang dilakukan dengan gradien kecepatan kecil (20 sampai 100 detik-1) selama 10
hingga 60 menit atau nilai GTd (bilangan Champ) berkisar 48000 hingga 210000.
Untuk menghasilkan flok yang baik, gradien kecepatan diturunkan secara bertahap
agar flok yang telah terbentuk tidak pecah lagi dan berkesempatan bergabung
dengan yang lain membentuk gumpalan yang lebih besar.
Secara spesifik, nilai G dan waktu detensi untuk proses flokulasi adalah sebagai
berikut:
• Untuk air sungai:
- Waktu detensi = minimum 20 menit
- G = 10 - 50 detik-1
• Untuk air waduk:
- Waktu = 30 menit
- G = 10 - 75 detik-1
• Untuk air keruh:
- Waktu dan G lebih rendah
• Bila menggunakan garam besi sebagai koagulan:
- G tidak lebih dari 50 detik-1
• Untuk flokulator 3 kompartemen:
- G kompartemen 1 : nilai terbesar
- G kompartemen 2 : 40 % dari G kompartemen 1
- G kompartemen 3 : nilai terkecil
Untuk penurunan kesadahan (pelarutan kapur/soda):
• Waktu detensi = minimum 30 menit
• G = 10 - 50 detik-1
Untuk presipitasi kimia (penurunan fosfat, logam berat, dan lain-lain)
• Waktu detensi = 15 - 30 menit
• G = 20 - 75 detik-1
• GTd = 10.000 - 100.000

Pengadukan lambat dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:


1. Pengadukan mekanis
2. Pengadukan hidrolis

2.2.1.3. Pengadukan Mekanis

Pengadukan mekanis adalah metoda pengadukan menggunakan peralatan mekanis


yang terdiri atas motor, poros pengaduk (shaft), dan alat pengaduk (impeller).
Peralatan tersebut digerakkan dengan motor bertenaga listrik. Berdasarkan
bentuknya, ada tiga macam impeller, yaitu paddle (pedal), turbine, dan propeller
(baling-baling). Bentuk ketiga impeller tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.5 dan
Gambar 5.6. Kriteria impeller dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Gambar 2.3 Tipe paddle (a) tampak atas, (b) tampak samping
Tabel 2.2 Kriteria Impeller

Gambar 2.4 Tipe turbine dan propeller. (a) turbine blade lurus, (b) turbine blade
dengan piringan, (c) turbin dengan blade menyerong, (d) propeller 2 blade, (e)
propeller 3 blade (Qasim, dkk., 2000)

Pengadukan mekanis dengan tujuan pengadukan cepat umumnya dilakukan dalam


waktu singkat dalam satu bak (Gambar 2.4). Faktor penting dalam perancangan alat
pengaduk mekanis adalah dua parameter pengadukan, yaitu G dan td. Sekadar
patokan, Tabel 2.2 dapat digunakan dalam pemilihan nilai G dan td. Pengadukan
mekanis dengan tujuan pengadukan lambat umumnya memerlukan tiga
kompartemen dengan ketentuan G di kompartemen I lebih besar daripada G di
kompartemen II dan G di kompartemen III adalah yang paling kecil (Gambar 2.5).
Pengadukan mekanis yang umum digunakan untuk pengadukan lambat adalah tipe
paddle yang dimodifikasi hingga membentuk roda (paddle wheel), baik dengan
posisi horisontal maupun vertikal (Gambar 2.8).
Gambar 2.5 Pengadukan cepat dengan alat pengaduk

Tabel 2.3 Nilai Gradien Kecepatan dan Waktu Pengadukan

2.2.1.4. Pengadukan hidrolis


Pengadukan hidrolis adalah pengadukan yang memanfaatkan aliran air sebagai
tenaga pengadukan. Tenaga pengadukan ini dihasilkan dari energi hidrolik yang
dihasilkan dari suatu aliran hidrolik. Energi hidrolik dapat berupa energi gesek,
energi potensial (jatuhan) atau adanya lompatan hidrolik dalam suatu aliran.
Jenis pengadukan hidrolis yang digunakan pada pengadukan cepat haruslah aliran
air yang menghasilkan energi hidrolik yang besar. Dalam hal ini dapat dilihat dari
besarnya kehilangan energi (headloss) atau perbedaan muka air. Dengan tujuan
menghasilkan turbulensi yang besar tersebut, maka jenis aliran yang sering
digunakan sebagai pengadukan cepat adalah terjunan (Gambar 2.6), loncatan
hidrolik, dan parshall flume.
Jenis pengadukan hidrolis yang digunakan pada pengadukan lambat adalah aliran
air yang menghasilkan energi hidrolik yang lebih kecil. Aliran air dibuat relatif lebih
tenag dan dihindari terjadinya turbulensi agar flok yang terbentuk tidak pecah lagi.
Beberapa contoh pengadukan hidrolis untuk pengadukan lambat adalah kanal
bersekat (baffled channel, Gambar 5.10), perforated wall, gravel bed dan
sebagainya.
Gambar 2.6 Pengadukan cepat dengan terjunan

2.2.1.5. Pengadukan pneumatis


Pengadukan pneumatis adalah pengadukan yang menggunakan udara (gas)
berbentuk gelembung sebagai tenaga pengadukan. Gelembung tersebut
dimasukkan ke dalam air dan akan menimbulkan gerakan pada air (Gambar 5.11).
Injeksi udara bertekanan ke dalam air akan menimbulkan turbulensi, akibat lepasnya
gelembung udara ke permukaan air. Aliran udara yang digunakan untuk pengadukan
cepat harus mempunyai tekanan yang cukup besar sehingga mampu menekan dan
menggerakkan air. Makin besar tekanan udara, kecepatan gelembung udara yang
dihasilkan makin besar dan diperoleh turbulensi yang makin besar pula.

Gambar 5.11 Pengadukan cepat secara pneumatis


2.3. Tenaga Pengadukan
Tenaga pengadukan adalah tenaga yang digunakan untuk melakukan pengadukan.
Tenaga ini dihasilkan oleh peralatan mekanis, aliran hidrolis, atau gelembung udara
sebagaimana telah dijelaskan pada subbab jenis pengadukan. Besarnya tenaga
untuk operasi pengadukan mempengaruhi besarnya gradien kecepatan (lihat
kembali persamaan 5.1). Bila suatu sistem pengadukan telah ditentukan nilai
gradien kecepatannya, maka tenaga pengadukan dapat dihitung.
Perhitungan tenaga pengadukan berbeda-beda bergantung pada jenis
pengadukannya. Pada pengadukan mekanis, yang berperan dalam menghasilkan
tenaga adalah bentuk dan ukuran alat pengaduk serta kecepatan putaran alat
pengaduk. Hubungan antar variabel itu dapat dinyatakan dengan persamaan (2.2)
untuk bilangan Reynold (NRe) lebih dari 10.000 dan persamaan (2.3) untuk nilai
NRe kurang dari 20. Bilangan Reynold untuk alat pengaduk dapat dihitung dengan
persamaan (2.4).

dengan:
P = tenaga , N-m/det.
KT = konstanta pengaduk untuk aliran turbulen
n = kecepatan putaran, rps
Di = diameter pengaduk, m
ρ = massa jenis air, kg/m3
KL = konstanta pengaduk untuk aliran laminar
μ = kekentalan absolut cairan, (N-det/m2).
Nilai KT dan KL untuk tangki bersekat 4 buah pada dinding tangki, dengan lebar
sekat 10 % dari diameter tangki diberikan pada Tabel 2.4
Tabel 2.4 Konstanta KT dan KL untuk tangki bersekat

di mana:
P = tenaga, N.m/det
CD = koefisien drag (dapat dilihat pada Tabel 5.6)
A = luas permukaan paddle wheel, m2
ρ = rapat massa air, kg/ m3
v = kecepatan relatif putaran paddle, m/det

2.4 Contoh Soal

Sistem IPAM memiliki flokulator seperti gambar di bawah untuk mengolah air
dengan debit 12.000 m3/hari. Flokulator terdiri dari tiga kompartemen dengan
ukuran yang sama, panjang total 18 m dan tinggi 4,5 m dan lebar 4,5 m.
Kompartemen pertama memiliki 4 buah paddle dengan jarak dari poros sebesar 1,9 ;
1,7 ; 1,5; 1,3 m. Kompartemen kedua memiliki 3 buah paddle dengan jarak dari
poros 1,9 ; 1,7; 1,5 m, sedangkan kompartemen ketiga memiliki 2 buah paddle
dengan jarak dari poros sebesar 1,9 dan 1,5 m. Setiap paddle memiliki ukuran lebar
0,1 m dan panjang 4,5 m. Pada suhu 25 C, hitung kecepatan putar poros agar nilai
G rata–rata 25/detik.
Penyelasian:
1. Hitung tenaga untuk menghasilkan G = 25/detik
Pada suhu 25 C nilai = 0,89 x 10-3 kg/m.det dan =997 kg/m3
P = G2 μ V = (25/detik)2 x (0,89 x 10-3 kg/m.det) x (18 m x 4,5 m x 4,5 m) = 203 N-
m/detik
Nilai P ini adalah tenaga total yang dihasilkan oleh tiga kompartemen.
2. Hitung nilai kecepatan relatif tiap paddle pada kompartemen pertama:
Untuk paddle dengan jarak ke poros = 1,9 m:
vi = 0,75 x (n rps) x 2 π r = 0,75 n x 2 x π x 1,9 = (8,95 n) m/detik
Untuk paddle dengan jarak ke poros = 1,7 m:
vi = 0,75 x (n rps) x 2 π r = 0,75 n x 2 x π x 1,7 = (8,01 n) m/detik
Untuk paddle dengan jarak ke poros = 1,5 m:
vi = 0,75 x (n rps) x 2 π r = 0,75 n x 2 x π x 1,5 = (7,07 n) m/detik
Untuk paddle dengan jarak ke poros = 1,3 m:
vi = 0,75 x (n rps) x 2 π r = 0,75 n x 2 x π x 1,3 = (6,13 n) m/detik
3. Hitung nilai kecepatan relatif tiap paddle pada kompartemen kedua:
Untuk paddle dengan jarak ke poros = 1,9 m:
vi = 0,75 x (n rps) x 2 π r = 0,75 n x 2 x π x 1,9 = (8,95 n) m/detik
Untuk paddle dengan jarak ke poros = 1,7 m:
vi = 0,75 x (n rps) x 2 π r = 0,75 n x 2 x π x 1,7 = (8,01 n) m/detik Untuk paddle
dengan jarak ke poros = 1,5 m:
vi = 0,75 x (n rps) x 2 π r = 0,75 n x 2 x π x 1,5 = (7,07 n) m/detik
4. Hitung nilai kecepatan relatif tiap paddle pada kompartemen ketiga:
Untuk paddle dengan jarak ke poros = 1,9 m:
vi = 0,75 x (n rps) x 2 π r = 0,75 n x 2 x π x 1,9 = (8,95 n) m/detik
Untuk paddle dengan jarak ke poros = 1,5 m:
vi = 0,75 x (n rps) x 2 π r = 0,75 n x 2 x π x 1,5 = (7,07 n) m/detik
5. Hitung kecepatan putaran (n):
Dalam sistem flokulator di atas, hanya ada satu nilai n karena putaran dihasilkan
oleh satu
poros.
Ukuran paddle adalah sama, Li = 4,5 m dan Wi = 0,1 m.
Ratio Li/Wi = 45. Berdasarkan Tabel 5.6, nilai CD = 1,9
A = jumlah tangkai x 4,5 m x 0,1 m = 2 x 4,5 m x 0,1 m
Gunakan persamaan
203 N-m/detik = (1/2) x 1,9 x (2 x 4,5 m x 0,1 m) x (997 kg/m3) x {(8,95 n)3 +
(8,01n)3 + (7,07n)3 + (6,13 n)3 + (8,95 n)3 + (8,01 n)3 + (7,07 n)3 + (8,95 n)3 +
(7,07 n)3}
m/detik
n = 0,0377 rps = 2,26 rpm
Jadi, untuk menghasilkan nilai G rata–rata 25/detik, maka paddle wheel harus
diputar dengan kecepatan 2,26 putaran per menit.
DAFTAR PUSTAKA

Water Treatment Handbook, 6th edition, Volume 1, Degremont Water and the
Environment, 1991
Casey. T.J., Unit Treatment Processes in Water and Wastewater Engineering, John
Wiley & Sons, Singapore, 1997.
Droste, Ronald L., Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment, John
Wiley & Sons, New York, 1997
Qasim, Syed R, Edward M. Motley, dan Guang Zhu, Water Works Engineering:
Planning, Design dan Operation, Prentice Hall PTR, Upper Saddle River, NJ
07458, 2000.
Reynolds, Tom D. dan Richards, Paul A., Unit Operations and Processes in
Environmental Engineering, 2nd edition, PWS Publishing Company, Boston,
1996.
Fair, Gordon M., Geyer, John C., dan Okun, Daniel A., Water and Wastewater
Engineering, Volume 2: Water Purification and Wastewater Treatment and
Disposal, John Wiley and Sons Inc. New York, 1981

Anda mungkin juga menyukai