Anda di halaman 1dari 34

8

BAB II

KERANGKA TEORITIS, KERANGKA KONSEPTUAL

DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kerangka teoritis

1. Hakikat Hasil Belajar Dasar Kompetensi Kejuruan

Hasil belajar terdiri dari dua kata yaitu: “hasil” dan “belajar”. Hasil merupakan akibat

dari yang ditimbulkan karena berlangsungnya suatu proses kegiatan. Sedangkan belajar

adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil

pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku

individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) dikutip oleh Akmad Sudrajat

(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008. Selasa 12-10-10 Pukul 15:17 Wib)

menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan

belajar.

Menurut Jerome Burnner (dalam Romberg dan Kaput, 1999), belajar adalah suatu

proses aktif dimana siswa membangun (mengkontruk) pengetahuan baru berdasarkan pada

pengalaman / pengetahuan yang sudah dimilikinya. Sedangkan menurut Gagne (dalam

Purwanto 1992), belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus (rangsangan) bersama dengan

isi ingatan mempengaruhi pembelajaran sedemikian rupa sehingga perbuatannya

(performancenya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia

mengalami situasi itu. Sedangkan menurut Anthony Robbins ( dalam Trianto, 2009:15)

8
9

mendifinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan anatara sesuatu (pengetahuan)

yang sudah dipahami dan sesuatu pengetahuan yang baru.

Menurut Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang

dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan,

sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Sedangkan menurut Witherington (1952) dikutip oleh Akmad Sudrajat

(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008. Selasa 12-10-10 Pukul 15:17 Wib) belajar

merupakan perubahan dalam kepribadian sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk

keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan, dan menurut Gage & Berliner

dikutip oleh Akmad Sudrajat (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008. Selasa 12-10-10

Pukul 15:17 Wib) belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena

pengalaman.

Menurut Blom (dalam Silalahi, 2009:10) Pada dasarnya perubahan tingkah laku

individu belajar akan mencakup tiga kawasan, yaitu ranah kognitif, ranah efektif dan ranah

psikomotorik. Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut

Blom segala yang menyangkut aktivitas otak termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah

kognitif itu terdapat enam jenjang proses berpikir, yaitu: pengetahuan (knowledge),

pemahaman (comprehension), penerapan (aplication), analisis (analysis), sintesis (syinthesis)

dan penilaian (evaluation). Dan kawasan pada ranah efektif adalah ranah yang berkaitan

dengan sikap dan nilai. Menurut Kratwohl dan kawan-kawan ranah efektif terdiri dari lima

jenjang, yaitu: menerima (receiving), menanggapi (responding), menilai (valuing),

mengorganisasian (organization) dan karakterisasi dengan suatu nilai (characterization by

value complex). Sedangkan ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan
10

keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman

belajar tertentu.

Berdasarkan kajian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan

tingkah laku. Perubahan itu dapat berupa perubahan pengembangan pengetahuan,

keterampilan dan sikap yang nantinya diharapkan mampu memecahkan masalah-masalah

yang dihadapinya. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku tersebut

adalah proses belajar mengajar sedangkan perubahan tingkah laku adalah sebagai hasil

belajar.

Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah

perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya dikutip oleh Akmad Sudrajat

(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008. Selasa 12-10-10 Pukul 15:17 Wib)

mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :

1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional), yakni: Perubahan perilaku yang

terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu

juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya

telah terjadi perubahan.

2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu), yakni : bertambahnya pengetahuan atau

keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan

keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan

keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan

pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya.

3. Perubahan yang fungsional, yakni : setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat

dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk

kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang.


11

4. Perubahan yang bersifat positif, yakni : perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif

dan menujukkan ke arah kemajuan.

5. Perubahan yang bersifat aktif, yakni : untuk memperoleh perilaku baru, individu yang

bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan.

6. Perubahan yang bersifat pemanen, yakni : perubahan perilaku yang diperoleh dari proses

belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya.

7. Perubahan yang bertujuan dan terarah, yakni : individu melakukan kegiatan belajar pasti

ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun

jangka panjang.

8. Perubahan perilaku secara keseluruhan, yakni : perubahan perilaku belajar bukan hanya

sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan

dalam sikap dan keterampilannya.

Usaha dan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut

dapat bersumber pada dirinya, dari luar dirinya dan lingkunganya. Menurut Syah (2005),

faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor internal, faktor eksternal dan faktor

pendekatan belajar. (1) faktor internal meliputi segi sosial dan psikologis yaitu intelegensi,

sikap, nakat, minat, dan motivasi. (2) faktor eksternal adalah faktor yang berhubungan

dengan lingkungan sekitar siswa baik lingkungan sekolah yang terdiri dari lingkungan guru,

staff dan teman-teman kelas dan juga lingkungan non sosial yaitu gedung sekolah, rumah,

alat0alat belajar, cuaca dan waktu. (3) faktor pendekatan belajar yakni menyangkut metode

belajar yang digunakan dalam aktivitas belajar tersebut.

Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja dan

berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar.
12

Perubahan yang dimaksud adalah perubahan tingkah prilaku tetap berupa pengetahuan,

pemahaman, keterampilan dan kebiasaan yang baru diperoleh individu. Sedangkan

pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sebagai sumber

belajarnya.

Hasil belajar sebagai tujuan dari kegiatan belajar tidak terjadi dengan serta merta dari

suatu proses, banyak hal yang mempengaruhi hasil belajar baik yang bersifat ekstern seperti

faktor keluarga, masyarakat dan sekolah. Faktor intern berupa faktor jasmani dan psikologis

individu. Melalui kegiatan belajar juga dapat diketahui kemampuan belajar siswa setelah

mengikuti kegiatan belajar. Hasil belajar dapat diketahui melalui penilaian dengan cara

mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar melalui tes. Penilaian hasil belajar

ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan belajar siswa dalam hal penguasaan materi atau

untuk mengetahui status siswa dan kedudukanya baik secara individu maupun secara

kelompok.

Maka hasil belajar adalah suatu tingkatan yang akan diperoleh dari aktivitas belajar

yang bersifat terukur berupa ilmu pengetahuan, sikap dan keterampilan, dan memuat

informasi mengenai kemampuan dan keberhasilan individu belajar selama proses belajar

yang ditandai denagan perolehan nilai ataupun pengakuan dan penghargaan lainnya.

Hasil belajar Pengetahuan Dasar Teknik Mesin dapat diketahui dengan mengadakan

evaluasi belajar. Oleh karena itu, setiap kegiatan belajar di sekolah perlu dilakukan evaluasi

guna mengetahui kemampuan belajar siswa. Begitu pula halnya dengan sub kompetensi

pengetahuan dasar teknik mesin juga membutuhkan hasil belajar siswa yang diperolaeh

melalui evaluasi setelah mengikuti mengikuti mata diklat ini, yang menunjukan tingkat

penguasaan, pengetahua, sikap, keterampilan siswa dalam bidang ilmu atau keahlian yang

dituntut.
13

Berhasil tidaknya seorang siswa dalam belajar dasar kompetensi kejuruan disebabkan

oleh beberapa factor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Menurut Hamalik (dikutip

oleh Ika, 2008: 15), tinggi rendahnya hasil belajar seseorang dalam belajar dipengaruhi oleh

beberapa factor yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi:

a. Faktor Internal (dari dalam diri siswa) seperti: kesehatan, intelegensi, bakat, minat,

motivasi serta cara belajar.

b. Faktor eksternal (dari luar diri siswa) seperti: keluarga, lingkungan, guru dan model

pembelajaran yang digunakan.

Berdasarkan kajian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar ialah

perubahan tingkah laku. Perubahan itu dapat berupa pengembangan pengetahuan,

keterampilan dan sikap yang nantinya diharapkan mampu memecahkan masalah yang

dihadapinya. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku tersebut adalah

hasil belajar.

2. Hakikat Pembelajaran

Mengajar pada hakikatnya adalah suatu aktivitas mengarahkan, memberikan

kemudahan bagaimana cara menemukan sesuatu (bukan memberi sesuatu) berdasarkan

kemampuan yang dimiliki oleh pelajar (Tirtarahardja dan La sula, 2000:51).

Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian

pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya

proses belajar pada siswa. Sedangkan menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas,

pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada

suatu lingkingan belajar (http://techonly13.wordpress.com/2009. 12-10-10 Pukul 15:26 Wib)


14

Pembelajaran pada hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk

membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya)

dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dari makna ini jelas terlihat bahwa

pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana

antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu

target yang telah ditetapkan sebelumnya (dalam Trianto, 2009). Proses pembelajaran tersebut

dapat digambarkan pada gambar 2. 1.

Pengembanga
n
 Kurikulum
 Strategi dan
 Metodologi Pembelajaran

Pengalaman

Gambar 2. 1. Alur Proses Pembelajaran

Menurut Clements dan Battista (seperti dikutip oleh Trianto, 2009:18), pembelajaran

hanya sekedar penyampaian fakta, konsep, prinsip dan keterampilan kepada siswa. Senada

dengan itu, Soedjadi (2000) menyatakan bahwa kurikulum sekolah di Indonesia terutama

pada mata pelajaran eksak dan dalam pengajarannya selama ini terpatri kebiasaan dengan

urutan sajian pembelajaran sebagai berikut: (1) Diajarkan teori/ defenisi; (2) Diberikan

contoh- contoh; dan (3) Diberikan latihan soal- soal.

Pandangan kontruktivisme memberikan perbedaan yang tajam dan kontras terhadap

pandangan tersebut. Ciri- ciri konstruktivis menurut Hudojo (1998) adalah sebagai berikut:

1. Siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Siswa belajar materi (pengetahuan) secara

bermakna dengan bekerja an berpikir;


15

2. Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan

skemata yang dimiliki siswa.

Implikasi dari ciri- ciri pembelajaran dalam pandangan konstruktivis adalah

penyediaan lingkungan belajar yang konstruktif Lingkungan belajar yang konstruktif menurut

Hudojo (1998) adalah lingkungan belajar yang, (1) menyediakan pengalaman belajar yang

mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga belajar

merupakan proses pembentukan pengetahuan; (2) menyediakan berbagai alternative

pengalaman belajar; (3) mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistic dan relevan

dengan melibatkan pengalaman konkret; (4) mengintegrasikan pembelajaran yang

memungkinkan terjadinya interaksi dan kerja sama antara siswa; (5) memanfaatkan berbagai

media agar pembelajaran lebih menarik; dan (6) melibatkan siswa secara emosional dan

social sehingga pelajaran lebih menarik dan siswa mau belajar.

Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama

keefektifan pengajaran, yaitu:

1. Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap kegiatan belajar

mengajar;

2. Rata- rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di antara siswa;

3. Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi

keberhasilan belajar) diutamakan; dan

4. Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif, mengembangkan struktur kelas

yang mendukung butir (2), tanpa mengabaikan butir (4). Soemosasmito (seperti dikutip

oleh Trianto, 2009:20).

3. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai

pedoman dalam melakukan kegiatan, sementara pembelajaran merupakan suatu proses yang
16

disengaja untuk dapat menghidupkan, merangsang, mengarahkan, dan mempercepat dalam

proses perubahan tingkah laku.

Menurut Duffy dan Roehler (1989) pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja

melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai

tujuan kurikulum. Jadi pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk

memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu tujuan yaitu

tercapainya tujuan kurikulum.

Jadi, model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai

pedoman untuk melakukan suatu kegiatan yang disengaja untuk menghidupkan, merangsang,

mengarahkan dan mempercepat proses perubahan tingkah laku. Model pembelajaran menurut

Soekamto, dkk (seperti yang dikutip oleh Trianto, 2007:5) adalah “Kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk

mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar”.

Arends, (seperti yang dikutip oleh Trianto, 2009:41) menyatakan, “ Istilah model

pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya,

sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.

Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus, yaitu:

1. Rasional teoristis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;

2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran

yang akan dicapai);

3. Tingkah laku yang mengajar yang diperlukan agar model pembelajaran tersebut dapat

dilaksanakan dengan berhasil; dan


17

4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai

(Kardi dan Nur, 2000:9).

Dari pengertian di atas, maka dengan keberadaan model pembelajaran diharapkan

dapat membantu siswa untuk memperoleh informasi, gagasan, keterampilan, nilai-nilai, cara

berpikir dan pengertian yang diekspresikan oleh siswa itu sendiri.

Arends (2001:24), menyeleksi enam model pembelajaran yang sering digunakan guru

dalam mengajar, yaitu: presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran

kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah dan diskusi kelas. Arends dan pakar model

pembelajaran yang lain berpendapat, bahwa tidak ada satu model pembelajaran yang paling

baik diantara yang lainnya, karena masing- masing model pembelajaran dapat dirasakan baik

apabila telah diujicobakan untuk mengajarkan materi tertentu. Oleh karena itu, dari beberapa

model pembelajaran yang ada perlu kiranya diseleksi model pembelajaran yang mana yang

paling baik untuk mengajarkan suatu materi tertentu.

Menurut Slavin (2008), pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang efektif

untuk meningkatkan prestasi terutama jika disediakan penghargaan tim atau kelompok dan

tanggung jawab individual. Sedangkan menurut Kagan (1994) pembelajaran kooperatif

adalah strategi pengajaran yang sukses di mana tim kecil, masing-masing dengan siswa dari

tingkat kemampuan yang berbeda, menggunakan berbagai aktivitas belajar untuk

meningkatkan pemahaman mereka tentang suatu subjek. Menurut Anita Lie (2004: 12),

sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan

sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong

royong” atau pembelajaran kooperatif. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dalam

kelompok kecil atau tim untuk saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi
18

dalam menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu

untuk mencapai tujuan bersama dalam pembelajaran.

Menurut Roger dan David Johson (seperti yang dikutip oleh Anita Lie, 2004: 31),

bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif sehingga untuk

mencapai hasil yang maksimal perlu diterapkan lima unsur model pembelajaran kooperatif,

yaitu:

1. Saling ketergantungan positif, artinya keberhasilan kelompok sangat dipengaruhi oleh

usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar

perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus

menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.

2. Tanggung jawab perseorangan, artinya setiap anggota kelompok harus melaksanakan

tugasnya dengan baik untuk keberhasilan kelompok.

3. Tatap muka, artinya setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu dan

berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan mendorong siswa untuk membentuk sinergi

yang menguntungkan semua anggota kelompoknya. Inti dari sinergi ini adalah

menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-

masing.

4. Komunikasi antar anggota, unsur ini menghendaki agar siswa dibekali dengan

berbagai ketrampilan berkomunikasi, karena keberhasilan kelompok juga bergantung

pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka

untuk mengutarakan pendapat mereka.

5. Evaluasi proses kelompok, guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok

untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar

selanjutnya bisa bekerja sama secara efektif.


19

Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis. Pembelajaran ini

muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep

yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam

kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah- masalah yang kompleks. Jadi,

hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama pembelajaran

kooperatif. Dan pada model pembelajaran kooperatif siswalah yang lebih aktif dalam

kegiatan belajar sedangkan guru adalah pengelola aktifitas kelompok. Berikut ini akan

dikemukakan beberapa keuntungan yang diperoleh baik oleh guru maupun siswa di dalam

pelaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Kooperatif, yaitu:

1. Melalui pembelajaran Kooperatif menimbulkan suasana yang baru dalam

pembelajaran. Hal ini dikarenakan sebelumnya hanya dilaksanakan model

pembelajaran secara konvensional yaitu camah dan tanya jawab. Metode tersebut

ternyata kurang memberi motivasi dan semangat kepada siswa untuk belajar. Dengan

digunakannva model cooperative learning, maka tampak suasana kelas menjadi lebih

hidup dan lebih bermakna.

2. Membantu guna dalam mengidentifikasikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan

mencarikan alternatif pemecahannya. Dari hasil penelitian tindakan pelaksanaan

pembelajaran Kooperatif dengan diskusi kelompok ternyata mampu membuat siswa

terlibat aktif dalam kegiatan belajar.

3. Penggunaanya cooperative learning merupakan suatu model yang efektif untuk

mengembangkan program pembelajaran terpadu. Dengan pembelajaran Kooperatif

siswa tidak hanya dapat mengembangkan kemampuan aspek kognitif saja melainkan

mampu mengembangkan aspek afektif dan psikomotor.


20

4. Dengan melalui pembelajaran Kooperatif, dapat me-ngembangkan kemampuan

berpikir kritis, kreatif, dan reflektif. Hal ini dikarenakan kegiatan pembelajaran ini

lebih banyak berpusat pada siswa, sehingga siswa diberi kesempatan untuk turut serta

dalam diskusi kelompok. Pemberian motivasi dari teman sebaya ternyata mampu

mendorong semangat siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya.

Terlebih lagi bila pembahasan materi yang sifatnya problematik atau yang bersifat

kontroversial, mampu merangsang siswa mengembangkan kemampuan berpikirnya

5. Dengan pembelajaran Kooperatif mampu mengembangkan kesadaran pada diri

siswa terhadap permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di lingkungan

sekitarya. Dengan bekerja kelompok maka timbul adanya perasaan ingin membantu

siswa lain yang mengalami kesulitan sehingga mampu mengembangkan sosial skill

siswa. Disamping itu pula dapat melatih siswa dalam mengembangkan perasaan

empati maupun simpati pada diri siswa

6. Dengan pembelajaran Kooperatif mampu melatih siswa dalam berkomunikasi

seperti berani mengemukakan pendapat, berani dikritik, maupun menghargai

pendapat orang lain. Komunikasi interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa

maupun siswa dengan siswa menimbulkan dialog yang akrab dan kreatif.

Dari beberapa keuntungan dari model pembelajaran kooperatif di atas, maka jelaslah

bagi kita bahwa keberhasilan suatu proses pendidikan dan pengajaran salah satunya

ditentukan oleh kemampuan dan keterampilan guru dalam menggunakan strategi dan model

pembelajaran yang digunakannya. Salah satu model yang dapat memberikan dampak

terhadap keberhasilan siswa adalah melalui model pembelajaran koperatif atau cooperative

learning.
21

Dalam pembelajaran dasar kompetensi kejuruan, model pembelajaran kooperatif

sangat tepat digunakan karena selain unggul dalam memahami konsep- konsep yang sulit,

model ini sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan bekerja sama,

berfikir kritis dan membantu teman.

Terdapat enam langkah utama di dalam menggunakan pembelajaran kooperatif.

Langkah-langkah tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1. Langkah- langkah pembelajaran kooperatif

Fase Tingkah laku guru

Fase 1 Guru menyampaikan semua tujuan


pembelajaran yang ingin dicapai pada
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa pelajaran tersebut dan memotivasi siswa.

Fase 2 Guru menyajikan informasi kepada siswa


dengan jalan melakukan demonstrasi atau
Menyajikan informasi lewat bahan bacaan.

Fase 3 Guru menjelaskan kepada siswa


bagaimana membentuk dan membantu
Mengorganisasikan siswa dalam bentuk setiap kelompok agar melakukan transisi
kelompok kooperatif secara efisien.

Fase 4 Guru membimbing kelompok belajar pada


saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Fase 5 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang


materi yang telah dipelajari atau masing-
Evaluasi masing kelompok mempersentasekan hasil
kerjanya.

Fase 6 Guru mencari cara- cara untuk


menghargai baik upaya maupun hasil
Memberikan Penghargaan belajar individu dan kelompok.

Selanjutnya dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang

diterapkan, yaitu diantaranya: 1) Student Team Achievement Division (STAD), 2) Jigsaw, 3)

Teams Games Tournament (TGT), 4) Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together

(NHT).
22

4. Model Pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT)

Secara umum pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) sama

saja dengan STAD kecuali satu hal: TGT menggunakan turnamen akademik, dan

menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, di mana para siswa berlomba

sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kemampuan akademiknya setara.

Hasilnya, siswa- siswa yang berprestasi paling rendah pada setiap kelompok memiliki

peluang yang sama untuk memperoleh poin bagi kelompoknya sebagai siswa yang

berprestasi tinggi. Meskipun keanggotaan kelompok tetap sama, tetapi siswa yang mewakili

kelompok untuk bertanding dapat berubah-ubah atas dasar penampilan dan prestasi masing-

masing anggota. Misalnya mereka yang berprestasi rendah, yang mula-mula bertanding

melawan siswa-siswa kemampuannya sama dapat bertanding melawan siswa-siswa yang

berprestasi tinggi ketika mereka menjadi lebih mampu.

Teams Games Tournaments (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David De Vries

dan Keith Edwards. Dalam TGT, para siswa dikelompokkan dalam tim belajar yang terdiri

atas empat sampai enam orang yang heterogen. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa

bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai

pelajaran (Slavin, 2008). Secara umum, pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki prosedur

belajar yang terdiri atas siklus regular dari aktivitas pembelajaran kooperatif. Games

Tournament dimasukkan sebagai tahapan review setelah setelah siswa bekerja dalam tim

(sama dengan TPS). Permainan TGT berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-

kartu yang diberi angka. Tiap-tiap siswa akan mengambil sebuah kartu dan berusaha untuk

menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka yang tertera. Turnamen ini memungkinkan

bagi siswa untuk menyumbangkan skor-skor maksimal buat kelompoknya. Turnamen ini juga

dapat digunakan sebagai review materi pelajaran.


23

a. Langkah- langkah Pembelajaran Teams-Games-Tournament (TGT)

Menurut Slavin (1995:90), ada 5 komponen utama dalam TGT, yaitu:

1. Presentasi kelas

Pada tahapan ini, guru memberikan materi secara garis besar, menjelaskan rambu-

rambu permainan dan turnamen, menjelaskan langkah-langkah pembelajaran

termasuk kompetensi apa saja yang ingin dicapai dalam pembelajaran serta

memotivasi siswa dalam kerja kelompok untuk menjadi pemenang dalam game dan

turnamen.

2. Kerja kelompok

Pada tahapan ini, kelas dibagi menjadi kelompok- kelompok kecil yang terdiri dari 4-

5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis

kelamin dan ras atau etnik. Siswa mempunyai tugas untuk mempelajari materi

pelajaran secara berkelompok dengan menggunakan LKS yang telah disiapkan

kemudian wakil dari salah satu kelompok mempresentasikan hasil pengerjaan. Dalam

kerja keompok siswa mendiskusikan materi yang diberikan bersama- sama untuk

mempersiapkan game dan turnamen. Setiap kelompok mempunyai tugas untuk

memahamkan anggotanya. Disini, siswa berbagi tugas satu sama lain.

3. Permainan (Game)

Permainan diikuti oleh semua kelompok. Permainan ini bertujuan untuk menjadikan

pembelajaran Teori Dasar Elektronika lebih menyenangkan. Permainan berisi

pertanyaan-pertanyaan untuk menguji pengetahuan siswa yang diperoleh dari

presentasai kelas dan belajar kelompok. Bentuk game dibuat oleh peneliti bersama

dengan guru. Siswa yang menjawab benar pertanyaan tersebut akan mendapatkan

skor yang nantinya digunakan pada saat turnamen.


24

4. Turnamen

Turnamen biasanya diadakan pada akhir minggu atau pada setiap selesai bab yang

dibahas. Turnamen ini dibagi menjadi 3 meja turnamen. Meja 1 untuk siswa

berkemampuan tinggi, meja 2 untuk siswa berkemampuan sedang dan meja 3 untuk

siswa berkemampuan rendah. Dalam turnamen siswa pada kelompok belajar

heterogen dibagi dalam kelompok turnamen dengan kemampuan akademik yang

homogen berisi 3- 4 siswa. Dalam turnamen ini siswa melakukan pertandingan untuk

mendapatkan point. Guru menyediakan beberapa pertanyaan untuk dipertandingan.

Pertandingan dilakukan dengan cara siswa mengambil kartu secara acak. Nomor yang

ada pada kartu merupakan nomor pertanyaan yang harus dijawab. Apabila siswa yang

mengambil kartu dapat menjawab, maka dia harus menyimpan kartunya untuk

dihitung pada akhir turnamen. Apabila siswa yang mengambil kartu tidak dapat

menjawab, maka siswa yang lain dalam satu kelompok turnamen boleh menantang

untuk menjawabnya. Penantang yang menjawab dengan jawaban yang benar akan

menyimpan kartunya, sedang yang menjawab dengan jawaban yang salah akan

diambil 1 kartu yang telah dimiliki sebelumnya.

5. Penghargaan Kelompok

Setelah mengikuti turnamen, siswa-siswa kembali ke kelompok belajarnya masing-

masing dengan membawa nilai dari turnamen. Nilai kemudian dijumlahkan dan

dibagi sesuai dengan jumlah angota kelompok belajar. Nilai ini merupakan nilai rata-

rata kelompok belajar. Kelompok belajar yang nilainya tinggi akan mendapatkan

penghargaan. Penghargaan bisa berupa pemberian ucapan selamat, pujian, sertifikat,

alat-alat tulis, maupun yang lainnya. Pemberian penghargaan bertujuan untuk

memotivasi siswa agar dapat lebih sungguh-sungguh dalam belajar kelompok.


25

Slavin (2008), melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh

pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang secara inplisit

mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran TGT, sebagai berikut:

a. Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT (Teams Games

Tournament) memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok

rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.

b. Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung

dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.

c. TGT (Teams Games Tournament) meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi

tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.

d. TGT (Teams Games Tournament) meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain

(kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit)

e. Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu

yang lebih banyak.

f. TGT (Teams Games Tournament) meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada

remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau

perlakuan lain.

b. Aturan atau skenario Permainan

Dalam satu permainan terdiri dari kelompok pembaca, kelompok penantang I,

kelompok penantang II, dan seterusnya sejumlah kelompok yang ada. Aturan Permainannya:

1. Masing- masing pemain mengambil kartu dari tumpukan. Pemain yang memiliki

nomor kartu terbesar mendapat giliran pertama. Kemudian seluruh kartu dikumpulkan

dan dikocok.
26

2. Masing- masing pemain secara berurutan mengambil kartu di atas tumpukan.

Kemudian seluruh kartu dibalikkan dan pertanyaan yang ada dibaca dengan suara

nyaring.

a. Apabila pemain tersebut menjawab pertanyaan, ia dapat menantang kepada

penantang lain untuk menanggapi jawabannya. Jika ada penantang, maka ia

memberikan tanggapannya.

Kemudian jawaban dilihat:

1) Jika penantang memberikan jawaban yang benar, maka ia dapat

menyimpan kartu tersebut.

2) Jika jawaban penantang salah, maka ia harus menyerahkan kartu yang

dimenangkannya (jika ada), dan ditempatkan di bawah tumpukan,

sedangkan kartu permainan dipengang oleh pemain.

3) Jika keduanya salah, kartu ditempatkan di bawah tumpukan.

b. Apabila pemain tersebut mengatakan bahwa dia tidak tahu dengan jawabannya,

maka diberikan kesempatan kepada siswa lain untuk menjawab. Jika tidak ada

seorang pun yang menjawab kartu diletakkan ke bawah tumpukan.

c. Kegitan ini dilakukan secar bergiliran (games ruler).


27

Gambar. 2. 2. Game Rulers

d. Permainan berakhir ketika tumpukan kartu telah habis.

c. Sistem Perhitungan Poin Turnamen

1. Skor pemain dihitung dengan menjumlahkan kartu yang dimiliki tiap anggota. Pemain

yang memiliki kartu terbanyak adalah pemenang.

2. Skor tim dihitung dengan menjumlahkan kartu yang dimiliki tiap anggota. Tim

dengan skor tertinggi adalah pemenang dari permainan tersebut.

5. Hakekat Pembelajaran Konvensional

Dalam pembelajaran konvensional, kegiatan pembelajaran yang digunakan cenderung

berpusat pada guru dalam merancang dan mengimplementasikan program pembelajaran

sehingga peran guru sangat dominan dalam kegiatan pembelajaran. Guru akan lebih banyak

memberikan informasi-informasi sedangkan siswa sebagai pendengar yang secara seksama

akan merekam dan menyimak penjelasan yang diberikan guru. Hal ini sesuai dengan yang

dinyatakan oleh Sudjana (2001) bahwa melalui pembelajaran dengan model pembelajaran

konvensional peserta didik mendapatkan tuntutan informasi yang lebih rinci dari guru dan

bahan belajar dapat disampaikan secara tuntas.

Selanjutnya Sadia menyatakan : Model belajar konvensional sebagai rangkaian

kegiatan belajar yang dimulai dengan orientasi dan penyajian informasi yang berkaitan

dengan konsep yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan pemberian ilustrasi atau contoh soal

oleh guru, diskusi dan tanya jawab sampai akhirnya guru merasa bahwa apa yang telah

diajarkannya dapat dimengerti siswa.


28

Kegiatan pembelajaran yang berpusat kepada guru menekankan aktivitas guru dalam

membelajarkan peserta didik. Peserta didik berperan sebagai pengikut dan penerima pasif

dari pembelajaran berlangsung satu arah. Peran guru tidak lagi sebagai fasilitator dan

mediator yang baik melainkan guru memegang otoritas pembelajaran. Jadi, pembelajaran

konvensional cenderung berasumsi bahwa siswa memiliki kebutuhan yang sama, belajar

dengan perlakuan yang sama, pada waktu yang sama dengan materi pelajaran yang

terstruktur dan didominasi oleh guru sehingga siswa berperan sebagai pengikut dan penerima

pasif dari kegiatan yang dilaksanakan. Whiterington (seperti yang dikutip oleh Syafarudin

dan Irwan, 2005:58-59) mengatakan bahwa : Hakikat pengerjaan mengajar bukanlah

merupakan melakukan sesuatu bagi murid, tetapi lebih berupa menggerakkan murid

melakukan sesuatu untuk mengaktifkan mereka, tugas utama guru bukanlah menerangkan

hal-hal yang terdapat dalam buku-buku, tetapi memberikan inspirasi, menciptakan daya nalar

dan kreatifitas siswa dalam hal yang mereka pelajari saat kegiatan, memberikan motif-motif

dan membimbing murid dalam usaha mereka mencapai tujuan yang diinginkan.

Menurut Djamara (2007:119) metode yang sering digunakan dalam pembelajaran

konvensional adalah metode ceramah, diskusi, tanya-jawab dan tugas. Metode ceramah

adalah suatu cara penyampaian bahan pelajaran secara lisan oleh guru di depan kelas. Sabri

(2007:52) menyatakan “Metode ceramah adalah metode yang dilakukan oleh guru dalam

menyampaikan bahan pelajaran didalam kelas secara lisan”.

Dalam metode ceramah ini yang mempunyai peran utama adalah guru sehingga peran

siswa sebagai penerima pesan, mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat keterangan-

keterangan guru bila mana perlu. Adapun kelebihan dalam metode pembelajaran ceramah ini

adalah penggunaan waktu yang efesien dan pesan yang disampaikan dapat sebanyak-

banyaknya, pengorganisasian kelas lebih sederhana dan dapat memberikan motivasi dan

dorongan terhadap siswa dalam belajar. Sedangkan, kelemahan dari metode ceramah ini
29

adalah guru sering mengalami kesulitan dalam mengukur pemahaman siswa tentang materi

yang diceramahkan dan siswa cenderung bersifat pasif.

Menurut Usman (seperti yang dikutip oleh Nurdin Syafruddin, 2005:36) “Metode

diskusi adalah suatu cara mempelajari materi pelajaran dengan memperdebatkan masalah

yang timbul dan saling mengadu argumentasi secara rasional dan objektif. Kegiatan untuk

memperdebatkan masalah dengan maksud untuk mendapatkan pengertian bersama yang lebih

jelas dan lebih teliti tentang sesuatu atau untuk merampungkan keputusan bersama sehingga

metode ini menimbulkan perhatian dan perubahan tingkah laku siswa dalam belajar.

Dalam metode Tanya jawab, Usman (seperti yang dikutip oleh Nurdin Syafruddin,

2005:42) menyatakan bahwa “Metode tanya-jawab adalah penyampaian pesan pengajaran

dengan cara mengajukan pertanyaan dan siswa memberikan jawaban, atau sebaliknya siswa

diberi kesempatan bertanya dan guru menjawab pertanyaan”. Kegiatan belajar-mengajar

melalui tanya-jawab, guru memberikan pertanyaan atau siswa diberikan kesempatan untuk

bertanya terlebih dahulu pada saat memulai pelajaran, pertengahan atau pada akhir pelajaran.

Metode pemberian tugas merupakan cara penyajian bahan pelajaran dimana guru

memberikan tugas tertentu agar murid melakukan kegiatan belajar, kemudian harus

dipertanggungjawabkannya. Tugas yang diberikan guru dapat memperdalam bahan pelajaran

dan dapat mengecek bahan yang telah dipelajari. Metode pemberian tugas dapat memupuk

perkembangan dan keberanian siswa mengambil inisiatif, tetapi sering sekali melakukan

penipuan dimana siswa meniru hasil pekerjaan siswa yang lain.

Skenario model pembelajaran konvensional yang disusun berdasarkan lima tahap

stategi pembelajaran ekspositori menurut Sanjaya.

Tabel 2.2. Skenario Strategi Pembelajaran Konvensional

No. Tahap Kegiatan Guru Kegiatan siswa


30

1. Persiapan  Mengkondisikan kelas,  Mempersiapkan buku pelajaran


membuka pelajaran dan dan mendengarkan motivasi
memberikan motivasi. yang diberikan oleh guru.
2. Penyajian  Menyajikan materi pelajaran  Menyimak materi yang
sesuai dengan RPP yang telah disampaikan guru.
dipersiapkan.  Mencatat dan memahami
materi.
 Memberikan catatan dan
memberikan penjelasan materi
yang disajikan.
3. Menghubungk  Menghubungkan materi  Menyimak materi yang
an pelajaran dengan lingkungan disampaikan guru.
sekeliling atau pengalaman  Menjawab pertanyaan jika guru
siswa. bertanya.
 Sesekali mengajukan
pertanyaan mengenai materi
pelajaran.
4. Menyimpulkan  Menarik kesimpulan dari materi  Memahami materi pelajaran dan
yang telah disampaikan. menyempurnakan catatan.
5. Penilaian  Memberikan latihan, tugas dan  Mengerjakan latihan, tugas dan
tes hasil belajar. tes hasil belajar.

6. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Konvensional

Terdapat beberapa perbedaan antara model pembelajaran kooperatif dan model

pembelajaran konvensional. Killen, 1996 (yang dikutip oleh Trianto, 2009:59) seperti yang

disajikan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Konvensional

Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Konvensional

Adanya saling ketergantungan positif, saling Guru sering membiarkan adanya siswa yang
membantu dan saling memberikan motivasi mendominasi kelompok atau
sehingga ada interaksi promotif. menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntanbilitas individual yang Akuntabilitas individual sering diabaikan


mengukur penguasaan materi pelajaran tiap sehingga tugas- tugas sering diborong oleh
kelompok, dan kelompok diberi umpan balik salah seorang anggota kelompok sedangkan
tentang hasil belajar para anggotanya sehingga anggota kelompok lainnya hanya
dapat saling mengetahui siapa yang “mendompleng” keberhasilan “pemborong”.
memerlukan bantuan dan siapa yang dapat
31

memberikan bantuan.

Pimpinan kelompok secara demokratis atau Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh
bergilir untuk memberikan pengalaman guru atau kelompok dibiarkan untuk
memimpin bagi para anggota kelompok. memilih pemimpinnya dengan caranya
masing- masing.

Keterampilan social yang dibutuhkan dalam Keterampilan sosial sering tidak diajarkan
kerja gotong royong seperti kepemimpinan,
kemampuan komunikasi dan mempercayai secara langsung.
orang lain.

Guru memantau melalui observasi dan Guru jarang melakukan observasi dan
melakukan intervensi jika terdapat masalah intervensi pada saat belajar kelompok
dalam kelompok. sedang berlangsung.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian Penekanan sering hanya pada penyelesaian
tugas tetapi juga hubungan interpersonal tugas.
(hubungan antar pribadi yang saling
menghargai).

7. Materi Pembelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan

Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

disekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan

proses berbuat melaluiberbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat,

mengamati, dan memahami sesuatu (Sudjana, 1989: 28). Kegiatan pembelajaran dilakukan

oleh dua orang pelaku, yaitu guru dan siswa. Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku

siswa adalah belajar. Perilaku mengajar dan perilaku belajar tersebut terkait dengan bahan

pembelajaran. Bahan pembelajaran dapat berupa pengetahuan, nilai-nilai kesusilaan, seni,

agama, sikap dan keterampilan. Hubungan antara guru, siswa, dan bahan ajar bersifat dinamis

dan kompleks. Untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa
32

komponen yang dapat menunjang, yaitu komponen tujuan, komponen materi, komponen

strategi belajar mengajar, dan komponen evaluasi. Masing-masing komponen tersebut saling

terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain.

Pembelajaran merupakan suatu system, yang terdiri atas berbagai komponen yang

saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi,

metode, dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh

guru dalam memilih dan menentukan model-model pembelajaran apa yang akan digunakan

dalam kegiatan pembelajaran.

Materi pembelajaran atau materi ajar (instructional materials) adalah pengetahuan,

sikap dan keterampilan yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar

kompetensi yang telah ditentukan .48 Materi pelajaran diartikan pula sebagai bahan pelajaran

yang harus dikuasai oleh siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran. Materi pembelajaran pada

hakekatnya merupakan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan sebagai isi dari suatu mata

pelajaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sehingga dapat dikatakan

bahwa materi pelajaran adalah berbagai pengalaman yang akan diberikan kepada siswa

selama mengikuti proses pendidikan atau proses pembelajaran.

Pengertian kompetensi dapat dijelaskan secara sederhana sebagai kemampuan

manusia yang ditemukan dari praktek dunia nyata dapat digunakan untuk membedakan antara

mereka yang sukses (‘superior’) dengan yang biasa-biasa saja. Kompetensi mengandung

pengertian pemilikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan

tertentu (Rustyah, 1982). Kompetensi dimaknai pula sebagai pengetahuan, keterampilan, dan

nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir, dan bertindak. Kompetensi

dapat pula dimaksudkan sebagai kemampuan melaksanakan tugas yang diperoleh melalui

pendidikan dan/atau latihan (Herry, 1998).


33

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan)

untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Menurut Finch dan Crunkilton dalam

Mulyasa (2004: 38) bahwa yang dimaksud dengan kompetensi adalah penguasaan terhadap

suatu tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.

Hal itu menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, ketrampilan sikap dan apresiasi

yang harus dimiliki peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas - tugas pembelajaran

sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.

Sedangkan menurut Broke dan Stone (Uzer Usman, 2007:14) kompetensi merupakan

gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti. Kompetensi

menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan: pasal 1 (10), “Kompetensi adalah

kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap

kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan”.

Pendidikan kejuruan dapat diartikan dari berbagai segi. Bila seseorang belajar cara
bekerja, maka orang tersebut mendapatkan pendidikan kejuruan. Byram & Wenrich (1956:
50) menyatakan bahwa dari sudut pandang sekolah, pendidikan kejuruan mengajarkan orang
cara bekerja secara efektif. Dengan demikian, pendidikan kejuruan berlangsung apabila
individu atau sejumlah individu mendapatkan informasi, pemahaman, kemampuan,
keterampilan, apresiasi, minat dan/atau sikap, yang memungkinkan dia untuk memulai atau
melanjutkan suatu aktivitas yang produktif.

Menurut Evans (dalam Muliaty, 2007: 7) pendidikan kejuruan merupakan bagian dari
sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu
kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lain.
Sebelumnya, Hamalik (2001:24) menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu
bentuk pengembangan bakat, pendidikan dasar keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang
mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan keterampilan. Lebih lanjut,
Djohar (2007:1285) mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu program
pendidikan yang menyiapkan individu peserta didik menjadi tenaga kerja profesional dan
siap untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
34

Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dasar kompetensi kejuruan

adalah awal mula dari sebuah kemampuan untuk dapat menentukan suatu hal baik itu dalam

segi tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan

dalam bakat khusus yang dimiliki oleh seseorang.

B. Hasil- hasil penelitian yang relevan

Dibawah ini akan diajukan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian

ini, diantaranya adalah:

1. Hasil penelitian yang dilakukan Siahaan (2007), yang menunjukkan hasil belajar

siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games

Tournament (TGT) lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar

dengan pembelajaran konvensional pada pokok bahasan Laju Reaksi siswa kelas

IX semester 1 SMA Negeri 9 Medan.

2. Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Triani (2009), yang menunjukkan model

pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournament (TGT) dapat

meningkatkan keaktifan belajar matematika siswa pada pokok bahasan peluang

dan statistika di SMP Negeri 4 Depok Yogyakarta.

C. Kerangka Berfikir

1. Hasil Belajar Dasar Kompetensi Kejuruan yang diajarkan dengan menggunakan


Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournament (TGT)

Belajar merupakan suatu proses aktif yang bertujuan, bukan suatu proses pasif,

artinya kondisi belajar berhubungan dengan hasil yang diharapkan. Proses ini mungkin lebih

berhasil jika dalam pelaksanaan proses belajar digunakan pendekatan pembelajaran yang
35

sesuai, serta diarahkan pada kegiatan yang menyenangkan siswa dengan tujuan yang tepat,

efektif dan efisien dengan memperhatikan tingkat perkembangan intelektual siswa.

Siswa kelas XI SMK Negeri 2 Pematangsiantar memiliki hasil belajar Dasar

Kompetensi Kejuruan yang masih rendah. Hal ini terlihat dari kurangnya respon siswa saat

guru memberikan pertanyaan/instruksi, siswa takut untuk bertanya atau berpendapat,

kurangnya interaksi siswa dengan siswa lain berkaitan dengan pembelajaran Dasar

Kompetensi Kejuruan, serta kurang diikutsertakannya siswa dalam membuat kesimpulan.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran masih didominasi oleh guru sehingga

siswa cenderung pasif. Oleh karena itu, diperlukan usaha perbaikan yang dapat meningkatkan

hasil belajar Dasar Kompetensi Kejuruan pada siswa.

Rendahnya hasil belajar Dasar Kompetensi Kejuruan yang diperoleh siswa SMK

Negeri 2 Pematangsiantar mungkin disebabkan rancangan pengajaran yang disajikan guru

kurang tepat. Agar proses belajar mengajar dapat berhasil, guru sebagai pengajar harus

mampu merencanakan teknik pengajaran yang sesuai, dengan menggunakan strategi dan

model pembelajaran yang bervariasi sehingga mempengaruhi daya ingat siswa untuk

mengingat lebih lama suatu informasi yang disampaikan oleh guru dalam mengajar.

Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif menekankan

pada interaksi siswa dan kerjasama kelompok. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah

tipe TGT (Teams-Games-Tournament), di mana dalam proses pembelajarannya menggunakan

game untuk membuat siswa senang mempelajari pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan

Dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT, siswa lebih banyak belajar pada teman sebaya.

Siswa dapat saling mengungkapkan ide bersama temannya, melakukan diskusi dan

mengerjakan tugas bersama, sehingga diharapkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe

TGT dapat meningkatkan hasil belajar Dasar Kompetensi Kejuruan.


36

Dengan pelaksanaan pembelajaran seperti ini siswa dituntut untuk bisa lebih siap

dalam belajar khususnya dalam penguasaan materi belajar, baik dengan banyak membaca,

banyak bertanya, atau menggunakan internet untuk menambah ilmu dan pengetahuan sebagai

informasi awal belajar. Sehingga saat belajar siswa bukan lagi kertas kosong yang akan

ditulis oleh guru dan siswa pun dapat lebih mengembangkan pikirannya. Selanjutnya prinsip

dasar pembelajaran Teams-Games-Tournament (TGT) dinilai sinkron dengan mata pelajaran

Dasar Kompetensi Kejuruan, dimana pada subkompetensi ini siswa akan belajar mengenal

komponen mesin yang tentu saja kedepannya menuntut kemampuan siswa untuk dapat

memahami dan mengembangkan pikiran dan keterampilannya dengan baik.

Dalam penerapan model pembelajaran Teams-Games-Tournament (TGT), kegiatan

belajar akan mudah diikuti oleh siswa yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik,

siswa yang memahami berbagai perbedaan yang ada pada setiap siswa dan juga siswa yang

memiliki kreatifitas dan keterampilan belajar yang baik, sehingga diskusi dapat berjalan

lancar untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan.

Namun model pembelajaran Teams-Games-Tournament (TGT) akan terasa sulit bagi

siswa yang memiliki kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi rendah, siswa yang

cenderung belajar pasif, siswa yang minder dan juga siswa yang egois. Oleh karena itu, pada

awal pembelajaran guru harus memberikan pemahaman dan motivasi kepada siswa

berkenaan dengan diskusi yang akan dilaksanakan. Agar siswa yang kurang dapat termotivasi

dan percaya diri sedangkan bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi dapat bertoleransi

bahkan saling membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam kegiatan diskusi tersebut.

Disamping itu, saat ini masih banyak ditemui kegiatan belajar konvensional yang

memandang siswa secara keseluruhan dan pembelajaran berpusat pada guru sedangkan siswa

cenderung pasif.
37

Sehingga diduga siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Teams-Games-Tournament (TGT) dapat memberikan hasil belajar Dasar Kompetensi

Kejuruan yang lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran

konvensional.

2. Hasil Belajar Dasar Kompetensi Kejuruan yang diajarkan dengan menggunakan


Model Pembelajaran Konvensional

Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam kajian teori bahwa sesungguhnya

pembelajaran konvensional atau yang sering disebut orang dengan pembelajaran tradisional

adalah pembelajaran yang proses interaksinya terjadi antara guru dan siswa yang tujuannya

adalah untuk mencapai tujuan pengajaran. Jadi maksudnya adalah siswa dipandang sebagai

“yang belum mengetahui sesuatu apapun” dan hanya menerima bahan- bahan ilmu

pengetahuan dan wewenang untuk menyampaikan pengetahuan itu kepada siswanya.

Jadi berdasarkan hal diatas, maka dapat disimpulkan mengajar dalam konsep

pembelajaran konvensional ini adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan penyampaian

ilmu pengetahhuan oleh guru kepada siswa, dimana siswa tinggal menerima apa saja yang

dijelaskan oleh guru yang menyampaikan pelajaran tersebut.

Model pembelajaran konvensional bertujuan pada pemilikan ilmu pengetahuan dan

pengembangan daya intelektual siswa bukan kreativitas siswa. Selanjutnya metode ini juga

berorientasi pada guru dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan penuh

oleh guru. Pembelajaran pun berlangsung satu arah berupa kegiatan transfer ilmu, informasi,

norma dan nilai- nilai dari guru ke siswa, dan guru hanya menerangkan tanpa mengetahui

apakah siswa benar- benar mengerti atau tidak tentang materi pelajaran.

Yang penting dalam kegiatan pembelajaran konvensional adalah seluruh materi dalam

silabus selesai dipelajari, perkara kemampuan siswa pun terabaikan. Proses belajar juga
38

cenderung pasif karena guru adalah pusat belajar dan siswa tidak dituntut untuk kreatif dan

inovatif dalam memenuhi pengetahuannya berkaitan dengan kegiatan belajar yang dilakukan.

Namun, dalam waktu belajar dengan penerapan model ini memang relative singkat, meski

demikian tidak dapat dipastikan apakah belajar tersebut membekas didiri siswa. Model

konvensional dinilai cocok bagi siswa yang memiliki gaya belajar visual, siswa yang

cenderung menerima dan tidak kritis sedangkan bagi siswa yang tidak suka mencatat dan

siswa yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi model pembelajaran konvensional sangat

membosankan.

Pembelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan adalah pembelajaran tingkat dasar yang

harus didapatkan oleh siswa untuk mengetahui pelajaran yang akan dicapai pada mata

pelajaran berikutnya. Jadi diperlukan model pembelajaran yang interaktif dan super aktif

antara guru dengan siswa sehingga akan dengan mudahnya siswa dapat memahami materi

pelajaran yang akan muncul pada mata pelajaran berikutnya setelah mata pelajaran Dasar

Kompetensi Kejuruan ini. Dan dari hasil kajian di atas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran konvensional bukanlah merupakan solusi dalam meningkatkan hasil belajar

Dasar Kompetensi Kejuruan.

Dengan demikian, melalui model pembelajaran Teams Games Tournament diharapkan

belajar lebih membekas karena siswa aktif dan langsung mengalami pengalaman belajar.

3. Perbedaan Hasil Belajar Dasar Kompetensi Kejuruan siswa yang diajar dengan
model pembelajaran Kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) dengan siswa
yang diajar dengan pembelajaran Konvensional

Pengajaran yang umumnya dilakukan di sekolah adalah pengajaran tradisional atau

dikenal dengan pembelajaran konvensional. Dengan pembelajaran konvensional yang

diterapkan oleh guru selama ini kurang melibatkan siswa artinya pembelajaran searah
39

dimana guru memegang kendali sepenuhnya. Dengan demikian siswa menjadi kurang

tertarik pada proses pembelajaran yang monoton sehingga mudah menimbulkan rasa jenuh.

Pembelajaran konvensional lebih mengutamakan penyampaian informasi kepada

siswa. Fokus guru adalah tercapainya seluruh perencanaan dalam scenario yang sudah

disusun. Oleh karena proses belajar siswa tidak menjadi fokus utama dalam komunikasi

searah yang dilakukan guru. Dan terkadang guru melupakan bahwa sebenarnya masih ada

model pembelajaran yang lain yang dapat membangkitkan semangat, motivasi dan hasil

belajar siswa.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT)

dapat membuat siswa tidak hanya menerima konsep bahkan membuat siswa kritis dalam

berpikir, karena model ini melibatkan interaksi yang sangat aktif antara guru dan siswa dan

antara siswa dengan siswa lainnya. Dalam pembelajaran ini dituntut agar siswa dapat

berinteraksi sesame anggota kelompok maupun dengan kelompok lainnya untuk

mendapatkan jawaban yang lebih baik sehingga proses pemahaman akan menjadi sama

walaupun sesungguhnya masih ada perbedaan sedikit didalamnya.

Berikut Tabel 2.4. akan dipaparkan dalam bentuk tabel perbedaan tentang model

pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) dengan pembelajaran

konvensional.

Tabel 2.4.Perbedaan Pembelajaran Teams Games Tournament dan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran Teams Games Tournament Pembelajaran Konvensional


(TGT)

Kegiatan belajar menuntut siswa untuk lebih Kegiatan belajar cenderung monoton dan
kreatif dan aktif. siswa cenderung pasif.

Guru berperan sebagai informan dan fasilitator. Guru adalah pusat belajar satu- satunya.

Dalam kegiatan belajar siswa sudah memiliki Siswa cukup mendengarkan guru dan
informasi awal mengenai materi belajar yang mencatat uraian guru selama kegiatan belajar
40

diperoleh secara mandiri. berlangsung.

Kelompok diskusi belajar menjadi bagian dari Kelompok diskusi belajar hanya sebagai
kegiatan belajar mengajar dan saling berbagi pelengkap kegiatan belajar mengajar.
pengetahuan didalamnya.

Tujuan akhir belajar siswa memiliki hasil belajar Pada akhir kegiatan belajar ada siswa yang
yang sama. pintar dan ada siswa yang bodoh.

Siswa secara keseluruhan lebih siap belajar Tidak semua siswa siap untuk belajar.
dengan penguasaan materi baik dengan membaca,
diskusi atau melalui internet.

Adanya saling ketergantungan positif, saling Guru sering membiarkan adanya siswa yang
membantu sehingga ada interaksi promotif. mendominasi kelompok atau menggantungkan
diri pada kelompok.

Kelompok belajar heterogen. Kelompok belajar homogen.

Adanya akuntabilitas individu yang mengukur Akuntabilitas individual sering diabaikan


penguasaan materi pelajaran tiap anggota sehingga tugas- tugas sering diborong salah
kelompok. satu anggota kelompok.

Keterampilan sosial yang dibutuhkan dalam kerja Keterampilan social sering tidak diajarkan
gotong royong seperti kepemimpinan, secara langsung.
kemampuan berkomunikasi dan mempercayai
orang lain.

Guru memantau melalui observasi dan melakukan Guru jarang melakukan observasi dan
intervensi jika terdapat masalah dalam kelompok. intervensi pada saat belajar kelompok sedang
berlangsung.

Guru memperhatikan secara langsung proses Guru sering tidak memperhatikan proses
kelompok yang terjadi dalam kelompok belajar. kelompok yang terjadi dalam kelompok
belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas Penekanan sering hanya pada penyelesaian
tetapi juga hubungan interpersonal. tugas.

Dari berbagai penjelasan tersebut, model Teams Games Tournament dalam suatu

proses belajar mengajar diduga memberikan hasil belajar Dasar Kompetensi Kejuruan yang

lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan model konvensional. Yang

dalam penelitian ini hasil belajar dibatasi hanya pada pokok bahasan Mengenal komponen

sambungan .
41

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang

kebenarannya perlu diuji melalui bukti- bukti secara empiris. Adapun yang menjadi hipotesis

penelitian yaitu:

1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT)

dapat memberikan hasil belajar Dasar Kompetensi Kejuruan yang lebih baik pada

siswa kelas XI SMK Multi Karya Medan dengan pokok bahasan mengenal komponen

sambungan

2. Pembelajaran konvensional bukanlah merupakan solusi dalam meningkatkan hasil

belajar Dasar Kompetensi Kejuruan pokok bahasan mengenal komponen sambungan.

3. Hasil belajar Dasar Kompetensi Kejuruan siswa yang diajar dengan model

pembelajaran Teams-Games-Tournament (TGT) lebih baik dibandingkan hasil belajar

siswa dengan pembelajaran Konvensional.

Anda mungkin juga menyukai