BAB II
A. Kerangka teoritis
Hasil belajar terdiri dari dua kata yaitu: “hasil” dan “belajar”. Hasil merupakan akibat
dari yang ditimbulkan karena berlangsungnya suatu proses kegiatan. Sedangkan belajar
adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku
belajar.
Menurut Jerome Burnner (dalam Romberg dan Kaput, 1999), belajar adalah suatu
proses aktif dimana siswa membangun (mengkontruk) pengetahuan baru berdasarkan pada
Purwanto 1992), belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus (rangsangan) bersama dengan
(performancenya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia
mengalami situasi itu. Sedangkan menurut Anthony Robbins ( dalam Trianto, 2009:15)
8
9
Menurut Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan,
sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
merupakan perubahan dalam kepribadian sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk
keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan, dan menurut Gage & Berliner
Pukul 15:17 Wib) belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena
pengalaman.
Menurut Blom (dalam Silalahi, 2009:10) Pada dasarnya perubahan tingkah laku
individu belajar akan mencakup tiga kawasan, yaitu ranah kognitif, ranah efektif dan ranah
psikomotorik. Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut
Blom segala yang menyangkut aktivitas otak termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah
kognitif itu terdapat enam jenjang proses berpikir, yaitu: pengetahuan (knowledge),
dan penilaian (evaluation). Dan kawasan pada ranah efektif adalah ranah yang berkaitan
dengan sikap dan nilai. Menurut Kratwohl dan kawan-kawan ranah efektif terdiri dari lima
value complex). Sedangkan ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan
10
belajar tertentu.
Berdasarkan kajian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan
yang dihadapinya. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku tersebut
adalah proses belajar mengajar sedangkan perubahan tingkah laku adalah sebagai hasil
belajar.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah
perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya dikutip oleh Akmad Sudrajat
1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional), yakni: Perubahan perilaku yang
terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu
juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya
keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan
keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan
3. Perubahan yang fungsional, yakni : setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat
4. Perubahan yang bersifat positif, yakni : perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif
5. Perubahan yang bersifat aktif, yakni : untuk memperoleh perilaku baru, individu yang
6. Perubahan yang bersifat pemanen, yakni : perubahan perilaku yang diperoleh dari proses
belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya.
7. Perubahan yang bertujuan dan terarah, yakni : individu melakukan kegiatan belajar pasti
ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun
jangka panjang.
8. Perubahan perilaku secara keseluruhan, yakni : perubahan perilaku belajar bukan hanya
Usaha dan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut
dapat bersumber pada dirinya, dari luar dirinya dan lingkunganya. Menurut Syah (2005),
faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor internal, faktor eksternal dan faktor
pendekatan belajar. (1) faktor internal meliputi segi sosial dan psikologis yaitu intelegensi,
sikap, nakat, minat, dan motivasi. (2) faktor eksternal adalah faktor yang berhubungan
dengan lingkungan sekitar siswa baik lingkungan sekolah yang terdiri dari lingkungan guru,
staff dan teman-teman kelas dan juga lingkungan non sosial yaitu gedung sekolah, rumah,
alat0alat belajar, cuaca dan waktu. (3) faktor pendekatan belajar yakni menyangkut metode
Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja dan
berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar.
12
Perubahan yang dimaksud adalah perubahan tingkah prilaku tetap berupa pengetahuan,
belajarnya.
Hasil belajar sebagai tujuan dari kegiatan belajar tidak terjadi dengan serta merta dari
suatu proses, banyak hal yang mempengaruhi hasil belajar baik yang bersifat ekstern seperti
faktor keluarga, masyarakat dan sekolah. Faktor intern berupa faktor jasmani dan psikologis
individu. Melalui kegiatan belajar juga dapat diketahui kemampuan belajar siswa setelah
mengikuti kegiatan belajar. Hasil belajar dapat diketahui melalui penilaian dengan cara
mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar melalui tes. Penilaian hasil belajar
ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan belajar siswa dalam hal penguasaan materi atau
untuk mengetahui status siswa dan kedudukanya baik secara individu maupun secara
kelompok.
Maka hasil belajar adalah suatu tingkatan yang akan diperoleh dari aktivitas belajar
yang bersifat terukur berupa ilmu pengetahuan, sikap dan keterampilan, dan memuat
informasi mengenai kemampuan dan keberhasilan individu belajar selama proses belajar
yang ditandai denagan perolehan nilai ataupun pengakuan dan penghargaan lainnya.
Hasil belajar Pengetahuan Dasar Teknik Mesin dapat diketahui dengan mengadakan
evaluasi belajar. Oleh karena itu, setiap kegiatan belajar di sekolah perlu dilakukan evaluasi
guna mengetahui kemampuan belajar siswa. Begitu pula halnya dengan sub kompetensi
pengetahuan dasar teknik mesin juga membutuhkan hasil belajar siswa yang diperolaeh
melalui evaluasi setelah mengikuti mengikuti mata diklat ini, yang menunjukan tingkat
penguasaan, pengetahua, sikap, keterampilan siswa dalam bidang ilmu atau keahlian yang
dituntut.
13
Berhasil tidaknya seorang siswa dalam belajar dasar kompetensi kejuruan disebabkan
oleh beberapa factor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Menurut Hamalik (dikutip
oleh Ika, 2008: 15), tinggi rendahnya hasil belajar seseorang dalam belajar dipengaruhi oleh
a. Faktor Internal (dari dalam diri siswa) seperti: kesehatan, intelegensi, bakat, minat,
b. Faktor eksternal (dari luar diri siswa) seperti: keluarga, lingkungan, guru dan model
Berdasarkan kajian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar ialah
keterampilan dan sikap yang nantinya diharapkan mampu memecahkan masalah yang
dihadapinya. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku tersebut adalah
hasil belajar.
2. Hakikat Pembelajaran
Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian
proses belajar pada siswa. Sedangkan menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas,
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
Pembelajaran pada hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk
dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dari makna ini jelas terlihat bahwa
pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana
antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu
target yang telah ditetapkan sebelumnya (dalam Trianto, 2009). Proses pembelajaran tersebut
Pengembanga
n
Kurikulum
Strategi dan
Metodologi Pembelajaran
Pengalaman
Menurut Clements dan Battista (seperti dikutip oleh Trianto, 2009:18), pembelajaran
hanya sekedar penyampaian fakta, konsep, prinsip dan keterampilan kepada siswa. Senada
dengan itu, Soedjadi (2000) menyatakan bahwa kurikulum sekolah di Indonesia terutama
pada mata pelajaran eksak dan dalam pengajarannya selama ini terpatri kebiasaan dengan
urutan sajian pembelajaran sebagai berikut: (1) Diajarkan teori/ defenisi; (2) Diberikan
pandangan tersebut. Ciri- ciri konstruktivis menurut Hudojo (1998) adalah sebagai berikut:
1. Siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Siswa belajar materi (pengetahuan) secara
2. Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan
penyediaan lingkungan belajar yang konstruktif Lingkungan belajar yang konstruktif menurut
Hudojo (1998) adalah lingkungan belajar yang, (1) menyediakan pengalaman belajar yang
mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga belajar
pengalaman belajar; (3) mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistic dan relevan
memungkinkan terjadinya interaksi dan kerja sama antara siswa; (5) memanfaatkan berbagai
media agar pembelajaran lebih menarik; dan (6) melibatkan siswa secara emosional dan
1. Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap kegiatan belajar
mengajar;
4. Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif, mengembangkan struktur kelas
yang mendukung butir (2), tanpa mengabaikan butir (4). Soemosasmito (seperti dikutip
pedoman dalam melakukan kegiatan, sementara pembelajaran merupakan suatu proses yang
16
Menurut Duffy dan Roehler (1989) pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja
melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai
tujuan kurikulum. Jadi pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk
memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu tujuan yaitu
pedoman untuk melakukan suatu kegiatan yang disengaja untuk menghidupkan, merangsang,
mengarahkan dan mempercepat proses perubahan tingkah laku. Model pembelajaran menurut
Soekamto, dkk (seperti yang dikutip oleh Trianto, 2007:5) adalah “Kerangka konseptual yang
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
Arends, (seperti yang dikutip oleh Trianto, 2009:41) menyatakan, “ Istilah model
1. Rasional teoristis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran
3. Tingkah laku yang mengajar yang diperlukan agar model pembelajaran tersebut dapat
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai
dapat membantu siswa untuk memperoleh informasi, gagasan, keterampilan, nilai-nilai, cara
Arends (2001:24), menyeleksi enam model pembelajaran yang sering digunakan guru
kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah dan diskusi kelas. Arends dan pakar model
pembelajaran yang lain berpendapat, bahwa tidak ada satu model pembelajaran yang paling
baik diantara yang lainnya, karena masing- masing model pembelajaran dapat dirasakan baik
apabila telah diujicobakan untuk mengajarkan materi tertentu. Oleh karena itu, dari beberapa
model pembelajaran yang ada perlu kiranya diseleksi model pembelajaran yang mana yang
untuk meningkatkan prestasi terutama jika disediakan penghargaan tim atau kelompok dan
adalah strategi pengajaran yang sukses di mana tim kecil, masing-masing dengan siswa dari
meningkatkan pemahaman mereka tentang suatu subjek. Menurut Anita Lie (2004: 12),
sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan
sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong
kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dalam
kelompok kecil atau tim untuk saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi
18
dalam menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu
Menurut Roger dan David Johson (seperti yang dikutip oleh Anita Lie, 2004: 31),
bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif sehingga untuk
mencapai hasil yang maksimal perlu diterapkan lima unsur model pembelajaran kooperatif,
yaitu:
usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar
perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus
menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
3. Tatap muka, artinya setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan mendorong siswa untuk membentuk sinergi
yang menguntungkan semua anggota kelompoknya. Inti dari sinergi ini adalah
masing.
4. Komunikasi antar anggota, unsur ini menghendaki agar siswa dibekali dengan
pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka
5. Evaluasi proses kelompok, guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok
untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar
muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep
yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam
kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah- masalah yang kompleks. Jadi,
hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama pembelajaran
kooperatif. Dan pada model pembelajaran kooperatif siswalah yang lebih aktif dalam
kegiatan belajar sedangkan guru adalah pengelola aktifitas kelompok. Berikut ini akan
dikemukakan beberapa keuntungan yang diperoleh baik oleh guru maupun siswa di dalam
pembelajaran secara konvensional yaitu camah dan tanya jawab. Metode tersebut
ternyata kurang memberi motivasi dan semangat kepada siswa untuk belajar. Dengan
digunakannva model cooperative learning, maka tampak suasana kelas menjadi lebih
siswa tidak hanya dapat mengembangkan kemampuan aspek kognitif saja melainkan
berpikir kritis, kreatif, dan reflektif. Hal ini dikarenakan kegiatan pembelajaran ini
lebih banyak berpusat pada siswa, sehingga siswa diberi kesempatan untuk turut serta
dalam diskusi kelompok. Pemberian motivasi dari teman sebaya ternyata mampu
Terlebih lagi bila pembahasan materi yang sifatnya problematik atau yang bersifat
sekitarya. Dengan bekerja kelompok maka timbul adanya perasaan ingin membantu
siswa lain yang mengalami kesulitan sehingga mampu mengembangkan sosial skill
siswa. Disamping itu pula dapat melatih siswa dalam mengembangkan perasaan
pendapat orang lain. Komunikasi interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa
maupun siswa dengan siswa menimbulkan dialog yang akrab dan kreatif.
Dari beberapa keuntungan dari model pembelajaran kooperatif di atas, maka jelaslah
bagi kita bahwa keberhasilan suatu proses pendidikan dan pengajaran salah satunya
ditentukan oleh kemampuan dan keterampilan guru dalam menggunakan strategi dan model
pembelajaran yang digunakannya. Salah satu model yang dapat memberikan dampak
terhadap keberhasilan siswa adalah melalui model pembelajaran koperatif atau cooperative
learning.
21
sangat tepat digunakan karena selain unggul dalam memahami konsep- konsep yang sulit,
model ini sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan bekerja sama,
Teams Games Tournament (TGT), 4) Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together
(NHT).
22
saja dengan STAD kecuali satu hal: TGT menggunakan turnamen akademik, dan
menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, di mana para siswa berlomba
sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kemampuan akademiknya setara.
Hasilnya, siswa- siswa yang berprestasi paling rendah pada setiap kelompok memiliki
peluang yang sama untuk memperoleh poin bagi kelompoknya sebagai siswa yang
berprestasi tinggi. Meskipun keanggotaan kelompok tetap sama, tetapi siswa yang mewakili
kelompok untuk bertanding dapat berubah-ubah atas dasar penampilan dan prestasi masing-
masing anggota. Misalnya mereka yang berprestasi rendah, yang mula-mula bertanding
Teams Games Tournaments (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David De Vries
dan Keith Edwards. Dalam TGT, para siswa dikelompokkan dalam tim belajar yang terdiri
atas empat sampai enam orang yang heterogen. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa
bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai
pelajaran (Slavin, 2008). Secara umum, pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki prosedur
belajar yang terdiri atas siklus regular dari aktivitas pembelajaran kooperatif. Games
Tournament dimasukkan sebagai tahapan review setelah setelah siswa bekerja dalam tim
(sama dengan TPS). Permainan TGT berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-
kartu yang diberi angka. Tiap-tiap siswa akan mengambil sebuah kartu dan berusaha untuk
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka yang tertera. Turnamen ini memungkinkan
bagi siswa untuk menyumbangkan skor-skor maksimal buat kelompoknya. Turnamen ini juga
1. Presentasi kelas
Pada tahapan ini, guru memberikan materi secara garis besar, menjelaskan rambu-
termasuk kompetensi apa saja yang ingin dicapai dalam pembelajaran serta
memotivasi siswa dalam kerja kelompok untuk menjadi pemenang dalam game dan
turnamen.
2. Kerja kelompok
Pada tahapan ini, kelas dibagi menjadi kelompok- kelompok kecil yang terdiri dari 4-
5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis
kelamin dan ras atau etnik. Siswa mempunyai tugas untuk mempelajari materi
kemudian wakil dari salah satu kelompok mempresentasikan hasil pengerjaan. Dalam
kerja keompok siswa mendiskusikan materi yang diberikan bersama- sama untuk
3. Permainan (Game)
Permainan diikuti oleh semua kelompok. Permainan ini bertujuan untuk menjadikan
presentasai kelas dan belajar kelompok. Bentuk game dibuat oleh peneliti bersama
dengan guru. Siswa yang menjawab benar pertanyaan tersebut akan mendapatkan
4. Turnamen
Turnamen biasanya diadakan pada akhir minggu atau pada setiap selesai bab yang
dibahas. Turnamen ini dibagi menjadi 3 meja turnamen. Meja 1 untuk siswa
berkemampuan tinggi, meja 2 untuk siswa berkemampuan sedang dan meja 3 untuk
homogen berisi 3- 4 siswa. Dalam turnamen ini siswa melakukan pertandingan untuk
Pertandingan dilakukan dengan cara siswa mengambil kartu secara acak. Nomor yang
ada pada kartu merupakan nomor pertanyaan yang harus dijawab. Apabila siswa yang
mengambil kartu dapat menjawab, maka dia harus menyimpan kartunya untuk
dihitung pada akhir turnamen. Apabila siswa yang mengambil kartu tidak dapat
menjawab, maka siswa yang lain dalam satu kelompok turnamen boleh menantang
untuk menjawabnya. Penantang yang menjawab dengan jawaban yang benar akan
menyimpan kartunya, sedang yang menjawab dengan jawaban yang salah akan
5. Penghargaan Kelompok
masing dengan membawa nilai dari turnamen. Nilai kemudian dijumlahkan dan
dibagi sesuai dengan jumlah angota kelompok belajar. Nilai ini merupakan nilai rata-
rata kelompok belajar. Kelompok belajar yang nilainya tinggi akan mendapatkan
Tournament) memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok
rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.
c. TGT (Teams Games Tournament) meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi
e. Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu
remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau
perlakuan lain.
kelompok penantang II, dan seterusnya sejumlah kelompok yang ada. Aturan Permainannya:
1. Masing- masing pemain mengambil kartu dari tumpukan. Pemain yang memiliki
nomor kartu terbesar mendapat giliran pertama. Kemudian seluruh kartu dikumpulkan
dan dikocok.
26
Kemudian seluruh kartu dibalikkan dan pertanyaan yang ada dibaca dengan suara
nyaring.
memberikan tanggapannya.
b. Apabila pemain tersebut mengatakan bahwa dia tidak tahu dengan jawabannya,
maka diberikan kesempatan kepada siswa lain untuk menjawab. Jika tidak ada
1. Skor pemain dihitung dengan menjumlahkan kartu yang dimiliki tiap anggota. Pemain
2. Skor tim dihitung dengan menjumlahkan kartu yang dimiliki tiap anggota. Tim
sehingga peran guru sangat dominan dalam kegiatan pembelajaran. Guru akan lebih banyak
akan merekam dan menyimak penjelasan yang diberikan guru. Hal ini sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Sudjana (2001) bahwa melalui pembelajaran dengan model pembelajaran
konvensional peserta didik mendapatkan tuntutan informasi yang lebih rinci dari guru dan
kegiatan belajar yang dimulai dengan orientasi dan penyajian informasi yang berkaitan
dengan konsep yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan pemberian ilustrasi atau contoh soal
oleh guru, diskusi dan tanya jawab sampai akhirnya guru merasa bahwa apa yang telah
Kegiatan pembelajaran yang berpusat kepada guru menekankan aktivitas guru dalam
membelajarkan peserta didik. Peserta didik berperan sebagai pengikut dan penerima pasif
dari pembelajaran berlangsung satu arah. Peran guru tidak lagi sebagai fasilitator dan
mediator yang baik melainkan guru memegang otoritas pembelajaran. Jadi, pembelajaran
konvensional cenderung berasumsi bahwa siswa memiliki kebutuhan yang sama, belajar
dengan perlakuan yang sama, pada waktu yang sama dengan materi pelajaran yang
terstruktur dan didominasi oleh guru sehingga siswa berperan sebagai pengikut dan penerima
pasif dari kegiatan yang dilaksanakan. Whiterington (seperti yang dikutip oleh Syafarudin
merupakan melakukan sesuatu bagi murid, tetapi lebih berupa menggerakkan murid
melakukan sesuatu untuk mengaktifkan mereka, tugas utama guru bukanlah menerangkan
hal-hal yang terdapat dalam buku-buku, tetapi memberikan inspirasi, menciptakan daya nalar
dan kreatifitas siswa dalam hal yang mereka pelajari saat kegiatan, memberikan motif-motif
dan membimbing murid dalam usaha mereka mencapai tujuan yang diinginkan.
konvensional adalah metode ceramah, diskusi, tanya-jawab dan tugas. Metode ceramah
adalah suatu cara penyampaian bahan pelajaran secara lisan oleh guru di depan kelas. Sabri
(2007:52) menyatakan “Metode ceramah adalah metode yang dilakukan oleh guru dalam
Dalam metode ceramah ini yang mempunyai peran utama adalah guru sehingga peran
keterangan guru bila mana perlu. Adapun kelebihan dalam metode pembelajaran ceramah ini
adalah penggunaan waktu yang efesien dan pesan yang disampaikan dapat sebanyak-
banyaknya, pengorganisasian kelas lebih sederhana dan dapat memberikan motivasi dan
dorongan terhadap siswa dalam belajar. Sedangkan, kelemahan dari metode ceramah ini
29
adalah guru sering mengalami kesulitan dalam mengukur pemahaman siswa tentang materi
Menurut Usman (seperti yang dikutip oleh Nurdin Syafruddin, 2005:36) “Metode
diskusi adalah suatu cara mempelajari materi pelajaran dengan memperdebatkan masalah
yang timbul dan saling mengadu argumentasi secara rasional dan objektif. Kegiatan untuk
memperdebatkan masalah dengan maksud untuk mendapatkan pengertian bersama yang lebih
jelas dan lebih teliti tentang sesuatu atau untuk merampungkan keputusan bersama sehingga
metode ini menimbulkan perhatian dan perubahan tingkah laku siswa dalam belajar.
Dalam metode Tanya jawab, Usman (seperti yang dikutip oleh Nurdin Syafruddin,
dengan cara mengajukan pertanyaan dan siswa memberikan jawaban, atau sebaliknya siswa
melalui tanya-jawab, guru memberikan pertanyaan atau siswa diberikan kesempatan untuk
bertanya terlebih dahulu pada saat memulai pelajaran, pertengahan atau pada akhir pelajaran.
Metode pemberian tugas merupakan cara penyajian bahan pelajaran dimana guru
memberikan tugas tertentu agar murid melakukan kegiatan belajar, kemudian harus
dan dapat mengecek bahan yang telah dipelajari. Metode pemberian tugas dapat memupuk
perkembangan dan keberanian siswa mengambil inisiatif, tetapi sering sekali melakukan
pembelajaran konvensional. Killen, 1996 (yang dikutip oleh Trianto, 2009:59) seperti yang
Adanya saling ketergantungan positif, saling Guru sering membiarkan adanya siswa yang
membantu dan saling memberikan motivasi mendominasi kelompok atau
sehingga ada interaksi promotif. menggantungkan diri pada kelompok.
memberikan bantuan.
Pimpinan kelompok secara demokratis atau Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh
bergilir untuk memberikan pengalaman guru atau kelompok dibiarkan untuk
memimpin bagi para anggota kelompok. memilih pemimpinnya dengan caranya
masing- masing.
Keterampilan social yang dibutuhkan dalam Keterampilan sosial sering tidak diajarkan
kerja gotong royong seperti kepemimpinan,
kemampuan komunikasi dan mempercayai secara langsung.
orang lain.
Guru memantau melalui observasi dan Guru jarang melakukan observasi dan
melakukan intervensi jika terdapat masalah intervensi pada saat belajar kelompok
dalam kelompok. sedang berlangsung.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian Penekanan sering hanya pada penyelesaian
tugas tetapi juga hubungan interpersonal tugas.
(hubungan antar pribadi yang saling
menghargai).
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada
disekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan
mengamati, dan memahami sesuatu (Sudjana, 1989: 28). Kegiatan pembelajaran dilakukan
oleh dua orang pelaku, yaitu guru dan siswa. Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku
siswa adalah belajar. Perilaku mengajar dan perilaku belajar tersebut terkait dengan bahan
agama, sikap dan keterampilan. Hubungan antara guru, siswa, dan bahan ajar bersifat dinamis
dan kompleks. Untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa
32
komponen yang dapat menunjang, yaitu komponen tujuan, komponen materi, komponen
strategi belajar mengajar, dan komponen evaluasi. Masing-masing komponen tersebut saling
Pembelajaran merupakan suatu system, yang terdiri atas berbagai komponen yang
saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi,
metode, dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh
guru dalam memilih dan menentukan model-model pembelajaran apa yang akan digunakan
sikap dan keterampilan yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar
kompetensi yang telah ditentukan .48 Materi pelajaran diartikan pula sebagai bahan pelajaran
yang harus dikuasai oleh siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran. Materi pembelajaran pada
hakekatnya merupakan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan sebagai isi dari suatu mata
pelajaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sehingga dapat dikatakan
bahwa materi pelajaran adalah berbagai pengalaman yang akan diberikan kepada siswa
manusia yang ditemukan dari praktek dunia nyata dapat digunakan untuk membedakan antara
mereka yang sukses (‘superior’) dengan yang biasa-biasa saja. Kompetensi mengandung
pengertian pemilikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan
tertentu (Rustyah, 1982). Kompetensi dimaknai pula sebagai pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir, dan bertindak. Kompetensi
dapat pula dimaksudkan sebagai kemampuan melaksanakan tugas yang diperoleh melalui
untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Menurut Finch dan Crunkilton dalam
Mulyasa (2004: 38) bahwa yang dimaksud dengan kompetensi adalah penguasaan terhadap
suatu tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.
Hal itu menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, ketrampilan sikap dan apresiasi
yang harus dimiliki peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas - tugas pembelajaran
Sedangkan menurut Broke dan Stone (Uzer Usman, 2007:14) kompetensi merupakan
gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti. Kompetensi
kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap
Pendidikan kejuruan dapat diartikan dari berbagai segi. Bila seseorang belajar cara
bekerja, maka orang tersebut mendapatkan pendidikan kejuruan. Byram & Wenrich (1956:
50) menyatakan bahwa dari sudut pandang sekolah, pendidikan kejuruan mengajarkan orang
cara bekerja secara efektif. Dengan demikian, pendidikan kejuruan berlangsung apabila
individu atau sejumlah individu mendapatkan informasi, pemahaman, kemampuan,
keterampilan, apresiasi, minat dan/atau sikap, yang memungkinkan dia untuk memulai atau
melanjutkan suatu aktivitas yang produktif.
Menurut Evans (dalam Muliaty, 2007: 7) pendidikan kejuruan merupakan bagian dari
sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu
kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lain.
Sebelumnya, Hamalik (2001:24) menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu
bentuk pengembangan bakat, pendidikan dasar keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang
mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan keterampilan. Lebih lanjut,
Djohar (2007:1285) mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu program
pendidikan yang menyiapkan individu peserta didik menjadi tenaga kerja profesional dan
siap untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
34
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dasar kompetensi kejuruan
adalah awal mula dari sebuah kemampuan untuk dapat menentukan suatu hal baik itu dalam
segi tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan
Dibawah ini akan diajukan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian
1. Hasil penelitian yang dilakukan Siahaan (2007), yang menunjukkan hasil belajar
siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar
dengan pembelajaran konvensional pada pokok bahasan Laju Reaksi siswa kelas
2. Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Triani (2009), yang menunjukkan model
C. Kerangka Berfikir
Belajar merupakan suatu proses aktif yang bertujuan, bukan suatu proses pasif,
artinya kondisi belajar berhubungan dengan hasil yang diharapkan. Proses ini mungkin lebih
berhasil jika dalam pelaksanaan proses belajar digunakan pendekatan pembelajaran yang
35
sesuai, serta diarahkan pada kegiatan yang menyenangkan siswa dengan tujuan yang tepat,
Kompetensi Kejuruan yang masih rendah. Hal ini terlihat dari kurangnya respon siswa saat
kurangnya interaksi siswa dengan siswa lain berkaitan dengan pembelajaran Dasar
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran masih didominasi oleh guru sehingga
siswa cenderung pasif. Oleh karena itu, diperlukan usaha perbaikan yang dapat meningkatkan
Rendahnya hasil belajar Dasar Kompetensi Kejuruan yang diperoleh siswa SMK
kurang tepat. Agar proses belajar mengajar dapat berhasil, guru sebagai pengajar harus
mampu merencanakan teknik pengajaran yang sesuai, dengan menggunakan strategi dan
model pembelajaran yang bervariasi sehingga mempengaruhi daya ingat siswa untuk
mengingat lebih lama suatu informasi yang disampaikan oleh guru dalam mengajar.
pada interaksi siswa dan kerjasama kelompok. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah
game untuk membuat siswa senang mempelajari pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan
Dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT, siswa lebih banyak belajar pada teman sebaya.
Siswa dapat saling mengungkapkan ide bersama temannya, melakukan diskusi dan
mengerjakan tugas bersama, sehingga diharapkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Dengan pelaksanaan pembelajaran seperti ini siswa dituntut untuk bisa lebih siap
dalam belajar khususnya dalam penguasaan materi belajar, baik dengan banyak membaca,
banyak bertanya, atau menggunakan internet untuk menambah ilmu dan pengetahuan sebagai
informasi awal belajar. Sehingga saat belajar siswa bukan lagi kertas kosong yang akan
ditulis oleh guru dan siswa pun dapat lebih mengembangkan pikirannya. Selanjutnya prinsip
Dasar Kompetensi Kejuruan, dimana pada subkompetensi ini siswa akan belajar mengenal
komponen mesin yang tentu saja kedepannya menuntut kemampuan siswa untuk dapat
belajar akan mudah diikuti oleh siswa yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik,
siswa yang memahami berbagai perbedaan yang ada pada setiap siswa dan juga siswa yang
memiliki kreatifitas dan keterampilan belajar yang baik, sehingga diskusi dapat berjalan
siswa yang memiliki kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi rendah, siswa yang
cenderung belajar pasif, siswa yang minder dan juga siswa yang egois. Oleh karena itu, pada
awal pembelajaran guru harus memberikan pemahaman dan motivasi kepada siswa
berkenaan dengan diskusi yang akan dilaksanakan. Agar siswa yang kurang dapat termotivasi
dan percaya diri sedangkan bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi dapat bertoleransi
bahkan saling membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam kegiatan diskusi tersebut.
Disamping itu, saat ini masih banyak ditemui kegiatan belajar konvensional yang
memandang siswa secara keseluruhan dan pembelajaran berpusat pada guru sedangkan siswa
cenderung pasif.
37
Sehingga diduga siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Kejuruan yang lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran
konvensional.
pembelajaran konvensional atau yang sering disebut orang dengan pembelajaran tradisional
adalah pembelajaran yang proses interaksinya terjadi antara guru dan siswa yang tujuannya
adalah untuk mencapai tujuan pengajaran. Jadi maksudnya adalah siswa dipandang sebagai
“yang belum mengetahui sesuatu apapun” dan hanya menerima bahan- bahan ilmu
Jadi berdasarkan hal diatas, maka dapat disimpulkan mengajar dalam konsep
ilmu pengetahhuan oleh guru kepada siswa, dimana siswa tinggal menerima apa saja yang
pengembangan daya intelektual siswa bukan kreativitas siswa. Selanjutnya metode ini juga
berorientasi pada guru dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan penuh
oleh guru. Pembelajaran pun berlangsung satu arah berupa kegiatan transfer ilmu, informasi,
norma dan nilai- nilai dari guru ke siswa, dan guru hanya menerangkan tanpa mengetahui
apakah siswa benar- benar mengerti atau tidak tentang materi pelajaran.
Yang penting dalam kegiatan pembelajaran konvensional adalah seluruh materi dalam
silabus selesai dipelajari, perkara kemampuan siswa pun terabaikan. Proses belajar juga
38
cenderung pasif karena guru adalah pusat belajar dan siswa tidak dituntut untuk kreatif dan
inovatif dalam memenuhi pengetahuannya berkaitan dengan kegiatan belajar yang dilakukan.
Namun, dalam waktu belajar dengan penerapan model ini memang relative singkat, meski
demikian tidak dapat dipastikan apakah belajar tersebut membekas didiri siswa. Model
konvensional dinilai cocok bagi siswa yang memiliki gaya belajar visual, siswa yang
cenderung menerima dan tidak kritis sedangkan bagi siswa yang tidak suka mencatat dan
siswa yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi model pembelajaran konvensional sangat
membosankan.
harus didapatkan oleh siswa untuk mengetahui pelajaran yang akan dicapai pada mata
pelajaran berikutnya. Jadi diperlukan model pembelajaran yang interaktif dan super aktif
antara guru dengan siswa sehingga akan dengan mudahnya siswa dapat memahami materi
pelajaran yang akan muncul pada mata pelajaran berikutnya setelah mata pelajaran Dasar
Kompetensi Kejuruan ini. Dan dari hasil kajian di atas dapat disimpulkan bahwa model
belajar lebih membekas karena siswa aktif dan langsung mengalami pengalaman belajar.
3. Perbedaan Hasil Belajar Dasar Kompetensi Kejuruan siswa yang diajar dengan
model pembelajaran Kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) dengan siswa
yang diajar dengan pembelajaran Konvensional
diterapkan oleh guru selama ini kurang melibatkan siswa artinya pembelajaran searah
39
dimana guru memegang kendali sepenuhnya. Dengan demikian siswa menjadi kurang
tertarik pada proses pembelajaran yang monoton sehingga mudah menimbulkan rasa jenuh.
siswa. Fokus guru adalah tercapainya seluruh perencanaan dalam scenario yang sudah
disusun. Oleh karena proses belajar siswa tidak menjadi fokus utama dalam komunikasi
searah yang dilakukan guru. Dan terkadang guru melupakan bahwa sebenarnya masih ada
model pembelajaran yang lain yang dapat membangkitkan semangat, motivasi dan hasil
belajar siswa.
dapat membuat siswa tidak hanya menerima konsep bahkan membuat siswa kritis dalam
berpikir, karena model ini melibatkan interaksi yang sangat aktif antara guru dan siswa dan
antara siswa dengan siswa lainnya. Dalam pembelajaran ini dituntut agar siswa dapat
mendapatkan jawaban yang lebih baik sehingga proses pemahaman akan menjadi sama
Berikut Tabel 2.4. akan dipaparkan dalam bentuk tabel perbedaan tentang model
konvensional.
Kegiatan belajar menuntut siswa untuk lebih Kegiatan belajar cenderung monoton dan
kreatif dan aktif. siswa cenderung pasif.
Guru berperan sebagai informan dan fasilitator. Guru adalah pusat belajar satu- satunya.
Dalam kegiatan belajar siswa sudah memiliki Siswa cukup mendengarkan guru dan
informasi awal mengenai materi belajar yang mencatat uraian guru selama kegiatan belajar
40
Kelompok diskusi belajar menjadi bagian dari Kelompok diskusi belajar hanya sebagai
kegiatan belajar mengajar dan saling berbagi pelengkap kegiatan belajar mengajar.
pengetahuan didalamnya.
Tujuan akhir belajar siswa memiliki hasil belajar Pada akhir kegiatan belajar ada siswa yang
yang sama. pintar dan ada siswa yang bodoh.
Siswa secara keseluruhan lebih siap belajar Tidak semua siswa siap untuk belajar.
dengan penguasaan materi baik dengan membaca,
diskusi atau melalui internet.
Adanya saling ketergantungan positif, saling Guru sering membiarkan adanya siswa yang
membantu sehingga ada interaksi promotif. mendominasi kelompok atau menggantungkan
diri pada kelompok.
Keterampilan sosial yang dibutuhkan dalam kerja Keterampilan social sering tidak diajarkan
gotong royong seperti kepemimpinan, secara langsung.
kemampuan berkomunikasi dan mempercayai
orang lain.
Guru memantau melalui observasi dan melakukan Guru jarang melakukan observasi dan
intervensi jika terdapat masalah dalam kelompok. intervensi pada saat belajar kelompok sedang
berlangsung.
Guru memperhatikan secara langsung proses Guru sering tidak memperhatikan proses
kelompok yang terjadi dalam kelompok belajar. kelompok yang terjadi dalam kelompok
belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas Penekanan sering hanya pada penyelesaian
tetapi juga hubungan interpersonal. tugas.
Dari berbagai penjelasan tersebut, model Teams Games Tournament dalam suatu
proses belajar mengajar diduga memberikan hasil belajar Dasar Kompetensi Kejuruan yang
dalam penelitian ini hasil belajar dibatasi hanya pada pokok bahasan Mengenal komponen
sambungan .
41
D. Hipotesis Penelitian
kebenarannya perlu diuji melalui bukti- bukti secara empiris. Adapun yang menjadi hipotesis
penelitian yaitu:
dapat memberikan hasil belajar Dasar Kompetensi Kejuruan yang lebih baik pada
siswa kelas XI SMK Multi Karya Medan dengan pokok bahasan mengenal komponen
sambungan
3. Hasil belajar Dasar Kompetensi Kejuruan siswa yang diajar dengan model