4 Patologi
Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2
golongan yaitu:
1. Primer (akibat langsung dari asfiksia)
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada
tipe dari asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen.
Bagian-bagian otak tertentu membutuhkan lebih banyak oksigen, dengan
demikian bagian tersebut lebih rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan
yang karakteristik terlihat pada sel-sel serebrum, serebellum, dan basal ganglia. 1
Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial,
sedangkan pada organ tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan
yang lainnya perubahan akibat kekurangan oksigen langsung atau primer tidak
jelas. 1
2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh)
Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang
rendah dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena
meninggi. Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk
kerja jantung, maka terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan
cepat. Keadaan ini didapati pada:
Penutupan mulut dan hidung (pembekapan).
- Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan
korpus alienum dalam saluran napas atau pada tenggelam karena cairan
menghalangi udara masuk ke paru-paru.
b. Mati tergantung.
Kematian terjadi akibat tekanan di leher oleh pengaruh berat badan sendiri.
Kesannya leher sedikit memanjang, dengan bekas jeratan di leher. Ada garis
ludah di pinggir salah satu sudut mulut.
Bila korban cukup lama tergantung, maka lebam mayat didapati di kedua
kaki dan tangan. Namun bila segera diturunkan, maka lebam mayat akan
didapati pada bagian terendah tubuh. Muka korban lebih sering pucat, karena
peristiwa kematian berlangsung cepat, tidak sempat terjadi proses
pembendungan.
Pada pembukaan kulit di daerah leher, didapati resapan darah setentang
jeratan, demikian juga di pangkal tenggorokan dan oesophagus. Tanda-tanda
pembendungan seperti pada keadaan asfiksia yang lain juga didapati. Yang khas
disini adalah adanya perdarahan berupa garis yang letaknya melintang pada
tunika intima dari arteri karotis interna, setentang dengan tekanan tali pada
leher.
Tanda-tanda diatas tidak didapati pada korban yang digantung setelah
mati, kecuali bila dibunuh dengan cara asfiksia. Namun tanda-tanda di leher
tetap menjadi petunjuk yang baik. 1
3. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi
lebam mayat lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan aktivitas
fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir.
4. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan
aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran
napas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan
menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya
kapiler.
5. Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar,
misalnya pada konjungtiva bulbi, palpebra dan subserosa lain. Kadang-kadang
dijumpai pula di kulit wajah.
Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah
konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula dan
kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding
kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik
perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu’s spot.
Penulis lain mengatakan bahwa Tardieu’s spot ini timbul karena
permeabilitas kapiler yang meningkat akibat hipoksia.
b. Pada pemeriksaan dalam jenazah dapat ditemukan:
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang
meningkat paska kematian.
3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih
berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.
4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian
belakang jantung belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru
terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala
sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis dan daerah sub-
glotis.
5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.
2. Kita dapat memastikan letak simpul dengan menelusuri jejas jeratan. Simpul
terletak di bagian yang tidak ada jejas jeratan, kadang di dapati juga jejas
tekanan simpul di kulit. Bila bahan penggantung kecil dan keras (seperti kawat),
maka jejas jeratan tampak dalam, sebaliknya bila bahan lembut dan lebar
(seperti selendang), maka jejas jeratan tidak begitu jelas. Jejas jeratan juga dapat
dipengaruhi oleh lamanya korban tergantung, berat badan korban dan ketatnya
jeratan. Pada keadaan lain bisa didapati leher dibeliti beberapa kali secara
horizontal baru kemudian digantung, dalam kasus ini didapati beberapa jejas
jeratan yang lengkap, tetapi pada satu bagian tetap ada bagian yang tidak
tersambung yang menunjukkan letak simpul.
3. Leher bisa didapati sedikit memanjang karena lama tergantung, bila segera
diturunkan tanda memanjang ini tidak ada. Muka pucat atau bisa sembab, bintik
perdarahan Tardieu’s spot tidak begitu jelas, lidah terjulur dan kadang tergigit,
tetesan saliva dipinggir salah satu sudut mulut, sianose, kadang-kadang ada
tetesan urin, feses dan sperma.
4. Bila korban lama diturunkan dari gantungan, lebam mayat didapati di kaki dan
tangan bagian bawah. Bila segera diturunkan, lebam mayat bisa di dapati di
bagian depan atau belakng tubuh sesuai dengan letak tubuh sesudah diturunkan.
Kadang penis tampak ereksi akibat terkumpulnya darah. 1
b. Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam perlu diperhatikan :
1) Jaringan otot setentang jeratan didapati hematom, saluran pernafasan congested,
demikian juga paru-paru dan organ dalam lainnya. Terdapat Tardieu’s spot di
permukaan paru-paru, jantung dan otak. Darah berwarna gelap dan encer
2) Patah tulang lidah (os hyoid) sering didapati, sedangkan tulang rawan yang lain
jarang
3) Didapati adanya robekan melintang berupa garis berwarna merah (red line) pada
tunika intima dari arteri karotis interna. 1