Lap PHT
Lap PHT
Disusun oleh:
1. Indah DAS (H 0104022)
2. Indri Dyah (H 0104023)
3. Isdarmanto (H 0104024)
4. Isma K. (H 0104025)
5. Israhadi (H 0104026)
Disusun oleh:
1. Indah DAS (H 0104022)
2. Indri Dyah (H 0104023)
3. Isdarmanto (H 0104024)
4. Isma K. (H 0104025)
5. Israhadi (H 0104026)
Mengetahui,
Dosen Pengendalian Terpadu Hama
dan Penyakit Tumbuhan co-assiten
NIP. NIM.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Pengendalian
Terpadu Hama dan Penyakit Tumbuhan ini sesuai dengan apa yang kami harapkan
dan tepat pada waktunya.
Laporan Pengendalian Terpadu Hama dan Penyakit Tumbuhan ini dibuat
untuk melengkapi tugas mata kuliah Pengendalian Terpadu Hama dan Penyakit
Tumbuhan dan juga untuk menerapkan teori-teori yang telah diterima dalam
perkuliahan. Laporan ini tidak selesai begitu saja tanpa pihak-pihak terkait yang
telah banyak membantu terselesaikannya laporan ini. Oleh karena itu penyusun
ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Tim Dosen Mata Kuliah Pengendalian Terpadu Hama dan Penyakit
Tumbuhan
3. Co-Ass yang telah banyak membimbing dan mengarahkan praktikan
4. Rekan-rekan dan semua pihak yang tak dapat kami sebutkan satu per satu
Kami menyadari bahwa Laporan Pengendalian Terpadu Hama dan Penyakit
Tumbuhan yang kami susun ini masih banyak kekurangan dan jauh dalam
sempurna. Untuk itu kami mengharap saran dan kritik yang bersifat membangun
demi perbaikan dimasa mendatang. Akhir kata kami berharap laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, khususnya mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, 2007
Penyusun
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan
penduduk, maka kebutuhan akan sayuran yang berkualitas juga semakin
banyak. Masyarakat lebih memilih sayuran yang berkualitas tinggi, baik
dalam mutu maupun rasa. Namun, kadang kala ketersediaan sayuran yang
diharapkan masih belum mampu memenuhi kebutuhan konsumen. Selain
penerapan teknologi modern dalam ilmu pertanian, perlu diperhatikan pula
tata cara pengendalian OPT mengingat dampak serangan OPT berpengaruh
terhadap kualitas maupun kuantitas hasil tanaman. Maka untuk mengatasi
permasalahan tersebut maka perlu dilakukan cara-cara atau teknik agar
serangan OPT dapat dikendalikan.
Hama merupakan organisme pengganggu tanaman (OPT) dimana
keberadannya di lapangan sudah merupakan suatu resiko yang harus dihadapi
dalam setiap usaha di bidang prtanian. Hama yang berada di lapangan bukan
merupakan sesuatu yang harus diberantas sampai habis, tetapi dikelola agar
tidak merugikan secara ekonomik.
Pengetahuan tentang morfologi serangga merupakan hal yang sangat
penting bagi pengetahuan dasar seorang mahasiswa pertanian. Pembicaraan
tentang cara merusak dan gejala kerusakan yang diakibatkan oleh gejala
kerusakan yang khas pada tanaman yang diserangnya. Karena itu dengan
mempelajari berbagai tipe gejala maupun tanda serangan akan dapat
membantu dalam mengenali jenis-jenis hama penyebab yang dijumpai
dilapangan. Bahkan lebih jauh dari itu dapat pula digunakan untuk menduga
cara hidup atau menaksir populasi dalam suatu tempat yang bersangkutan.
Dengan demikian dapat dipergunakan sebagai pertimbangan untuk
menentukan cara-cara pengendaliannya.
Dalam mempelajari ilmu penyakit tumbuhan, sebelum seseorang
melangkah lebih jauh untuk menelaah suatu penyakit lebih lanjut, terlebih
dahulu harus bisa mengetahui tumbuhan yang dihadapi sehat atau sakit. Gejala
adalah perubahan–perubahan yang ditunjukkan oleh tanaman itu sendiri
sebagai akibat dari adanya penyebab penyakit. Beberapa penyakit pada
tanaman tertentu bisa menunjukkan gejala yang sama sehingga dengan
memperhatikan gejala saja, kita tidak dapat menentukan diagnosa dengan
pasti. Gejala dapat dibedakan yaitu gejala primer dan sekunder. Gejala primer
terjadi pada bagian yang terserang oleh penyebab penyakit. Gejala sekunder
adalah gejala yang terjadi di tempat lain dari tanaman sebagai akibat dari
kerusakan pada bagian yang menunjukkan gejala primer.
Dalam rangka memperoleh hasil tanaman yang optimal, pengendalian
hama dan penyakit merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Pada
dasarnya pengendalian hama merupakan setiap usaha atau tindakan manusia
baik secara langsung atau tidak langsung untuk mengusir, menghindari dan
membunuh spesies hama agar populasinya sampai pada arah tertentu yang
secara ekonomi tidak merugikan. Oleh karena itu taktik pengendalian apapun
yang diterapkan dalam pengendalian hama haruslah tetap dapat dipertanggung
jawabkan secara ekonomis dan ekologi.
Pada tahun-tahun terakhir ini tengah digalakkan pengendalian hama
terpadu yaitu pengendalian hama yang memiliki dasar ekologis dan
menyandarkan diri pada faktor–faktor yang menyebabkan mortalitas alami
seperti musuh alami atau predator dan cuaca serata mencari titik pengendalian
yang mendatangkan kerugian sekecil mungkin terhadap faktor-faktor tersebut
yang bersifat dinamis. Secara ideal program pengendalian hama terpadu
mempertimbangkan semua kegiatan yang ada (pengendalian yang ada).
B. Tujuan Praktikum
1. Hubungan Antara Keberadaan OPT dan Kerusakan Tanaman
Tujuan praktikum acara ini adalah untuk melihat pengaruh keberadaan
OPT terhadap kerusakan yang ditimbulkan.
2. Sampling Kerusakan Tanaman
Tujuan praktikum acara ini adalah mempraktikan sampel serangga dan
kerusakan tanaman melalui metode yang sesuai serta membuat keputusan
berkaitan dengan permasalahan perlindungan tanaman atas dasar
keberadaan OPT tersebut.
3. Analisis Keragaman Agroekosistem
Tujuan praktikum acara ini adalah untuk mempelajari keragaman
komponen penyusun agroekosistem dan peranannya dalam ekosistem
tersebut.
4. Pengelolaan OPT
Tujuan praktikum acara ini adalah agar mahasiswa dapat menentukan
tindakan pengelolaan OPT yang tepat sehingga tidak merugikan secara
ekonomi dan tidak menimbulkan dampak negative ekosistem.
C. Waktu dan Tempat Praktikum
1. Hubungan Antara Keberadaan OPT dan Kerusakan Tanaman
Praktikum acara ini dilakukan pada hari Sabtu dan berlansung di lahan
kritis Universitas Sebelas Maret di desa Jumantono, Karanganyar.
2. Sampling Kerusakan Tanaman
Praktikum acara ini dilakukan pada hari Sabtu dan berlansung di lahan
kritis Universitas Sebelas Maret di desa Jumantono, Karanganyar.
3. Analisis Keragaman Agroekosistem
Praktikum acara ini dilakukan pada hari Sabtu dan berlansung di lahan
kritis Universitas Sebelas Maret di desa Jumantono, Karanganyar.
4. Pengelolaan OPT
Praktikum acara ini dilakukan pada hari Sabtu dan berlansung di lahan
kritis Universitas Sebelas Maret di desa Jumantono, Karanganyar.
A. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum Pengendalian Terpadu Hama dan
Penyakit Tanaman ini diantaranya adalah petakan lahan berukuran 3 x 4 m 2,
benih sawi (Caisim sp), kangkung (), kacang tanah (Arachis hypogaea).
Penanaman sawi dan kangkung dilakukan dengan cara meneybar benih secara
merata pada petakan. Sedang untuk kacang tanah, benih ditanam pada lubang
tanam dengan jarak 10 x 15 cm. Tiap lubang tanama diisi dua butir benih
kacang tanah.
Selain bahan tersebut adapula alat yang digunakan untuk pengamatan
hama yaitu yellow sticky trap, pitfall trap, jaring serangga, hand counter dan
flakon yang berisi alkohol yang digunakan utntuk menyimpan hama sebelum
dilakukan identifikasi di laboratorium. Untuk analisis pathogen tanah
dibutuhkan bahan berupa sample tanah, larutan NAA dan PDA
B. Metode
Pengamatan dilakukan setiap minggu, meliputi pengamatan agronomis
dan Opt. Pengamatan agronomis dilakukan terhadap 10 tanaman untuk setiap
perlakuan. Pada kesepuluh tanaman tersebut dilakukan penghitungan jumlah
daun, saat tanaman mulai tumbuh hingga saat panen. Pengamatan dilakukan
pada tanaman yang sama.
Pengamatan OPT dilakukan dengan berbagai cara, pada setiap kali
pengamatan, dihitung persentase daun rusak akibat serangan hama/ pathogen.
Daun rusak dihitung berdasar jumlah daun rusak dalam satu tanaman dan
persentase kerusakan daun. Presentase kerusakan daun dalam satu tanaman
digunakan unuk menghitung intensitas kerusakan daun.
Pengamatan OPT dengan metode absolute dilakukan terhadap 10
tanaman untuk setiap perlakuan. Pada masing-masing tanaman dihitung
jumlah serangga yang ditemukan untuk setiap jenisnya. Cara pengamatan
yang lainnya yaitu dengan metode pengamatan gejala serangan.
Pengamatan dengan metode relative dilakuakn dengan menggunakan
jaring serangga, ywllow sticky trap, dan pitfull trap. Pengamatan denga jaring
serangga ditunjukkan untuk menduga populasi serangga-serangga yang
terbang. Yellow sticky trap ditunjukkan untuk serangga yang tertarik dengan
warna kuning dan pitfall trap digunakan untuk serangga-serangga tanah.
Pengamtand engan jaring serangga dilakukan dua kali yaitu pada saat umur
tanaman 21 HST dan 35 HST. Pada setiap perlakuan dilakukan pengayunan
sebanyak 10 kali ayunan dan diulang 3 kali. Pemasangan sticky tarp dan
pitfall juga dilakuakn pada umur 21 HST dan 35 HST, alat tersebut dipsang
selama 24 jam dan pada setiap perlakuan menggunakan 3 perangkap.
Pengamatan untuk penyakit dilakukan pada 21 HST. Mengambil tanah
dari setiap petak perlakuan. Jika mungkin ambil tanah dari dekat tanaman
sakit. Kemudian membawa tanah kelaboratorium untuk dilakukan uji.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 2.2 Jenis, Jumlah, dan Peran Serangga yang Ditemukan dengan Metode
Yellow Sticky Trap
Tanggal MST Perlakuan Jenis serangga Jumlah Peran
30 Maret 1 A Homoptera 17 Hama
Diptera 1 Hama
Orthoptera 2 Hama
Coleoptera 1 Hama/predato
Hymenoptera 7 r Hama
Hemiptera 1 Hama
B Hymenoptera 6 Hama
Colembola 10 Hama
Orthoptera 4 Hama
Diptera 3 Hama
Homoptera 15 Hama
C Diptera 6 Hama
Hemiptera 1 Hama
Homoptera 12 Hama
28 Maret 2 A Homoptera 5 Hama
Hemiptera 1 Hama
Diptera 2 Hama
Colembola 6 Hama
Coleoptera 1 Predator
B Colembola 25 Hama
Orthoptera 4 Hama
Arachnida 1 Hama
Hymenoptera 1 Hama
C Diptera 8 Hama
Coleoptera 3 Predator
Homoptera 1 Hama
Tabel 2.3 Jenis, Jumlah, dan Peran Serangga yang Ditemukan dengan Metode Pit
Fall Trap
Tanggal MST Perlakuan Jenis serangga Jumlah Peran
30 Maret 1 A Orthoptera 17 Hama
Diptera 10 Hama
Hymenoptera 4 Hama
Homoptera 1 Hama
Coleoptera 21 Hama/predato
Colembola 1 r Hama
B Orthoptera 4 Hama
Hymenoptera 20 Hama
Arachnida 1 Hama
Colembola 16 Hama
Coleoptera 1 Predator
C Diptera 6 Hama
Arachnida 11 Hama
Isoptera 5 Hama
Homoptera 5 Hama
28 Maret 2 A Orthoptera 1 Hama
Hymenoptera 13 Hama
Colembola 53 Hama
B Colembola 2 Hama
Diptera 12 Hama
C Diptera 3 Hama
Homoptera 3 Hama
Colembola 13 Hama
Orthoptera 11 Hama
Hymenoptera 6 Hama
Arachnida 1 Hama
Tabel 2.2 Jenis, Jumlah, dan Peran Serangga yang Ditemukan dengan Metode
Relatif dengan Jaring
Tanggal MST Perlakuan Jenis Jumlah Peran
serangga
30 Maret 1 A Hymenoptera 3 Hama
Homoptera 8 Hama
Diptera 1 Hama
Coleoptera 2 Hama/predator
B Orthoptera 1 Hama
Hymenoptera 1 Hama
C Diptera 8 Hama
Hemiptera 2 Hama
Orthoptera 2 Hama
28 Maret 2 A Diptera 3 Hama
Coleoptera 1 Predator
B Colembola 20 Hama
Orthoptera 5 Hama
Hymenoptera 1 Hama
C Diptera 8 Hama
Orthoptera 1 Hama Hama
Homoptera 6 Predator
Coleoptera 2 Hama
Hemiptera 8
2. Pembahasan
Pengetahuan tentang dasar-dasar biologi menunjukkan bahwa
herbivora, jasad pemakan tumbuhan, merupakan suatu kumpulan trofi
yang memang bertugas mengatur populasi tumbuhan (atau secara
metabolismenya, jasad yang hanya mampu memanfaatkan energi yang
telah diolah, jasad heterotrof). Herbivora ini disebut hama atau jasad
Organisme Penganggu Tanaman (OPT), karena memakan tumbuhan yang
diusahakan baik secara ekonomis maupun subsisten, oleh manusia.
Pengertian terakhir inilah yang membedakan herbivora dengan
hama. Karena didefinisikan melalui kebutuhan manusia, maka seharusnya
kedudukannya tidak dianggap sebagai pengganggu, melainkan resiko,
karena akan selalu dijumpai selama manusia menyelenggarakan usaha
pertanian. Menurut Huffaker (1989), Pertanian, terutama yang
mengutamakan penanaman satu jenis (univarietas, monokultur) memang
mengandung resiko didatangi herbivora, karena :
a. Monokultur pada prinsipnya bertentangan dengan keanekaragaman
hayati
b. Keberadaan tumbuhan/tanaman dalam jumlah banyak pada suatu
hamparan pasti akan menarik herbivora
c. Sebagai suatu ekosistem binaan, ekosistem pertanian mencari
keseimbangan homeostasis dengan membentuk piramda makanan
khusus dalam ekosistem.
Oka (1977) menjelaskan bahwa kehadiran jasad herbivora dengan
demikian dihadapi berdasar pertimbangan ekologi, biologi dan ekonomi.
Hubungan jasad herbivora menuju ke kerugian ekonomi secara lateral
adalah sebagai berikut :
individu - spesies - populasi - serangan – kerusakan - kerugian
Hubungan di atas menunjukkan bahwa jasad herbivora yang terdiri
atas individu akan berkumpul membentuk populasi dan bersama-sama
melakukan "serangan" (dilihat dari sisi jasad herbivora) sehingga
mengakibatkan kerusakan (dilihat dari sisi tumbuhan) dan menimbulkan
"kerugian ekonomi" (dilihat dari sisi kepentingan penanam/manusia)
Hubungan tersebut kemudian juga menekankan pentingnya "jumlah
anggota populasi" sebagai tolok ukur kerugian yang terjadi. Dari segi ini,
maka jumlah anggota populasi merupakan tolok ukur arti penting bahaya
hama bila dilihat dari :
a. Mudah atau tidaknya jumlah anggota populasi meningkat. Populasi
serangga hama pada umumnya menjadi penting karena kemampuan
peningkatan populasi dengan cepat menuju jumlah tinggi
b. Kemampuan merusak individu jasad. Seekor gajah meskipun
hanya satu akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar dibanding
dengan seekor wereng batang padi.
c. Kedudukan/peran jasad pengganggu dalam hubungannya dengan
pengganggu yang lain. Kutu afid yang menjadi vektor meski
jumlahnya hanya sedikit harus segera diwaspadai karena memiliki
potensi merusak yang besar.
Dilihat dari sisi tumbuhannya, kerusakan yang terjadi juga dapat
menjadi penting jika :
a. Bagian tanaman yang dirusak memiliki arti ekonomi penting. Ulat
yang menyerang daun caisim merupakan pengganggu yang penting
dibanding dengan ulat yang menyerang daun padi atau daun kelapa,
karena nilai ekonomi caisim terdapat pada daun.
b. Kerusakan tidak hanya berakibat menurunnya kuantitas tetapi juga
menurunkan kualitas. Hama pascapanen yang tidak hanya menurunkan
berat bahan simpanan tetapi juga mengotori produk jelas lebih
merugikan dibanding yang hanya mengurangi bobot produk. Hama-
hama hortikultura yang merusak kualitas menjadi amat penting meski
tidak mengurangi berat atau volume produk.
c. Kemampuan toleransi atau resistensi tumbuhan terhadap jasad
herbivora. Tumbuhan yang lebih cepat pulih, atau tidak mudah rusak
karena serangan jasad pengganggu menyebabkan jasad kurang atau
bahkan tidak diperhatikan sebagai penyebab kerugian.
d. Tanaman yang menghasilkan produk bermanfaat justru karena
serangan hama malahan diharapkan agar diserang jasad penganggu.
Kehadiran kutu yang mengundang semut rangrang (Oecophylla
smaradigna), acapkali dibiarkan saja karena larva semut memiliki nilai
ekonomi sebagai pakan burung (Haryanto, 2003).
Selanjutnya, kerugian ekonomi yang timbul juga masih akan dilihat
dari nilai ekonomi produk yang dihasilkan tanaman. Tanaman dengan nilai
ekonomi tinggi akan dilindungi dari serangan hama dengan lebih intensif
daripada tanaman yang nilainya rendah. Kerugian ekonomi dengan
demikian didefinisikan berdasar kepada sifat-sifat jasad pengganggu, sifat-
sifat tanaman maupun sitindak atau interaksi antara keduanya beserta
lingkungan sekitar (biologi dan ekologi); dan sifat sosio-ekonomik
tanaman maupun usaha taninya bagi si penanam.
Klasifikasi berarti penggolongan. Agar masing-masing hama dapat
dikenal dan dijelaskan secara sistematis, diperlukan suatu sistem atau cara
penggolongan.
Tergantung dari kebutuhannya, maka sistem klasifikasi dapat
merupakan suatu sistem yang kompleks dan detail, tetapi dapat juga
merupakan sistem yang dapat digunakan dengan cepat dan sesuai
kebutuhan. Secara demikian maka sistem klasifikasi pada garis besarnya
dapat dikelompokkan menjadi sistem klasifikasi ilmiah dan sistem
klasifikasi praktis.
Identifikasi praktis dapat pula melahirkan sistem klasifikasi yang
lebih mudah dimengerti para pengguna informasi di lapangan: petani,
petugas lapangan dll. Klasifikasi berdasar jenis kerusakan, misalnya;
merupakan cara identifikasi yang muncul dari pengamatan langsung di
lapangan, dan nilainya menjadi sangat empirik karena heterogenitasnya
mungkin akan sangat besar. Namun jika kemudian dibatasi pada hama-
hama penting tertentu saja, sistem klasifikasi ini justru lebih mampu
memberikan informasi secara cepat di tingkat lapangan.
B. Sampling Kerusakan Tanaman
1. Hasil
2. Pembahasan
C. Analisis Keragaman Ekosistem
1. Hasil
2. Pembahasan
D. Pengelolaan OPT
1. Hasil
2. Pembahasan
DAFTAR PUSTAKA