Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

RHINOSINUSITIS AKUT DAN KRONIK

Oleh:

Satya Agusmansyah

1318011149

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA, HIDUNG,


TENGGOROK,BEDAH KEPALA DAN LEHER

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

2017
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ....................................................................2


DAFTAR ISI ...................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN ..............................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................6
2.1 DEFINISI RHINOSINUSITIS ............................................. ……..6
2.2 EPIDEMIOLOGI ........................................................................... 6
2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI .................................. 7
2.4 PATOGENESIS ................................................................................ 9
2.5 KLASIFIKASI ................................................................................ 11
2.6 GEJALA KLINIK ........................................................................... 13
2.6.1 SINUSITIS AKUT ................................................................. 13
2.6.2SINUSITIS KRONIS .............................................................. 14
2.7 DIAGNOSIS.................................................................................... 15
2.7.1 GEJALA SUBYEKTIF .......................................................... 15
2.7.2 GEJALA OBJEKTIF.............................................................. 17
2.8 PENATALAKSANAAN ................................................................ 22
2.9 KOMPLIKASI ................................................................................ 25
2.10 PROGNOSIS ................................................................................. 27
BAB III. KESIMPULAN .............................................................28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................29
BAB I
PENDAHULUAN

Rinosinusitis telah dikenal luas oleh masyarakat awam dan merupakan salah
satu penyakit yang sering dikeluhkan dengan berbagai tingkatan gejala klinik.
Hidung dan sinus paranasal merupakan bagian dari sistem pernafasan sehingga
infeksi yang menyerang bronkus, paru dapat juga menyerang hidung dan sinus
paranasal.1

Rinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus


paranasalis.Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian dapat diikuti
oleh infeksi bakteri. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang
ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis bisa bersifat akut
(berlangsung selama 12 minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama
lebih dari 12 tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun). Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila
mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.1,2

Istilah rinosinusitis dianggap lebih tepat karena menggambarkan proses


penyakit dengan lebih akurat. Beberapa alasan lain yang mendasari perubahan
"sinusitis" menjadi "rinosinusitis" adalah 1) membran mukosa hidung dan sinus
secara embriologis berhubungan satu sama lain (contiguous), 2) sebagian besar
penderita sinusitis juga menderita rinitis, jarang sinusitis tanpa disertai rinitis, 3)
gejala pilek, buntu hidung dan berkurangnya penciuman ditemukan baik pada
sinusitis maupun rinitis, dan 4) foto CT scan dari penderita common cold
menunjukkan inflamasi mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasal secara
simultan. Beberapa fakta diatas menunjukkan bahwa sinusitis merupakan
kelanjutan dari rinitis. Hal ini mendukung konsep "one airway disease", yaitu
penyakit di salah satu bagian saluran napas akan cenderung berkembang ke
bagian yang lain. Inflamasi di mukosa hidung akan di ikuti inflamasi mukosa
sinus paranasal dengan atau tanpa disertai cairan sinus. Keadaan ini menunjukkan
rinosinusitis sebenarnya merupakan kondisi atau manifestasi dari suatu respon
inflamasi mukosa sinus paranasal.1,2
Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin
akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan
kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter
spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan
metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini. Secara epidemiologi yang paling
sering terkena adalah sinus ethmoid dan maksilaris. Bahaya dari sinusitis adalah
komplikasinya ke orbita dan intracranial, komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana
yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tidak dapat dihindari. Tatalaksana
dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting karena hal diatas.
Terapi antibiotik diberikan pada awalnya dan jika telah terjadi hipertrofi, mukosa
polipoid dan atau terbentuknya polip atau kista maka dibutuhkan tindakan
operasi.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI SINUSITIS


Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.
Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut
rhinosinusitis. Menurut American Academy of Otolaryngology – Head &
Neck Surgery 1996 istilah sinusitis diganti dengan rinosinusitis karena
dianggap lebih tepat dengan alasan, secara embriologis mukosa sinus
merupakan lanjutan mukosa hidung, rinosinusitis hampir selalu didahului
dengan rhinitis, gejala-gejala obstruksi nasi, rhinorrhea dan hiposmia
dijumpai pada rinitis ataupun rinosinusitis.

Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan


infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Sinusitis
dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan pada sinus paranasal.1 Sinusitis
diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa
sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut
pansinusitis. Disekitar rongga hidung terdapat empat sinus yaitu sinus
maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis
(terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang dahi).1

2.2 EPIDEMIOLOGI
Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan, dengan
dampak signifikan pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan,
dan dampak ekonomi pada mereka yang produktivitas kerjanya menurun.
Diperkirakan setiap tahun 6 miliar dolar dihabiskan di Amerika Serikat untuk
pengobatan rhinosinusitis. Pada tahun 2007 di Amerika Serikat, dilaporkan
bahwa angka kejadian rhinosinusitis mencapai 26 juta individu. Di
Indonesia sendiri, data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan
bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola
penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di
rumah sakit.4

Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila dan


sinusitis etmoid, sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis spenoid lebih
jarang ditemukan. Pada anak hanya sinus maxilla dan sinus etmoid yang
berkembang sedangkan sinus frontal dan sinus spenoid mulai berkembang
pada anak berusia kurang lebih 8 tahun. Sinusitis pada anak lebih banyak
ditemukan karena anak-anak mengalami infeksi saluran nafas atas 6 – 8
kali per tahun dan diperkirakan 5%– 10% infeksi saluran nafas atas akan
menimbulkan sinusitis.4

2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Agen etiologi sinusitis dapat berupa virus, bakteri atau jamur.


a) Virus. Sinustis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran nafas atas,
virus yang lazim menyerang hidung dan nasifaring juga menyerang sinus.
Misalnya rhinovirus, virus parainfluenza, dan virus influenza.7
b) Bakteri. Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus
menciptakan suatu lingkungan yang ideal untuk perkembangan bakteri.
Bakteri yang sering menyebabkan sinusitis adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella catarralis. Bakteri
anaerob juga terkadang ditemukan sebagai penyebab sinusitis maksilaris,
terkait dengan infeksi pada gigi premolar.7
c) Jamur juga ditemukan sebagai penyebab sinusitis pada pasien dengan
gangguan sistem imun, yang menunjukkan infeksi invasif yang
mengancam jiwa. Jamur yang menyebabkan infeksi antara lain adalah dari
spesies Rhizopus, Rhizomucor, Mucor, Absidia, Cunninghamella,
Aspergillus dan Fusarium.7

Beberapa faktor predisposisi terjadinya sinusitis antara lain ISPA


akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal
pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum
atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi
tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindrom
Kartagener dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.1

Faktor predisposisi yang paling lazim adalah polip nasal yang


timbul pada rinitis alergika, polip dapat memenuhi rongga hidung dan
menyumbat sinus. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting
penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk
menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertrofi
adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.1Faktor lain
yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering
serta kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama menyebab-kan
perubahan mukosa dan merusak silia.1

2.4 PATOGENESIS
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks
osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa
yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial
dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk
membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-
zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman
yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke
ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan. 1

Infeksi akan menyebabkan terjadinya edema pada dinding


hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan atau
obstruksi pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase
dalam sinus. Selain itu inflamasi, polip, tumor, trauma, juga menyebabkan
menurunya patensi ostium sinus. patogen yang menginfeksi tersebut dapat
memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus
dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan
silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih
kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya
bakteri patogen.

Silia yang kurang aktif fungsinya tersebut terganggu oleh terjadinya


akumulasi cairan pada sinus. Terganggunya fungsi silia tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kehilangan lapisan epitel bersilia,
udara dingin, aliran udara yang cepat, virus, bakteri, mediator inflamasi,
kontak antara dua permukaan mukosa, parut, atau primary cilliary dyskinesia
(Sindrom Kartagener).

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya


sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi
ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang
menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan
mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Organ-organ yang
membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang
berhadapan, akan saling bertemu sehingga silia tidak dpat bergerak dan
ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus
yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini
boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh
dalam waktu beberapa hari tanpa pengobatan. 1

Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan


kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus.
Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia
di dalam sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan
untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan
mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas leukosit. Sinusitis kronis dapat
disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat, obstruksi
sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa bakteri
patogen.
Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan
media baik untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi
purulen.Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan
memerlukan terapi antibiotik.1 Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada
faktor predisposisi), inflamasi berlanjut,terjadi hipoksia dan bakteri anerob
berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus
yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu
hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini
mungkin diperlukan operasi.1

2.5 KLASIFIKASI
Berdasarkan durasi penyakit, rhinosinusitis diklasifikasikan menjadi:
Akut
 < 12 minggu
 Resolusi komplit gejala
Kronik
 ≥12 minggu
 Tanpa resolusi gejala komplit
 Termasuk rinosinusitis kronik eksaserbasi akut.2
1) Rinosinusitis akut
a) Rinosinusitis akut pada dewasa
Rinosinusitis akut pada dewasa didefinisikan sebagai onset tiba-tiba
dari dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/
obstruksi/ kongesti atau discharge (sekret hidung anterior/ posterior):
 ± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
 ± penurunan/ hilangnya penghidu
b) Rinosinusitis akut pada anak
Rinosinusitis akut pada anak didefinisikan sebagai onset tiba-tiba dari
dua atau lebih gejala:
 hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti
 atau discoloured nasal discharge
 atau batuk (siang hari dan malam hari)
2) Rinosinusitis kronik
a) Rinosinusitis kronik pada dewasa
Rinosinusitis kronik (dengan atau tanpa polip nasal) pada dewasa
didefinisikan :
Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung
tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau discharge (anterior/ posterior nasal
drip):
 ± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
 ± penurunan/ hilangnya penghidu
b) Rinosinusitis kronik pada anak
Rinosinusitis kronik (dengan atau tanpa polip nasal) pada anak
didefinisikan :
Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung
tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau discharge (anterior/ posterior nasal
drip):
 ± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
 ±batuk

2.6 GEJALA KLINIS


2.6.1 Sinusitis akut

Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai


dengan nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang
seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai dengan
gejala sistemik seperti demam dan lesu.1

Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena


merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa
di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila,
nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis
etmoida, nyeri di dahi atau kepala menandakan sinusitis frontal. Pada
sinusitis maksila kadang-kadang terdapat nyeri alih ke gigi dan telinga.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal
drip yang dapat menyebabkan batuk dan sesak pada anak.1

Sinusitis akut umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas


oleh virus yang melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan
sinusitis akut termasuk Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza
dan Moraxella catarrhalis. Diagnosis dari sinusitis akut dapat ditegakkan
ketika infeksi saluran napas atas oleh virus tidak sembuh salama 10 hari
atau memburuk setelah 5-7 hari.2

Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan


infeksi virus, terdapat transudasi di rongga-rongga sinus, mula-mula
serous yang biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri, yang bila kondisi ini menetap,
sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk
tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.2

Sinusitis akut berulang tejadi gejala lebih dari 4 episode per tahun
dengan interval bebas penyakit lain. Eksaserbasi akut rinosinusitis
didefinisikan sebagai memburuknya gejala pada pasien yang sudah
didiagnosis rhinosinusitis secara tiba-tiba, dengan kembali ke gejala awal
setelah perawatan. Kriteria diagnostik yang terbaru adalah berdasarkan
EPOS 2012, dimana rinosinusitis didefinisikan sebagai peradangan pada
hidung dan sinus paranasal dengan beberapa gejala dan tanda :2
Tabel 1.Gejala dan tanda rhinosinusitis menurut EPOS 20122

Gejala utama Gejala Tanda


tambahan
Hidung buntu dan / ± nyeri wajah / Tanda dari endoskopi :
atau rasa tertekan di - Polipnasidanatau
Pengeluaran wajah - Discarge mukopurulen dari
cairan/discharge dari ± berkurang meatus nasi media dan
hidung baik ke atau hilang atau
anterior atau ke Kemampuan - Udem/penyumbatan di
posterior menghidu meatus nasi media dan
atau
- Perubahan gambaran CT
Adanya perubahan mukosa di
daerah osteomeatal kompleks dan
atau di daerah sinus.

Sinusitis maksillaris

a. Demam, malaise
b. Nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian
aspirin. Sakit dirasa mulai dari pipi ( di bawah kelopak mata ) dan
menjalar ke dahi atau gigi. Sakit bertambah saat menunduk.
c. Wajah terasa bengkak dan penuh
d. Nyeri pipi yang khas : tumpul dan menusuk, serta sakit pada palpasi
dan perkusi.
e. Kadang ada batuk iritatif non-produktif
f. Sekret mukopurulen yang dapat keluar dari hidung dan kadang berbau
busuk
g. Adanya pus atau sekret mukopurulen di dalam hidung, yang berasal
dari metus media, dan nasofaring.

Sinusitis ethmoidalis

a. Sering bersama dengan sinusitis maksillaris dan sinusitis frontalis


b. Nyeri dan nyeri tekan di antara kedua mata dan di atas jembatan
hidung menjalar ke arah temporal
c. Nyeri sering dirasakan di belakang bola mata dan bertambah apabila
mata digerakkan
d. Sumbatan pada hidung
e. Pada anak sering bermanifestasi sebagai selulitis orbita karena lamina
papiracea anak seringkali merekah
f. Mukosa hidung hiperemis dan udem
g. Adanya pus dalam rongga hidung yang berasal dari meatus media

Sinusitis frontalis

a. Hampir selalu bersamaan dengan sinusitis ethmoidalis anterior


b. Nyeri kepala yang khas di atas alis mata. Nyeri biasanya pada pagi
hari, memburuk pada tengah hari dan berangsur angsur hilang pada
malam hari.
c. Pembengkakan derah supraorbita
d. Nyeri hebat pada palpasi atau perkusi daerah sinus yang terinfeksi

Sinusitis sphenoidalis

a. Nyeri kepala dan retro orbita yang menjalar ke oksipital

2.6.2 Sinusitis kronik


Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis.
Selama eksaserbasi akut, gejala mirip dengan sinusitis akut, selain itu
gejala berupa suatu perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan
hipersekresi yang seringkali mukopurulen. Kadang-kadang hanya satu
atau dua dari gejala-gejala dibawah ini yaitu : sakit kepala kronik, post
nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat
sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti
bronkitis (sino-bronkitis), bronkiektasi, dan yang penting adalah serangan
asma yang meningkat dan sulit diobati. 1
Gejala yang biasa ditemukan:
b. Postnasal drip
c. Rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok
d. Pendengaran terganggu karena oklusi tuba eustachii
e. Nyeri atau sakit kepala
f. Infeksi pada mata yang menjalar dari duktus nasolakrimalis
g. Gastroenteritis ringan pada anak akibat mukopus yang tertelan

Hidung biasanya sedikit tersumbat, dan tentunya ada gejala-gejala


faktor predisposisi, seperti rinitis alergika yang menetap dan keluhan-
keluhannya yang menonjol. Pasien dengan sinusitis kronik dengan polip
nasi lebih sering mengalami hiposmia dan lebih sedikit mengeluhkan nyeri
atau rasa tertekan dari pada yang tidak memiliki polip nasi. Bakteri yang
memegang peranan penting dalam patogenesis rinosinusitis kronik masih
kontroversial. Organisme yang umum terisolasi pada sinusitis kronik
termasuk Staphylococcus aureus, bakteri anaerob dan gram negatif seperti
Pseudomonas aeruginosa.

Major factors Minor factors

Facial pain, pressure (alone does not constitute a Headache


suggestive history for rhinosinusitis in absence of
another major symptom) Fever

Facial congestion, fullness (all nonacute)

Nasal obstruction/blockage Halitosis

Nasal discharge/ purulence/ discolored nasal drainage Fatigue

Hyposmia/anosmia Dental pain

Purulence in nasal cavity on examination Cough

Fever (acute rhinosinusitis only) in acute sinusitis Ear


alone does not constitute a strongly supportive history pain/pressure/
for acute in the absence of another major nasal Fullness
symptom or sign
Bila ada dua atau lebih faktor mayor atau satu faktor mayor disertai dua
atau lebih faktor minor maka kemungkinan besar rinosinusitis kronik.

Etiologi rinosinusitis akut dan rinosinusitis kronik berbeda secara


mendalam. Pada rinosinusitis akut, infeksi virus dan bakteri patogen telah
ditetapkan sebagai penyebab utama.2,14 Namun sebaliknya, etiologi dan
patofisiologi rinosinusitis kronik bersifat multifaktorial dan belum
sepenuhnya diketahui; rinosinusitis kronik merupakan sindrom yang
terjadi karena kombinasi etiologi yang multipel. Ada beberapa pendapat
dalam mengkategorikan etiologi rinosinusitis kronik. Berdasarkan EP3OS
2007, faktor yang dihubungkan dengan kejadian rinosinusitis kronik tanpa
polip nasi yaitu “ciliary impairment, alergi, asma, keadaan
immunocompromised, faktor genetik, kehamilan dan endokrin, faktor
lokal, mikroorganisme, jamur, osteitis, faktor lingkungan, faktor
iatrogenik, H.pylori dan refluks laringofaringeal”.

Publikasi Task Force (2003) menyatakan bahwa rinosinusitis


kronik merupakan hasil akhir dari proses inflamatori dengan kontribusi
beberapa faktor yaitu “faktor sistemik, faktor lokal dan faktor lingkungan”.
Berdasarkan ketiga kelompok tersebut, maka faktor etiologi rinosinusitis
kronik dapat dibagi lagi menjadi berbagai penyebab secara spesifik, ini
dapat dilihat pada tabel 2 berikut. James Baraniuk (2002)
mengklasifikasikan bermacam kemungkinan patofisiologi penyebab
rinosinusitis kronik menjadi rinosinusitis inflamatori (berdasarkan tipe
infiltrat selular yang predominan) dan rinosinusitis non inflamatori
(termasuk disfungsi neural dan penyebab lainnya seperti hormonal dan
obat).15 Rinosinusitis inflamatori kemudian dibagi lagi berdasarkan tipe
infiltrasi selular menjadi jenis eosinofilik, neutrofilik dan kelompok lain.
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis didapatkan gejalahidung tersumbat,
ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke nasofaring (postnasal drip),
halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagihari, nyeri di daerah sinus
yang terkena, kadang nyeri alih ke tempat lain, dan dapat disertai demam dan
rasa lesu.

Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan posterior,


pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih
tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis
maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada
sinusitis ethmoidalis posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa
edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan
pada kantus medius.

2.7.1 Gejala
Gejala lokal yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang
berbau dan mengalir ke nasofaring (postnasal drip), halitosis, sakit
kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri di daerah sinus yang
terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain. Gejala sistemik yaitu
demam dan rasa lesu.7
1. Sinusitis Maksilaris
Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis maksilaris
akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang
biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin.
Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan
kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga.
Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta
nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari
hidung dan terkadang berbau busuk.7
2. Sinusitis Etmoidalis
Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, sering kali
bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Dari anamnesis didapatkan
nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-
kadang nyeri di bola mata atau di belakangnya, terutama bila mata
digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan
hidung. Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada pangkal
hidung.7
3. Sinusitis Frontalis
Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan
memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda
hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi
terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra
orbita. Pemeriksaan fisik, nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi
di atas daerah sinus yang terinfeksi merupakan tanda patognomonik
pada sinusitis frontalis.7

4. Sinusitis Sfenoidalis
Sinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke
verteks kranium. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari
pansinusitis dan oleh karena itu gejalanya menjadi satu dengan gejala
infeksi sinus lainnya.7

2.7.2 Pemeriksaan Penunjang


Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak
mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas,
pada sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan kecuali jika terdapat
komplikasi.
1) Pada rhinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis dan edema, pada sinusitis maksila,
sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak nanah di meatus
medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis
sphenoid nanah tampak keluardari meatus superior.1
2) Pada rinoskopi posterior
Tampak pus di nasofaring (post nasal drip). Pada posisional testyakni
pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5 menit dan
provokasi test yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa
memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan ludah dan
menutup mulut dengan rapat. Jika positif sinusitis maksilaris, maka akan
keluar pus dari hidung.
3) Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk
mengevaluasi sinus paranasal adalah; pemeriksaan foto kepala dengan
berbagai posisi yang khas, pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CT-
Scan. Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat
memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan
patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang sekitarnya, sehingga
dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.1
a) Pemeriksaan foto Sinus Paranasal
Pemeriksaan foto sinus untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri
atas berbagai macam posisi antara lain:
 Foto Sinus Paranasal posisi anterior-posterior ( AP atau posisi
Caldwell)
Foto ini diambil pada posisi kepala meghadap kaset, bidang
midsagital kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film
tampak pyramid tulang petrosum diproyeksi pada 1/3 bawah
orbita atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila
orbito-meatal line tegak lurus pada film dan membentuk 1500
kaudal.
Gambar 1. Foto posisi AP menunjukkan air fluid level pada sinus maxillaris
merupakan gambaran sinusitis akut

 Foto Sinus Paranasal lateral


Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan sentrasi
di luar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus
maksilaris berhimpit satu sama lain.15

Gambar 2.Foto lateral menunjukkan gambaran air fluid level di sinus maksilla

Pada sinusitis tampak :


- Penebalan mukosa
- Air fluid level (kadang-kadang)
- Perselubungan homogen pada satu atau lebih sinus para
nasal
- Penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-
kasuskronik)
 Foto Sinus Paranasal posisi waters
Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap
film, garis orbito meatus membentuk sudut 370 dengan film.
Pada foto ini, secara ideal piramid tulang petrosum
diproyeksikan pada dasar sinus maxillaris sehingga kedua sinus
maxillaris dapat dievaluasi sepenuhnya. Foto Waters umumnya
dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut
terbuka akan dapat menilai dinding posterior sinus sphenoid
dengan baik.

Gambar 3.Waters view demonstrating complete radiopacification of the


left maxillary and frontal sinuses and ethmoid air cells. An air-fluid level
is visible in the right maxillary sinus(arrows)

b) CT-Scan Sinus Paranasal


CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena
mampu menilai secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit
dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. CT
scan mampu memberikan gambaran yang bagus terhadap
penebalan mukosa, air-fluid level, struktur tulang, dan kompleks
osteomeatal. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai
penunjang diagnosis sinusitis kronis yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat
melakukan operasi sinus.1
Gambar 4. Coronal view demonstrating opacified left maxillary sinus.

c) MRI
MRI sinus lebih jarang dilakukan dibandingkan CT scan karena
pemeriksaan ini tidak memberikan gambaran terhadap tulang
dengan baik. Namun, MRI dapat membedakan sisa mukus dengan
massa jaringan lunak dimana nampak identik pada CT scan. Oleh
karena itu, MRI akan sangat membantu untuk membedakan sinus
yang terisi tumor dengan yang diisi oleh sekret. 1 Pemeriksaan MRI
sendiri digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding.

Gambar 5. MRI menunjukkan sinusitis maksilaris

d) Transiluminasi
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi
suram atau gelap. Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi
pada satu sisi wajah, karena akan nampak perbedaan antara sinus
yang sehat dengan sinus yang sakit. Pemeriksaan ini sudah jarang
dilakukan karena sangat terbatas kegunaannya.
Gambar 6. Pemeriksaan transiluminasi

e) Pemeriksaan Mikrobiologi

Sebaiknya untuk pemeriksaan mikrobiologik diambil sekret dari


meatus medius atau meatus superior. Mungkin ditemukan
bermacam – macam bakteri yang merupakan flora normal di
hidung atau kuman patogen, seperti Pneumococcus, Streptococcus,
Stphylococcus dan Haemophylus influeanzae. Selain itu mungkin
juga ditemukan virus atau jamur.1

f) Sinuskopi

Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial


sinus maksila melalui meatus media inferior, dengan alat endoskop
bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya
dapat dilakukan irigasi. Sinoscopy merupakan satu satunya cara
yang memberikan informasi akurat tentang perubahan mukosa
sinus, jumlah sekret yang ada di dalam sinus, dan letak dan
keadaan dari ostium sinus. Yang menjadi masalah adalah
pemeriksaan sinoscopy memberikan suatu keadaan yang tidak
menyenangkan buat pasien.
2.8 PENATALAKSANAAN
Adapun tujuan utama penatalaksanaan pada sinusitis adalah mempercepat
penyembuhan, mencegah komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi
kronik.1

SINUSITIS AKUT

Pengobatan umum
- Istirahat
Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan
sebaiknya beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar
tidur mempunyai suhu dan kelembaban udara tetap.

- Higiene
Harus tersedia sapu tangan kertas untuk mengeluarkan sekrat hidung.
Perlu diperhatikan pada mulut yang cenderung mengering , sehingga
setiap selesai makan dianjurkan menggosok gigi.

Medikamentosa

 Kuman penyebab sinusitis akut yang tersering adalah Streptococcus


pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Diberikan terapi medikamentosa
berupa antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik yang diberikan lini I
yakni golongan penisilin atau cotrimoxazol dan terapi tambahan yakni
obat dekongestan oral + topikal, mukolitik untuk memperlancar drenase
dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi,
diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan
maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari. Jika
tidak ada perbaikan maka diberikan terapi antibiotik lini II selama 7 hari
yakni amoksisilin klavulanat/ampisilin sulbaktam, cephalosporin generasi
II, makrolid dan terapi tambahan. Jika ada perbaikan antibiotic diteruskan
sampai mencukupi 10-14 hari.

Antibiotik merupakan kunci dalam penatalaksanaan sinusitis supuratif


akut. Amoksisilin merupakan pilihan tepat untuk kuman gram positif dan
negatif. Vankomisin untuk kuman S. pneumoniae yang resisten terhadap
amoksisilin. Pilihan terapi lini pertama yang lain adalah kombinasi
eritromicin dan dulfonamide atau cephalexin dan sulfonamide.Terapi
antibiotic harus diteruskan minimum 1 minggu setelah gejala terkontrol.
Lama terapi rata-rata 10 hari. Karena banyaknya distribusi ke sinus-sinus
yang terlibat, perlu mempertahankan kadar antibiotika yang adekuat bila
tidak, mungkin terjadi sinusitis supuratif kronik. 2,12,13

 Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen-polos atau CT Scan dan
atau naso-endoskopi.Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan
maka dilakukan terapi sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan
evaluasi diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari
fungsi sinus.
 Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila
telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang
hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.

SINUSITIS KRONIS

 Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana yang


sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian
antibiotik mencukupi 10-14 hari. Antibiotik diberikan sesuai dengan kultur
dan uji sensitivitas.
 Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode
akut lini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya
perbaikan, diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada
perbaikan teruskan antibiotik mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada
perbaikan evaluasi kembali dengan pemeriksaan naso-endoskopi,
sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik). Jika ada obstruksi kompleks
osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah
konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis.
Jenis terapi medikamentosa yang digunakan untuk rinosinusitis kronik
tanpa polip nasi pada orang dewasa antara lain:1,2,20,21,22

Antibiotik
Antibiotik parenteral diberikan pada sinusitis yang telah mengalami
komplikasi seperti komplikasi orbita dan komplikasi intrakranial, karena
dapat menembus sawar darah otak. Ceftriakson merupakan pilihan yang
baik karena selain dapat membasmi semua bakteri terkait penyebab
sinusitis, kemampuan menembus sawar darah otaknya juga baik.Pada
sinusitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat digunakan
metronidazole atau klindamisin. Klindamisin dapat menembus cairan
serebrospinal. Antihistamin hanya diberikan pada sinusitis dengan
predisposisi alergi. Analgetik dapat diberikan. Kompres hangat dapat juga
dilakukan untuk mengurangi nyeri. 2,12,13

1. Antibiotika, merupakan modalitas tambahan pada rinosinusitis kronik


mengingat terapi utama adalah pembedahan. Jenis antibiotika yang
digunakan adalah antibiotika spektrum luas antara lain:
a. Amoksisilin + asam klavulanat
b. Sefalosporin: cefuroxime, cefaclor, cefixime
c. Florokuinolon : ciprofloksasin
d. Makrolid : eritromisin, klaritromisin, azitromisin
e. Klindamisin
f. Metronidazole

Kortikosteroid
Bisa diberi oral ataupun topikal, namun pilihan disini adalah kortikosteroid
oral yaitu metil prednisolon, efek samping berupa retensi air sangat
minimal, begitu pula dengan efek terhadap lambung juga minimal.
Antiinflamatori dengan menggunakan kortikosteroid topikal atau sistemik.
a. Kortikosteroid topikal : beklometason, flutikason, mometason
b. Kortikosteroid sistemik, banyak bermanfaat pada rinosinusitis kronik
dengan polip nasi dan rinosinusitis fungal alergi.

Dekongestan
Dekongestan Oral (Lebih aman untuk penggunaan jangka panjang)
Phenylproponolamine dan pseudoephedrine, yang merupakan agonis alfa
adrenergik. Obat ini bekerja pada osteomeatal komplek. Dekongestan
topikalyaitu phenylephrine Hcl 0,5 % dan oxymetazoline Hcl 0,5 % bersifat
vasokonstriktor lokal. Obat ini bekerja melegakan pernapasan dengan
mengurangi oedema mukosa.

Antihistamin
Antihistamin golongan II yaitu Loratadine. Anti histamine golongan II
mempunyai keunggulan, yaitu lebih memiliki efek untuk mengurangi
rhinore dan menghilangkan obstruksi, serta tidak memiliki efek samping
menembus sawar darah otak

Terapi Pembedahan

Terapi bedah yang dilakukan bervariasi dimulai dengan tindakan


sederhana dengan peralatan yang sederhana sampai operasi menggunakan
peralatan canggih endoskopi. Beberapa jenis tindakan pembedahan yang
dilakukan untuk rinosinusitis kronik:

1. Sinus maksila:
a. Irigasi sinus (antrum lavage)
b. Nasal antrostomi
c. Operasi Caldwell-Luc

2. Sinus etmoid:
a. Etmoidektomi intranasal, eksternal dan transantral

3. Sinus frontal:
a. Intranasal, ekstranasal
b. Frontal sinus septoplasty
c. Fronto-etmoidektomi

4. Sinus sfenoid :
a. Trans nasal
b. Trans sfenoidal

5. FESS (functional endoscopic sinus surgery), dipublikasikan


pertama kali oleh Messerklinger tahun 1978. Indikasi tindakan FESS
adalah:
a. Sinusitis (semua sinus paranasal) akut rekuren atau kronis
b. Poliposis nasi
c. Mukokel sinus paranasal
d. Mikosis sinus paranasal
e. Benda asing
f. Tumor (terutama jinak, atau pada beberapa tumor ganas)
g. Dekompresi orbita / n.optikus
h. Fistula likuor serebrospinalis dan meningo ensefalokel

Radikal

a. Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc.

b. Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi.

c. Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian.

Non Radikal

Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka


dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal. Sudah lama, operasi sinus
dengan menggunakan system kamera ini dan mempunyai standart operasi
dalam penanganan pembedahan sinusitis.Dengan ini mengenali teknologi
sinus dengan system balon,dan ini juga salah satu cara dan mengatur
kurangnya infeksi dari sinus yang tersedia saat ini.

Alat perlengkapan ini sinus ini sangat bersih(steril),pipa kateter,yang


dirancang yang sangat spesifik agar dapat mengikuti anatomi daripada sinus
yang berliku-liku.Sistem Relieva Sinus Ballon pada sinusistis ini digunakan
untk membuka jalan yang telah menyumbat sinus itu sendiri,dan banyak
kasus-kasus yang lain.tanpa ada membuang jaringan atau tulang manapun.
Menggunakan system Relieva Sinus Balloon ini dilakukan dengan sangat
hati-hati.

 Ballon Sinuplasti LUMA


Balon Sinuplasti ini adalah satu jalan revolusi dalam menangani sinus.
Dengan menggunakan kawat penunjuk dan balon untuk membesarkan
yang menghalangi sinus.Biasanya posisi dari pada balon ini diikuti
dengan menggunakan sinar X (X-RAY) selama operasi berlangsung.
Teknologi ini telah mempunyai perkembangan yang lebih dimana X-
RAY tidak dibutuhkan lagi,malahan kawat penunjuk ini berdempetan
dengan satu sumber lampu yang digunakan untuk memastikan dimana
lokasi dari sinus tersebut.Teknologi yang terbaru in dinamakan system
Releiva LUMA.Kini kami telah berhasil menggunakan system tersebut
dalam menjalankan operasi sinus.

Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk membantu memperbaiki


drainase dan pembersihan secret dari sinus. Untuk sinusitis maxillaris
dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedangkan untuk sinusitis ethmoidalis
frontalis dan sinusitis sphenoidalis dilakukan tindakan pencucian Proetz.
Irigasi dan pencucian dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 atau
6 kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak secret purulen,
maka perlu dilakukan bedah radikal. 2,12,13

Berikut ini merupakan alur skema penatalaksanaan sinusitis akut dan kronik
berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps
2012.
Gambar 7. Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa untuk pelayanan kesehatan
primer berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 2012

Gambar 8. Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada anak untuk pelayanan kesehatan
primer berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 2012
Gambar 9. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan atau tanpa polip hidung
pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer dan dokter spesialis non THT
berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 2012

Tindakan bedah sederhana pada sinusitis maksilaris kronik adalah


nasoantrostomi atau pembentukan fenestra nasoantral. Etmoidektomi
dilakukan pada sinusitis etmoidalis. Fronto etmoidektomi eksternal
dilakukan pada sinusitis frontalis. Eksplorasi sfenoid dilakukan pada
sinusitis sfenoidalis. Pembedahan sinus endoskopik merupakan suatu teknik
yang memungkinkan visualisasi yang baik dan magnifikasi anatomi hidung
dan ostium sinus normal bagi ahli bedah.

2.9 KOMPLIKASI
Sinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa rawat
jalan. Pengobatan rawat inap di rumah sakit merupakan hal yang jarang
kecuali jika ada komplikasi dari sinusitis itu sendiri. Walaupun tidak
diketahui secara pasti, insiden dari komplikasi sinusitis diperkirakan sangat
rendah. Salah satu studi menemukan bahwa insiden komplikasi yang
ditemukan adalah 3%. Sebagai tambahan, studi lain menemukan bahwa
hanya beberapa pasien yang mengalami komplikasi dari sinusitis setiap
tahunnya. Komplikasi dari sinusitis ini disebabkan oleh penyebaran bakteri
yang berasal dari sinus ke struktur di sekitarnya. Penyebaraan yang tersering
adalah penyebaran secara langsung terhadap area yang mengalami
kontaminasi.

Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain


1. Komplikasi lokal
a) Mukokel
b) Osteomielitis (Pott’s puffy tumor)
2. Komplikasi orbital
a) Inflamatori edema
b) Abses orbital
c) Abses subperiosteal
d) Trombosis sinus cavernosus.
3. Komplikasi intrakranial
a) Meningitis
b) Abses Subperiosteal
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya
antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada
sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau
intrakranial.

CT scan merupakan suatu modalitas utama dalam menjelaskan derajat


penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak
dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis
refrakter, kronik atau berkomplikasi.

2.10 PROGNOSIS
Sinusitis tidak menyebabkan kematian yang signifikan dengan
sendirinya. Namun, sinusitis yang berkomplikasi dapat menyebabkan
morbiditas dan dalam kasus yang jarang dapat menyebabkan kematian.
Sekitar 40 % kasus sinusitis akut membaik secara spontan tanpa
antibiotik. Perbaikan spontan pada sinusitis virus adalah 98 %.Pasien
dengan sinusitis akut, jika diobati dengan antibiotik yang tepat,
biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat. Tingkat kekambuhan
setelah pengobatan yang sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak
adanya respon dalam waktu 48 jam atau memburuknya gejala, pasien
dievaluasi kembali.14

Pada pasien dengan rhinitis alergi, pengobatan agresif gejala hidung


dan tanda-tanda edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran
keluar sinus, dapat mengurangkan sinusitis sekunder. Jika kelenjar gondok
secara kronis terinfeksi, pengangkatan mereka dapat menghilangkan nidus
infeksi dan dapat mengurangi infeksi sinus.14
BAB III
KESIMPULAN

Rhinosinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi
atau infeksi virus, bakteri maupun jamur. Terdapat 4 sinus disekitar hidung yaitu
sinus maksilaris, sinus ethmoidalis, sinus frontalis dan sinus
sphenoidalis.Penyebab utama sinusitis adalah infeksi virus, diikuti oleh
infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus
ethmoid dan maksilaris. Gejala umum rhinosinusitis yaitu hidung tersumbat
diserai dengan nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulent, yang
seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip).

Klasifikasi dari sinusitis berdasarkan klinis yaitu sinusitis akut, subakut dan
kronik, sedangkan klasifikasi menurut penyebabnya adalah sinusitis rhinogenik
dan dentogenik. Bahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan
intrakranial. Tatalaksana berupa terapi antibiotik diberikan pada awalnya dan jika
telah terjadi hipertrofi, mukosa polipoid dan atau terbentuknya polip atau
kista maka dibutuhkan tindakan operasi. Tatalaksana yang adekuat dan
pengetahuan dini mengenai sinusitis dapat memberikan prognosis yang baik.

Rhinosinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi
atau infeksi virus, bakteri maupun jamur. Selain itu juga rinosinusitis bisa terjadi
karena adanya sumbatan pada hidung yang disebut dengan rinogenik dan infeksi
pada gigi, rahang gigi dan akar gigi disebut dentogen. Untuk terapi harus
dihilangkan kausa penyakitnya terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E& Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga,


hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007
2. Fokkens W, Lund V, Mullol J, et al. European position paper on
rhinosinusitis and nasal polyps. Rhinology, 2012.
3. Busquets JM, Hwang PH. Nonpolypoid rhinosinusitis: Classification,
diagnosis and treatment. In Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, eds. Head
& Neck Surgery – Otolaryngology. 4th ed. Vol 1. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2006; 406-416.
4. Arivalagan, Privina. The Picture Of Chronic Rhinosinusitis in RSUP Haji
Adam Malik in Year 2011. E – Jurnal FK-USU Volume 1 No. 1 Tahun 2013
5. Soetjipto D&Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007
6. Ballenger JJ. The technical anatomy and physiology of the nose and
accessory sinuses. In Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head, & Neck.
Fourteenth edition Ed. Ballenger JJ. Lea & Febiger. Philadelphia, London,
1991: p.3-8
7. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar
penyakit tht. Edisi keenam. 1997. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
8. Lund VJ. Anatomy of the nose and paranasal sinuses. In : Gleeson (Ed).
Scott-Browns’s Otolaryngology. 6th ed. London : Butterworth, 1997: p.1/5/1-
30.
9. Yilmaz AS, Naclerio RM. Anatomy and Physiology of the Upper Airway.
Available at: http://pats.atsjournals.org/content/8/1/31.full.pdf+html.
Accessed on: 22/06/2012
10. Mark A. Zacharek, Preeti N. Malani, Michael S. Benninger. An approach to
the diagnosis and management of acute bacterial rhinosinusitis. 2005.
11. Katzung, B.G., 2008. Farmakologi Dasar dan Klinik. 6th ed. Jakarta:
Appleton and Lange.
12. Gunawan, S. G dkk. Farmakologi Dan Terapi, Edisi 5. Departemen
Farmakologi Dan Terapeutik FKUI. 2007
13. Brook I, Benson BE, Riauba L, Cunha BA. Acute sinusitis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview.

Anda mungkin juga menyukai