Anda di halaman 1dari 26

i

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi indicator utama dalam

menentukan derajat kesehatan anak (WHO,2010) karena merupakan

cerminan dari status kesehatan anak saat ini. Berdasarkan human

development report 2010, AKB di Indonesia mencapai 31 per 1.000

kelahiran. Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tergolong

tinggi, jika dibandingkan dengan Negara ASEAN. Tingginya angka

kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh berbagai factor, diantaranya

adalah factor penyakit infeksi dan kekurangan gizi. Beberapa penyakit saat

ini masih menjadi penyebab kematian terbesar, diantaranya penyakit diare,

tetanus, gangguan perinatal dan radang saluran nafas bagian bawah

(Hapsari, 2004 dalam Hidayat 2008).

Penelitian terbaru dari UNICEF menyebutkan bahwa bayi yang

diberi susu formula memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada

bulan pertama kelahiranya. Peluang tersebut dua puluh lima kali lebih

tinggi dibandingkan bayi yang disusui oleh ibunya secara eksklusif

(UNICEF, 2006).

Perkembangan dan pertumbuhan bayi sangat dipengaruhi oleh ibu.

Sejak masa kehamilan janin menerima nutrisi dari ibu melalui plasenta.

Pada masa bayi di dalam tubuh ibu secara alami telah disediakan makanan

i
ii

yang dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan selanjutnya

berupa ASI. Tumbuh kembang dapat berjalan dengan pemberian ASI

eksklusif seperti keterampilan motorik kasar, motorik halus, kemampuan

berbicara, dan bahasa (Assunan, 2007).

Air susu ibu (ASI) nutrisi terbaik pada awal usia kehidupan bayi.

ASI ibarat emas yang diberikan gratis oleh Tuhan karena ASI adalah

cairan hidup yang dapat menyesuaikan kandungan zatnya yang dapat

memenuhi kebutuhan gizi bayi. Pemberian asi pada bayi merupakan cara

terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini yang

akan menjadi penerus bangsa. Air susu ibu merupakan makanan paling

sempurna bagi bayi. Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi yang

bernilai tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuuhan dan perkembangan

syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit

serta mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya.

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdes) 2010 di

Indonesia pemberian ASI baru mencapai 15,3% dan pemberian susu

formula meningak tiga kali lipat dari 10,3% menjadi 32,5%, sementara itu

target pemerintah untuk pemberian ASI adalah 80%, angka ini

memprihatinkan karena kesadaran masyarakat dalam mendorong

peningkatan pemberian ASI masih relative rendah, termasuk kurangnya

pengetahuan ibu hamil, keluarga, akan pentingnya ASI.

Sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan

menyusui lebih dini, karena tidak mengetahui cara-cara yang sangat

ii
iii

sederhana, seperti cara menaruh bayi pada payudara ketika menyusui,

isapan yang mengakibatkan putting terasa nyeri dan masih banyak lagi

masalah yang lain. Dalam proses laktasi seringkali terjadi kegagalan baik

dari bayi ataupun dari ibu. Salah satu factor dari ibu yaitu cara menyusui

yang tidak benar dapat menyebabkan putting susu nyeri atau lecet dan

payudara bengkak. Hal ini dapat menimbulkan gangguan dalam proses

menyusui, sehingga pemberian ASI menjadi tidak adekuat. Sehingga

menyebabkan kekurangan nutrisi pada bayi dan bayi rentan terhadap

penyakit yang pada ahirnya menyebabkan kematian bayi baru lahir

(BBLR).kesalahan terletak pada posisi menyusui dan langkah-langkah

menyusui.

Masalah tersering dalam menyusui adalah putting susu nyeri atau

lecet yang disebabkan oleh kesalah memposisikan bayi. Jika bayi melekat

dengan sempurna atau ibu mendekap bayi dengan sedemikian rupa

sehingga menyebabkan putting menjadi nyeri, jika putting terus menerus

tergesek oleh lidah dan langit-langit bayi. Selain menyebabkan lecet,

teknik menyusui yang salah juga dapat menyebabkan ASI tidak keluar

optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi

enggan menyusu.

Pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Sulawesi

Tenggara cenderung naik turun, peningkatan signifikan dilaporkan pada

tahun 2011 dengan cakupan 63.8%, atau naik sebesar 49.7% dari tahun

sebelumnya, namun angka tersebut terus menurun pada tiga tahun

iii
iv

berikutnya hingga mencapai 32.9% pada tahun 2014, dan di tahun 2015

kembali naik menjadi 54.15%. beberapa factor yang menyebabkan

rendahnya cakupan ASI eksklusif antara lain kurangnya pengetahuan dan

budaya masyarakat setempat yang cenderung menyapih terlalu dini dengan

beragam alasan (Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi

Tenggara tahun 2015).

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara

tahun 2015, kabupaten Konawe Selatan berada pada peringkat empat

sebesar 65.11% peringkat teratas di peroleh Kolaka Utara 85.79%

kemudian Kolaka Timur 66.70% dan Kota Kendari 65.69%.

Suhubungan dengan Paparan dari latar belakang di atas, maka

penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan

Pengetahuan Ibu dengan Proses Laktasi di Desa Adaka Jaya Kecamatan

Buke Kabupaten Konawe Selatan”.

F. Rumusan Masalah

Adapun Rumusan masalah pada penelitian ini adalah : “ bagaimana

Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Proses Laktasi di Desa Adaka Jaya

Kecamatan Buke Kabupaten Konawe Selatan?”

G. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Proses

Laktasi di Desa Adaka Jaya Kecamatan Buke Kabupaten Konawe

Selatan.

iv
v

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengetahuan ibu menyusui tentang proses laktasi

di Desa Adaka Jaya Kecamatan Buke Kabupaten Konawe Selatan.

b. Mengidentifikasi gambaran proses laktasi (cara menyusui) di Desa

Adaka Jaya, Kecamatan Buke Kabupaten Konawe Selatan.

c. Menganalisa Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Proses

Laktasi di Desa Adaka Jaya Kecamatan Buke Kabupaten Konawe

Selatan.

H. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktisis

a. Sebagai masukan bagi para ibu agar dapat memberikan ASI secara

baik dan benar.

b. Sebagai masukan bagi puskesmas dan tenaga ahli untuk memberi

penyuluhan tentang pemberian ASI

c. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai sumbangan

pemikiran dan pertimbingan untuk memberikan ASI kepada bayi.

2. Manfaat Teoritis

a. Menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat

khususnya dalam bidang ASI.

b. Menambah pengetahuan ibu tentang ASI dan manfaat pemberian

ASI

v
vi

3. Manfaat Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam merancang dan

melaksanakan penelitian ilmiah.

4. Manfaat Bagi Peneliti Lain

Dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian lebih lanjut di masa

yang akan datang.

vi
vii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan

suatu hal (Depdiknas, 2001). Pengetahuan juga dapat diartikan sebagai hasil

dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek

tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata

dan telinga (Soekidjo Notoatmodjo, 1997:127).

Pengetahuan seseorang dikumpulkan dan diterapkan secara bertahap

mulai dari tahap paling sederhana hingga tahap yang lebih lengkap, tahap

tesebut adalah:

1. Awareness (kesadaran)

Yaitu orang yang mengetahui pengetahuan yang baru

2. Interest

Yaitu orang yang mulai tertarik terhadap pengetahuan tersebut

3. Evaluation

Yaitu orang yang mulai menimbang-nimbang pengetahuan yang

diperolehnya

4. Trial

Yaitu orang sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan

pengetahuan yang diperolehnya

5. Adoption

Yaitu orang yang sudah berperilaku sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus tersebut (Soekijo

vii
viii

Notoatmojo, 1997)

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan,

yaitu:

1. Tahu (know)

Sebagai pengingat materi yang sudah di pelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau

rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu “tahu” adalah tingkat

pengetahuann yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui, dan menginterpretasi materi tersebut secara benar.

Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan kemampuan, yang masuk dalam kategori ini seperti

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.

3. Aplikasi (application)

Sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau pada kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain

untuk memecahkan suatu masalah.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

viii
ix

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu

struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitan satu sama lain.

Termasuk dalam kemampuan ini adalah kemampuan membuat bagan,

membedakan, mengelompokan, memisahkan dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk dapat

menyusun, merencanakan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap

suatu teori atau rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

berdasar suatu criteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan

criteria-kriteria yang ada (Soekijo Notoatmojo, 1997:129-130).

B. Tinjauan Tentang Air Susu Ibu (ASI)

1. Pengertian ASI

ASI menurut Departemen Kesehatan RI (2002:1), yang dimaksud dengan

ASI adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi. ASI merupakan suatu

proses alamiah, namun ibu sering tidak berhasil atau berhenti menyusui bayi

lebih dini dari semestinya. Banyak alasan yang dikemukakan oleh ibu-ibu

Antara lain, ibu merasa bahwa ASI-nya tidak cukup, atau ASI tidak keluar pada

hari-hari pertama kelahiran bayi. Sesungguhnya hal itu tidak disebabkan karena

ix
x

ibu tidak memproduksi ASI yang cukup, melainkan karna ibu tidak percaya diri

bahwa ASI-nya cukup untuk bayinya. Disamping informasi tentang cara-cara

menyusui yang benar dan baik belum menjangkau sebagian besar ibu.

2. Volume ASI

Dalam kondisi normal, kira-kira 100 ml ASI pada hari kedua setelah

melahirkan, dan jumlahnya akan meningkat sampai kira-kira 500 ml dalam

minggu kedua. Secara normal, produksi ASI yang efektif dan terus-menerus akan

dicapai pada kira-kira 10-14 hari setelah melahirkan (Deddy Muchtadi, 1996:30).

Ukuran payudara tidak ada hubuganya dengan volume air susu yang dapat

diproduksi, meskipun umumnya payudara yang berukuran sangat kecil, terutama

yang ukurannya tidak berubah selama masa kehamilan, hanya memproduksi

sejumlah kecil ASI. Emosi, seperti tekanan atau kegelisahan, merupakan factor

penting yang mempengaruhi jumlah produksi ASI selama minggu-minggu

pertama menyusui.

3. Komposisi ASI

ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, lactose dan garam-

garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu. Sebagai

makanan utama bayi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi ASI adalah:

1. Stadium laktasi

2. Ras

3. Keadaan nutrisi

4. Diet ibu

x
xi

Air susu ibu (ASI) menurut stadium laktasi dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Kolostrum

Merupakan cairan pertama yang keluar dari payudara, dan keluar

pada hari ke-1 sampai hari keempat sampai ketujuh berupa cairan

kntal berwarna kekuning-kuningan. Kolostrum merupakan pencahar

yang ideal untuk membersihkan zat-zat yang tidak terpakai dari usus

bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan

makanan bayi bagi makanan yang akan datang.

Karakteristik kolostrum:

(1) Cairan ASi lebih kental dan berwarna kuning

(2) Lebih banyak mengandung protein

(3) Lebih banyak mengandung antibody

(4) Kadar lemak dan karbohidrat lebih rendah

(5) Total energi hanya 58 kalori/100ml kolostrum

(6) Volume kolostrum hanya berkisar 150-300ml/24 jam

2. ASI Transmisi/peralihan

Merupakan ASI yang diproduksi pada hari ke3mpat atau hari

ketujuh sampai hari kesepuluh atau hari keempat belas. Kadar

protein berkurang, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak

meningkat.

Karakteristik ASI masa peralihan:

(1) Kadar protein semakin rendah, sedangkan kadar karbohidrat dan

lemak semakin tinggi dibandingkan kolostrum.

xi
xii

(2) Volumenya semakin tinggi dibandingkan kolostrum.

3. ASI Mature

Merupakan ASI yang diproduksi sejak hari keempat belas dan

seterusnya. Komposisi relative konstan.

Karakteristik ASI mature:

(1) Cairan berwarna putih kekuning-kuningan

(2) pH 6,6-6,9

(3) Terdapat anti microbial factor

(4) Kadar air dalam ASI 88 gram/100ml

(5) Volume ASI antara 300-850 ml/24jam.

Nutrisi ASI mengandung beberapa unsur, diantaranya:

1. Hidrat Arang (Laktosa)

Produksi dari laktosa adalah galaktosa dan glukosamin.

Galaktosamin merupakan nutrisi vital untuk pertumbuhan

jaringan otak dan juga merupakan kebutuhan nutrisi

medulaspinalis yaitu untuk pembentukan myelin (selaput

pembungkus sel syaraf). Kadar laktosa yang tinggi akan

mengakibatkan terjadinya pertumbuhan lactobacillus sebagai

penghuni usus dan dapat mencegah terjadinya infeksi.

Laktosa sangat diperlukan untuk pertumbuhan yang merupakan

sumber kalori bagi serabut syaraf otak. Laktosa juga

meningkatkan penyerapan kalsium, fosfor, dan magnesium yang

penting untuk pertumbuhan tulang. Laktosa oleh fermentasi

xii
xiii

diubah menjadi asam laktat. Asam laktat ini akan membuat

suasana usus menjadi asam, kondisi ini menguntungkan karena

akan menghambat pertumbuhan bakteri yang berbahaya dan

menjadi tempat yang subur bagi bakteri usus yang baik.

2. Protein

Susu sapi mengandung lebih banyak protein dari pada ASI.

Sebagian besar berbentuk kasein yaitu sebesar 80% dan sisanya

berupa protein yang larut. Kandungan kasein yang tinggi dan

sifatnya mudah menggumpal di dalam lambung yang relative

keras bila bayi diberi susu sapi, sehingga sulit dicerna oleh enzim

proteinase. ASI walaupun lebih sedikit mengandung total

protein, namun protein wheynya lebih banyak, sehingga akan

membentuk gumpalan yang lunak dan mudah dicerna serta

diserap oleh usus bayi.

3. Mineral

Kandungan mineral susu sapi lebih banyak empat kali

dibandingkan dengan ASI. Kandungan mineral yang tinggi pada

susu sapi akan menyebabkan terjadinya beban osmobar, yaitu

tingginya kadar mineral dalam tubuh. Akibatnya bayi menjadi

sering kencing.

4. Lemak

ASI maupun susu sapi mengandung lemak yang cukup tinggi,

yaitu sekitar 3,5%, namun keduanya memliki susunan asam

xiii
xiv

lemak yang berbeda. ASI lebih banyak mengandung asam lemak

tak jenuh, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung asam

lemak rantai pendek dan asam lemak jenuh.

5. Vitamin

Vitamin merupakan zat gizi yang esensial. Kekurangan vitamin

tertentu dapat mengakibatkan terganggunya kesehatan dan dapat

menimbulkan penyakit tertentu. Pemberian vitamin yang

berlebihan dalam jangka waktu panjang akan mengakibatkan

keracunan dan gangguan kesehatan. Kadar vitamin dalam ASI

dan susu sapi agak berbeda. Kebutuhan vitamin untuk bayi dapat

dipenuhi oleh ASI selama 4-6 bulan pertama, jika asupan

makanan ibu cukup seimbang.

Vitamin yang ada di dalam ASI seperti vitamin A, tiamin,

vitamin C, bervariasi menurut makanan yang dikonsumsi ibu.

Hanya ada sedikit vitamin D dalam lemak susu, tetapi polio

jarang terjadi pada anak yang diberi ASI, bila kulitnya sering

kena matahari.

Usus bayi belum mampu membuat vitamin K, pada minggu

pertama, sedangkan bayi setelah persalinan mengalami

perdarahan perifer yang perlu dibantu dengan pemberian vitamin

K untuk proses pembekuan darah. Pemberian vitamin K dapat

dilakukan pada hari pertama, ketiga, dan ketujuh. Golongan

vitamin B kecuali riblovavin dan patogenik sangat kurang.

xiv
xv

Tetapi tidak perlu ditambah karna kebutuhan bayi akan dicukupi

oleh makanan yang dikonsumsi ibu.

4. Factor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI

1. Pengetahuan

Kolostrum terdapat pada ASI dengan jumlah yang tidak banyak

tetapi banyak mengandung zat-zat yang bergizi dan sangat baik

untuk dikonsumsi bayi. Tetapi karena faktor kekurangtahuan atau

kepercayaan yang salah, banyak ibu yang baru melahirkan tidak

memberikan kolostrum pada bayinya. Mereka berpendapat dan

percaya bahwa kolostrum akan berpengaruh buruk terhadap

kesehatan anak (FG Winarno, 1992:54).

Seorang ibu yang hanya tamat SD belum tentu tidak mampu

menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan

dengan orang yang lebih tinggi pendidikannya. Sekalipun

berpendidikan rendah kalau seorang ibu rajin mendengarkan TV,

radio serta dalam penyuluhan ikut serta tidak mustahil pengetahuan

gizinya akan lebih baik. Hanya saja perlu dipertimbangkan bahwa

faktor tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya

menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang ibu peroleh.

Sebagian besar kejadian gizi buruk dapat dihindari apabila ibu cukup

mempunyai pengetahuan tentang cara memelihara gizi dan

mengatur makanan anak. Memburuknya gizi anak dapat terjadi

akibat ketidaktahuan ibu mengenai tata cara pemberian ASI

xv
xvi

kepada anaknya. Keadaan ini akan membawa pengruh buruk

terhadap tingkat gizi bayi (Sjahmien Moehji, 1992:12).

2. Sikap Ibu Tentang Pemberian ASI

Seorang ibu yang tidak pernah mendapat nasehat atau pengalaman,

penyuluhan tentang ASI dan seluk beluknya dari orang lain,

maupun dari buku- buku bacaan dapat mempengaruhi sikapnya

pada saat ibu tersebut harus menyusui. Sikap seseorang

dipengaruhi oleh pengetahuan yang dipunyainya dan ia akan

memberikan sikap negatif terhadap ASI, jika pengetahuan tentang

hal itu kurang (Sri Haryati, 2006:19).

Ibu yang berhasil menyusui anak sebelumnya dengan pengetahuan

dan pengalaman cara pemberian ASI secara baik dan benar akan

menunjang laktasi berikutnya. Sebaliknya, kegagalan menyusui pada

masa lalu akan mempengaruhi sikap seorang ibu terhadap penyusuan

sekarang. Dalam hal ini perlu ditumbuhkan motivasi dalam diri ibu

dalam menyusui anaknya. Pengalaman masa kanak-kanak,

pengetahuan tentang ASI, nasehat, penyuluhan, bacaan, pandangan

dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat akan membentuk sikap ibu

yang positif terhadap menyusui (Depkes RI, 1994:13).

3. Pendidikan Ibu

Secara umum mudah diduga bahwa tingkat pendidikan ibu

mempengaruhi keadaan gizi anak. Ibu dengan tingkat pendidikan

lebih tinggi umumnya yang mempunyai pengetahuan tentang gizi

xvi
xvii

yang lebih baik dan mempunyai perhatian lebih besar terhadap

kebutuhan gizi anak. Demikian juga halnya dalam pemahaman

akan manfaat ASI untuk anak, secara umum dinyatakan bahwa ibu

yang mempunyai tingkat pendidikan lebih, mempunyai tingkat

pemahaman yang tinggi pula (Ratna Susanti, 2000:15). Amat sering

keinginan dan kebutuhan ibu tidak dikenali dan tidak didukung

kesehatan fisik dan emosional ibu. Pendidikan ibu mempengaruhi

praktik-praktik menyusui mereka dan aspek-aspek lain dalam

merawat anak-anaknya (Depkes RI, 2002:4).

4. Sosial Budaya

Pemberian ASI tidak lepas dari tatanan budaya. Ada pandangan

sebagian masyarakat bahwa menyusui dapat merusak payudara

seingga mengganggu kecantikan ibu tersebut dan sebagian lain

beranggapan bahwa menyusui merupakan perilaku kuno. Bila

ingin disebut modern, ibu menggunakan susu formula (Ipuk

Dwiana Murwanti, 2005:20-21).

Perubahan sosial budaya yang sering terjadi di masyarakat akan

membawa pengaruh terhadap perubahan tata nilai masyarakat.

Kebiasaan-kebiasaan yang sudah ada di masyarakat dapat

bergeser ke arah positif maupun negatif. Kebiasaan-kebiasaan

positif mungkin dapat memperbaiki tradisi dalam pemberian ASI

diantaranya:

a. Kebiasaan minum jamu merupakan keyakinan ingin sehat

xvii
xviii

b. Kepercayaan minum “wejah” sejenis minuman atau jamu dari

daun-daunan tertentu seperti di Jawa dari daun dadap, dengan

keyakinan bahwa ASI akan lebih banyak keluar

c. Kepercayaan bahwa ibu kembali dari bepergian harus

segera mencuci payudara dan ASI tidak boleh dibuang

sembarangan karena dalam ASI terkandung “unsur manusia”

d. Kebiasaan untuk memisahkan bayi dan ibunya, mendekatkan

hubungan batin antara ibu dan bayi ( Depkes RI, 2005:43-44).

5. Pekerjaan Ibu

Pekerjaan sehari-hari kadang-kadang sangat menyibukkan ibu dan

anak menjadi rewel (Depkes RI, 2005:44). Waktu kerja yang

dimaksud adalah 7 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari

kerja dalam seminggu, 8 jam sehari atau 40 jam seminggu untuk 5

hari kerja dalam seminggu.

Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI

secara eksklusif, ASI eksklusif harus dijalani selama enam bulan

tanpa intervensi makanan dan minuman lain meskipun cuti hamil

hanya tiga bulan. Seorang ibu bekerja dapat tetap memberikan ASI

secara eksklusif dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui,

perlengkapan memerah ASI dan dukungan lingkungan kerja (Utami

Roesli, 2000:38). Ibu bekerja harus mendapat dukungan untuk

melakukan menyusui eksklusif dalam enam bulan pertama dan

melanjutkan menyusui setelah pemberian makanan pendamping

xviii
xix

ASI (Depkes RI, 2002:16). Berbagai kendala yang dihadapi dalam

peningkatan pemberian ASI eksklusif salah satunya adalah ibu

kembali bekerja setelah cuti bersalin yang menyebabkan penggunaan

susu botol atau susu formula secara dini sehingga menggeser atau

menggantikan ASI. Hal ini diperberat lagi dengan adanya

kecenderungan meningkatnya peran ganda wanita dari tahun ke tahun

(Depkes RI, 2002:6).

6. Kemampuan Ibu untuk Menyusui

Kemampuan ibu untuk menyusui berbeda antara ibu yang satu dengan

yang lain, hal ini disebabkan (A. August Burns, 2000:167):

a. Produksi ASI

Ibu-ibu merasa bahwa ASI-nya tidak cukup untuk bayinya

tetapi hal ini tidak benar. Jumlah ASI dalam payudara

tergantung pada berapa banyak bayi menghisap payudara. Makin

banyak bayi menghisap makin banyak pula produksi ASI.

b. Masalah Putting Susu

Keadaan puting susu yang datar atau masuk ke dalam, tetapi tetap

bisa memberikan ASI tanpa masalah, hal ini dikarenakan bayi

menghisap payudara bukan hanya puting susu.

C. Tinjauan Umum Tentang Teknik Menyusui

1. Pengertian Menyusui

xix
xx

Menyusui adalah proses pemberiana susu kepada bayi atau balita dengan

ASI langsung dari payudara ibu. Bayi menggunakan reflex menghisap

untuk mendapatkan dan menelan susu.

Menyusui merupakan kodrat perempuan, tak bisa dihindari dan menyusui

juga tidak merepotkan ibu, disamping praktis, higienis, murah dan bisa

dilakukan di mana saja dan kapan saja. Seorang ibu tidak perlu disibukan

membersihkan botol atau kebingungan ketika kehabisan harus membeli ke

toko karena air susu ibu tidak pernah ada habisnya. Seharusnya dengan

menyusui perempuan mempunyai kebanggaan dan menumbuhkan rasa

percaya diri yang tinggi karena dia mampu menyusui. Sang pencipta sudah

menganugerahkan perangkat dan kemampuan menysui, oleh karenanya

perempuan patutlah menghargai itu semua dengan tidak disia-siakan.

Agar hasil maksimal, jangan sepelekan cara menyusui yang benar. Berikut

hal-hal yang perlu diperhatikan selama menyusui:

1. Saat menyusui, perhatikan dengan benar tehniknya, ambil posisi

menyusui yang nyaman dan serileks mungkin agar tidak melelahkan.

Caranya duduklah tegak dengan punggung tersangga dengan baik.

Dekap bayi di pangkuan dengan posisi kepala bayi diantara lengan dan

pinggan ibu, perhatikan posisi dagu bayi yang mesti menyentuh

payudara ibu, hal ini akan memudahkan bayi untuk memasukan areola

kedalam mulutnya.

xx
xxi

2. Jemari tangan ibu jangan dalam posisi menggunting karena hanya akan

mengunci saluran susu dalam payudara, sehingga ASI malah tidak

keluar.

3. Idealnya susui masing-masing payudara selama lima sampai sepuluh

menit bergantian, begitu seterusnya.

4. Bayipun umumnya enggan menyusui bila ASI-nya terlalu deras karena

akan membuat gelagapan.

5. Selagi menyusui dengan payudara sebelah kiri, payudara kanan

dibiarkan bebas, jangan menutupi dengan bra karena akan mematikan

feedback.

6. Susui bayi kapanpun ia membutuhkanya.

2. Cara Menyusui dengan Benar

1. Susui bayi segera atau selambat-lambatnya tiga puluh menit setelah

bayi lahir

2. Biasakan mencuci tangan dengan sabun setiap sebelum menyusui

3. Perah sedikit kolostrum atau ASI dan oleskan pada daerah putting dan

sekitarnya

4. Ibu duduk atau berbaring miring dengan santai

5. Bayi di letakan menghadap ibu dengan posisi perut bayi menempel

pada perut ibu, dagu bayi menempel pada payudara, telinga dan lengan

bayi berapa dalam satu garis lurus, mulut bayi terbuka lebar menutupi

daerah gelap sekitar putting susu

xxi
xxii

6. Cara agar mulut bayi terbuka adalah dengan menyentuh puting susu

pada bibir atau tepi bibir bayi

7. Setelah mulut bayi terbuka lebar, segera masukan puting susu dan

sebagian besar lingkaran daerah gelap sekitar puting susu kedalam

mulut bayi

8. Berikan ASI dari satu payudara sampai kosong sebelum pindah ke

payudara sebelahnya.

3. Cara Pengamatan Teknik Menyusui

Menyusui dengan tehnik yang tidak benar dapat mengakibatkan putting

susu menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi

produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu. Apa bila ibu telah

menyusui dengan benar maka akan memperlihatkan tanda-tanda sebagai

berikut:

1. Bayi Nampak tenang

2. Badan bayi menempel pada perut ibu

3. Mulut bayi akan terbuka lebar

4. Dagu bayi menempel pada payudara ibu

5. Sebagian areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bawah lebih

banyak yang masuk

6. Bayi Nampak menghisap kuat dengan irama perlahan

7. Putting susu tidak terasa nyeri

8. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus

9. Kepala bayi agak menengadah.

xxii
xxiii

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Pepengetahuan ibu tentang teknik


menyusui: Proses
- Tahu
- Memahami menyusui
- aplikasi

B. Defenisi Operasional dan Kriteria Obyektif

Pengetahuan ibu tentang teknik menyusui yang benar adalah pengetahuan

tentang cara-cara menyusui dengan benar yang mencakup aspek tahu,

memahami dan aplikasi

a. Tahu dalam penelitian ini adalah ibu menyusui dapat menyebutkan cara

menyusui dengan benar.

Kriteria Obyektif

1. Baik : bila responden menjawab kuesioner dengan benar dan

memperoleh skor ≥80% dari total skor pada kuesioner

yang dibagikan ( benar, diberi skor 20 dan salah, diberi

skor 0).

2. Cukup : bila responden menjawab kuesioner dengan benar dan

memperoleh skor 40% - 60% dari total skor pada

xxiii
xxiv

kuesioner yang dibagikan (benar, diberi skor 20 dan salah,

diberi skor 0)

3. Kurang : bila responden menjawab kuesioner dengan benar dan

memperoleh skor 0 – 20% dari total skor pada kuesioner

yang dibagikan (benar, diberi skor 20 dan salah diberi skor

0)

b. Memahami dalam penelitian ini adalah ibu menyusui dapat menjelaskan

cara menyusui dengan benar.

Kriteria Obyektif

1. Baik : bila responden menjawab kuesioner dengan benar dan

memperoleh skor ≥80% dari total skor pada kuesioner

yang dibagikan ( benar, diberi skor 20 dan salah, diberi

skor 0).

2. Cukup : bila responden menjawab kuesioner dengan benar dan

memperoleh skor 40% - 60% dari total skor pada

kuesioner yang dibagikan (benar, diberi skor 20 dan salah,

diberi skor 0)

3. Kurang : bila responden menjawab kuesioner dengan benar dan

memperoleh skor 0 – 20% dari total skor pada kuesioner

yang dibagikan (benar, diberi skor 20 dan salah diberi skor

0)

c. Aplikasi dalam penelitian ini adalah ibu menyusui dapat menggunakan

materi cara menyusui dengan benar dalam menjawab pernyataan.

xxiv
xxv

1. Baik : bila responden menjawab kuesioner dengan benar dan

memperoleh skor ≥80% dari total skor pada kuesioner

yang dibagikan ( benar, diberi skor 20 dan salah, diberi

skor 0).

2. Cukup : bila responden menjawab kuesioner dengan benar dan

memperoleh skor 40% - 60% dari total skor pada

kuesioner yang dibagikan (benar, diberi skor 20 dan salah,

diberi skor 0)

3. Kurang : bila responden menjawab kuesioner dengan benar dan

memperoleh skor 0 – 20% dari total skor pada kuesioner

yang dibagikan (benar, diberi skor 20 dan salah diberi skor

0)

d. Proses menyusui dalam hal ini adalah kegiatan menyusui yang dilakukan

ibu

C. Hipotesis

a. Ada hubungan Antara pengetahuan ibu dengan proses laktasi.

b. Tidak ada hubungan Antara pengetahuan ibu dengan proses laktasi.

xxv
xxvi

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa Adaka Jaya kecamatan Buke kabupaten

Konawe Selatan pada tanggal ….. Maret 2017 sampai dengan tanggal ….

April 2017.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

xxvi

Anda mungkin juga menyukai