Anda di halaman 1dari 2

Arung Jeram Indonesia Selayang Pandang

Setiap orang yang sehat dapat mencoba olah raga arung jeram. Arung Jeram dapat dikategorikan sebagai olah
raga petualangan, karena tidak saja mengandung unsur olahraga (sport), tetapi juga petualangan (adventure)
dengan berbagai resikonya.

Apa yang mengilhami orang untuk bermain Arung Jeram? Para penggemarnya mengatakan karena olah raga
ini membawa suatu pengalaman baru, sebagai obat dari kejenuhan kesibukan keseharian. Beberapa orang
berpendapat bahwa Arung Jeram juga merupakan uji keberanian diri menghadapi tantangan. Dan karena
Arung Jeram, untuk jenis-jenis tertentu merupakan olah raga beregu, maka dengan segenap unsurnya Arung
Jeram dianggap puncak dari olah raga beregu. Ketika menghadapi jeram-jeram kita biasanya akan berteriak,
ini juga melepaskan ketegangan-ketegangan dalam jiwa, dan merupakan obat yang ampuh bagi berbagai
stress.

Dengan mengarungi sungai, kita akan menikmati sudut yang lain dari keindahan pemandangan alam. Seperti
di Sungai Alas yang merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Leuser di Sumatera Barat, kita akan
menyaksikan keindahan alam, juga flora dan faunanya yang berbeda bila kita jelajahi dengan jalan biasa. Juga
di Citarik, yang merupakan aliran sungai dari Taman Nasional Gunung Halimun, kita juga akan menyaksikan
pemandangan alam, hewan-hewan air dan burung-burung, yang sulit kita nikmati di jalur lain.

Kegiatan Arung Jeram sebenarnya telah ada sejak dahulu. Masyarakat tradisional di Kalimantan dengan kondisi
alamnya yang menantang, dengan sungai-sungainya yang lebar dan sebagian berjeram, telah menjadikan
kegiatan Arung Jeram sebagai bagian hidup keseharian. Dan di peradaban (yang katanya telah lebih) moderen,
kegiatan Arung Jeram telah berubah menjadi kegiatan rekreasi dan olah raga petualangan.

Di negeri Paman Sam, kegiatan Arung Jeram sebagai olah raga dipelopori oleh Mayor John Wisley, seorang
ilmuwan yang memimpin sebuah ekspedisi di sepanjang Sungai Colorado, pada tahun 1860-an. Perahu yang
digunakanya terbuat dari kayu. Di akhir abad XIX, seorang ilmuwan bangsa Belanda memimpin ekspedisi
menyusuri sungai Kapuas dan Mahakam di Kalimantan yang juga berjeram, dengan menggunakan perahu
suku Dayak yang terbuat dari Kayu. Perjalanan ini menempuh waktu hampir satu tahun. Ketika Tahun 1994
rute perjalanan ini ditapaktilasi kembali, dengan perahu boat bermotor, diperlukan waktu 44 hari untuk
mengarungi jalur ini.

Arung Jeram di Indonesia


Sejarah petualangan sungai di Indonesia dimulai sekitar awal tahun 1970-an dengan istilah olah raga arus
deras (ORAD). Dipelopori oleh rekan-rekan pecinta alam dari Bandung dan Jakarta, olah raga ini kemudian
menjadi salah satu olah raga petualangan yang paling diminati para pecinta alam. Pada tahun 1975, salah satu
kelompok pencinta alam menggelar Citarum Rally .

Sekitar tahun 1975, kelompok pencinta alam mengembangkan juga olah raga ini dengan ekspedisi melintas
Sungai Mahakam dan Sungai Barito, bersama dengan Frank Morgan, seorang pengacara profesional. Kelompok
ini juga melaksanakan ekspedisi ke Sungai Alas.

Perahu dan peralatan yang dipakai mulai meningkat kwalitasnya, dimulai dari ban dalam, perahu LCR tentara,
sampai perahu karet khusus Sungai (River Raft), juga perahu Kayak. Hal ini mendorong Arung Jeram tumbuh
cukup pesat, dan menarik minat para pengarung jeram untuk mengarungi sungai-sungai di daerah yang jauh
dan penuh tantangan. Sungai Mahakam, Barito, Alas , Mamberamo dan Van Der Wall, kemudian juga diarungi.
Di Pulau Jawa banyak sungai yang biasa diarungi. Citarik, Cimandiri, Citatih, dan Cimanuk di Jawa Barat. Jawa
Tengah meiliki sungai Progo, Serayu dan Elo yang biasa diarungi. Jawa Timur memilki sungai Ireng-ireng di
lereng Gunung Semeru, yang cukup menantang. Arung Jeram terus berkembang dengan cukup pesat. Namun,
seiring dengan perkembangannya beberapa kecelakaan yang merenggut nyawa juga menjadi bagian dari
sejarah perkembangan arung jeram Indonesia.

Telah beberapa kali diadakan kejuaraan arung jeram oleh beberapa perkumpulan di Indonesia, tetapi belum
terdapat standard baku baik tentang penyelenggaraan, peralatan maupun penilaiannya. Pada tahun 1994
diadakan Kejuaraan Nasional Arung Jeram yang agak resmi di Sungai Ayung, Ubud-Bali. Di kejuaraan ini
diterapkan standard penyelenggaran internasional, baik perlengkapan, materi lomba maupun perlengkapan
dan penjuriannya. Kegiatan inilah yang kemudian dianggap pemicu kebangkitan Arung Jeram di Indonesia.

Secara komersial wisata Arung Jeram diperkenalkan oleh SOBEK EXPEDITION yang kemudian membuka wisata
Arung Jeram di Sungai Ayung Bali, sungai Alas di Aceh , sungai Saadan - Toraja, Sulawesi Selatan dan Citarik
Jawa Barat. Saat ini sudah banyak operator wisata Arung Jeram, baik di Jawa, Bali, Sumatera Barat, Aceh dan
Sulawesi Utara. Dengan berkembangnya wisata Arung Jeram ini, maka saat ini Arung Jeram telah menjadi olah
raga petualangan sekaligus wisata dan rekreasi keluarga, siap menantang siapa saja yang ingin menikmati
pengalaman baru, dan bukan lagi hanya kegemaran dari para petualang sejati.

Dengan banyaknya potensi sungai di Indonesia yang dapat dikembangkan sebagai sarana wisata Arung Jeram,
sementara disisi lain terdapat keterbatasan sumberdaya manusia dibidang ini yang belum terjembatani. Hal ini
merupakan peluang dan tantangan tersendiri bagi para penggiat Arung Jeram di indonesia, untuk
meningkatkan kualitas diri di bidang Arung Jeram.

Dunia arung jeram di Indonesia sedang mengalami perkembangan yang pesat pada saat ini. Banyak sekali
bermunculan perkumpulan-perkumpulan arung jeram maupun dibentuknya divisi-divisi baru khusus arung
jeram pada perkumpulan pencinta alam yang sudah ada. Demikian juga dengan tumbuhnya industri wisata
Arung Jeram, yang memacu kegairahan berbagai kelompok masyarakat untuk ikut menikmati Arung Jeram.
Tumbuhnya industri wisata arung jeram ini sayangnya tidak diimbangi dengan Standar Pelayanan dan
Keselamatan Wisata Arung Jeram, karenanya seiring makin banyaknya peminat wisata, timbulnya korban juga
bertambah. Kecelakaan arung jeram yang menimpa Kepala Divisi Komunikasi BPPN Raymond van Beekum
lantaran tersipu air bah di sungai Cisedane, Bogor, sempat mengguncang bisnis wisata arung jeram di Jawa
Barat selama lebih dari 1 (satu) tahun, karena luasnya liputan media massa. Dibentuknya Asosiasi Pengusaha
Arung Jeram (IWA Indonesia White Water Association) diharapkan menjadi mitra bagi FAJI, untuk ikut
membangun dunia arung jeram Indonesia yang aman dan berprestasi international.

Utamakan Selamat
Diantara olah raga petualangan seperti Mendaki Gunung (Mountaneering), Panjat Tebing (Rock Climbing), dan
juga Penyelusuran Gua (Caving), Arung Jeram secara rata-rata dianggap lebih menantang, beresiko dan
berbahaya. Hal ini karena Arung Jeram harus menghadapi rintangan alam yang nyata, dan kadang tidak dapat
diduga dan datangnya tiba-tiba. Tetapi seorang penulis petualangan kenamaan, William Mc. Ginnes,
menyatakan bahwa sebenarnya Arung Jeram tak lebih beresiko dibanding mengemudi di jalan raya. Walu
begitu, pengarungan sungai haruslah disesuaikan dengan kemampuan, ketrampilan dan keadaan alam.
Karenanya dalam ber-Arung Jeram keselamatan haruslah tetap menjadi pertimbangan utama.

Sungai berjeram dibagi dalam berbagai tingkat kesulitan (kelas), dari Kelas I (termudah) sampai Kelas VI (tak
boleh diarungi). Seperti juga olah raga petualangan lainya Arung Jeram juga memiliki 2 macam bahaya utama
; bahaya dari diri sendiri, termasuk persiapan dan perlengkapan (Subjective Danger) dan bahaya dari alam
(Objective Danger). Untuk Arung Jeram, bahaya dari alam terutama adalah sifat dari sungai itu sendiri.
Demikian juga perlengkapan, kalau tidak tepat dan kurang lengkap akan menimbulkan bahaya yang nyata
(Kecelakaan). Adapun untuk menghindari bahaya dari diri sendiri, seseorang harus berlatih, berlatih dan
belajar, baik ketrampilan maupun ilmu-ilmu pendukungnya.

Federasi Arung Jeram Indonesia


Dengan terus berkembanganya Arung Jeram di Indonesia, para penggiatnya merasa bahwa perlu suatu wadah
yang dapat membina kegiatan Arung Jeram dengan lebih terorganisir, memiliki wawasan dan tujuan yang
jelas. Pada bulan Maret 1996, oleh 38 Organisasi Pecinta Alam, Klub Arung Jeram Amatir, Profesional dan
Komersial, telah dibentuk Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI), yang kemudian terpilih menjadi Ketua
adalah Amalia Yunita, seorang penjelajah dan petualang handal anggota Aranyacala Universitas Trisakti, yang
kini aktif diperusahaan Wisata Arung Jeram PT. Lintas Jeram Nusantara.

Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) antara lain bertujuan mengembangkan Arung Jeram sebagai olah raga
petualangan menjadi olah raga prestasi dan lebih aman, serta meningkatkan sumber daya manusia dibidang
Arung Jeram. Dalam program -programnya, FAJI akan membuat pelatihan-pelatihan berjenjang, kejuaraan-
kejuaraan dan invitasi, menetapkan norma keselamatan (safety codes), standarisasi peralatan dan teknik,
serta upaya-upaya lainnya untuk memasyarakatkan olah raga Arung Jeram. Selain berwawasan olah raga dan
petualangan, FAJI juga berwawasan dan memiliki program-program lingkungan, terutama berfokus pada
masalah sungai.

Setelah dipimpin oleh Komandan Korps Marinir Mayjen TNI (Mar) Harry Triono tahun 2001-2002, saat ini FAJI
diketuai oleh Komandan Korps Marinir Mayjen TNI (Mar) Safzen Nurdin. Pada tahun 2001 PB FAJI telah
menjadi bagian dari organisasi rafting internasional (IRF) serta terus melaksanakan upaya konsolidasi dan
membentuk Pengda-pengda. Dan pada bulan Oktober 2001, PB FAJI untuk pertama kalinya mengirim tim
untuk berlaga di Kejuaraan Internasional yang diselenggarakan IRF. Dan di bulan November 2001, FAJI
kembali bekerjasama dengan Korps Marinir dan TSA Komunika menyelenggarakan Kejurnas Arung Jeram II di
Sungai Citarum Jawa Barat. Kejurnas II ini diikuti oleh 81 club dari berbagai daerah di Indonesia.

Beberapa daerah juga menyelenggarakan kompetisi baik tingkat local, nasional maupun Internasional; Asahan
White Water Festival 2000, Asahan Race 2001 & 2003, Piala Gubernur Sumut 2001-2, Kejuaraan Arung Jeram
Terbuka Rongkong 2004, LACi I & 2 Jawa Barat 2004 dsb. Hal ini menandai semakin maraknya kompetisi
arung jeram di Indonesia.

Sejak banjir pertama kali melanda Jakarta, 29 Januari 2002, FAJI bergabung bersama Korps Marinir, ORARI,
Indonesia Offroad Federation, KSR UKI, kelompok pencinta alam se-Jakarta, ikut serta dalam upaya evaluasi
korban banjir . Pada saat pasca banjir PB FAJI memfasilitasi sekretariat POSKO SIAGA BANJIR ARUNG JERAM
PEDULI dengan misi utama siaga evakuasi korban banjir dan distribusi logistik di tempat yang sulit dijangkau
dengan menggunakan perahu karet atau kendaraan 4 X 4. Dalam penanganan bencana Tsunami di Aceh -
Nias, FAJI bergabung dengan Global Rescue Network (GRN) dalam melakukan tugas kemanusiaan Operasi
Pesisir Barat Aceh Nias.

Saat ini Pengurus Besar FAJI telah memiliki perwakilan di 10 propinsi dan di tahun 2005 ini diharapkan
bertambah menjadi 15 Pengda. Untuk publikasi FAJI telah menerbitkan Majalah Kegiatan Alam Terbuka
JELAJAH, yang menuliskan tidak saja kegiatan Arung Jeram juga kegiatan alam terbuka lainnya, dan
meluncurkan Web Site http://www.faji.org.

Oleh : Sekretariat PB FAJI Oktober 2005

Anda mungkin juga menyukai