Anda di halaman 1dari 19

Laboratorium / SMF Ilmu Kesehatan Anak Referat

Program Pendidikan Dokter Universitas Mulawarman

RSUD A.W.Sjahranie Samarinda

ANEMIA DEFISIENSI BESI


PADA SEORANG ANAK

Disusun Oleh:

Benny Hary Kharisma

1410029035

Pembimbing:

dr. Diane M. Supit, Sp.S

Dipresentasikan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK UNMUL
Samarinda
2015

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat
dengan judul “Anemia Defisiensi Besi pada Seorang Anak”. Dalam kesempatan
ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam
pelaksanaan hingga terselesaikannya laporan kasus ini, diantaranya:

1. Prof. Dr. H. Masjaya, M.Si selaku Rektor Universitas Mulawarman

2. Bapak dr. H. Emil Bachtiar Moerad, Sp.P, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman.

3. dr. Sukartini, Sp. A selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman selaku Ketua Lab/SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK Unmul serta.

4. dr. Diane M. Supit, Sp.A, selaku dosen Pembimbing Klinik Tutorial yang
dengan sabar memberikan arahan, motivasi, saran dan solusi yang sangat
berharga dalam penyusunan laporan kasus ini dan juga yang selalu bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan solusi selama
penulis menjalani co.assisten di lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak.

6. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar


Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan
kepada kami.

8. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK


UNMUL dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
para pembaca untuk perbaikan kepenulisan di masa mendatang. Terakhir, semoga

2
referat yang sederhana ini dapat membawa berkah dan memberikan manfaat bagi
seluruh pihak serta turut berperan demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Samarinda, 3 Juni 2015

Penulis

3
Referat

Anemia Defisiensi Besi


pada Seorang Anak

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Ilmu Kesehatan Anak
BENNY HARY KHARISMA
1410029035

Menyetujui,

dr. Diane M. Supit, Sp. A

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
JUNI 2015

4
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2
DAFTAR ISI ..................................................................................................... 5
1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 6
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 6
1.2 Tujuan ................................................................................................... 7
2. ANEMIA DEFISIENSI BESI ..................................................................... 8
2.1 Definisi .................................................................................................. 8
2.2 Epidemiologi ......................................................................................... 8
2.3 Etiologi .................................................................................................. 9
2.4 Patofisiologi .......................................................................................... 11
2.5 Manifestasi Klinis ................................................................................. 12
2.6 Diagnosis............................................................................................... 13
2.7 Diagnosis Banding ................................................................................ 15
2.8 Penatalaksanaan .................................................................................... 16
2.9 Prognosis ............................................................................................... 17
3. PENUTUP ..................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 19

5
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh
kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Selain dibutuhkan
untuk pembentukan hemoglobin yang berperan dalam penyimpanan dan
pengangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa enzim yang
berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses
katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi. Diperkirakan sekitar
30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan
anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan di negara
yang sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas,
masukan protein hewani yang rendah dan infestasi parasit yang merupakan
masalah endemik. Saat ini di Indonesia, anemia defisiensi besi masih merupakan
salah satu masalah gizi utama disamping kekurangan kalori-protein, vitamin A
dan yodium (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012).
Tingkat kemampuan sebagai dokter umum untuk penanganan anemia
defisiensi besi yaitu 4 yaitu mampu mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan
secara mandiri dan tuntas. Berdasarkan data-data diatas oleh karena itu pentingnya
untuk membahas tentang anemia defisiensi besi.

6
1.2 Tujuan
Referat ini bertujuan untuk mempelajari dan memahami tentang definisi,
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis
banding, penatalaksanaan dan komplikasi serta prognosis dari Anemia Defisiensi
Besi pada seorang Anak.

7
BAB 2
ANEMIA DEFISIENSI BESI

2.1 Definisi
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya
besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Selain dibutuhkan untuk
pembentukan hemoglobin yang berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan
oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam
metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme
yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi. Dengan demikian, kekurangan
besi mempunyai dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan
anak, menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan konsentrasi belajar dan
mengurangi aktivitas bekerja (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012).
Untuk mempertahankan keseimbangan Fe yang positif selama masa anak
diperlukan 0,8-1,5 mg Fe yang harus diabsorbsi setiap hari dari makanan.
Banyaknya Fe yang diabsorbsi dari makanan sekira 10% setiap hari, sehingga
untuk nutrisi yang optimal diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-10
mg Fe perhari. Fe yang berasal dari susu ibu diabsorbsi secara lebih efisien
daripada yang berasal dari susu sapi sehingga bayi yang mendapatkan ASI lebih
sedikit membutuhkan Fe dari makanan lain. Sedikitnya makanan yang kaya Fe
yang dicerna selama tahun pertama kehidupan menyebabkan sulitnya memenuhi
jumlah yang diharapkan, oleh karena itu diet bayi harus mengandung makanan
yang diperkaya Fe sejak usia 6 bulan (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012).

2.2 Epidemiologi
Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari
setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih
sering ditemukan di negara yang sedang berkembang sehubungan dengan
kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah dan
infestasi parasit yang merupakan masalah endemik. Saat ini di Indonesia, anemia
defisiensi besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama disamping

8
kekurangan kalori-protein, vitamin A dan yodium (Raspati, Reniarti, & Susanah,
2012).
Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak
usia sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-
8 tahun) di kota sekitar 5,5%, anak praremaja 2,6% dan gadis remaja yang hamil
26%. Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan
besi, 3% menderita anemia. Lebih kurang 9% gadis remaja di Amerika Serikat
kekurangan besi dan 2% menderita anemia, sedangkan pada anak laki-laki sekitar
50% cadangan besinya berkurang saat pubertas (Raspati, Reniarti, & Susanah,
2012).
Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibandingkan kulit putih.
Keadaan ini mungkin berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam
yang lebih rendah (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012). Berdasarkan penelitian di
Indonesia prevalensi ADB pada anak balita sekitar 40-45%. Dari hasil SKRT
tahun 2001 menunjukkan prevalensi ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan,
dan anak balita berturut-turut sebesar 61,3%, 64,8%, dan 48,1%. Penelitian kohort
terhadap 211 bayi berusia 0 bulan selama 6 bulan dan 12 bulan didapatkan
insidensi ADB sebesar 40,8% dan 47,4%. Pada usia balita, prevalensi tertinggi
ADB umumnya terjadi pada tahun kedua kehidupan akibat rendahnya asupan besi
melalui diet dan pertumbuhan yang cepat pada tahun pertama. Angka kejadian
ADB lebih tinggi pada usia bayi, terutama pada bayi premature (sekitar 25-85%)
dan bayi yang mengonsumsi ASI secara eksklusif tanpa suplementasi (Gatot, et
al., 2011).

2.3 Etiologi
Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorbsi besi, diit yang
mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Kekurangan besi dapat disebabkan oleh (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012):
1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
- Pertumbuhan
Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa
remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden

9
ADB meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali
dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat
lahir. Bayi prematur dengan pertumbuhan yang sangat cepat, pada umur 1
tahun berat badannya dapat mencapai 4 kali dan massa hemoglobin dalam
sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.
- Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah
kehilangan darah lewat menstruasi.
2. Kurangnya besi yang diserap
- Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat
Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya membutuhkan makanan
yang banyak mengandung besi. Bayi cukup bulan akan menyerap lebih
kurang 200 mg besi selama 1 tahun pertama (0,5 mg/hari) yang terutama
digunakan untuk pertumbuhannya. Bayi yang mengandung ASI eksklusif
jarang menderita kekurangan besi pada 6 bulan pertama. Hal ini disebabkan
besi yang terkandung di dalam ASI lebih mudah diserap dibandingkan besi
yang terkandung pada susu formula
- Malabsorbsi besi
Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya
mengalami perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang
telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB
walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan
berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalui
bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan besi heme dan non heme
3. Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab tersering terjadinya
ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi.
Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga
kehilangan darah 3-4 ml/hari (1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan
negatif besi. Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced
enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat,
kortikosteroid, indometasin, obat anti inflamasi non steroid) dan infestasi cacing

10
(Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) yang menyerang usus halus
bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah submukosa usus.
4. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi Ibu akan menyebabkan ADB
pada akhir massa fetus dan pada awal masa neonatus.
5. Hemoglobinuria
Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan.
Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin
rata-rata 1,8-7,8 mg/hari.
6. Iatrogenic blood loss
Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium
berisiko untuk menderita ADB.
7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru yang
hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang timbul. Keadaan
ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastis hingga 1,5-3 gr/dl dalam 24
jam.
8. Latihan yang berlebihan
Pada atlit yang berolahraga berat seperti olahraga lintas alam, sekitar 40% remaja
perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya <10 µg/dl.
Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang
timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.

2.4 Patofisiologi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi
yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini
menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Terdapat tiga tahapan
defisiensi besi yaitu sebagai berikut (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012; Edward
& Benz, 2008).
1. Tahap Pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan

11
fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan
absorbsi besi non heme. Ferritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain
untuk mengetahui adanya kekurangan masih normal.
2. Tahap Kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau
iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk
menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai
besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron
binding capacity (TIBC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP)
meningkat.
3. Tahap Ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi
bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan
mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi
perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh
penderita dan keluarganya. Pada yang ringan diagnosis ditegakkan hanya dari
temuan laboratorium saja. Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB
dengan kadar Hb 6-10 gr/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga
gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun <5 gr/dl gejala iritabel dan
anoreksia akan mulai tampak lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut dapat terjadi
takikardia, dilatasi jantung dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang pada
kadar Hb <3-4 gr/dl pasien tidak mengeluh karena tubuh sudah mengadakan
kompensasi, sehingga beratnya gejala ADB sering tidak sesuai dengan kadar Hb.
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan besi
seperti (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012):
- Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (bentuk kuku
konkaf atau spoon-shaped nail), atrofi papila lidah, postricoid oesophageal
webs dan perubahan mukosa lambung dan usus halus.

12
- Intoleransi terhadap latihan : penurunan aktivitas kerja dan daya tahan tubuh
- Termogenesis yang tidak normal : terjadi ketidakmampuan untuk
mempertahankan suhu tubuh normal pada saat udara dingin
- Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena fungsi
leukosit yang tidak normal. Pada penderita ADB neutrofil mempunyai
kemampuan untuk fagositosis tetapi kemampuan untuk membunuh E.coli dan
S.aureus menurun.

2.6 Diagnosis
Pada anamnesis akan didapatkan informasi adanya (Pudjiadi, Hegar,
Handryastuti, Idris, Gandaputra, & Harmoniati, 2009):
- Pucat yang berlangsung lama tanpa manifestasi perdarahan
- Mudah lelah, lemas, mudah marah, tidak ada nafsu makan, daya tahan tubuh
terhadap infeksi menurun, serta gangguan perilaku dan prestasi belajar
- Memakan bahan makanan yang kurang mengandung zat besi, bahan makanan
yang menghambat penyerapan zat besi seperti kalsium dan fitat (beras,
gandum), serta konsumsi susu sebagai sumber energi utama sejak bayi sampai
usia 2 tahun (milkalcoholics)
- Infeksi malaria, infeksi parasit seperti ankylostoma dan schistosoma.
Pada pemeriksaan fisik dapat didapatkan tanda klinis sebagai berikut (Pudjiadi,
Hegar, Handryastuti, Idris, Gandaputra, & Harmoniati, 2009).
- Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh
keluarga. Bila kadar Hb <5gr/dl ditemukan gejala iritabel dan anoreksia
- Pucat ditemukan bila kadar Hb <7 gr/dL
- Tanpa organomegali
- Dapat ditemukan koilonikia, glositis, stomatitis angularis, takikardia, gagal
jantung, protein losing enteropathy
- Rentan terhadap infeksi
- Gangguan pertumbuhan
- Penurunan aktivitas kerja
Pada pemeriksaan penunjang yang dapat didapatkan adalah sebagai berikut
(Pudjiadi, Hegar, Handryastuti, Idris, Gandaputra, & Harmoniati, 2009).

13
- Darah lengkap yang terdiri dari hemoglobin rendah, MCV, MCH dan MCHC
rendah. Red cell distrbution width (RDW) yang lebar dan MCV yang rendah
merupakan salah satu skrining defisiensi besi.
o Nilai RDW tinggi >14,5% pada defisiensi besi, bila RDW normal (<13%)
pada talasemia trait.
o Ratio MCV/RBC (Mentzer Index) >13 dan RDW Index (MCV/RBCxRDW)
220, merupakan tanda anemia defisiensi besi, sedangkan jika kurang dari
220 merupakan tanda talasemia trait.
o Apusan darah tepi : mikrositik, hipokromik, anisositosis dan poikilositosis
- Kadar besi serum yang rendah, TIBC, serum feritin <12 ng/mL
dipertimbangkan sebagai diagnostik defisiensi besi
- Nilai retikulosit : normal atau menurun menunjukkan produksi sel darah merah
tidak adekuat
- Serum transferin receptor (STfR) : sensitif untuk menentukan defisiensi besi,
mempunyai nilai yang tinggi untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan
anemia penyakit kronis
- Kadar zinc protoporphyrin (ZPP) akan meningkat
- Pemberian terapi besi : dengan dosis 3mg/kgBB/hari, ditandai dengan kenaikan
retikulosit 5-10 hari diikuti dengan kenaikan hemoglobin 1 gr/dl atau
hematokrit 3% setelah 1 bulan menyokong diagnosis anemia defisiensi besi.
Kira-kira 6 bulan lagi, Hb dan Hct diperiksa kembali untuk menilai
keberhasilan terapi.

Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,


pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan
gejala klinis yang sering tidak khas. Terdapat beberapa kriteria diagnosis yang
dipakai untuk menentukan ADB yaitu sebagai berikut (Raspati, Reniarti, &
Susanah, 2012).
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO (Pudjiadi, Hegar, Handryastuti, Idris,
Gandaputra, & Harmoniati, 2009).
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (N:32-35%)

14
3. Kadar Fe serum <50 Ug/dl (N:80-180 ug/dl)
4. Saturasi transferin <15% (N:20-50%)
Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen
1. Anemia hipokrom mikrositik
2. Saturasi transferin <16%

3. Nilai FEP >100 ug/dl eritrosit


4. Kadar Ferritin serum <12 ug/dl
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, ferritin serum dan
FEP) harus dipenuhi.
Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat dikethui melalui (Raspati, Reniarti, &
Susanah, 2012):
1. Pemeriksaan apus darah tepu hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan
kadar MCV, MCH dan MCHC yang menurun, RDW <17%
2. FEP meningkat
3. Ferritin serum menurun
4. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST<16%
5. Respon terhadap pemberian preparat besi
- Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi
- Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 gr/dl/hari atau PCV
meningkat 1%/hari
6. Sumsum tulang
- Tertundanya maturasi sitoplasma
- Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang

2.7 Diagnosis Banding


Pemeriksaan Anemia Talasemia Minor Anemia Penyakit
Laboratorium Defisiensi Besi Kronis
MCV ↓ ↓ N/↓
Fe Serum ↓ N ↓
TIBC ↑ N ↓
Saturasi ↓ N ↓
Transferin

15
FEP ↑ N N/↑
Feritin Serum ↓ N ↓

2.8 Penatalaksanaan
Mengetahui faktor penyebab: riwayat nutrisi dan kelahiran, adanya perdarahan
yang abnormal, pasca pembedahan.
- Preparat besi
Preparat yang tersedia ferous sulfat, ferous glukonat, ferous fumarat, dan
ferous suksinat. Dosis besi elemental 4-6 mg/kgBB/hari. Respons terapi
dengan menilai kenaikan kadar Hb/Ht setelah satu bulan, yaitu kenaikan
kadar Hb sebesar 2 gr/dl atau lebih. Bila respons ditemukan, terapi
dilanjutkan sampai 2-3 bulan. Komposisi besi elemental (Pudjiadi, Hegar,
Handryastuti, Idris, Gandaputra, & Harmoniati, 2009):
a. Ferous fumarat: 33% merupakan besi elemental
b. Ferous glukonas: 11,6% merupakan besi elemental
c. Ferous sulfat: 20% merupakan besi elemental
- Transfusi darah
Jarang diperlukan, hanya diberi pada keadaan anemia yang sangat berat
dengan kadar Hb < 4 gr/dl. Komponen darah yang diberi PRC (Pudjiadi,
Hegar, Handryastuti, Idris, Gandaputra, & Harmoniati, 2009).
Gatot et al. (2011) merekomendasikan dosis dan lama pemberian suplementasi
besi berdasarkan usia:
Usia (tahun) Dosis besi elemental Lama pemberian
Bayi : BBLR (<2.500 gr) 2-4 mg/kgBB/hari Usia 1 bulan sampai 2 tahun
Cukup bulan 1 mg/kgBB/hari Usia 4 bulan sampai 2 tahun
2 - 5 (balita) 2 mg/kgBB/hari 2x/minggu selama 3 bulan
berturut-turut setiap tahun
> 5 - 12 (usia sekolah) 2 mg/kgBB/hari 2x/minggu selama 3 bulan
berturut-turut setiap tahun
12 - 18 (remaja) 60 mg/hari 2x/minggu selama 3 bulan
berturut-turut setiap tahun

16
Preparat besi orat (Gatot, et al., 2011).
Nama generik Sedian Tablet (kandung Sediaan elixir (kandungan
besi (mg)) besi (mg/5ml)
Ferrous sulfate 325 mg (65) 300 mg (60)
Ferrous fumarate 325 mg (107)
195 mg (64)
Ferrous gluconate 150 mg (150) 100 mg (100)
50 mg (50)

2.9 Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penangan yang adekuat. Gejala
anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat
besi. Jika terjadi kegagalan pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa
kemungkinan sebagai berikut (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012).
- Diagnosis salah
- Dosis obat yang tidak adekuat
- Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluwarsa
- Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung
menetap
- Disertai penyakit yang mempengaruhi absorbsi dan pemakaian besi (seperti :
infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit
karena defisiensi vitamin B12, asam folat)
- Gangguan absorbsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan
pada ulkus peptikum dapat menyebabkan peningkatan terhadap besi)

17
BAB 3
PENUTUP

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya
besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Kekurangan besi mempunyai
dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan
daya tahan tubuh, menurunkan konsentrasi belajar dan mengurangi aktivitas
bekerja. Berdasarkan penelitian di Indonesia prevalensi ADB pada anak balita
sekitar 40-45%. Dari hasil SKRT tahun 2001 menunjukkan prevalensi ADB pada
bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-turut sebesar 61,3%,
64,8%, dan 48,1%. Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorbsi
besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang
hilang.

Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB dengan kadar Hb 6-10 gr/dl
terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan
saja. Bila kadar Hb turun <5 gr/dl gejala iritabel dan anoreksia akan mulai tampak
lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut dapat terjadi takikardia, dilatasi jantung
dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang pada kadar Hb <3-4 gr/dl pasien
tidak mengeluh karena tubuh sudah mengadakan kompensasi, sehingga beratnya
gejala ADB sering tidak sesuai dengan kadar Hb.

Penatalaksanaan awal mengetahui faktor penyebab: riwayat nutrisi dan


kelahiran, adanya perdarahan yang abnormal, pasca pembedahan. Preparat yang
tersedia ferous sulfat, ferous glukonat, ferous fumarat, dan ferous suksinat. Dosis
besi elemental 4-6 mg/kgBB/hari. Respons terapi dengan menilai kenaikan kadar
Hb/Ht setelah satu bulan, yaitu kenaikan kadar Hb sebesar 2 gr/dl atau lebih.
Transfusi darah jarang diperlukan, hanya diberi pada keadaan anemia yang sangat
berat dengan kadar Hb < 4 gr/dl. Komponen darah yang diberi PRC.

18
DAFTAR PUSTAKA

Edward, J., & Benz, Jr. (2008). Disorders of Hemoglobin. In A. S. Fauci, & E.
Braunwald, Harrison's Priciples of Internal Medicine. 17th Ed (pp. 635-
642). United States: The McGraw-Hill Companies.

Gatot, D., Idjridinata, P., Abdulsalam, M., Lubis, B., Soedjatmiko, Hendarto, A.,
et al. (2011). Rekomendasi Suplemen Besi Untuk Anak. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI.

Pudjiadi, A. H., Hegar, B., Handryastuti, S., Idris, N. S., Gandaputra, E. P., &
Harmoniati, E. D. (2009). Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia.

Raspati, H., Reniarti, L., & Susanah, S. (2012). Anemia Defisiensi Besi. In B.
Permono, Sutaryo, I. Ugrasena, E. Windiastuti, & M. Abdulsalam, Buku
Ajar Hematologi-Onkologi Anak (pp. 30-43). Jakarta: Badan Penerbit
IDAI.

19

Anda mungkin juga menyukai