Anda di halaman 1dari 154

ASKEB ASFIKSIA NEONATORUM

MAKALAH ASKEB NEONATUS,ANAK,BALITA DAN PRA SEKOLAH


ASFIKSIA NEONATORUM

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1


Clementin Riski Haloho
Widiya Yulia Nengsih

Dosen Pembimbing : Ns. Yusniarita , S.Kep, M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU
JURUSAN KEBIDANAN
T.A. 2013/2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-
Nya kami dari kelompok 1 dapat menyelesaikan tugas makalah Asuhan neonatus, bayi, balita
dan anak pra sekolah “Asfiksia pada neonatus” dengan baik..

Tugas makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Asuhan neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah. Tujuan lain penyusunan tugas ini adalah
supaya para pembacanya dapat memahami dan mengerti pentingnya mengetahui tentang arti
antisipasi dalam menangani persalinan ketika bayi lahir.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Yang utama kami mengucapakan terima kasih kepada Bunda
Yusniarita selaku dosen mata kuliah Asuhan neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah.

Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami
sebagai penulis pada khususnya, kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
jauh dari sempurna untuk itu kami menerima saran dan kritik yang bisa membangun demi
perbaikan kearah sempurna. Kami mengucapkan terima kasih.

Curup, September 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu status
kesehatan neonatal. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Pertumbuhan dan perkembangan bayi
periode neonatal merupakan periode yang paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan
kematian bayi (Saifudin, 2002).
Menurut Wibawa (2008), faktor yang berhubungan terjadinya asfiksia adalah faktor ibu
dan faktor janin. Dimana faktor ibu meliputi usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun, pre-eklamsi, ketuban pecah dini, dan partus lama. Faktor janin meliputi lilitan tali pusat,
letak sungsang, dan BBLR. Sedangkan menurut Manuaba (2010), ada 8 faktor yang berpengaruh
terhadap kejadian asfiksia neonatorum, yaitu berat lahir rendah, ketuban pecah dini, persalinan
lama, tindakan persalinan seksio Cesaria, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,
riwayat obstetri jelek, kelainan letak janin dan status ANC buruk.
Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami
asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi,
sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat 1
neonatus yang meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah berat bayi lahir
rendah 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain, dan kealainan
congenital. Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab
utama kematian bayi baru lahir, meliputi pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan
normal atau dasar, dan pelayanan asuhan neonatal oleh tenaga professional. Untuk menurunkan
angka kematian bayi baru lahir karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir,
kemampuan dan keterampilan ini harus digunakan setiap kali menolong persalinan. Oleh karena
itu, keterampilan dan kemampuan penanganan resusitasi pada neonatal sangat penting dimiliki
oleh setiap tenaga professional yang terlibat dalam penanganan bayi baru lahir.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun masalah yang muncul adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar teori dari Asfiksia Neonatorum?
2. Bagaimanakah tata laksana dari Asfiksia Neonatorum ?
3. Bagaimanakah askeb Asfiksia Neonatorum ?
3. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah, untuk :
1. Dapat memahami konsep dasar teori dari Asfiksia Neonatorum (pengertian,penyebab,tanda dan
gejala,cara menilai serta cara mencegah asfiksia pada neonatus)
2. Dapat mengetahui tata laksana dari Asfiksia Neonatorum
3. Dapat memahami askeb Asfiksia Neonatorum

4. Manfaat
1. Bagi Mahasiswi
Dapat memahami dan menambah pengetahuannya mengenai penyulit yang sering terjadi pada
bayi baru lahir yaitu asfiksia, diharapkan mahasiswi dapat menanganinya dalam lingkungan
masyarakat.
2. Bagi Pengajar
Dapat memberi masukan atau wawasan terbaru dan luas kepada mahsiswinya mengenai
penyulit pada bayi baru lahir.
3. Bagi Petugas Kesehatan
Dapat melakukan proses persalinan dengan penuh hati-hati, yaitu untuk mengurangi asfiksia
pada neonatus ketika bayi lahir.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Teori
1. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada
saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan
tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan
(Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau
segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi
tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin
timbul (Wiknjosastro, 2002).

2. Etiologi / Penyebab Asfiksia


Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam
rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru
lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini (Manuaba, 2010) :
a. Faktor ibu
 Preeklampsia dan eklampsia
 Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
 Partus lama atau partus macet
 Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
 Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
 Lilitan tali pusat
 Tali pusat pendek
 Simpul tali pusat
 Prolapsus tali pusat
c. Faktor Bayi
 Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
 Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi
forsep)
 Kelainan bawaan (kongenital)
 Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk
menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus
dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi.
Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak
dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan
resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.

3. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis


Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu
periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas
tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi
bradikardi dan penurunan TD. Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan
keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis
respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang
berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan
berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh
beberapa keadaan diantaranya :
a. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
b. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung
c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi
pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan
mengalami gangguan (Buku Ajar IKA ,2005).
Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia (Sarwono, 2002) :
a. Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
b. Warna kulit kebiruan
c. Kejang
d. Penurunan kesadaran
e. DJJ lebih dari 16Ox/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
f. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala

4. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia
janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya
tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu (Wiknjosastro, 2008) :
a. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
b. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam
air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila
hal itu dapat dilakukan dengan mudah
c. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil
pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya
asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap
sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.

5. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir


Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi,
menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi.
Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai
pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu
(Winkjosastro,G. 2008) :
a. Penafasan
b. Denyut jantung
c. Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat
keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi
tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan
untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
Skor 0 1 2
A : Apperance Biru Seluruh Ekstremitas Merah Seluruh
(Warna Kulit) Kebiruan
P : Pulse Tidak ada < 100 >100
(Denyut Nadi)
G : Grimace Tidak Ada Respon Reflek Menangis
(Reflek)
A : Activity Lemah Sedikit Reflek Gerak Aktif
(Tonus Otot)
R : Respiration Tidak ada Megap- Menangis Kuat
(pernafasan) Megap,Merintih
Klasifikasi Asfiksia menurut Winjaksastro terbagi tiga :
a. Bayi Normal atau tidak asfiksia : Skor APGAR 8-10. Bayi normal tidak memerlukan resusitasi
dan pemberian oksigen secara terkendali.
b. Asfiksia Ringan : Skor APGAR 5-7. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan
istimewa tidak memerlukan pemberian oksigen dan tindakan resusitasi
c. Asfiksia Sedang : Skor APGAR 3-4. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih
dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada dan
memerlukan tindakan resusitasi serta pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas normal
d. Asfisia Berat : Skor APGAR 0-3. Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian
oksigen terkendali, karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus dikalbonas
7,5% dengan dosis 2,4 ml/kg berat badan , dan cairan glukosa 40% 1-2ml/kg berat badan,
diberikan via vena umbilika . Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak
ada.
Kelompok Kelompok
Karakteristik Asidosis Berat Asidosis Ringan
Berat Lahir (gram) 2.898 ± 365,6 3.032 ± 354,5
Jenis Kelamin Bayi
Laki-Laki 14 (44) 15 (48)
Perempuan 16 (52)
18 (56)
Analisa Gas Darah
pH 7,09 ± 0,1 7,24 ± 0,4
pO2 177,22 ± 77,14 181,94 ± 70,61
pCO2 26,84 ± 9,73 24,68 ± 6,38
Base Excess - 14,96 ± 4,39 - 12,74 ± 3,52
Kadar Ureum Hari ke 4
26,69±11,8
(mg/dL) 27,06 ± 12,9

Kadar Kreatini Hari ke 4


(mg/dL) 1,09±0,5 0,89 ± 0,5

6. Persiapan Alat Resusitasi


Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam
keadaan siap pakai, yaitu :
a. 2 helai kain / handuk.
b. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil,
digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
c. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
d. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
e. Kotak alat resusitasi.
f. Jam atau pencatat waktu.

7. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir


Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC
resusitasi, yaitu :
a. Memastikan saluran terbuka
 Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
 Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
 Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
b. Memulai pernafasan
o Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
 Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan balon atau mulut ke mulut
(hindari paparan infeksi).
c. Mempertahankan sirkulasi
 Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
 Kompresi dada.
 Pengobatan

8. Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor
utama yang perlu dilakukan adalah :
a. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa
diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan
meninjau riwayat antepartum dan intrapartum
b. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara
lain :
 Alat pemanas siap pakai
 Alat penghisap

 Alat sungkup dan balon resusitasi


 Oksigen

 Alat intubasi
 Obat-obatan

Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :


a. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim
yang hadir pada setiap persalinan.
b. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan,
tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
c. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang
terkoordinasi.
d. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan
khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien
e. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.

9. Langkah-Langkah Resusitasi
Menurut Sarwono (2002), Resusitasi neonatus merupakan suatu prosedur yang
diaplikasikan untuk neonatus yang gagal bernafas secara spontan.
a. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh
bayi untuk mengurangi evaporasi.
b. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.
c. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
d. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian
lanjutkan ke hidung.
e. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap
punggung bayi.
f. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil
kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan
observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan
positif.
 Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
 Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag atau masker,
masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag
beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
 Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10.
g. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada
h. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung >
100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan
i. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2
– 0,3 mL / kg BB secara IV
j. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat
k. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 – 5
menit.
l. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas dan
tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit.
(Wiknjosastro, 2007)

BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR


PADA BAYI NY. K UMUR 0 MENIT DENGAN ASFIKSIA SEDANG
DI RSUD
Tanggal Masuk / Jam : 16 Juli 2011/ 14.45 WIB
Tanggal Pengkajian / Jam : 16 Juli 2014/14.45 WIB

I. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian / Jam : 16 Juli 2014/14.45 WIB
A. Data Subyektif
1. Biodata
 Biodata Bayi
Nama bayi : By Ny.K
Umur bayi : 0 menit
Tanggal/jam lahir : 16 Juli 2011 / 14.45 WIB
Jenis kelamin : Laki-laki
No Status Register : 007296
 Biodata Orangtua
Nama ibu : Ny.K Nama bapak : Tn.T
Umur : 35 tahun Umur : 34 tahun
Suku/bangsa : Jawa / Indonesia Suku/bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Alamat : Pucang Sawit, RT 4 / RW 8,Surakarta

2. Riwayat penyakit kehamilan


Perdarahan : Tidak ada
Pre-eklampsia : Tidak ada
Eklampsia : Tidak ada
Penyakit kelamin : Tidak ada

3. Riwayat kehamilan
G4P3A0, umur kehamilan 40 minggu
ANC : 9 x, di Puskesmas
TT :2x
Kenaikan BB : 10 kg

4. Riwayat Persalinan
 Kala I : 9 jam
 Kala II : 10 menit, mulai jam 14.35 WIB
DJJ : (+) 144 kali / menit
Warna air ketuban : Jernih
Caput : Tidak ada
Cephal hematoma : Tidak ada
Anak lahir seluruhnya jam : 14.45 WIB
Jenis persalinan : Spontan

5. Nutrisi
Bayi belum mendapat nutrisi

6. Eliminasi
BAK : Bayi belum BAK
BAB : Bayi belum BAB

7. Istirahat/tidur
Bayi belum istirahat/tidur

B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Awal
Tangisan : Bayi tidak menangis
Warna Kulit : Biru pada ekstermitas
Gerakan : Sedikit
Kesimpulan : Bayi lemah
2. Pemeriksaan Umum
KU : Lemah
Kesadaran : Composmentis

II. INTERPRETASI DATA


Tanggal Pengkajian / Jam : 16 Juli 2014/14.45 WIB
A. Diagnosa Kebidanan
Bayi Ny.K umur 0 menit dengan asfiksia sedang
DS : Bayi lahir spontan, tidak menangis, jenis kelamin laki-laki
DO : Keadaan umum lemah, biru pada ekstermitas, bayi tidak bernafas
spontan/menangis

B. Masalah
Bayi mengalami kesulitan bernafas

C. Kebutuhan
Pembebasan jalan nafas

III. DIAGNOSA POTENSIAL


Potensial terjadi asfiksia berat

IV. ANTISIPASI TINDAKAN SEGERA


Resusitasi pada bayi baru lahir

V. PERENCANAAN TINDAKAN
Tanggal Pengkajian / Jam : 16 Juli 2014/14.45 WIB
1. Bersihkan muka dan hidung bayi serta mulut dari lendir atau air ketuban
2. Lakukan resusitasi pada bayi baru lahir
3. Lakukan pemotongan tali pusat
4. Jaga kehangatan bayi
5. Informasikan keadaan bayi pada ibu
VI. PELAKSANAAN
Tanggal Pengkajian / Jam : 16 Juli 2014/14.45 WIB
1. Membersihkan muka, hidung dan mulut bayi dari lendir dan air ketuban
2. Melakukan resusitasi pada bayi baru lahir
Langkah-langkah resusitasi :
a. Gosok punggung bayi, hal ini akan merangsang bayi untuk menangis. Melihat respon bayi (bayi
belum menangis).
b. Lakukan rangsangan taktil dengan menyentil telapak kaki bayi. Melihat respon bayi (bayi
menangis lambat, tidak teratur)
c. Lakukan kompresi dada untuk membantu denyut jantung dan nafas bayi, dilakukan dengan cara :
kedua ibu jari digunakan untuk menekan sternum, sementara jari-jari lain mengelilingi dada; atau
jari tengah dan telunjuk dari satu tangan dapat digunakan untuk kompresi, sementara tangan lain
menahan punggung bayi. Sternum di kompresi sedalam ⅓ tebal antero posterior dada. Melihat
respon bayi (bayi menangis keras).
d. Melakukan pemotongan tali pusat. Tali pusat di klem menggunakan umbilical klem, dorong isi
tali pusat ke arah plasenta ± 3 cm, klem menggunakan klem tali pusat, potong tali pusat
menggunakan gunting tali pusat. Tutup tali pusat menggunakan kassa steril.
e. Menjaga kehangatan bayi dengan membungkus bayi menggunakan kain yang kering
f. Menginformasikan keadaan bayi kepada ibu bahwa bayi mengalami kesulitan bernafas atau
asfiksia sedang dan setelah di tolong, bayi dapat menangis spontan.

VII. EVALUASI
Tanggal Pengkajian / Jam : 16 Juli 2014/14.45 WIB
1. Muka, hidung dan mulut bayi sudah dibersihkan
2. Resusitasi pada bayi baru lahir sudah dilakukan dengan hasil, bayi baru dapat menangis
keras setelah dilakukan resusitasi.
3. Tali pusat sudah dipotong
4. Kehangatan bayi terjagadengan menyelimuti bayi menggunakan kain kering
5. Ibu sudah mengetahui keadaan setelah mengalami asfiksia, kini keadaan bayi baik-baik saja.

DATA PERKEMBANGAN I
Tanggal / Jam : 16 Juli 2011/15.00 WIB
S : Tidak ada
O : Pemeriksaan umum : Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Nadi : 136 kali / menit
Respirasi : 52 kali / menit
Suhu : 36,8°C
Pemeriksaan Fisik : APGAR Score
APGAR 0 1 2 1’ 5’ 10’
SCORE
A : Apperance Biru/pucat Tubuh Kemerahan 1 2 2
Warna kulit merah,
ekstermitas
biru
P : Pulse Tidak ada < 100 >100 1 2 2
Denyut
jantung
G : Grimace Tidak ada Meringis Menangis 1 1 1
Peka rangsang
A : Activty Lemah Sedang Gerak aktif 1 1 2
Tonus otot
R : Respiration Tidak ada Tidak baik 1 2 2
Usaha nafas teratur
TOTAL 5 8 9

A : Bayi Ny.K umur 15 menit normal


P :
1. Jaga Kehangatan bayi, menjaga kehangatan bayi, bayi telah mendapat kehangatan yang cukup
dengan indicator suhu bayi : 36,8°C
2. Lakukan pemeriksaan fisik pada bayi, melakukan pemeriksaan fisik pada bayi
a. Kepala
Bentuk kepala : Mesocephal, UUB lunak,datar, berdenyut
Muka : Tidak pucat, tidak odem, simetris
Mata : Simetris, conjungtiva : merah, sclera : putih
Hidung : Bersih, tidak ada secret
Telinga : Simetris, bersih, tidak ada serumen
Mulut : Simetris, tidak ada kelainan
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
b. Dada
Bentuk : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada
Putting : Ada, simetris, masih tenggelam
Bunyi nafas : Tidak ada wheezing, ronchi sedikit terdengar
Jantung : Bunyi normal, denyut teratur
c. Abdomen
Tidak ada pembesaran lien dan hati
d. Genetalia
Testis sudah masuk scrotum, penis berlubang, ujung muara uretra berada di ujung penis, tidak
ada kelainan.
e. Anus : Berlubang
f. Ekstermitas
 Tangan, lengan dan bahu
Gerakan : Aktif
Kelainan : Tidak ada
Jumlah jari : Lengkap (kanan 5, kiri 5)
 Tungkai dan kaki
Gerakan : Aktif
Kelainan : Tidak ada
g. Pemeriksaan fisik sudah dilakukan
3. Lakukan pemeriksaan antropometri pada bayi, melakukan antropometri pada bayi :
a. BB : 2700 gr c. LK : 34 cm
b. PB : 46 cm d. LD : 33 cm
4. Amati reflek pada bayi, mengamati reflek pada bayi
a. Reflek Blinking : (+) menutup kedua matanya begitu terkena
kilatan cahaya/bila terkena hembusan udara
b. Reflek Moro : (+) tangan bayi membentuk huruf C seperti
memeluk saat dikagetkan
c. Reflek Rooting : (+) bayi menoleh kearah benda yang
menyentuh pipinya
d. Reflek Grasping : (+) tangan menggenggam ketika sesuatu
menyentuh telapak tangannya
5. Berikan obat tetes mata pada bayi, memberikan obat tetes mata berupa cloramfenicol masing-
masing 1 tetes, obat tetes mata sudah diberikan.
6. Berikan injeksi vit K pada bayi, memberikan injeksi vit K dengan dosis 1 mg secara IM pada ⅓
paha atas bagian luar, injeksi vit K sudah diberikan.
7. Observasi KU, TTV, BAB, dan BAK bayi setiap 8 jam, mengobservasi KU, TTV, BAB, BAK
bayi setiap 8 jam.
Tanggal/jam KU TTV BAB BAK
16 Juli 2011 N :136 x/m
18.00 WIB Baik R : 50 x/m (+) meconium (+)
S : 37°C
8. Mandikan bayi setelah 6 jam, memandikan bayi stelah 6 jam. Bayi belum dimandikan.

DATA PERKEMBANGAN II
Tanggal / Jam : 17 Juli 2011 / 06.00 WIB
S :
1. Ibu mengatakan bayi sudah menyusu kuat
2. Ibu mengatakan bayi sudah BAB dan BAK
O : Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Nadi : 136 kali / menit
Respirasi : 4o kali / menit
Suhu : 36,7°C
A : Bayi Ny.K umur 1 hari normal
P :
1. Jaga kebersihan bayi, menjaga kebersihan bayi dengan memandikan bayi 2x/hari, bayi sudah
dimandikan pukul 06.00 wib.
2. Lakukan perawatan tali pusat, melakukan perawatan tali pusat yaitu dengan mengganti
pembungkus tali pusat menggunakan kassa steril minimal 2x/hari tanpa memberikan obat apapun
( misalnya betadine atau alcohol) dan menjaga tali pusat agar tetap kering. Perawatan tali pusat
sudah dilakukan.
3. Beritahu ibu tanda bahaya pada bayi baru lahir, memberitahu ibu tanda bahaya pada bayi baru
lahir yaitu keluar darah dari tali pusat, tali pusat mengeluarkan nanah dan berbau busuk, bayi
demam tinggi, kulit tubuh bayi kuning, bayi tidak mau menyusu dan rewel. Ibu sudah mengerti
tanda bahaya bayi baru lahir.
4. Jaga kehangatan bayi, menjaga kehangatan bayi dengan cara memakaikan pakaian kering dan
bersih pada bayi serta menggedong bayi. Kehangatan bayi sudah terjaga, bayi sudah digedong.
5. Beritahu ibu untuk mengimunisasikan bayinya (HBo), memberitahu ibu untuk
mengimunisasikan bayinya (HBo). Ibu bersedia mengimunisasikan bayinya, bayi sudah di
imunisasi HBo pukul 08.30 WIB
6. Anjurkan ibu menyusui secara tidak terjadwal sesering mungkin (on demand) untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi bayinya, menganjurkan ibu menyusui bayinya secara tidak terjadwal sesering
mungkin (on demand) untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayinya. Ibu bersedia menyusui
bayinya secara tidak terjadwal sesering mungkin untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayinya.
Bayi sudah disusui, kebutuhan nutrisi bayi terpenuhi.
7. Observasi KU, TTV, BAB, BAK bayi setiap 8 jam, mengobservasi KU, TTV, BAB, BAK bayi
setiap 8 jam.
Tanggal / Jam KU TTV BAB BAK
17 Juli 2011 N : 136x/m
06.00 WIB Baik R : 40x/m (+)meco (+)
S : 36,7°C
N : 140x/m
12.00 WIB Baik R : 48x/m (+)meco (+)
S : 36,8°C
N : 140x/m
18.00 WIB Baik R : 40x/m (+)meco (+)
S : 36,7°C

DATA PERKEMBANGAN III


Tanggal / Jam : 18 Juli 2011 / 06.00 WIB
S :
1. Ibu mengatakan bayi mau menyusu
2. Ibu mengatakan bayi sudah BAB dan BAK
O : Keadaan Umum : Baik
Kesadaraan : Composmentis
Nadi : 140 kali / menit
Pernapasan : 40 kali / menit
Suhu : 36,6°C
A : Bayi Ny.K umur 2 hari normal
P :
1. Mandikan bayi, memandikan bayi, bayi sudah dimandikan.
2. Ajari ibu cara merawat tali pusat bayi, mengajari ibu cara merawat tali pusat bayi yaitu, dengan
memngganti pembungkus tali pusat menggunakan kassa steril minimal 2x/hari tanpa membubuhi
obat misalnya betadine atau alcohol. Ibu sudah mengerti cara merawat tali pusat.
3. Anjurkan ibu untuk selalu menjaga kehangatan bayi, menganjurkan ibu untuk selalu menjaga
kehangatan bayi. Ibu bersedia untuk selalu menjaga kehangatan bayi.
4. Anjurkan ibu menyusui dengan ASI Eksklusif, menganjurkan ibu menyusui dengan ASI
Eksklusif yaitu, memberikan makanan berupa ASI saja pada bayi tanpa makanan pendamping
apapun selama 6 bulan dan pemberian ASI diteruskan sampai usia bayi 2 tahun. Ibu bersedia
menyusui dengan ASI Eksklusif.
5. Anjurkan ibu untuk meneruskan jadwal imunisasi bayi selanjutnya di tempat pelayanan
kesehatan terdekat dan mengimunisasikan bayinya dengan lengkap. Menganjurkan ibu untuk
meneruskan jadwal imunisasi bayi selanjutnya di tempat pelayanan kesehatan terdekat dan
mengimunisasikan bayinya dengan lengkap. Ibu bersedia meneruskan jadwal imunisasi dan
mengimunisasikan bayinya secara lengkap.
6. Anjurkan ibu kunjungan ulang untuk control bayi 1 minggu lagi setelah pulang. Menganjurkan
ibu kunjungan ulang untuk control bayi 1 minggu lagi setelah pulang. Ibu bersedia melakukan
kunjungan ulang untuk control bayi 1 minggu lagi setelah pulang.
7. Setelah menyelesaikan administrasi, ibu dan bayi pulang pada tanggal 18 juli 2011 jam 14.30
WIB.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin
meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang
mungkin muncul.

B. Saran
Setelah pembaca mengetahui apa pengertian dan etiologi dari asfiksia neonatorum,
diharapkan pembaca bisa mengantisipasi terhadap terjadinya asfiksia neonatorum dan dapat
melakukan pencegahan serta memahami tindakan pengobatan yang dapat dilakukan pada bayi
dengan asfiksia neonatorum.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Asfiksia Pada Bayi. Diakses 05 Juli 2014 http://www.Google.com


Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan Kedokteran. EGC:Jakarta
Purwadianto. A. 2000. Kedaruratan Medik. Bina Rupa Aksara:Jakarta
Saifudin,A.B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo:Jakarta
Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta
Winkjosastro,G. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Bakti Husada:Jakarta
kebidanan

Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir


by erma puspita dewi • April 28, 2015 • 0 Comments

APLIKASI ANDROID BUAT KAMU ENSIKLOPEDI ILMU KEBIDANAN TEBAK


GAMBAR KEBIDANAN KUMPULAN LATIHAN SOAL KEBIDANAN BISA DI
DOWNLOAD DI GOOGLE PLAY SEARCH ==> ILMU KEBIDANAN ATAU KLIK DI SINI

1. Bayi Baru Lahir Normal


Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui vagina
tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu dengan
berat badan antara 2500 gram sampai 4000 gram, nilai APGAR >7 dan tanpa cacat bawaan
(Dewi, 2010 ; Putra, 2013).
Menurut Dewi (2010), ciri – ciri bayi baru lahir normal antara lain: lahir aterm antara 37-42
minggu dengan berat badan 2500 – 4000 gram, panjang badan 48 – 52 cm, frekuensi denyut
jantung 120 – 160 x/ menit, pernapasan 40 – 60 x/ menit, kulit kemerahan- merahan dan licin,
nilai APGAR > 7, gerakan aktif, bayi lahir langsung menangis kuat, genetalia pada laki- laki
ditandai dengan testis yang sudah turun dalam skrotum dan penis yang berlubang sedangkan
pada perempuan ditandai dengan vagina dan uretra yang berlubang, serta adanya labia mayora
dan minora.

Eliminisai yang baik pada bayi baru lahir normal ditandai dengan keluarnya mekonium dalam 24
jam pertama dan berwarna hitam kecoklatan.
Bayi baru lahir memerlukan penanganan segera yang harus dilakukan secara cepat dan tepat.
Penanganan tersebut antara lain sebagai berikut :

a) membersihkan jalan napas dengan cara menggunakan jari tangan yang dibungkus kassa steril.

b) memotong dan merawat tali pusat. Tali pusat dipotong 3 cm dari pusat bayi dengan gunting
steril dan diikat dengan pengikat steril. Apabila masih terjadi perdarahan dapat dibuat ikatan baru
kemudian dibalut kassa steril.

c) mempertahankan suhu tubuh bayi dengan cara menghangatkannya.

d) memberi vitamin K untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi vitamin K pada
sepertiga paha bagian luar secara intramuskular dengan dosis 1mg.
e) identifikasi bayi dengan memberikan alat pengenal yang efektif pada setiap bayi baru lahir.
Peralatan identifikasi tersebut dapat berupa gelang identifikasi yang berisi nama lengkap ibu,
tanggal lahir, jenis kelamin, dan hasil pengukuran antropometri yang dipasang pada pergelangan
tangan atau pergelangan kaki bayi.

f) menilai APGAR skor menit pertama dan kelima. Apabila skornya kurang dari 7 maka perlu
tindakan lebih lanjut apakah diperlukan resusitasi atau tidak ( Kosim, 2008; Saifuddin, 2009).
2. Pengertian dan Klasifikasi Asfiksia
Kata asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat
mempengaruhi fungsi organ vital lainnya (Saifuddin, 2009).
Asfiksia adalah kegagalan bayi baru lahir untuk bernapas secara spontan dan teratur
sehingga menimbulkan gangguan metabolisme tubuhnya dan dapat mengakibatkan
kematian (Hassan, 2007; Muslihatun, 2010).
Asfiksia neonatorum menurut Hassan (2007) dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Asfiksia ringan (“virgorous baby”). Skor APGAR 7-10. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan
tidak memerlukan tindakan istimewa
b. Asfiksia sedang (“mild-moderate asphyxia”). Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik
terlihat frekuensi jantung >100x permenit, tonus otot kurang baik atau baik, refleks iritabilitas
tidak ada.
c. Asfiksia berat yaitu dengan skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,
refleks iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Sedang
a. Pengertian
Asfiksia sedang adalah kegagalan bayi baru lahir untuk bernapas secara spontan dan teratur
sehingga menimbulkan gangguan metabolisme pada tubuhnya, memiliki skor apgar 4-6 dengan
frekuensi jantung > 100x/menit serta tonus otot kurang baik atau baik (Hasan, 2007 ; Hidayat,
2009).
b. Etiologi
Menurut (DepKes RI, 2008; Marmi dan Kukuh, 2012), penyebab terjadinya asfiksia sedang ada
tiga faktor yaitu:

1) Faktor ibu yang meliputi preeklamsia dan eklamsia, perdarahan abnormal yang disebabkan
karena plasenta previa atau solusio plasenta, partus lama atau partus macet, demam selama
persalinan, infeksi berat (malaria,sifilis,TBC,HIV), kehamilan post matur, usia ibu kurang dari
20 tahun atau lebih dari 35 tahun ;

2) Faktor bayi yang meliputi bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan sulit
(letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi vakum, forsef), kelainan kongenital, air
ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) ;

3) Faktor tali pusat yang terdiri dari lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, dan
prolapsus tali pusat.
c. Patofisiologi
Pernapasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara
pada bayi (asfiksia transien). Proses ini sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat agar
menjadi primary gasping yang kemudian akan berlanjut menjadi napas teratur. Sifat asfiksia ini
tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.
Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi
jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan
teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam
periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi
metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati
dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan
gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga
menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang
dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Kerusakan dan
gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia
(Hassan, 2007).

d. Faktor Predisposisi
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang,
sehingga aliran oksigen ke janin berkurang, akibatnya terjadi asfiksia. Keadaan tersebut
diantaranya : Gangguan sirkulasi menuju janin yang disebabkan adanya gangguan aliran pada
tali pusat (lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan pada tali pusat, ketuban telah pecah,
kehamilan lewat waktu), dan disebabkan pengaruh obat karena narkosa saat persalinan; faktor
ibu yang disebabkan adanya gangguan his (tetania uteri/hipertonik), penurunan tekanan darah
dapat mendadak (perdarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta), vasokontriksi arterial
(hipertensi pada kehamilan dan gestosis preeklampsia-eklampsia) (Kosim, 2008; Mochtar, 2012).
e. Faktor Risiko
Menurut Green (2012), faktor risiko terjadinya asfiksia sedang adalah :

1) Faktor risiko antepartum, antara lain : Diabetes pada ibu, jantung, ginjal, asma, hipertensi, pre-
eklampsia, infeksi intra uteri, plasenta previa ;

2) Faktor risiko intrapartum, antara lain : Kelahiran traumatik, prolaps tali pusat, lilitan tali pusat,
distosia bahu.
f. Tanda Klinis atau Laboratoris
Asfiksia sedang biasanya merupakan akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan tanda- tanda
diantaranya : keadaan umum bayi lemah, frekuensi nadi >100x/menit, respirasi tidak teratur,
tonus otot kurang baik, Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen dalam darah, muka
tampak pucat, dada ada retraksi, gerakan sedikit pada ekstremitas, mempunyai nilai APGAR 4-6
. (Dewi, 2010; Hidayat, 2008).
Menurut (Saifuddin, 2009), nilai APGAR tetap diperlukan dalam upaya penilaian keadaan bayi
dan penilaian efektivitas upaya resusitasi, meskipun nilai APGAR tersebut tidak dipakai untuk
menentukan kapan memulai resusitasi atau untuk membuat keputusan mengenai jalannya
resusitasi karena dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit sesudah bayi lahir.
Penilaian skor APGAR terdiri dari 5 tanda yaitu: warna kulit, frekuensi jantung, reflek, tonus
otot dan usaha nafas. Masing-masing tanda tersebut mempunyai nilai 0-2 tergantung kondisi bayi
saat lahir. Untuk kasus asfiksia sedang, jumlah dari skor apgar antara 4-6.
g. Prognosis
Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Pada kasus bayi
baru lahir dengan asfiksia sedang kalau tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat akan
menyebabkan terjadinya asfiksia berat. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali
harus dipikirkan kemungkinannya menderita cacat mental pada masa mendatang (Mochtar,
2012).
h. Penatalaksanaan
Awal dari semua langkah asuhan adalah memastikan bahwa segala alat yang diperlukan telah
siap. Persiapan alat penatalaksanaan asfiksia dilakukan sebelum memulai menolong persalinan
atau bersamaan saat mempersiapkan peralatan menolong persalinan dan dalam keadaan siap
pakai. Alat-alat yang dibutuhkan sesuai yaitu: kain yang bersih, kering, hangat, dan dapat
menyerap cairan. Kain yang dibutuhkan minimal tiga lembar, yang digunakan untuk
mengeringkan dan menyelimuti bayi, serta untuk ganjal bahu bayi; kotak alat resusitasi yang
berisi alat penghisap lendir DeLee atau bola karet dan alat ventilasi dalam keadaan steril serta
alat perlindungan diri (DepKes RI, 2008).
Penilaian bayi baru lahir adalah langkah awal sebelum memulai resusitasi. Nilai (skor) APGAR
tidak digunakan sebagai dasar keputusan untuk tindakan resusitasi. Dalam penilaian awal bayi
baru lahir perlu menjawab pertanyaan berikut: apakah air ketuban tanpa meconeum?, apakah
bayi segera bernapas spontan atau menangis?, apakah tonus otot baik?, apakah kulit berwarna
merah muda?, apakah umur kehamilan cukup?
Apabila semuanya baik, resusitasi tidak diperlukan dan perawatan rutin untuk bayi baru lahir
normal selanjutnya dapat segera dilakukan. Bila terdapat satu atau lebih penilaian awal mendapat
jawaban “tidak”, langkah awal resusitasi harus segera dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Langkah awal resusitasi
Pada langkah ini dilakukan secara cepat dan diselesaikan dalam waktu +30 detik, yakni sebagai
berikut:
a) Menjaga lingkungan hangat dan kering
Sangat penting bagi semua bayi baru lahir untuk dijaga agar tetap kering, bersih, dan hangat
untuk mencegah bayi kedinginan (hipotermi). Pada bayi dengan asfiksia dilakukan dengan
meletakkan bayi di atas meja resusitasi di bawah pemancar panas. Tempat ini harus sudah
dihangatkan sebelumnya.
b) Memposisikan bayi yang benar dan membersihkan jalan napas. Membersihkan jalan napas
bayi dengan menggunakan kassa steril, kemudian membaringkan bayi telentang dan
memposisikan kepala bayi pada posisi kepala sedikit ekstensi dengan mengganjal bahu.
c) Mengisap lendir menggunakan pengisap lendir DeLee dengan cara mengisap lendir mulai dari
mulut, kemudian hidung; mengisap saat alat pengisap ditarik keluar; jangan melakukan
pengisapan terlalu dalam (tidak lebih dari +5cm ke dalam mulut karena dapat menyebabkan
denyut jantung bayi menjadi lambat atau bayi tiba-tiba berhenti bernapas. Untuk hidung, jangan
melewati cuping hidung)
d) Mengeringkan bayi, dan melakukan rangsang taktil.
Mengeringkan bayi dengan kain bersih dan kering dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya
dengan sedikit tekanan. Tekanan ini dapat merangsang bayi baru lahir mulai bernapas.
Rangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak kaki dengan hati-hati
dan atau menggosok punggung, perut, dada, atau tungkai bayi dengan telapak tangan. Tindakan
ini merangsang sebagian besar bayi baru lahir untuk bernapas. Prosedur ini hanya dilakukan pada
bayi yang telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat membantu untuk meningkatkan
frekuensi dari dalamnya pernafasan. Melakukan rangsang taktil terus menerus pada bayi apnea
adalah berbahaya dan tidak boleh dilakukan.
e) Mengatur posisi bayi kembali
f) Memberikan oksigen bila perlu, untuk mengurangi sianosis. Memberikan oksigen dengan
kateter nasal dengan kecepatan aliran kurang dari 2 liter per menit. Pada bayi muda, dosis 0,5
liter permenit adalah yang paling sering digunakan. Pemberian O2 headbox dengan aliran 5-7
liter permenit untuk mencapai konsentrasi O2 yang adekuat dan mencegah penumpukan CO2.
Sedangkan aliran 2-3 liter permenit diperlukan untuk mencegah rebreathing CO2 .
2) Evaluasi langkah awal
Setelah langkah awal selesai dilakukan dan bayi sudah diposisikan kembali, dilakukan penilaian
pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit.
a) Bila bayi bernapas dan denyut jantung > 100 kali permenit, kulit berwarna merah muda,
selanjutnya bayi perlu perawatan suportif
b) Bila bayi masih tidak bernapas (apnea) atau denyut jantung <100 kali permenit, bayi
memerlukan tindakan selanjutnya, yaitu ventilasi tekanan positif dengan cara:
(1) Memasang sungkup dan memperhatikan perlekatan pada sungkup agar menutupi mulut dan
hidung bayi.
(2) Melakukan ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air untuk membuka alveoli paru agar bayi
bisa mulai bernapas, apabila dada bayi mengembang, melakukan ventilasi 20 kali dengan
tekanan 20 cm air dalam 30 detik
(3) Melakukan penilaian pernapasan bayi apakah bayi sudah menangis, bernapas spontan dan
teratur atau belum.
3) Asuhan Pascaresusitasi
Resusitasi berhasil bila pernapasan bayi teratur, warna kulitnya kembali normal yang kemudian
diikuti dengan perbaikan tonus otot atau bergerak aktif, bayi menangis dan bernapas normal
sesudah langkah awal atau sesudah ventilasi, kemudian melakukan asuhan – asuhan
pascaresusitasi antara lain:
a) Melakukan IMD (Inisiasi Menyusu Dini)
Penting sekali untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini dalam satu jam setelah bayi lahir. Bila
bayi sudah bernapas normal, lakukan kontak kulit bayi dan kulit ibu dengan cara meletakkan
bayi di dada ibu dalam posisi bayi tengkurap, kepala bayi menghadap dada ibu di antara kedua
payudara, sedikit di bawah puting, lalu selimuti keduannya untuk menjaga kehangatan. Ibu
dianjurkan selama sekitar 1 jam untuk memberikan dorongan bayi untuk menyusu, sambil
menunggu bayinya meraih puting susu secara mandiri. Biasanya berhasil menyusu menit ke 30-
60.
b) Konseling
(1) Menganjurkan ibu sesering mungkin memberi ASI kepada bayinya. Bayi dengan gangguan
pernapasan perlu banyak energi
(2) Menganjurkan ibu untuk menjaga kehangatan tubuh bayi
c) Memberikan vitamin K, pemeriksaan fisik, pemberian antibiotik jika perlu.
d)Melakukan pemantauan seksama terhadap bayi pascaresusitasi dengan cara:
(1) Memperhatikan tanda- tanda kesulitan bernapas pada bayi yaitu dengan ciri- ciri : napas
megap-megap, frekuensi napas ± 60x/menit, bayi kebiruan atau pucat, bayi tanpak lemas
(2) Menjaga agar bayi tetap hangat dengan cara memandikan bayi hingga 6- 24 jam setelah bayi
lahir
(Kosim, 2008 ; Marmi dan Kukuh, 2012 ; Saifuddin, 2009)

Pengertian Dan Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir

A. Definisi

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur.
Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat
dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali
pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan
(Asuhan Persalinan Normal, 2007).

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan
teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah
bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan
secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro,
1999)

B. Etiologi / Penyebab Asfiksia

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam
rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru
lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:

1. Faktor ibu

 Preeklampsia dan eklampsia


 Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
 Partus lama atau partus macet
 Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
 Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. Faktor Tali Pusat

 Lilitan tali pusat


 Tali pusat pendek
 Simpul tali pusat
 Prolapsus tali pusat

3. Faktor Bayi

 Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)


 Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi
forsep)
 Kelainan bawaan (kongenital)
 Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan
asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan
ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya
faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia
tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap
pertolongan persalinan.

C. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis

Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan
akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila
tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu
disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak
dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan
penurunan TD.

Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada
tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh
bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga
glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan
terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :

1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.


2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi
pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan
mengalami gangguan. (Rustam, 1998).

Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia

 Tidak bernafas atau bernafas megap-megap


 Warna kulit kebiruan
 Kejang
 Penurunan kesadaran

D. Diagnosis

Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin.
Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-
tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :

1. Denyut jantung janin

Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila
frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur,
hal itu merupakan tanda bahaya

2. Mekonium dalam air ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam
air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila
hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

3. Pemeriksaan pH darah janin

Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit
kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai
tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.

(Wiknjosastro, 1999)

E. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir


Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan
tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi
yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan
keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :

 Penafasan
 Denyut jantung
 Warna kulit

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan
mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak
bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan
untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).

F. Persiapan Alat Resusitasi

Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan
siap pakai, yaitu :

1. 2 helai kain / handuk.


2. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung
setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
3. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
5. Kotak alat resusitasi.
6. Jam atau pencatat waktu.

(Wiknjosastro, 2007).

G. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC
resusitasi, yaitu :

1. Memastikan saluran terbuka

– Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
– Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
– Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan
terbuka.

2. Memulai pernafasan

– Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan


– Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut
(hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi

– Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara


– Kompresi dada.
– Pengobatan

Detail Cara Resusitasi

Langkah-Langkah Resusitasi

1. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi
untuk mengurangi evaporasi.
2. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.
3. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
4. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian
lanjutkan ke hidung.
5. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap
punggung bayi.
6. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan
10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan
observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan
positif.
1. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
2. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag atau
masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika
tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
3. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10.
1. 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
2. 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.
3. 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai
kompresi jantung.
4. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
5. Kompresi jantung

Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung :

a Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh bayi.

b Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang tubuh bayi.

7. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.

8. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung
> 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.

9. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis
0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.
10. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat.

11. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 – 5
menit.

12. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas
dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit.
(Wiknjosastro, 2007)

Persiapan resusitasi

Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama
yang perlu dilakukan adalah :
1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa
diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan
meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.
2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara
lain :
– Alat pemanas siap pakai – Oksigen
– Alat pengisap
– Alat sungkup dan balon resusitasi
– Alat intubasi
– Obat-obatan

Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :

1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim
yang hadir pada setiap persalinan.
2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan,
tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim
yang terkoordinasi.
4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan
khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.

(Dari berbagai sumber


ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 46 jiwa per 1000 kelahiran hidup. Adapun Angka Kematian Ibu

(AKI) di Indonesia 2007 yaitu 248 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian

Bayi(AKB) yaitu 27 per 1000 kelahiran hidup.(Standar WHO).

Menurut WHO, setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia,

hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57%

meninggal pada masa BBL (usia dibawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat satu bayi meninggal.

Penyebab kematian BBL di indonesia adalah BBLR 29%, Asfiksia 27%, trauma lahir, Tetanus Neonatorum,

infeksi lain dan kelainan kongenital (JNPK-KR, 2008; h.145)

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, mengestimasikan AKB di

Indonesia dalam periode 5 tahun terakhir, yaitu tahun 2003-2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup.

Banyak faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut, yaitu salah satunya asfiksia sebesar 37%

yang merupakan penyebab kedua kematian bayi baru lahir (Depkes.RI, 2008). Sementara target

Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 adalah 32 / 1. 000 KH.

Kematian perinatal terbanyak disebabkan oleh asfiksia. Hal ini ditemukan baik

dilapangan maupun dirumah sakit rujukan di indonesia. Di Amerika diperkirakan 12.000 bayi meninggal

atau menderita kelainan akibat asfiksia perinatal. Retardasi mental dan kelumpuhan syaraf sebanyak 20-

40% merupakan akibat dari kejadian intrapartum (Wiknjosastro, 2010; h.10)

Departemen Kesehatan menargetkan angka kematian ibu pada 2010 sekitar 226 orang dan

pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs) yang ke 5 pada tahun 2015 menjadi 102

orang per tahun. Serta Depkes telah mematok target penurunan AKB di Indonesia dari rata-rata 36
meninggal per 1.000 kelahiran hidup menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup pada 2015.

(www.tugaskuliah.info/2010)

Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 di Provinsi Lampung pada Tahun

2012 Angka Kematian Neonatal 27/ 1000 Kelahiran Hidup (KH), Kematian Bayi 43/1000 KH dan Kematian

Balita 30/1000 KH (SDKI 2012). Secara umum Angka Kematian Anak menunjukkan penurunan yang

lambat. Angka Kematian Neonatal mengalami stagnasi 10 tahun terakhir yaitu 20/1.000 kelahiran hidup

pada SDKI 2002 menjadi 19/1.000 pada SDKI 2007 dan SDKI 2012. Padahal kematian neonatal

merupakan proporsi yang besar dari kematian bayi (59%) dan balita (47%).

Sejak tahun 2008-2012, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Lampung mencatat 5.018 bayi

meninggal. Pada tahun 2012, tercatat 1.120 balita meninggal, atau setiap hari ada tiga balita yang

meninggal di Lampung.

Pada Tahun 2012 di Provinsi Lampung terjadi 787 kasus kematian Perinatal, 110 kasus kematian

neonatal, 159 kasus kematian bayi dan kasus kematian Balita sebanyak 64 kasus. Salah satu faktor yang

sangat mempengaruhi terjadinya bayi adalah kemampuan dan keterampilan penolong persalinan,

sesuai dengan pesan pertama kunci Making Pregnancy Safer (MPS) yaitu setiap persalinan hendaknya

ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Faktor lainnya karena kurangnya pengetahuan dan perilaku

masyarakat yang tidak mengenali tanda bahaya dan terlambat membawa ibu, bayi dan balita sakit ke

fasilitas kesehatan

Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama

kematian BBL adalah pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal/dasar dan

pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga professional. Untuk menurunkan angka kematian BBL karena
asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan

manajemen asfiksia pada BBL. Kemampuan dan keterampilan ini digunakan setiap kali menolong

persalinan.

(JNPK-KR, 2008; h.145)

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gagal bernapas

secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan

tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. umumnya akan mengalami asfiksia pada saat

dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat,

atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan

(Dewi.2010;hal.102).

Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut yaitu

perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir rendah, asfiksia, hipotermi, perlukaan kelahiran

dan lain-lain. Bahwa 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama

kehidupan, kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan menyebabkan kelainan-

kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan kematian. Dua hal yang banyak

menentukan penurunan kematian perinatal ialah tingkat kesehatan serta gizi wanita dan mutu

pelayanan kebidanan yang tinggi di seluruh negeri. (Sarwono, 2011;h.59)

Dari hasil survey di BPS Desi Andriani.Amd.Keb, pada bulan Januari- Mei tahun 2013 diperoleh

192 ibu bersalin. Dari prasurvey yang dilakukan pada tanggal 22 Mei 2013 terdapat 28 bayi yang

mengalami asfiksia pada bulan Januari-Mei. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan study

kasus yang berjudul : Asuhan Kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia terhadap Bayi Ny. M di BPS

Desi Andriani.Amd.Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung.


B. Rumusan Masalah

“Bagaimana Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia di BPS Desi Andriani Amd.Keb

Teluk Betung Utara Bandar Lampung pada tahun 2013?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penulis mampu melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif dengan menggunakan pendekatan

manajemen kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia di BPS Desi Andriani. Amd.Keb Teluk Betung

Utara Bandar Lampung pada tahun 2013?

2. Tujuan Khusus

a) Diketahuinya Pengkajian terhadap Bayi Baru Lahir dengan asfiksia di BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk

Betung Utara Bandar Lampung. .

b) Diketahuinya Identifikasi Masalah pada Bayi Baru Lahir dengan melakukan diagnosa di BPS Desi Andriani

Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung .

c) Diketahuinya Antisipasi Masalah Potensial yang terjadi pada Bayi Baru Lahir dengan asfiksia di BPS Desi

Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung.

d) Diketahuinya Kebutuhan Tindakan Segera yang diperlukan pada Bayi Baru Lahir dengan asfiksia di BPS

Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung.

e) Diketahuinya Rencana Asuhan Komprehensif pada Bayi Baru Lahir dengan asfiksia di BPS Desi Andriani

Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung. .

f) Diketahuinya Pelaksanakan Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan asfiksia di BPS Desi Andriani

Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung. .


g) Diketahuinya Evaluasi terhadap Asuhan Kebidanan yang telah dilaksanakan kepada Bayi Baru Lahir

dengan asfiksia di BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung.

D. Ruang Lingkup

1. Sasaran

Sasaran dalam studi kasus kebidanan ini adalah Bayi Baru Lahir dengan asfiksia terhadap bayi Ny.M

2. Tempat

Study kasus ini dilaksanakan di BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung.

3. Waktu

Waktu pelaksanaan studi kasus ini pada tanggal 22 Mei 2013 pukul 12:40 WIB.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi institusi pendidikan

Setelah disusunnya karya tulis ilmiah ini dapat di gunakan sebagai keefektifan proses belajar dapat

ditingkatkan. Serta lebih meningkatkan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan mahasiswa dalam

hal penanganan kasus asfiksia. Serta kedepan dapat menerapkan dan mengaplikasikan hasil dari studi

yang telah didapat pada lahan kerja. Selain itu diharapkan juga dapat menjadi sumber ilmu dan bacaan

yang dapat memberi informasi terbaru serta menjadi sumber refrensi yang dapat digunakan sebagai

pelengkap dalam pembuatan karya tulis ilmiah pada semester akhir berikutnya.

2. Bagi Penulis
Dapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang penatalaksanaan asfiksia dan dapat digunakan

sebagai bahan perbandingan antara teori yang di dapat di bangku kuliah dan dilahan praktek.

3. Bagi Lahan Praktik

Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan agar lebih meningkatkan keterampilan dalam

memberikan asuhan kebidanan, khususnya pada kasus Asfiksia dan di BPS dapat lebih meningkatakan

kualitas pelayanan secara komprehensif khususnya dalam menangani bayi baru lahir dengan asfiksia,

sehingga AKB dapat diturunkan.

F. Metodologi Dan Teknik Memperoleh Data

1. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam karya tulis ini adalah metode penelitian survey deskriptif.

Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama

untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara obyektif. Metode ini digunakan

untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang.

Penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, analisis data,

membuat kesimpulan dan laporan (Notoatmodjo, 2005;h.138).

2. Teknik Memperoleh Data

a. Data Primer

1) Wawancara

Suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan

atau informasi secara lisan dari seseorang sasaran penelitian (responden), atau bercakap-cakap

berhadapan muka dengan orang tersebut (Notoatmodjo,2005; h.138)


Wawancara dilakukan dengan cara yaitu Auto anamnesa wawancara yang dilakukan secara langsung

kepada klien mengenai penyakitnya, dan Allo anamnesa dilakukan dengan cara wawancara kepada

keluarga atau orang lain mengenai penyakit klien (Sulistyawati, 2009).

2) Pengkajian Fisik

Pengkajian yang dapat dipandang sebagai bagian tahap pengkajian pada proses keperawatan atau tahap

pengkajian atau pemeriksaan klinis dari system pelayanan terintegrasi,yang prinsipnya menggunakan

cara-cara yang sama dengan pengkajian fisik yaitu inspeksi, palpasi,perkusi dan auskultasi

(Prihardjo,2006;h.2)

b. Data Sekunder

1) Studi Pustaka

Adalah metode pengumpulan data dengan mempelajari catatan tentang pasien yang ada

(Notoatmodjo,2005;h.63).

2) Studi Dokumentasi

Adalah semua bentuk dokumen baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, yang ada dibawah

tanggung jawab instansi resmi, misalnya laporan, statistic, catatan-catatan didalam kartu klinik

(Notoatmodjo,2005;h.63).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI MEDIS


I. Teori Bayi Baru Lahir Normal

a. Pengertian bayi baru lahir

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa

memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu dengan berat badan

antara 2500 gram sampai 4000 gram nilai apgar >7 dan tanpa cacat bawaan (Rukiyah, 2010; hal. 2)

Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja

mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauteri

kehidupan ekstrauteri.

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37- 42 minggu dan berat badannya

2500-4000 gram.

b. Ciri- ciri bayi baru lahir normal

1. Lahir aterm antara 37-42 minggu

2. Berat bdan 2500- 4000 gram

3. Panjang badan 48- 52 cm

4. Ligkar dada 30- 38 cm

5. Lingkar kepala 33-35 cm

6. Lingkar lengan 11- 12 cm

7. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit

8. Pernafasan 40-60 x /menit

9. Kulit kemerah merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup

10. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna
11. Kuku agak panjang dan lemas

12. Nilai APGAR>7

13. Gerak aktif

14. Bayi lahir langsung menangis kuat

15. Reflek rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut) sudah

terbentuk dengan baik.

16. Reflek sucking(isap dan menelan ) sudah terbentuk dengan baik

17. Reflek moro ( gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk dengan baik

18. Reflek grasping ( menggenggam) sudah baik

19. Genitalia

a. Pada laki- laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada sokrotum dan penis yang berlubang

b. Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra yang berlubang , serta adanya labia

minora dan mayora

c. Tahapan Bayi Baru Lahir :

1. Tahap I :

Terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertama kelahiran.Pada tahap ini di gunakan system

scoring apgar untuk fisik dan scoring gray untuk interaksi bayi dan ibu

2. Tahap II :

Disebut tahap transisional reaktivitas. Pada tahap II dilakukan pengkajian selama 24 jam pertama

terhadap ada nya perubahan perilaku.


3. Tahap III :

Disebut tahap periodik, pengkajian di lakukan 24 jam pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh

tubuh.

(Dewi,2010; h.1- 3)

d. Penanganan Bayi Baru Lahir Normal

1. Menilai bayi dengan cepat( dalam 30 detik), kemudian meletakkan bayi diatas perut ibu dengan posisi

kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan bayi ditempat

yang memungkinkan ).

2. Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan kotak kulit ibu- bayi lakukan

penyuntikan oksitosin im.

3. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira- kira 3 cm dari pusat bayi, melakukan urutan pada tali pusat

mulai dari klem kearah ibu dan memasang klem 2 cm dari klem pertama (kearah ibu).

4. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan memotong tali pusat

diantara dua klem tersebut.

5. Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang

bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka.

6. Memberikan bayi kepada ibunya dan mengajurkan ibu utuk memeluk bayinya dan memulai pemberian

ASI jika ibu menghendakinya.(sarwono,2010; h.344)


II. Asfiksia Neonatorum

a. Definisi

Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal

bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan

oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. ( Dewi.2010; h.102)

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga

dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan

lebih lanjut (Manuaba, 2010; h.421)

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.

Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia setelah persalinan.

Masalah ini mungkin saling berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada bayi selama

atau sesudah persalinan.(JNPK KR 2008; h. 146).

b. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Penyebab terjadinya Asfiksia menurut (DepKes RI, 2009)

1. Faktor Ibu

a. Preeklamsia dan eklamsia.

b. Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau plasenta).

c. Partus lama atau partus macet.

d. Demam selama persalinan.

e. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).

f. Kehamilan post matur.


g. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.

2. Faktor Bayi

a. Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).

b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi vakum, forsef).

c. Kelainan kongenital.

d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).

3. Faktor Tali Pusat

a. Lilitan tali pusat.

b. Tali pusat pendek.

c. Simpul tali pusat.

d. Prolapsus tali pusat.

c. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia)

Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang, sehingga

aliran oksigen kejanin berkurang, akibatnya terjadi gawat janin.

1) Gangguan Sirkulasi Menuju Janin

a) Gangguan aliran pada tali pusat (lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan pada tali pusat, ketuban

telah pecah, kehamilan lewat waktu)

b) Pengaruh obat, karena narkosa saat persalinan.

2) Faktor Ibu

a) Gangguan his (tetania uteri/hipertonik)

b) Penurunan tekanan darah dapat mendadak (perdarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta)

c) Vasokontriksi arterial (hipertensi pada hamil dan gestosis preeklampsia-eklampsia)

d) Gangguan pertukaran nutrisi/O2 (solusio plasenta) (Manuaba, 2010; h.421)


d. Diagnosis

Untuk dapat mendiagnosa gawat janin dapat ditetapkan dengan

melakukan pemeriksaan sebagai berikut:

1) Denyut jantung janin

a. DJJ meningkat 160 kali permenit tingkat permulaan

b. Mungkin jumlah sama dengan normal, tetapi tidak teratur

c. Frekuensi denyut menurun <100 kali permenit, apalagi disertai irama yang tidak teratur.

d. Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena terjadi rangsangan nervus

X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka.

2) Mekonium dalam air ketuban

Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena terjadi rangsangan nervus

X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka (Manuaba, 2010; h.422)

3) Pernapasan

Awalnya hanya sedikit nafas. Sedikit napas ini dimaksudkan untuk mengembangkan paru, tetapi bila

paru mengembang saat kepala masih dijalan lahir, atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal,

aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti napas komplet. Kejadian ini disebut apnue primer (

drew.2009;h.9)

4) Usia Ibu
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu sehingga kualitas sumber daya

manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin.

Kehamilan di usia muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut terhadap

kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk

mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua
(diatas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan persalinannya serta alat-alat

reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.

Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi) maupun

secara mental. Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor resiko yang

mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur tua (> 35 tahun), secara

fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan

predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat

berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum, 2010).

5) Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman di

tinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 4 mempunyai angka

kematian maternal yang disebabkan perdarahan pasca persalinan lebih tinggi. Paritas yang rendah

(paritas satu), ketidak siapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor

penyebab ketidak mampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi dalam kehamilan,

persalinan dan nifas (Winkjosastro, 2007).

Paritas 1 beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi) maupun secara mental. Hasil

penelitian menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor resiko yang mempunyai hubungan yang

kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan paritas di atas 4, secara fisik ibu mengalami kemunduran

untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan,

plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru

lahir (Purnamaningrum, 2010).

http://yulianasept.blogspot.com/2012/10/proposal-asfiksia.html,, tanggal 7 juni 2013 pukul 10.14

6) Lama persalinan
Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui

plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang yang dapat menyebabkan terjadi asfiksia

pada bayi baru lahir yaitu partus lama atau partus macet dan persalinan sulit, seperti letak sungsang,

bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vacuum dan vorcep (JNPK-KR, 2008, h. 144)

Pada multigravida tahapannya sama namun waktunya lebih cepat untuk setiap fasenya. Kala 1 selesai

apabila pembukaan servik telah lengkap, pada multigravida berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan

pada multigravida kira-kira 7 jam. (sulistyawati, esti,2010; h.65)

e. Tanda dan gejala

1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)

Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis,sehingga memerlukan perbaikan dan resusitasi

aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang yang muncul pada asfiksiam berat adalah sebagai berikut:

1) Frekuensi jantung kecil, yaitu <40 per menit.

2) Tidak ada usaha napas

3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada

4) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu

2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)

Pada asfiksia sedang, tanda gejala yang muncul adalah sebagai berikut:

1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit

2) Usaha nafas lambat

3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik

4) Bayi masih bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan

5) Bayi tampak siannosis

3. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)


Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut:

1) Bayi tampak sianosis

2) Adanya retraksi sela iga

3) Bayi merintih

4) Adanya pernafasan cuping hidung

5) Bayi kurang aktifitas

(Dewi.2010; h.102)

f. Penilaian Asfikaia Pada Bayi Baru Lahir

1. Penilaian Awal

Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan apakah tindakan resusitasi harus segera

dimulai. Segera setelah lahir, dilakukan penilaian pada semua bayi dengan cara petugas bertanya pada

dirinya sendiri dan harus menjawab segera dalam waktu singkat.

1) Apakah bayi lahir cukup bulan ?

2) Apakah air ketuban jernih dan tidak bercampur mekonium ?

3) Apakah bayi bernafas adekuat atau menangis ?

4) Apakah tonus otot baik ?

Bila semua jawaban “Ya”, berarti bayi baik dan tidak memerlukan tindakan resusitasi. Pada bayi ini

segera dilakukan asuhan pada bayi normal. Bila salah satu atau lebih jawaban “Tidak”, bayi memerlukan

tindakan resusitasi. Segera dimulai dengan langkah awal resusitasi.

2. Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir

PENILAIAN Sebelum bayi lahir :


 Apakah kehamilan cukup bulan ?
Sebelum bayi lahir :

 Apakah airketuban jernih, tidak bercampur mekonium (warna


kehijauan) ?
Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan) :

 Menilai apakah bayi menangis atau bernapas/megap-megap ?


 Menilai apakah tonus aot baik ?
KEPUTUSAN Memutuskan bayi perlu resusitasi jika :
 Bayi tidak cukup bulan atau bayi megap-megap/tidak bernapas
dan atau tonus otot bayi tidak baik
 Air ketuban bercampur mekonium.
TINDAKAN Mulai lakukan resusitasi segera jika :
 Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megap-megap/tidak
bernapas dan tonus otot bayi tidak baik :
Lakukan tindakan resusitasi BBL
 Air ketuban bercampur mekonium :
Lakukan resusitasi sesuai dengan indikasinya
(JNPK-KR 2008; h.151)

Tabel 1. Penilaian asfiksia pada bayi baru lahir

Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga


tanda yang penting, yaitu:
a. Pernafasan
b. Denyut jantung
c. Warna

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai


resusitasi atau untuk membuat keputusan mengenai jalannya
resusitasi.

(Saifuddin, 2009, hal: 349)


3. Hal penting dalam penilaian asfiksia

Aspek yang sangat penting dari resusitasi BBL adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan

dilakukan dan ahirnya melaksanakan tindakan tersebut. Penilaian selanjutnya adalah dasar untuk

menentukan kesimpulan dan tindakan berikutnya. Upaya resusitasi yang efektif dan efisien berlangsung

melalui rangkaian tindakan, yaitu penilaian, pengambilan keputusan dan selanjutnya tindakan lanjut.

Rangkaian tindakan ini merupakan suatu siklus. Misalnya pada saat-saat anda melakukan rangsangan

taktil anda sekaligus menilai pernafasan bayi. Atas dasar penilaian ini anda akan melakukan langkah

berikutnya. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau bahwa

pernafasan tidak adekuat, anda sudah menentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan

berikutnya, yaitu memberikan ventilasi dengan tekanan positif (VTP). Sebaliknya apabila pernafasannya

normal, maka tindakan selanjutnya adalah menilai denyut jantung bayi. Segera setelah memulai suatu

tindakan anda harus menilai dampaknya pada bayi dan membuat kesimpulan untuk tahap berikutnya.

Nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit setelah bayi lahir, akan tetapi

penilaian bayi harus dimulai segera setelah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan intervensi berdasarkan

pernafasan, denyut jantung, atau warna bayi, maka penilaian ini harus dilakukan segera. Intervensi yang

harus dilakukan jangan sampai terlambat karena menunggu penilaian APGAR 1 menit. Keterlambatan

tindakan sangat membahayakan, terutama pada bayi yang mengalami depresi berat. Walaupun nilai

APGAR tidak penting dalam pengambilan keputusan pada awal resusitasi, tetapi dapat menolong dalam

upaya penilaian keadaan bayi dan penilaian efektivitas upaya resusitasi. Jadi nilai APGAR perlu dinilai

dalam 1 menit dan 5 menit. Apabila nilai apgar <7 penilaian tambahan masih diperlukan, yaitu tiap 5

menit sampai 20 menit atau sampai 2 kali penilaian menunjukkan nilai 8 atau lebih. Penilaian pada bayi

yang terkait dengan penatalaksanaan resusitasi, dibuat berdasarkan keadaan klinis. Penilaian awal harus

dilakukan pada semua BBL. Penatalaksanaan selanjutnya dilakukan menurut hasil penilaian tersebut.
Penilaian berkala setelah setiap langkah resusitasi harus dilakukan setiap 30 detik. Penatalaksanaan

dilakukan terus menerus berkesinambungan menurut siklus menilai, menentukan tindakan, melakukan

tindakan, kemudian menilai kembali (Saifuddin, 2009; h. 349)

Tiga point pengkajian klinis

1). Pernapasan

Observasi pergerakan dada dan masukan udara dengan cermat. Lakukan auskultasi jika perlu. Kali

adanya pola pernapasan abnormal, seperti pergerakan dada asimetris, napas tersenggal, atau

mendengur.

Tentukan apakah pernapsannya adekuat (frekuensi baik dan teratur), tidak adekuat (lambat dan

tidak teratur), atau tidak ada sama sekali.

2). Denyut jantung

Kaji frekuensi jantung dengan mengauskultasikan denyut aspeks atau merasakan denyutan

umbilicus.

Klasifikasikan menjadi >100 atau <100 kali permenit. Angka ini merupakan titik batas yang

mengindikasikan ada atau tidaknya hipoksia yang signifikan. Catatan : bayi dengan frekuensi jantung

<60, khususnya bayi tanpa frekuensi jantung, membutuhkan pendekatan yang lebih darurat. Awalnya,

curah jantung mungkin tidak mampu mencukupi perfusi arteri koroner, sampai pada akhirnya tidak

mampu sama sekali, walaupun dilakukan ventilasi.

3). Warna

Kaji bibir dan lidah bayi yang dapat berwarna biru atau merah muda. Sianosis perifer

(akrosianosis) merupakan hal yang normal pada beberapa jam pertama bahkan hari. Bayi yang pucat
mungkin mengalami syok atau anemia berat. Tentukan apakah bayi bewarna merah mudah, biru atau

pucat.

Ketiga observasi ini dikenal sebagai komponen skor APGAR. Dua komponen lainnya adalah tonus

dan respons terhadap rangsangan.

(David,dkk.2009; h.30-32)

a. Pemantauan Janin

1. Saat Bayi Sudah Lahir

a) Penilaian sekilas sesaat setelah bayi lahir

Sesaat setelah bayi lahir bidan melakukan penilaia sekilas untuk kesejahteraan bayi secara umum. Aspek

yang dinilai adalah warna kulit dan tangis bayi, jika warna kulit adalah kemerahan dan bayi dapat

menangis spontan, maka ini sudah cukup untuk dijadikan data awal bahwa dalam kondisi baik.

b) Menit pertama kelahiran

Pertemuan sarec di swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi baru lahir

adalah dengan cara sederhana yang disebut dengan SIGTUNA (SIGTUNA score), sesuai dengan nama

terjadinya konsensus. Penilaian cara ini digunakan terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan dasar

karena hanya menilai dua parameter yang penting, namun cukup mewakili indikator kesejahteraan bayi

baru lahir. Sesaat setelah bayi lahir bidan memantau 2 tanda vital bayi sesuai dengan SIGTUNA score,

yaitu upaya bayi untuk bernafas dan frekuensi jantung (dihitung selama 6 detik, hasil dikalikan 10 sama

dengan frekuensi jantung satu menit).

Cara menentukan SIGTUNA score:

1) Nilai bayi sesaat setelah lahir (menit pertama) dengan kriteria penilaian seperti pada tabel.

2) Jumlahkan score yang didapat.


3) Kesimpulan dari total SIGTUNA score

4 : Asfiksia riangan atau tidak asfiksia.

2-3 : Asfiksia sedang.

1 : Asfiksia berat.

0 : Bayi lahir mati/fresh stillbirth.

2. Menit ke 5 sampai 10

Segera setelah bayi lahir, bidan mengobservasi keadaan bayi dengan berpatokan pada APGAR score dari

5 menit hingga 10 menit (Sulistyawati,2010;h.209).

Tabel 2. Skala pengamatan APGAR score

Aspek Skor
pengamatan
bayi baru lahir

0 1 2

Appeareance Seluruh tubuh Warna kulit Warna kulit seluruh


(Warna kulit) bayi berwarna tubuh normal, tubuh normal
kebiruan .atau tetapi tangan
pucat dan kaki
berwarna
kebiruan
Pulse Denyut jantung Denyut jantung Denyut jantung
tidak ada <100 kali >100 kali permenit
(Nadi) permenit

Grimace Tidak ada Wajah meringis Meringis, menarik,


(Respon respon saat distimulasi batuk atau bersin
refleks) terhadap saat stimulasi
stimulasi

Activity Lemah, tidak Lengan dan kaki Bergerak aktif dan


ada gerakan dalam posisi spontan
(Tonus otot) fleksi dengan
sedikit gerakan

Respiratory Tidak bernafas, Menangis lemah, Menangis kuat,


(Pernafasan) pernafasan terdengar seperti pernafasan baik dan
lambat dan merintih teratur
tidak teratur

(Sulistyawati, 2010; h.209)

b. Penatalaksanaan Asfiksia

1) Persiapan resusitasi BBL

a) Persiapan tempat resusitasi

Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi :

1. Gunakan ruang yang hangat dan terang


2. Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat misalnya meja, dipan atau

diatas lantai beralas tikar. Sebaiknya dekat pemancar panas dan tidak berangin (jendela atau pintu yang

terbuka)

Keterangan:

a. Ruang yang hangat akan mencegah bayi hipotermi.

b. Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk kemudahan pengaturan posisi kepala bayi.

c. Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt atau lampu petromak. Nyalakan lampu

menjelang persalinan.

b) Persiapan alat resusitasi

Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan juga disiapkan alat-alat resusitasi

dalam keadaan siap pakai, yaitu :

1. Kain ke-1 untuk mengeringkan bayi.

2. Kain ke-2 untuk menyelimuti bayi.

3. Kain ke-3 untuk ganjal bahu bayi.

4. Alat penghisap lender De Lee atau Bola karet.

5. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup.

6. Kotak alat resusitasi.

7. Sarung tangan.

8. Jam atau pencatat waktu.

Keterangan:

a. Kain yang digunakan sebaiknya bersih, kering, hangat dan dapat menyerap cairan misalnya handuk, kain

flannel, dll. Kalau tidak ada gunakan kain panjang atau sarung.

b. Kain ke-3 untuk ganjal bahu. Ganjal bahu bisa dibuat dari kain (kaos, selendang, handuk kecil), digulung

setinggi 3 cm dan bisa disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi agar sedikit tengadah.
c. Bagian-bagian balon dan sungkup:

1) Pintu masuk udara dan tempat memasang reservoir O2

2) Pintu masuk O2

3) Pintu keluar O2

4) Susunan katup

5) Reservoir O2

6) Katup pelepas tekanan (pop-of valve)

7) Tempat memasang manometer (bagian ini mungkin tidak ada)

Keterangan:

a) Alat pengisap lendir Dee Lee adalah alat untuk menghisap lender khusus untuk BBL.

b) Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup merupakan alat yang sangat penting dalam tindakan

ventilasi pada resusitasi, siapkan sungkup dalam keadaan terpasang dan steril.

c) Tabung atau balon serta sungkup dan alat penghisap lender De Lee dalam keadaan steril, disiapkan

dalam kotak alat resusitasi.

c. Cara menyiapkan:

1) Kain ke-1:

Fungsi kain pertama adalah untuk mengeringkan BBL yang basah oleh air ketuban segera setelah lahir.

Bagi bidan yang sudah biasa dan terlatih meletakkan bayi baru lahir diatas perut ibu, sebelum persalinan

akan menyediakan sehelai kain diatas perut ibu untuk mengeringkan bayi. Hal ini dapat juga digunakan

pada bayi asfiksia. Bila tali pusat sangat pendek, bayi dapat diletakkan didekat perineum ibu sampai tali

pusat telah diklem dan dipotong, kemudian jika perlu lakukan tindakan resusitasi.

2) Kain ke-2:
Fungsi kain ke-2 adalah untuk menyelimuti BBL agar tetap kering dan hangat. Singkirkan kain ke-1 yang

basah sesudah dipakai mengeringkan bayi. Kain ke-2 ini diletakkan diatas tempat resusitasi, digelar

menutupi tempat yang rata.

3) Kain ke-3:

Fungsi kain ke-3 adalah untuk ganjal bahu bayi agar memudahkan dalam pengaturan posisi kepala bayi.

Kain digulung setebal kira-kira 3 cm diletakkan di bawah kain ke-2 yang menutupi tempat resusitasi

untuk mengganjal bahu.

4) Alat resusitasi:

Kotak alat resusitasi yang berisi alat pengisap lender Dee Lee dan alat resusitasi tabung atau balon dan

sungkup diletakkan dekat tempat resusitasi, maksudnya agar memudahkan diambil sewaktu-waktu

dibutuhkan untuk melakukan tindakan resusitasi BBL.

5) Sarung tangan.

6) Jam atau pencatat waktu

d. Persiapan Diri

Lindungi dari kemungkinan infeksi dengan cara:

1. Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek, masker, penutup kepala, kaca mata dan sepatu

tertutup)

2. Lepaskan perhiasan, cincin dan jam tangan sebelum mencuci tangan.

3. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran alkohol dan gliseril.

4. Keringkan dengan kain atau tisu bersih.

5. Selanjutnya gunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan.

2) Tahap I: Langkah Awal

Tahap awal diselesaikan dalam waktu 30 detik. Langkah awal tersebut meliputi:
a) Jaga bayi tetap hangat

a) Letakkan bayi diatas kain yang ada diatas perut ibu

b) Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut tetap terbuka, potong tali pusat

c) Pindahkan bayi keatas kain di tempat resusitasi yang datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat.

d) Jaga bayi tetap diselimuti dan dibawah pemancar panas.

b) Atur posisi bayi

1. Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong

2. Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu dengan pengganjal bahu, sehingga kepala sedikit ekstensi.

c) Isap lendir

Gunakan alat pengisap DeLee dengan cara sebagai berikut:

1. Isap lendir mulai dari mulut dulu, kemudian hidung

2. Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, TIDAK pada waktu memasukan.

3. Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5 cm kedalam mulut atau lebih dari 3 cm

dalam hidung), hal itu dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau tiba-tiba berhenti

bernafas.

d) Keringkan dan rangsang bayi

1. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan

2. Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau dengan menggosok

punggung, dada, perut dan tungkai bayi dengan telapak tangan.

e) Atur kembali posisi bayi

1. Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya

2. Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka dan dada, agar bisa memantau

pernafasan bayi.
3. Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.

f) Lakukan penilaian bayi

Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas atau megap-megap. Bila bayi bernafas

normal, lakukan asuhan pasca resusitasi. Tapi bila bayi tidak bernafas normal atau megap-megap, mulai

lakukan ventilasi bayi.

3) Tahap II: Ventilasi

Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara ke dalam paru-

paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru bayi agar bisa bernafas spontan dan teratur.

a) Pasang sungkup

Pasang sungkup dengan menutupi dagu, mulut dan hidung.

b) Ventilasi 2 kali

1. Lakukan peniupan / pompa dengan tekanan 30 cm air.

Tiupan awal tabung-sungkup / pompaan awal balon-sungkup sangat penting untuk membuka alveoli

paru agar bayi bisa mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.

2. Lihat apakah dada bayi mengembang.

Saat melakukan tiupan atau pompaan perhatikan apakah dada bayi mengembang.

Bila tidak mengembang:

a. Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor.

b. Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah menghidu.

c. Periksa cairan atau lendir dimulut. Bila ada lendir atau cairan lakukan penghisapan.

d. Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air (ulangan), bila dada mengembang, lakukan tahap

berikutnya.
c) Ventilasi 20 kali dalam 30 detik

1. Lakukan tiupan dengan tabung dan sungkup atau pemompaan dengan balon dan sungkup sebanyak 20

kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai menangis dan bernafas spontan

2. Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau pemompaan, setelah 30 detik lakukan penilaian

ualng nafas.

Jika bayi mulai bernafas spontan atau menangis, hentikan ventilasi bertahap:

a. Lihat dada apakah ada retraksi dinding dada bawah

b. Hitung frekuensi nafas permenit

Jika bernafas >40 per menit dan tidak ada retraksi berat:

a. Jangan ventilasi lagi

b. Letakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit pada dada ibu dan lanjutkan asuhan bayi baru lahir.

c. Pantau setiap 15 menit untuk pernafasan dan kehangatan

d. Katakana pada ibu bahwa bayinya kemungkinan besar akan membaik.

3. Lanjutkan asuhan pasca resusitasi.

4. Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, lanjutkan ventilasi.

d) Ventilasi setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang nafas.

1. Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air)

2. Hentikan ventilasi setiap 30 detik, lakukan penilaian bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau megap-

megap:

a. Jika bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi

b. Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan

penilaian ulang nafas tiap 30 detik.

e) Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas spontan sesudah 2 menit resusitasi

f) Lanjutkan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi


5. Tahap III: Asuhan Pasca Resusitasi

Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan instensif

selama 2 jam pertam. Penting sekali pada tahap ini dilakukan BBL dan pemantauan sera intensif serta

pencatatan.

a) Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi

1. Tidak dapat menyusu

2. Kejang

3. Mengantuk atau tidak sadar

4. Nafas cepat (>60 kali permenit)

5. Merintih

6. Retraksi dinding dada bawah

7. Sianosis sentral

b) Pemantauan dan perawatan tali pusat

1. Memantau perdarahan tali pusat

2. Menjelaskan perawatan tali pusat

c) Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya

1. Meletakkan bayi di dada ibu (kulit ke kulit), menyelimuti keduanya

2. Membantu ibu untuk menyusui bayi dalam 1 jam pertama

3. Menganjurkan ibu untuk mengusap bayinya dengan kasih sayang

d) Pencegahan hipotermi

1. Membaringkan bayi dalam ruangan >250 C bersama ibunya

2. Mendekap bayi dengan lekatan kulit ke kulit sesering mungkin

3. Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24 jam


4. Menimbang berat badan terselimuti, kurangi berat selimut

5. Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan, buka selimut bayi sebagian-sebagian.

Asuhan pasca lahir (usia 2-24 jam setelah lahir)

Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca lahir lebih lanjut. Asuhan

pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan rumah(kunjungan BBL/ neonatus). Tujuan dari

asuhan pasca lahir adalah untuk mengetahui kondisi lebih lanjut dalam 24 jam pertama kesehatan bayi

setelah mengalami tindakan resusitasi.

e) Pemberian vit-K

Memberikan suntikan vit-K di paha kiri anterolateral 1 mg intramuscular.

f) Pencegahan infeksi

1. Memberikan salep mata antibiotika

2. Memberikan imunisasi Hepatitis-B dipaha kanan 0,5 mL intramuscular, 1 jam setelah pemberian vit K

3. Memberitahu ibu dan keluarga cara pencegahan infeksi bayi.

g) Pemeriksaan fisik

1. Mengukur panjang badan dan lingkar kepala bayi

2. Melihat dan meraba kepala bayi

3. Melihat mata bayi

4. Melihat mulut dan bibir bayi

5. Melihat dan meraba lengan dan tungkai, gerakan dan menghitung jumlah jari

6. Melihat alat kelamin dan menentukan jenis kelamin, adakah kelainan

7. Memastikan adakah lubang anus dan uretra, adakah kelainan

8. Memastikan adakah buang air besar dan buang air kecil

9. Melihat dan meraba tulang punggung bayi.

h) Rencana asuhan 24 jam


1. Pemberian ASI

2. Menilai BAB bayi

3. Menilai BAK

4. Kebutuhan istirahat/tidur

5. Menjaga kebersihan kulit bayi

6. Mendeteksi tanda-tanda bahaya pada bayi (rukiyah dan yulianti.2010;h.66)

i) Pencatatan dan pelaporan

j) Asuhan pasca lahir (JNPK-KR, 2008 h.148)

B. TINAJUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN

1. Pengertian

Manajemen asuhan kebidanan atau sering disebut manajemen asuhan kebidanan adalah suatu

metode berfikir dan bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar

menguntungkan kedua belah pihak baik klien maupun pemberi asuhan.

Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode

untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan, keterampilan,

dalam rangkaian tahap-tahap yang logis untuk pengambiln suatu keputusan yang berfokus terhadap

klien.

kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang dikembangkan oleh Helen Varney dalam buku

Varney’s Midwifery, edisi ketiga tahun 1997, menggambarkan proses manajemen asuhan kebidanan

yang terdiri dari tujuh langkah yang berturut secara sistematis dan siklik.

Varney menjelaskan bahwa proses pemecahan masalah yang ditemukan oleh perawat dan bidan

pada tahun 1970-an. Proses ini memperkenalkan sebuah metode pengorganisasian pemikiran dan
tindakan dengan urutan yang logis dan menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan.

Proses manajemen kebidanan ini terdiri dari tujuh langkah yang berurutan, dan setiap langkah

disempurnakan secara berkala. Proses dimulai dari pengumpulan data dasar dan berakhir dengan

evaluasi. Ke-tujuh langkah tersebut membentuk suau kerangka lenkap yang dapat diaplikasikan dalam

situasi apapun. Akan tetapi setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih

detail dan ini bias berubah sesuai dengan kebutuhan klien. (Saminem, 2010; h. 39)

2. Langkah dalam manajemen kebidanan menurut Varney

a. Tahap pengumpulan data dasar (langkah I)

Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat dan lengkap dari semua sumber

yag berkaitan dengan kondisi klien.

Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara:

Anamnesis, anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat menstruasi, riwayat

kesehatan , riwayat kehamilan, persalinan dan nifas, bio- psiko- sioso-spiritual, serta pengetahuan klien.

a. Identitas

Identitas bayi didapat dari anamnesa yang dilakukan oleh bidan terhadap orang tua bayi untuk

memperoleh informasi tentang identitas bayi baru lahir, seperti umur bayi, jam kelahiran bayi, jenis

kelamin bayi dan anak keberapa.

b. Riwayat Antenatal

1) Data ini penting untuk diketahui oleh bidan sebagai data acuan untuk memprediksi apakah terdapat

penyulit pada kehamilan saat bayi masih dalam kandungan.

2) Kesehatan janin dikaji untuk mengetahui kondisi janin saat ini

3) Keluhan trismester 1, 2 dan 3 dikaji untuk mengetahui keluhan yang pernah dirasakan oleh orang tua

bayi saat hamil


4) Frekuensi ANC selama kehamilan trismester 1, 2 dan 3 dikaji untuk mengetahui seberapa sering orang

tua bayi pernah memeriksakan diri saat hamil

5) Pola nutrisi dikaji untuk mengetahui asupan nutrisi pada orang tua bayi

6) Perilaku kesehatan dikaji untuk mengetahui apakah orang tua bayi pernah merokok, mengonsumsi

alkohol, obat-obatan atau jamu selama hamil

c. Riwayat Proses Persalinan

1) Data ini penting untuk diketahui oleh bidan sebagai data acuan untuk memprediksi apakah terdapat

penyulit saat terjadinya proses kelahiran bayi.

2) Tempat lahir dikaji untuk mengetahui dimanakah bayi dilahirkan

3) Ditolong oleh dikaji untuk mengetahui siapakah yang menolong kelahiran bayi

4) Jenis persalinan dikaji untuk mengetahui bagaimana cara bayi dilahirkan

5) Lama persalinan dikaji untuk mengetahui seberapa lama proses persalinan

6) Tanggal lahir dikaji untuk mengetahui kapan bayi di

7) lahirkan dan pukul untuk mengetahui waktu bayi dilahirkan

8) BB dikaji untuk mengetahui berapakah berat badan bayi, PB dikaji untuk mengetahui berapakah panjang

badan bayi dan nilai apgar digunakan untuk menilai apakah bayi sudah dalam keadaan normal atau tidak

9) Jenis kelamin dikaji untuk mengetahui apa jenis kelamin bayi

10) Cacat bawaan dikaji untuk mengetahui apakah bayi lahir dalam keadaan cacat atau tidak

11) Masa gestasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak

12) Resusitasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi telah dilakukan tindakan resusitasi atau tidak

a. Pola Kebutuhan Sehari-hari

Nutrisi dikaji untuk mengetahui apa saja yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.

Nutrisi yang diberikan pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) juga akan berbeda, sebab

kapsitas lambung BBLR sangat kecil sehingga minum harus sering diberikan tiap jam. Perhatikan juga
apakah selama pemberian minum bayi menjadi cepat lelah, menjadi biru atau perut menjadi besar/

kembung (Prawirohardjo,2009)

b. Pola eliminasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi telah BAK dan BAB. Pada bayi dengan berat badan

lahir rendah (BBLR) kita mengkaji pola eliminasi, sebab pada bayi BBLR kebutuhan nutrisi yang diberikan

berbeda dengan bayi yang berat badannya normal, oleh sebab itu akan berpengaruh juga pada frekuensi

BAB dan BAK nya setiap harinya.

c. Pola istirahat dikaji untuk mengetahui apakah kebutuhan istirahat bayi telah terpenuhi atau tidak. Bayi

yang mengalami berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki pola tidur yang lebih banyak dari bayi normal,

sebab nutrisi yang dikonsumsi sangat cukup dan memiliki frekuensi yang ditetapkan setiap jam, sehingga

bayi lebih sering tertidur nyenyak dengan nutrisi yang cukup.

d. Personal hygine dikaji untuk mengetahui bagaimana kebersihan pada diri bayi. Pada bayi dengan berat

badan lahir rendah (BBLR) personal hygine juga perlu dikaji sebab kebersihan pada bayi sangat

diutamakan untuk pencegahan infeksi.

C. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda- tanda vital, meliputi

a. Pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi).

1) Pemeriksaan penunjang (laboratorium dan cacatan terbaru serat cacatan sebelumnya). Pemeriksaan

fisik

a) Kepala :

bentuk simetris atau tidak, UUB dan UUK datar atau tidak, keadaan rambut bersih atau tidak, adakah

caput succedenum dan cephal hematome.

b) Wajah

terdapat odema atau tidak, kebersihan muka simetris atau tidak dan warna kemerahan atau tidak
c) Mata

simetris atau tidak, adakah pembengkakan pada kelopak mata,konjungtiva merah muda atau pucat,

sklera putih atau tidak, adakah bulu mata atau tidak, adakah kotoran mata atau tidak

d) Hidung

bentuk, lubang hidung, pernafasan cuping hidung, dan pengeluaran

e) Mulut

bentuk bibir, lidah, palatum, reflek rooting

f) Telinga

simetris atau tidak, lubang telinga, adakah cairan atau tidak

g) Leher

bendungan vena jugularis, pembesaran kelenjar tyroid, pembesaran kelenjar getah bening, reflek

menelan, kepala bebas berputar

h) Dada

bentuk dada, pengembangan rongga dada, suara jantung, suara paru-paru

i) Ketiak

kebersihan, pembesaran kelenjar limfe

j) Perut

bentuk simetris atau tidak, adakah bising usus, keadaan tali pusat, kembung,adakah benjolan, adakah

pembesaran hati

k) Punggung

fleksibilitas tulang punggung, tonjolan tulang punggung, lipatan bokong

l) Anus

adakah lubang anus atau tidak


m) Genetalia

adakah labia mayor dan labia minor, adakah klitoris dan orifisium uretra

n) Ekstermitas

pergerakan dan jari-jari tangan dan kaki

o) Neuro

reflek moro, rooting, glabela, gland, plantar, tonik leher, menghisap

p) Eliminasi

BAK dan BAB

a. Interpretasi data dasar (langkah II)

Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi

yang benar atas data- data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretasi

sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun

masalah, keduanya harus ditangani. Meskipun masalah tidak dapat dartiakn sebagai diagnosis, tetapi

tetap membutuhkan penanganan.

b. Identifikasi diagnosis/ masalah potensial dan antisipasi penanganannya (langkah III)

Pada langkah ketiga mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosis/

masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan

pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap- siap mencegah diagnosis masalah potensial I

menjadi kenyataan. Langkah ini penting dituntut untuk mampu menagntisipasi masalah potensial tidak

hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi, tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi

agar masalah atau diagnosis tersebut tidak terjadi. Langhkah ini bersifat antisipasi yang rasional/ logis.
c. Tindakan segera atau kolaborasi (langkah IV)

Bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter melakukan konsultassi atau penanganan segera

bersama anggota tim kaesehatn lain dengan kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan

keseimangan proses manajemen kebidanan. Jadi, manajemen tidak hanya berlangsung seama asuhan

primer periodic atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama wanita tersebut dalam dampingan

bidan. Misalnya, pada waktu wanita tersebut dalam persalinan.

d. Rencana asuhan menyeluruh (langkah V)

Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyuluruh yang ditentukan berdasarkan langkah- langkah

sebelumnya. Langkah ini merupakan kelautan manajemen untuk masalah atau diagnosis yang telah

diidentikasi atau dantispasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat

dilengkapi rencana asuhan yang menyuluruh tidak hanya meliputi segala hal yang sudah teridentifikasi

dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi

untuk klien tersebut. Pedoman antisipasi ini mencakup perkiraan tentang hal yang akan terjadi

berikutnya: apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah bidan perlu merujuk klien bila ada

sejumlah masalah terkait sosial, ekonomi, kultural, atau psikososial.

e. Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman (langkakh VI)

Pada langkah keenam, rencana asuhan menyuluuh dilakua denangn efisien dan aman. Pelaksanaan ini

bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan

lainnya walua bidan tidak melakukan nya sendiri, namun ia tetap memikul tangung jawab untuk

mengarahkan pelaksanaanya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah tersebut benar-benar

terlaksana)

f. Evaluasi ( langkah VII)


Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif untuk

mengetahui faktor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan.

Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi evaluasi

pemenuhan kebutuhan akan banuan apkah benar- benar telah terpenuhi sebagaimana diidentifkasi

didalam diagnosis dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif

dalam pelaksanaanya. (Soepardan.2009; h.97)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010

tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:

A. Landasan Hukum Kewenangan Bidan

Berdasarkan peraturan menteri kesehatan (permenkes) nomor 1464/menkes/per/x/2010 tentang izin

dan penyelenggaran praktik bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:

7. Kewenangan normal:

a. Pelayanan kesehatan ibu

b. Pelayanan kesehatan anak

c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana

2. Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah

a. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter

b. Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini meliputi:

Pelayanan kesehatan ibu


a. Ruang lingkup:

1) Pelayanan konseling pada masa pra hamil

2) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal

3) Pelayanan persalinan normal

4) Pelayanan ibu nifas normal

5) Pelayanan ibu menyusui

6) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan

b. Kewenangan:

1) Episiotomi

2) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II

3) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan rujukan

4) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil

5) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas

c. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif

d. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum

e. Penyuluhan dan konseling

f. Bimbingan pada kelompok ibu hamil

g. Pemberian surat keterangan kematian

h. Pemberian surat keterangan cuti bersalin

Pelayanan kesehatan anak

a. Ruang lingkup:

1) Pelayanan bayi baru lahir

2) Pelayanan bayi
3) Pelayanan anak balita

4) Pelayanan anak pra sekolah

b. Kewenangan:

a) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu

dini (IMD), injeksi vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan

tali pusat

b) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk

c) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan rujukan

d) Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah

e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah

f) Pemberian konseling dan penyuluhan

g) Pemberian surat keterangan kelahiran

h) Pemberian surat keterangan kematian

Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, dengan kewenangan:

a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana

b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di

atas, khusus bagi bidan yang menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk

melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi:


a) Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat

kontrasepsi bawah kulit

b) Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan di bawah

supervisi dokter)

c) Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan

d) Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan

remaja, dan penyehatan lingkungan

e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah

f) Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas

g) Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual

(IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya

h) Pencegahan penyalah gunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi

dan edukasi

Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.

Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi

dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap

Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika,

Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat

pelatihan untuk pelayanan tersebut.


Selain itu, khusus di daerah (Kecamatan atau Kelurahan/Desa) yang belum ada dokter, bidan juga

diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal,

dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kewenangan bidan untuk

memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi

jika di daerah tersebut sudah terdapat tenaga dokter (http.www.hukum kewenangan bidan.com)

BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR TERHADAP BAYI Ny.M SEGERA SETELAH LAHIR DENGAN

ASFIKSIA DI BPS DESI ANDRIANI Amd.keb

BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

1. PENGKAJIAN

Tanggal : 22 Mei 2013

Jam : 12.40 Wib

: BPS Desi Andriani Amd.Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung

: Destiana Anjarsari

: 2010.637

A. DATA SUBJEKTIF

a) Biodata bayi
Nama : By. Ny. M

Jenis kelamin : laki-laki

Tanggal lahir/pukul : 22 Mei 2013/12.40 Wib

b) Biodata orang tua

Istri Suami

Nama : Ny. M Tn. U

Umur : 36 Tahun 40 tahun

Agama : Islam Islam

43

Suku : Jawa Lampung

Pendidikan :SD SMP

Pekerjan : IRT Swasta

mat : Jl.KH.Ahmad Dahlan Jl.KH.Ahmad Dahlan

gg.sanjan Bumi Waras gg.sanjan Bumi Waras

Teluk Betung Utara Teluk Betung Utara

Bandar Lampung Bandar Lampung

1) Riwayat antenatal
G4P2A1 Umur kehamilan 37 minggu 6 hari

Riwayat ANC : 4 kali

Imunisasi TT : Selama hamil ibu mendapatkan imunisasi


TT 2 kali

Keluhan saat hamil : Tidak ada

2) Penyakit selama hamil


Diabetes melitus : Tidak ada

Hepatitis : Tidak ada

Tuberculosis : Tidak ada

HIV/AIDS : Tidak ada

3) Kebiasaan
Minum obat / jamu : Tidak pernah

Merokok : Tidak pernah

4) Komplikasi
Hyperemesis : Tidak pernah

Perdarahan : Tidak pernah

Preeklamsia : Tidak pernah

Eklamsia : Tidak pernah

Infeksi : Tidak pernah

B. DATA OBJEKTIF
Tonus otot : Lemah

Warna kulit : Kebiruan

Usaha bernafas : Megap –Megap

C. DATA PENUNJANG
a) Komplikasi janin
IUGR : Tidak Ada

Polihidramnion : Tidak Ada

Oligohidramnion : Tidak Ada

Gameli : Tidak Ada


b) Riwayat intranatal
Lahir tanggal : 22 Mei 2013

:12.40 Wib dengan penilain bayi merintih,warna kulit kebiruan dan tonus otot lemah

: Spontan

Penolong : Bidan

Lama persalinan : 13 jam 20 menit

Kala I : 12 jam 35 menit

Kala II : 45 menit

Kala III : 10 menit

Kala IV : 2 Jam

c) Komplikasi ibu
Hipertensi : Tidak ada

Partus lama : Ya

Penggunaan obat : Tidak ada

Infeksi : Tidak ada

KPD : Tidak ada

Perdarahan : Tiadak ada

d) Komplikasi janin
Premature : Tidak ada

Malposisi : Tidak ada

Gawat janin : Ya

Ketuban campur meconium : Ya

Lilitan tali pusat : Tidak ada


Keadaan bayi baru lahir : Tonus otot lemah, warna kulit kebiruan,

bernafas megap – megap

Bayi Ny. M sesuai masa kehamilan post asfiksia normal

A. DATA OBJEKTIF

1. Pemeriksaan umum

a. Pernafasan : 48 x/menit

b. Suhu : 36,80c

c. Kulit

Warna :Kemerahan

Turgor : Elastis

d. Denyut jantung : 128 x/menit

e. Tonus otot : Positif (+)

f. Gerakan : Aktif

g. Tali pusat : Tidak ada perdarahan tali pusat

h. Ekstremitas : Normal, tidak ada kelainan

2. Pemeriksaan fisik

a. Kepala

Ubun-ubun besar : Datar

Ubun-ubun kecil : Datar

Rambut : Terdapat sisa-sisa darah dan lendir

Caput succedaneum : Ada


Cephal hematoma : Tidak ada

b. Muka : Simetris antara kanan dan kiri,

tidak ada oedema

c. Mata

Simetris : Simetris antara kanan dan kiri

Kelopak mata : Tidak oedema

Konjungtiva : Merah muda

Sklera : Putih

d. Hidung : Simetris antara kanan dan kiri

Lubang : Ada kanan & kiri, bersih tidak ada sekret

e. Mulut

Bentuk : Simetris kanan dan kiri

Labioskisis : Tidak ada

Palatoskizis : Tidak ada

f. Telinga

Simetreis : Simetris antara kanan dan kiri

Lubang : Ada lubang telinga kanan dan kiri, bersih

tidak ada serumen

g. Dada

Bentuk : Simetris antara kanan dan kiri

Puting susu : Menonjol, simetris antara kanan dan kiri

Auskultasi : Tidak ada wezing maupun ronchi

h. Abdomen

Tali pusat : Tidak ada perdarahan tali pusat


Bising usus : Ada

Benjolan : Tida ada

i. Punggung

Fleksibiltas tulang punggung : Ada

Tonjolan tulang punggung : Tidak ada

j. Anus : Ada lubang

k. Genetalia

Laki-laki

Lubang penis : Ada, di sentralis

Skrotum : Ada,sebalah kanan dan kiri

l. Tungkai dan kaki

Gerakan : Aktif

Jumlah jari : Lengkap, jari kanan dan kiri 5

3. Antopometri

a. BB : 3700 gram

b. PB : 50cm

c. LK : 35cm

d. LD : 36 cm

e. Lila : 11 cm
BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah penulis melakukan Asuhan Kebidanan Pada Bayi segera setelah lahir pada

By. Ny. M Dengan Asfiksia Di BPS Desi Andriani Amd.Keb. Ditemukan hasil sebagai berikut:

A.PENGKAJIAN DATA

1. Pada pengkajian dilakukan untuk pengumpulan data dasar tentang keadaan pasien. Pada studi kasus ini

penulis melakukan pengkajian terhadap bayi baru lahir yaitu By.Ny.M Umur 0 Hari Dengan Asfiksia,

dengan hasil sebagai berikut:

1. Umur ibu

a. Menurut Tinjauan Teori

Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi) maupun

secara mental. Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparitas merupakan faktor resiko yang

mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur tua (> 35 tahun), secara

fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan

predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat

berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir

b. Menurut Tinjauan Kasus

Pada kasus asfiksia terhadap By. Ny.M, umur Ny.M adalah 36 tahun

c. Pembahasan
Tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan toeri dan tinjauan kasus, karena pada tinjauan teori factor

resiko terjadinya asfiksia adalah ibu dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun,

sedangkan umur Ny.M adalah 36 tahun

2. Masa Gestasi

a. Menurut Tinjauan teori

Menurut tinjauan teori beberapa keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu kehamilan postmatur

atau lahir sesudah 42 minggu kehamilan dan bayi premature atau lahir sebelum usia kehamilan 37

minggu (JNPK-KR, 2008, hal: 144)

b. Menurut Tinjauan Kasus

Pada hasil tinjauan kasus usia kehamilan Ny.M pada saat melahirkan adalah 37 minggu 6 hari.

c. Pembahasan

Terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, dimana usia kehamilan ibu masih dalam

batas normal dan bukan merupakan penyebab bayi mengalami asfiksia yaitu 37 minggu 6 hari,

kemungkinan asfiksia pada bayi disebabkan oleh factor factor lain.

3. Riwayat Kesehatan

a. Menurut Tinjauan Teori

Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui

plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang, sehingga dapat menyebabkan asfiksia,

yaitu Infeksi berat seperti malaria, sifilis, TBC dan HIV (JNPK-KR, 2008, hal: 144).

b. Menurut Tinjauan Kasus

Riwayat kesehatan sekarang, NY.M tidak sedang menderita penyakit menular atau penyakit keturunan

c. Pembahasan

Antara tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan, karena pada tinjauan kasus Ny.M tidak

menderita infeksi yang menjadi salah satu factor pemicu terjadinya asfiksia pada bayi, kemungkinan
asfiksia yang terjadi pada bayi diakibatkan oleh ketuban bercampur mekonium dan sedikit serta partus

lama.

4. Pengaruh obat

a. Menurut Tijauan teori

Beberapa faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia)

Pengaruh obat, karena narkoba saat persalinan.

b. Menurut tinjauan kasus

Ibu tidak pernah mengkonsumsi obat – obatan atupun jamu selama kehamilan.

c. Pembahasan

Antara tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan karena pada Ny. M tidak mengkonsumsi

obat –obatan yang memicu terjadinya asfiksia.

5. Keadaan ibu

a. Menurut tinjauan teori

Menurut tinjauan teori penyebab asfiksia adalah salah satunya keadaan ibu yang mengalami

preeklamsia dan eklamsia yang memicu terjadinya asfiksia.

b. Menurut tinjauan kasus

Menurut tinjauan kasus pada Ny. M tidak mengalami preeklamsia dan eklamsia.

c. Pembahasan

Antara tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan karena pada Ny.M tidak mengalami

preeklamsia dan eklamsia yang dapat menyebabakan asfiksia.

6. Lama persalinan.

a. Menurut Tinjauan Teori

Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui

plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang yang dapat menyebabkan terjadi asfiksia
pada bayi baru lahir yaitu partus lama atau partus macet dan persalinan sulit, seperti letak sungsang,

bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vacuum dan vorcep (JNPK-KR, 2008, hal : 144)

b. Menurut Tinjauan Kasus

Lama persalinan : 13 jam 20 menit pada kala I dan kala II.

c. Pembahasan

Terjadi kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, karena menurut asuhan persalinan normal

partus lama merupakan salah satu factor penyebab terjadinya asfiksia pada bayi dan pada kasus Ny.M

terjadi partus lama dimana lama persalinannya yaitu 13 jam 20 menit pada kala I dan kala II, sehingga

terjadi pengurangan pasokan oksigen kejanin. Karenanya timbulah asfiksia saat bayi lahir.

7. Paritas

a. Menurut Tinjauan Teori

Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparitas merupakan faktor resiko yang mempunyai hubungan

yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan paritas di atas 4, secara fisik ibu mengalami

kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi untuk terjadi

perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir dengan

terjadinya asfiksia bayi baru lahir

b. Menurut Tinjauan Kasus

Ny.M mengatakan ini kehamilan keempat, pernah melahirkan dua kali dan pernah keguguran satu kali.

c. Pembahasan

Pada tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan, dimana pada tinjauan kasus jumlah paritas

ibu bukan merupakan salah satu factor penyebab bahaya kematian janin yaitu tidak lebih dari 4,

kemungkinan asfiksia yang terjadi pada janin disebabkan oleh ketuban bercampur mekonium dan sedikit

serta partus lama.

8. Lilitan Tali Pusat


a. Menurut Tinjauan Teori

Menurut tinjauan teori faktor yang dapat menimbulkan asfiksia yaitu gangguan aliran pada tali pusat

seperti lilitan tali pusat, simpul tali pusat dan tekanan pada tali pusat (Manuaba, 2010, hal: 421)

b. Menurut Tinjauan Kasus

By.Ny M tidak terdapat lilitan tali pusat.

c. Pembahasan

Dari tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan, dimana By.Ny.M tidak mengalami lilitan tali

pusat, kemungkinan bayi asfiksia diakibatkan karena ketuban bercampur mekonium dan sedikit serta

partus lama

9. Ketuban

a. Menurut TinjauanTeori

Menurut tinjauan teori salah satu faktor penyebab asfiksia adalah air ketuban bercampur

mekonium(warna kehijauan) (JNPK KR, 2008).

b. Menurut Tinjauan Kasus

Pada Ny.M air ketuban bercampur mekonium dan sedikit

c. pembahasan

Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terjadi kesenjangan karena air ketuban ibu bercampur

mekonium dan sedikit yang merupakan factor penyebab bayi mengalami asfiksia.

B. Identifikasi Masalah, Diagnosa danKebutuhan

1. Diagnosa kebidanan

a) Menurut Tinjauan Teori Pada langkah ini mengidentifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan

interpretasi yang benar atas data- data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian
dinterpretasi sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik rumusan diagnosis

maupun masalah keduanya harus ditangani. (soepardan; h. 99).

Data subjektif : informasi tentang identitas bayi baru lahir, seperti umur bayi, jam kelahiran bayi, jenis

kelamin bayi dan anak keberapa.

Data objektif : keadaan yang lebih pasti dilihat dari pasien yang dikaji.

b) Menurut Tinjauan Kasus.

Pada kasus By.Ny.M didapatkan diagnose kebidanan “Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Sesuai Masa

Kehamilan Segera Setelah Lahir Dengan Asfiksia”.

Data subjektif : bayi lahir pada tanggal 22 Mei 2013 pukul 12:40wib, usia kehamilan 37 minggu 6 hari,

Data objektif : warna kulit kebiruan, tonus otot lemah dan usaha bernafas megap-megap.

c) Pembahasan

Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan, karena pada tinjauan kasus

diagnose didapatkan dari data subjektif dan data objektif sesuai dengan teori yang disampaikan oleh

(JNPK KR, 2008)., dimana untuk menegakkan diagnose didapatkan berdasarkan hasil pengkajian, baik

data subjektif ataupun objektif.

2. Masalah

a. Menurut Tinjauan Teori

Pada teori, terdapat masalah pada bayi baru lahir dengan asfiksia adalah bayi baru lahir yang mengalami

gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir

( Dewi.2010; h.102)

b. Menurut Tinjauan Kasus

Pada kasus dikatakan masalah pada bayi yaitu bayi bernafas yaitu megap-megap.

c. Pembahasan
Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan, karena pada kasus salah satu

masalah yang ada pada bayi adalah bernafas megap-megap, sama seperti yang ada pada teori yang

disampaikan oleh (Dewi.2010;h.102) yaitu terdapat masalah pada bayi baru lahir dengan asfiksia adalah

pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak adekuat.

3. Kebutuhan

a. Menurut Tinjauan Teori

Menurut teori pada kasus asfiksia dilakukan tindakan resusitasi yang dimulai dengan langkah awal

resusitasi yaitu JAIKAP (JNPK-KR, 2008)

b. Menurut Tinjauan Kasus

Dalam kasus asfiksia pada bayi baru lahir terhadap By.Ny.M diperlukan tindakan resusitasi yaitu JAIKAP.

c. Pembahasan

Dari tinjauan teori dan tinjauan kasus tersebut tidak ditemukan kesenjangan, karena kebutuhan yang

diperlukan oleh bayi sesuai dengan teori pada yang ada pada asuhan persalinan normal, yaitu JAIKAP.

C. Antisipasi Masalah Potensial

a) Menurut Tinjauan Teori

Pada langkah ini mengidentifikasikan masalah potensial berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah

diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan

(Soepardan, 2009; hal. 99)

b) Menurut Tinjauan Kasus

Pada By.Ny.M dengan asfiksia yang mungkin terjadi jika tidak tertangani adalah henti nafas.

c) Pembahasan

Dari tinjauan teori dan tinjauan kasus tersebut tidak didapatkan kesenjangan, dimana pada kasusnya

Awalnya hanya sedikit nafas. Sedikit napas ini dimaksudkan untuk mengembangkan paru, tetapi bila
paru mengembang saat kepala masih dijalan lahir, atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal,

aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti napas komplet. Kejadian ini disebut apnue primer (

drew.2009;h.9)

D. Tindakan Segera

a. Menurut Tinjauan Teori

Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi

yang benar atas data- data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretasi

sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun

masalah, keduanya harus ditangani. Meskipun masalah tidak dapat diartikan sebagai diagnosis, tetapi

tetap membutuhkan penanganan.

b. Menurut Tinjauan Kasus

Pada kasus tersebut ditemukan indikasi untuk melakukan tindakan segera berupa tindakan resusitasi

dengan alasan terdapat potensi terjadinya apnea jika asfiksia pada bayi tidak tertangani dengan baik

c. Pembahasan

Jadi tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, karena pada kasusnya tindakan

segera berupa tindakan resusitasi dilakukan untuk mengantisipasi masalah potensial yang mungkin

terjadi pada bayi berupa henti nafas.

E. Rencana Asuhan

a. Menurut tinjauan teori

Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyuluruh yang ditentukan berdasarkan langkah- langkah

sebelumnya. Langkah ini merupakan kelautan manajemen untuk masalah atau diagnosis yang telah
diidentikasi atau antispasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat

dilengkapi rencana asuhan yang menyuluruh tidak hanya meliputi segala hal yang sudah teridentifikasi

dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi

untuk klien tersebut. Pedoman antisipasi ini mencakup perkiraan tentang hal yang akan terjadi

berikutnya: apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah bidan perlu merujuk klien bila ada

sejumlah masalah terkait sosial, ekonomi, kultural, atau psikososial.

1. Langkah awal resusitasi

a) Jaga bayi tetap hangat

b) Atur posisi bayi

c) Isap lendir

d) Keringkan bayi dan rangsang bayi

e) Atur posisi bayi kembali

f) Lakukan penilaian bayi

2. Lakukan tindakan pasca resusitasi

Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan instensif

selama 2 jam pertam. Penting sekali pada tahap ini dilakukan BBL dan pemantauan sera intensif serta

pencatatan.

a) Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi

b) Pemantauan dan perawatan tali pusat

c) Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya

d) Pencegahan hipotermi

Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca lahir lebih lanjut. Asuhan

pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan rumah(kunjungan BBL/ neonatus). Tujuan dari
asuhan pasca lahir adalah untuk mengetahui kondisi lebih lanjut dalam 24 jam pertama kesehatan bayi

setelah mengalami tindakan resusitasi.

e) Pemberian vit-K

f) Pencegahan infeksi

g) Pemeriksaan fisik

h) Pencatatan dan pelaporan

i) Asuhan pasca lahir

j) Pemberian ASI

k) Menilai BAB bayi

l) Menilai BAK

m) Kebutuhan istirahat/tidur

n) Menjaga kebersihan kulit bayi

o) Mendeteksi tanda-tanda bahaya pada bayi (rukiyah dan yulianti.2010;h.66)

b. Menurut tinauan kasus.

1) Lakukan langkah awal resusitasi

a) Jaga kehangtan bayi

b) Atur posisi bayi

c) Isap lendir

d) Keringkan bayi dan rangsang bayi

e) Atur pposisi bayi kembali

f) Lakukan penilaian bayi

2) Lakukan tindakan pasca resusitasi


Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan instensif

selama 2 jam pertam. Penting sekali pada tahap ini dilakukan BBL dan pemantauan sera intensif serta

pencatatan.

a. Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi

b. Pemantauan dan perawatan tali pusat

c. Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya

d. Pencegahan hipotermi

Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca lahir lebih lanjut. Asuhan

pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan rumah(kunjungan BBL/ neonatus). Tujuan dari

asuhan pasca lahir adalah untuk mengetahui kondisi lebih lanjut dalam 24 jam pertama kesehatan bayi

setelah mengalami tindakan resusitasi.

e. Pemberian vit-K

f. Pencegahan infeksi

g. Pemeriksaan fisik

h. Pencatatan dan pelaporan

i. Asuhan pasca lahir

j. Pemberian ASI

k. Menilai BAB bayi

l. Menilai BAK

m. Kebutuhan istirahat/tidur

n. Menjaga kebersihan kulit bayi

o. Mendeteksi tanda-tanda bahaya pada bayi (rukiyah dan yulianti.2010;h.66)

c. Pembahasan
Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan, karena sesuai dengan teori

asuhan persalinan normal, rencana yang diberikan dimulai dari langkah awal resusitasi dan asuhan pasca

resusitasi.

F. Pelaksanaan

1. Tinjauan Teori

Pada langkah keenam, rencana asuhan menyuluruh dilakukan dengan efisien dan aman. Pelaksanaan ini

bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan

lainnya walau bidan tidak melakukan nya sendiri, namun ia tetap memikul tangung jawab untuk

mengarahkan pelaksanaanya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah tersebut benar-benar

terlaksana).

2. Menurut Tinjauan Kasus

a) Menjaga bayi tetap hangat dengan segera meletakkan bayi diatas perut ibu, lalu menyelimuti dengan

kain untuk mencegah terjadi hipotermi sampai menutupi kepala. Lalu melakukan pemotongan tali pusat

dengan klem pertama yang berjarak 3 cm dari pusat dan klem kedua berjarak 2 cm dari klem pertama,

kemudian memotong dengan gunting tali pusat dan segera mengikat dengan benang tali pusat. lalu

segera meletakkan bayi ke meja resusitasi.

b) Membaringkan bayi terlentang dengan kepala dekat dengan penolong, lalu mengganjal bahu dengan

kain yang dilipat setebal 2-3 cm, lalu memposisikan kepala bayi sedikit ekstensi, agar jalan nafas terbuka.

c) Dengan menggunakan pengisap lendir Slem seher, melakukan pengisapan lendir yang dimulai dari

bagian mulut sedalam 5 cm dan dilanjutkan dengan bagian hidung sedalam 3 cm, lalu menghisap lendir

sambil menarik slem seher kearah luar.


d) Mengeringkan bayi mulai dari bagian muka, kepala lalu bagian tubuh yang lainnya dengan sedikit

tekanan, sambil melakukan rangsangan taktil dengan menggosok bagian punggung bayi dan menyentil

telapak kaki bayi.

e) Mengganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang telah disiapkan kemudian

menyelimuti bayi dengan kain tersebut dengan menutupi bagian kepala dan membuka bagian dada agar

pemantauan pernafasan bayi dapat dilanjutkan. Lalu mengatur kembali posisi bayi dengan sedikit

ekstensi, agar jalan nafas bayi tetap terbuka.

f) Menilai bayi dengan melihat apakah telah bernafas normal, megap-megap atau tidak bernafas.

g) Menilai adanya tanda-tanda bahaya pada bayi, seperti warna kulit kebiruan, bayi lemah, adanya retraksi

dinding dada, nafas <40 kali permenit atau >60 kali permenit, nadi <120 kali permenit atau >160 kali

permenit, bayi kuning.

h) Melihat apakah terjadi perdarahan pada tali pusat atau tidak dan merawatan tali pusat dengan yang

baik, yaitu dengan selalu menjaga agar tali pusat tetap bersih, kering dan tidak lembab serta tidak

membubuhi apapun pada tali pusat.

i) Melakukan pencegahan hipotermi, dengan meletakkan bayi pada suhu >250C, tidak memandikkan bayi

<6-24 jam setelah lahir, memakaikan bedong dengan menutupi seluruh tubuh bayi sampai bagian kepala

j) Menyuntikan Vit-K1 dengan dosis 1 mg, di 1/3 paha kiri bagian luar bayi secara IM, untuk mencegah

terjadinya perdarahan intrakranial.

k) Memberikan salep mata gentamycin pada kedua mata bayi, dari arah dalam keluar untuk mencegah

terjadinya infeksi pada mata bayi.

l) Melakukan pemeriksaan antropometri, dengan mengukur BB, TB, LL, LK, LD dan pemeriksaan fisik secara

head to toe.

m) Melakukan pemantauan kondisi bayi setelah 2 jam pasca tindakan resusitasi, untuk melihat apakah

kondisi bayi telah membaik atau tidak.


n) Melakukan pemantauan kondisi bayi 24 jam/ 1 hari pasca tindakan resusitasi, untuk melihat kondisi bayi

dan untuk melihat kebiasaan bayi.

3. Pembahasan

Jadi terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, dimana pada asuhan persalinan

normal dikatakan pelaksanaan resusitasi setelah JAIKAP namun pada penatalaksanaan kasus tidak

dilakukan VTP karena penatalaksanaan yang dilakukan telah berhasil hanya dengan langkah awal

resusitasi yaitu JAIKAP, sehingga dilanjutkan dengan asuhan pasca resusitasi pada bayi.

G. Evaluasi

1. Menurut Tinjauan Teori

Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif untuk

mengetahui faktor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan.

Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi evaluasi

pemenuhan kebutuhan akan bantuan apkah benar- benar telah terpenuhi sebagaimana diidentifkasi

didalam diagnosis dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif

dalam pelaksanaanya.

2. Menurut Tinjauan Kasus

a. Bayi telah diselimuti dengan kain dan tali pusat telah dipotong

b. Kepala bayi telah diatur dalam posisi sedikit ekstensi dan jalan nafas telah terbuka

c. Pengisapan lendir telah dilakukan dengan slem seher dimulai dari mulut dan dilanjutkan pada hidung.

d. Bayi telah dikeringkan dari sisa-sisa darah dan lendir serta bayi telah dirangsang taktil.

e. Kepala bayi telah diatur kembali dalam posisi sedikit ekstensi.


f. Bayi telah bernafas normal, Bayi dalam kondisi baik, warna kulit kemerahan, tonus otot baik, tidak ada

retraksi dinding dada, tidak ada perdarahan talipusat

g. Pencegahan hipotermi telah dilakukan.

h. Penyuntukan Vit- K1 telah dilakukan.

i. Pencegahan infeksi telah dilakukan.

j. Hasil pemeriksaan:

BB: 3700 gram

TB: 50 cm

LD: 36 cm

LK: 35 cm

LL: 11 cm

Kepala berbentuk simetris, UUB datar, UUK datar, rambut terdapat sisa-sisa darah dan lendir, tidak ada

caput succedenum dan cephal hematome

Wajah simetris, dan tidak ada oedema

Kelopak mata tidak oedema, konjungtiva merah muda, sklera putih

Hidung bentuk simetris, terdapat lubang hidung, tidak terdapat pernafasan cuping hidung ataupun

pengeluaran.

Bentuk bibir simetris, tidak ada labioskizis dan palatosizis

Telinga simetris dan terdapat lubang telinga

Dada simetris, terdapat pengembangan rongga dada, bunyi jantung lup-dup dan bunyi paru-paru

normal, tidak ada mengi

Perut simetris, terdapat bising usus, tidak ada perdarahan tali pusat, tidak terdapat benjolan

Terdapat fleksibilitas tulang punggung serta tidak ada tonjolan tulang punggung

Terdapat lubang anus


Genetalia terdapat penis, ada lubang uretra, skrotum lengkap.

Pergerakan kaki dan tangan lemah, jari-jari tangan dan kaki lengkap.

k. Pemantauan kondisi bayi telah dilakukan:

Keadaan umum bayi baik

RR: 48 kali permenit

N : 128 kali permenit

T : 36,80 C

Terdapat reflek menghisap

3. Pembahasan

Pada evaluasi kasus asfiksia pada By.Ny.M tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan

kasus, karena pada teori yang disampaikan oleh nurhayati langkah evaluasi dilakukan untuk

mengevaluasi keefektifan dari asuhan dan pada kasusnya evaluasi dilakukan dengan hasil yang baik.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah melakukan “Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir yaitu By.Ny.M Umur 0 Hari dengan

Asfiksia di BPS Desi Andriani.Amd, Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung Tahun 2013”. Maka penulis

dapat menyimpulkan kasus tersebut sebagai berikut:

1. Didapatkan hasil dari pengkajian terhadap By.Ny.M yaitu bayi baru lahir secara pervaginam, lahir pada

tanggal 22 mei 2013, pukul 12:40 wib, warna kulit kebiruan, tonus otot lemah, usaha bernafas megap-

megap.
2. Didapatkan diagnosa dari hasil pengkajian terhadap By.Ny.M yaitu “Bayi baru lahir cukup bulan sesuai

masa kehamilan segera setelah lahir, dengan asfiksia”, masalah yang muncul pada kasus ini yaitu bayi

baru lahir pervaginam dengan warna kulit kebiruan, tonus otot lemah, dan usaha bernafas megap-

megap serta kebutuhan yaitu langkah awal resusitasi

3. Didapatkan diagnosa potensial yang mungkin terjadi apabila masalah pada By.Ny.M tidak teratasi

berupa henti nafas

4. Telah dilaksanakan antisipasi sebagaimana dijelaskan dalam teori yaitu langkah awal resusitasi berupa

JAIKAP untuk mencegah terjadinya diagnosa potensial yaitu terjadinya henti nafas.

5. Didapatkan rencana asuhan kebidanan yang diberikan pada By.Ny.M dengan asfiksia yaitu tindakan

langkah awal resusitasi, dan asuhan pasca resusitasi.

6. Tindakan asuhan kebidanan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat yaitu dengan

tindakan resusitasi, namun hanya sampai pada langkah awal resusitasi yaitu JAIKAP dan dilanjutkan

dengan asuhan pasca resusitasi.

7. Hasil evaluasi terhadap By.Ny.M yaitu bayi telah menangis kuat, warna kulit kemerahan serta tonus otot

sudah baik.

B. SARAN

1. Bagi insrtitusi pendidikan

Diharapkan dengan disusunnya karya tulis ilmiah ini keefektifan proses belajar dapat ditingkatkan. Serta

lebih meningkatkan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan mahasiswa dalam hal penanganan

kasus asfiksia. Serta kedepan dapat menerapkan dan mengaplikasikan hasil dari studi yang telah didapat

pada lahan kerja. Selain itu diharapkan juga dapat menjadi sumber ilmu dan bacaan yang dapat
memberi informasi terbaru serta menjadi sumber refrensi yang dapat digunakan sebagai pelengkap

dalam pembuatan karya tulis ilmiah pada semester akhir berikutnya.

2. Bagi penulis

Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang penatalaksanaan asfiksia dan dapat digunakan

sebagai bahan perbandingan antara teori yang di dapat di bangku kuliah dan dilahan praktek.

3. Bagi Lahan Praktik

Diharapkan Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan agar lebih meningkatkan keterampilan

dalam memberikan asuhan kebidanan, khususnya pada kasus Asfiksia dan Dengan adanya karya tulis

ilmiah ini diharapkan di BPS dapat lebih meningkatakan kualitas pelayanan secara komprehensif

khususnya dalam menangani bayi baru lahir dengan asfiksia, sehingga AKB dapat diturunkan.

DAFTAR PUSTAKA

Drew, David dan Philip Jevon, Maregaret Raby; alih bahasa,Dian Ramadhani. 2008. editor edisi bahasa
Indonesia, Sari Isnaeni. – Jakarta : EGC
Dewi, Vivian Nanny lia.2011.AsuhanNeonates BayidanAnakBalita.Jakarta :SalembaMedika
Notoatmodjo Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
KR, JNPK.2008. Asuhanpersalinan normal. Jakarta :TIM
Soepardan,Suryani.2009.Konsepkebidanan.Jakarta : EGC
Saminem.2010. Dokumentasi Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC
Sulistyawati Ari dan Esti Nugraheni. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba Medika
Prawirohardjo, sarwono. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta
: PT bina Pustaka
Rukiyah, Ai yeyeh, LiaYulianti. 2010. Asuhan Neonates BayidanBalita. Jakarta :Salembamedika
Manuaba, Ida Bagus Gede.2010.ilmu kebidananpenyakitkandungandan KB.Jakarta : EGC
Sulistyawati,Ari.EstiNugraha .2010. AsuhanKebidananpadaIbuBersalin.Jakarta :SalembaMedika
Prawirohardjo, Sarwono.2011. IlmuKebidanan. Jakarta : PT BinaPustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmukebidanan. Jakarta : PT BinaPustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmubedahkebidanan. Jakarta : PT BinaPustaka
http://www.Hukum Kewenangan Bidan.com

http://yulianasept. Blogspot.com/2012/10/proposal-asfiksia,html

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. M DENGAN ASFIKSIA BERAT

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. M DENGAN


ASFIKSIA BERAT

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor
terpenting yang dapat menghambat bayi baru lahir terhadap kehidupan extra
uterin. Penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis
menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan
morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Dragc and Berendes 1966
yang mendapatkan bahwa scor apgar yang rendah sebagai manifestasi
hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang
tinggi.
Hasil Survey di RSUD dapat diketahui angka kejadian asfiksia berat pada periode 2007
sebanyak 160 dari angka kelahiran hidup 10.000, sehingga didapat angka kejadian asfiksia berat
sebesar 1,6 %.
Penyebab utama kematian bayi baru lahir / neonatal (0 - 1 bulan) di Indonesia menurut
hasil survei kesehatan Nasional 2001 dan kasus asfiksia ini merupakan kasus no. 2 dari penyebab
kematian bayi sebesar 25 %.
Di RSUD masih banyak kasus asfiskia . diantaranya yaitu asfiksia berat dan rumah sakit
umum daerah termasuk sebagai rumah sakit rujukan.
Pada saat penulis melakukan praktek klinik kebidanan sering menerima dan merawat
kasus bayi dengan asfiksia sehingga penulis merasa tertarik untuk mengangkat asuhan kebidanan
pada bayi dengan kasus asfiksia berat Ny. M

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Diharapkan penulis dapat memberikan asuhan kebidanan pada BBL
dengan asfiksia dengan menerapkan manajemen varney dan
mendokumentasikan dengan SOAP secara komprehensif dan berkesinambungan.
1.2.2 Tujuan khusus
1.2.2.1 Mahasiswi mampu melakukan pengkajian pada bayi dengan asfiksia dengan mengumpulkan
data subyektif yang berasal dari pasien dan data obyektif dari hasil pemeriksaan.
1.2.2 Mahasiswi mampu menginterpretasikan data untuk menegakkan diagnosa
dan masalah kebidanan pada bayi asfiksia.
1.2.2.2 Mahasiswi mampu menegakkan diagnosa dan masalah potensial pada bayi dengan asfiksia.
1.2.2.3 Mahasiswi mampu mengidentifikasi kebutuhan akan tindakan segera pada bayi dengan asfiksia.
1.2.2.4 Mahasiswi mampu merencanakan tindakan asuhan kebidanan pada bayi dengan asfiksia.
1.2.2.5 Mahasiswi mampu melakukan tindakan perawatan pada bayi dengan asfiksia sesuai dengan
perencanaan tindakan.
1.2.2.6 Mahasiswi mampu mengevaluasi setelah dilakukan tindakan pada bayi dengan asfiksia.

1.3 Metode Penulisan


Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan beberapa jenis metode pengumpulan
data antara lain :
1.3.1 Wawancara
Yaitu dengan mengumpulkan data.
1.3.2 Observasi
Yaitu dengan mengamati secara langsung keadaan klien dan keluarganya.
1.3.3 Studi kepustakaan
Yaitu dengan cara mempelajari buku-buku dan sumber lain untuk mendapatkan dasar-
dasar ilmiah yang berhubungan dengan penulisan studi kasus ini.
1.3.4 Dokumentasi
Tehnik pengumpulan data dengan cara mempelajari dan menjalin data sehingga dapat dijadikan
sebagai pendukung dalam menganalisa data.

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan yang dipakai penulis dalam membuat laporan
studi kasus ini adalah sebagai berikut:
N : Meliputi latar belakang, tujuan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
TAKA : Meliputi konsep medis dan konsep, asuhan kebidanan.
SUS : Meliputi pendokumentasian dengan menggunakan sistem SOAP.
N
: Kesimpulan dan saran

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis


2.1.1 Pengertian
2.1.1.1 Bayi baru lahir adalah bayi yang mengalami proses kelahiran dan harus
menyesuaikan dari kehidupan intra uteri ke kehidupan ekstra uteri
2.1.1.2 Bayi baru lahir adalah organisme yang sedang tumbuh yang baru mengalami intra uteri
ke kehidupan ekstra uteri.
2.1.1.3 Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat benafas secara spontan dan segera
setelah lahir yang disertai dengan keadaan hipoksia hyperkanoe dan berakhir dengan asidosis.
2.1.1.4 Asfiksia berarti hipoksia yang progesif, penimbunan CO2 dan asidosis
2.1.1.5 Asfiksia berat adalah BBL tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur sampai apnoe.
2.1.1.6 Asfiksia neonaturum adalah adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas
spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2
yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut
2.1.2 Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya asfiksia
2.1.2.1 Faktor Maternal
Faktor yang dapat menyebabkan asfiksia adalah :
a. Penyakit kronis
b. Perdarahan ante partum Penyakit infeksi
c. Ketuban pecah dini
d. Partus lama
2.1.2.2 Faktor Neonatal
Faktor neonatal yang dapat menyebabkan asfiksia adalah
e. Kelainan letak
f. Distorcia
g. Hidramnion
h. Lahir prematur
i. Berat Badan Lahir rendah (BBLR)
j. Ketuban bercampur mekonium
2.1.2.3 Faktor tali pusat
k. Kelainan tali pusat
l. Tali pusat pendek
2.1.2.4 Faktor placenta
m. Solutio placenta

2.1.3 Karakteristik dan Tanda-tanda Gejaia Bayi dengan Asfiksia


2.1.3.1 Asfiksia Ringan
n. APGAR Score :6
Refleks : Moro (+) baik
Grafing (+) baik
Menghisap (+) baik
2.1.3.2 Asfiskia Berat
o. APGAR Score : 4-6
Refleks : Moro (+) baik
Grafing (+) baik
Menghisap (+) baik

2.1.3.3 Asfiksia Berat


p. APGAR Score : 0-3
Refleks : Moro lemah
Grafing lemah
Menghisap lemah
2.1.4 Patofisiologis
Penjelasan Patofisiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan bayi asfiksia
q. Penyakit Kronis
Hipertensi, penyakit jantung
Gangguan aliran darah uterus dimana berkurangnya aliran darah pada uterus akan
menyebabkan berkurang pula pengaliran oksigen ke placenta dan demikian pula ke janin
mengalami hipoksia yang menyebabkan asfiksia neonatorum. Terjadi karena gangguan
pertukaran gas serta O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan
dan dalam menghilangkan CO2. gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kelainan
pada ibu selama kehamilan. Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang
buruk, penyakit menahun seperti hipertensi dan penyakit jantung. Pada keadaan ini pengaruh
terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenterasi serta kekurangan pemberian zat-zat
makanan berhubungan dengan gangguan fungsi placenta.
r. Jenis persalinan
Partus lama dengan vacum ekstrasi menyebabkan gangguan pertukaran gas serta transfer
O2 dari ibu ke janin, gangguan dalam persediaan O2 sehingga janin kekurangan O2.
s. Faktor janin
Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus, sehingga menghambat pertukaran gas antara ibu ke janin.
t. Faktor kelainan kongenital
Depresi pusat pernafasan bayi.
u. Maternal
v. Fetal
w. Tali pusat
x. Placenta
2.1.5 Penanganan Asfiksia
2.1.5.1 Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah timbullah rangsangan terhadap nervus
vagus sehingga bunyi jantung janin menjadi lambat. Bila kekurangan O2 ini terus berlangsung
maka nervus vagus tidak dapat
dipengaruhi lagi maka timbulah kini rangsang dari nervus vagus simpatikus sehingga
mengakibatkan DJJ menjadi lebih cepat, akhirnya ireguler dan menghilang. Secara klinis tanda-
tanda asfiksia adalah denyut jantung janin yang lebih cepat dari 160 x/menit atau
kurangdari 100 x/menit, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
2.1.5.2 Kekurangan O2 juga merangsang usus sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin asfiksia
2.1.5.3 Janin akan mudah mengadakan pernafasan intra uterine dan apabila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam para. ronkus tersumbat dan akan terjadi
atelektasis bila janin lahir alveoli tidak berkembang.

2.1.6 Penatalaksanaan Asfiksia


2.1.6.1 Mencegah Kehilangan Panas
 Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat meletakkan bayi hangat.
 Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas, tubuh dan kepala bayi
dikeringkan dengan menggunakan handuk atau selimut hangat (Apabila diperlukan
penghisapan lendir mekonium, dianjurkan untuk menunda pengeringan tubuh yaitu setelah
mekonium dihisap dari trakhea)
 Untuk bayi yang sangat kecil (BB kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu ruangan sangat
dingin dianjurkan untuk menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang.
2.1.6.2 Meletakkan bayi dalam posisi yang benar
 Bayi diletakkan terlentang di alas yang datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah (ekstensi)
 Untuk mempertahankan leher agar tetap tengadah, letakkan handuk
atau selimut yang digulung dibawah bahu bayi, sehingga bahu terangkat % sampai 1
inci (2-3 cm)
2.1.6.3 Membersihkan jalan nafas
 Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul dimulut dan tidak difaring bagian belakang.
 Mulut dibersihkan dahulu dengan maksud :
 Cairan tidak teraspirasi
 Hisapan pada hidung akan menimbulkan penafasan megap-megap (gasping)
 Apabila mekonium kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan penghisapan dari
trakhea dengan menggunakan pipa endotrakhea (pipa ET)
2.1.6.4 Menilai bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi kelanjutan hidup bayi
 Usaha bernafas
 Frekuensi denyut jantung
 Warnakulit
2.1.6.5 Menilai usaha bernafas
 Apabila bayi bernafas spontan dan memadai lanjutkan dengan menilai frekuensi denyut jantung
 Apabila bayi mengalami apnu atau sukar bernafas dilakukan rangsangan taktil dengan
menepuk-nepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau menggosok-
gosok punggung bayi sambil memberikan oksigen
 Apabila setelah beberapa detik tidak terjadi reaksi atas rangsangan taktil, mulailah pemberian
VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
 Pemberian oksigen harus berkonsentrasi 100% (yang diperoleh dari tabung oksigen). Kecepatan
aliran oksigen paling sedikit 5 liter/menit, apabila sungkup tidak tersedia oksigen 100% persen
diberikan melalui pipa yang ditutupi tangan diatas muka bayi dan aliran oksigen tetap
terkonsentrasi pada muka bayi. Untuk mencegah kehilangan panas dan
pengeringan mukosa saluran nafas, oksigen yang diberikan perlu dihangatkan dan
dilembabkan melalui pipa berdiameter besar.
2.1.6.6 Menilai frekuensi denyut jantung bayi
 Segera setelah bayi lahir, segera lakukan penilaian frekuensi denyut jantung bayi
 Apabila frekuensi denyut jantung bayi kurang dari 100 x/menit, walaupun bayi bernafas
spontan. menjadi indikasi untuk dilakukan VTP
2.1.6.7 Menilai warna kulit bayi
 Penilaian warna kulit diiakukan apabila bayi benafas apontan dan frekuensi denyut jantung bayi
lebih dari 100 x/menit.
 Apabila terdapat sianosis sentral, oksigen tetap diberikan.
 Apabila terdapat sianosis perifer, oksigen tidak perlu diberikan. Sianosis perifer
disebabkan oleh karena peredaran darah yang masih lamban.
2.1.6.8 Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
 VTP dilakukan dengan sungkup dan balon resusitasi atau dengan sungkup dan tabung.
 Kecepatan ventilasi 40-60 kali/menit
 Tekanan ventilasi untuk nafas pertama 30-40 cm H2O setelah nafas pertama memburuhkan
tekanan 15-20 cm H2O.
 Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas dikedua paru-paru
merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
 Apabila dengan tahapan diatas dada bayi masih tetap kurang berkembang, sebaiknya
dilakukan inkubasi endotrakheal (ET) dan ventilasi pipa ET-balon.
2.1.6.9 Menilai frekuensi denyut jantung bayi pada saat VTP
 Frekuensi denyut jantung bayi dinilai setelah selesai melakukan
ventilasi 15-20 detik pertama
 Frekuensi denyut jantung bayi dibagi dalam 3 kategori yaitu :
a. Lebih dari 100 x/menit
b. Antara 60-100 x/menit
c. Kurang dari 60 x/menit
 Apabila frekuensi denyut jantung bayi > 100 x/menit bayi mulai
bernafas spontan. Dilakukan rangsangan taktil untuk merangsang frekuensi dan dalamnya
pernafasan. VTP dapat dihentikan dan oksigen arus bebas diberikan, jika wajah bayi tampak
merah oksigen dapat dikurangi secara bertahap. Apabila pernafasan spontan dan adekuat terjadi
lanjutkan VTP.
 Apabila frekuensi denyut jantung bayi antara 60-100 x/menit. VTP dilanjutkan dengan
memantau frekuensi denyut jantung bayi. Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 60 x/menit,
dimulai kompresi dada bayi.
 Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 60 x/menit, VTP dilanjutkan, periksa ventilasi apakah
adekuat dan oksigen yang diberikan benar 100% segera dimulai kompresi dada bayi
2.1.6.10 Memasang Kateter orogastrik
 VTP balon dan sungkup lebih lama dari 2 menit harus dipasang
kateter orogastrik dan tetap terpasang selama ventilasi, karena selama ventilasi udara dari
orofaring dapat masuk ke oesofagus dan lambung
 Alat yang dipakai adalah pipa orogastrik no. 8F semprit 20 ml.
2.1.6.11 Kompresi dada
 Kompresi dada dilakukan 1/3 bagian bawah tulang dada dibawah garis khayal yang dapat
menghubungkan kedua puting susu bayi, hati-hati jangan menekan prosesus sifadeus
 Rasio kompresi dada dan ventilasi dalam 1 menit adalah 90 kompresi dada dan 30
ventilasi (3 : 1). Dengan demikian kompresi dada dilakukan 3 kali dalam 1,5 detik dan Vi
detik untuk ventilasi 1 kali.
2.1.6.12 Memberikan obat-obatan
 Obat-obatan diberikan apabila :
Frekuensi jantung bayi tetap dibawah 60 permenit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat
(dengan oksigen 100%). Dan kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung
nol.
 Dosis obat didasarkan pada berat bayi (ditaksis)
 Vena umbilikus adalah tempat yang dipilih untuk pemberian obat
 Epinefrin ialah obat pertama yang diberikan. Dosis 0,1 - 0,3 ml/kg BB untuk larutan
berkadar 1 : 10.000 diberikan IV atau melalui pipa endotrakeal
 Volume expanders digunakan untuk menanggulangi efek hipovolemia. Dosis 10
ml/kg BB diberikan intra vena (IV) dengan kecepatan pemberian selama waktu 5 sampai 10
menit
2.1.6.13 Keputusan untuk menghentikan resusitasi kardiopulmonal
Resusitasi kardiopulmonal dihentikan apabila setelah 30 menit tindakan resusitasi dilakukan
tidak ada respon dari bayi
2.2 Konsep Asuhan kebidanan
2.2.1 Pengkajian
A. Identitas
1. Bayi
i : Untuk membedakan identitas pasien
min : untuk membedakan identitas bayi
ahir : Untuk menentukan waktu kejadian
2. Orang Tua
: Untuk membedakan pasien yang satu dengan yang lain dan memudahkan mengidentifikasi
pasien.
: Untuk mengetahui apakah umur ibu pada saat melahirkan terlaku tua atau terlalu muda. Usia
resiko tidak mempengaruhi terjadi asfiskia terutama asfiksia berat.
an : Untukmengetahui latar belakang adat-siatiadat dan kebudayaan pasien.
: Untuk mengetahui bagaimana kita memberikan dukungan kepada ibu dalam menghadapi
keadaan bayinya.
n : Untuk mengetahui latar belakang tingkat pendidikan dan bagaimana kita memberikan konseling.
: Untuk mengetahui status social ekonomi karena pada status ekonomi rendah kemungkinan
kurang mengkonsumsi makanan bergizi. Hal ini dapat mempengaruhi asfiksia. Untuk
mengetahui beban kerjanya karena klien yang bekerja berat akan berpengaruh pada kehamilan
salah satunya asfiksia berat..
: Untuk mengetahui kondisi temapt tinggalnya.
B. Riwayat kehamilan, persalinan sekarang
1. Riwayat Kehamilan
a. Pemeriksaan kehamilan
Apabila pemeriksaan kehamilan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan, maka resiko selama ibu
hamil tidak dapat dideteksi sedini mungkin
b. Imunisasi selama kehamilan
Pada ibu hamil selama hamil mendapat imunisasi TT 2x untuk memberikan kekebalan pada ibu
dan bayi terhadap penyakit tetanus toxoid.
2. Riwayat Persalinan
a. Penolong persalinan
Untuk mengetahui oleh siapa ibu ditolong saat melahirkan apabila ditolong oleh bukan tenaga
kesehatan pada bayi dengan asfiksia tidak dapat ditangani dengan tepat dan cepat karena
kurangnya pengetahuan dalam menangani asfiksia dan harus dirujuk.
b. Jenis persalinan
Untuk mengetahui jenis persalinan pada saat ibu melahirkan persalinan dengan partus lama. Pada
tindakan vacum ekstrasi oleh forcep dapat menyebabkan bayi asfiksia
c. Tempat persalinan
Tempat bersih, nyaman akan membantu ibu dalam proses menghadapi persalinan dan
memperkecil kemungkinan terjadinya infeksi dalam persalinan. Tempat persalinan di rumah
pada kasus bayi dengan asfiksia tidak dapat ditangani dengan baik dan dianjurkan untuk dirujuk.
Tetapi apabila ditolong di rumah sakit dapat ditangani dengan secepat mungkin dan dengan
sebaiknya karena sarana prasarana yang lebih lengkap
d. Lama persalinan
Persalinan yang terlalu lama dapat mengakibatkan gangguan baik pada ibu maupun pada janin
dan hai ini dapat menyebabkan bayi asfiksia
e. Masalah yang terjadi selama persalinan
Pada kasus neonatus dengan bayi asfiksia keadaan air ketuban yang keruh atau bercampur
dengan mekonium pada letak kepala sangat mempengaruhi terhadap bayi dengan asfiksia
C. Data Obyektif
Adalah data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan secara
menyelurah
1. Antropometri
Pada bayi normal pemeriksaan antropometri yaitu berat badan 2500 - 4000 gram, panjang badan
46 - 52 cm, lingkar kepala 33 - 34 cm, lingkar dada 30 - 33 cm. Sedangkan pada kasus asfiksia
pemeriksaan antropometri yaitu berat badan < 2500 gram, panjang badan < 46 cm, lingkar
kepala < 33 cm, lingkar dada < 30 cm.
2. Refleks
Pada bayi baru lahir normal pergerakan tonus otot kuat. Sedangkan pada kasus asfiksia berat
biasanya pergerakan tonus otot lemah.
3. Menangis
Pada bayi baru lahir normal setelah bayi baru lahir akan segera menangis dengan kuat.
Sedangkan pada asfiksia sesaat setelah lahir bayi menangis sangat lemah bahkan tidak sama
sekali. Pada kasus asfiksia berat bayi tidak menangis segera.
4. Tanda-tanda vital
a. Pada bayi normal
- Suhu bayi sekitar 36 - 37° C
- Nadi antara 100 - 120 x/menit
- Nafas teratur
b. Pada kasus asfiksia berat
- Suhu bayi hipotermi yaitu dibawah 36° C
- Nadi < 100 x/menit
- Nafas megap-megap sampai apnea
c. Nafas megap-megap atau tidak bernafas
5. Kepala
Pada kasus asfiksia biasanya kepala dalam keadaan normal.
6. Mata
Pada bayi asfiksia reflek untuk membuka mata lemah.
7. Hidung
Pernafasan megap-megap menandakan bahwa bayi mengalami kesulitan dalarn benafas.
Pengeluaran sekret dari hidung mengakibatkan bayi mengalami kesulitan benafas. Pada kasus
asfiksia biasanya pernafasan belum teratur dan cepat.
8. Mulut
Pada asfiksia biasanya reflek menghisap masih lemah dan warna pada bibir berwarna kebiruan.
9. Telinga
Pada kasus asfiksia keadaan telinga normal.
10. Leher
Pada kasus asfiksia biasanya pergerakan leher masih lemah.
11. Dada / sistem pernafasan
Pada bayi baru lahir normal bentuk dada simetris dan tidak ada tarikan dinding otot dada.
Sedangkan pada kasus asfiksia berat bentuk dada tidak simetris, berarti belum terbentuknya otot-
otot dada yang kurang sempurna. Pada kasus asfiksia ditemukan adanya tarikan dinding
dada
12. Perut
Bentuk perut normal adalah silindris, pada kasus asfiksia keadaan perut normal.
13. Tali Pusat
Pada bayi baru lahir normal tali pusat berkisar 40 cm atau lebih. Sedangkan pada kasus
asfiksia tali pusat cenderung lebih pendek. Pada kasus asfiksia tali pusat bisa normal bisa
tidak. Pada tali pusat yang sangat pendek dapat menyebabkan asfiksia. .
14. Kulit
Pada bayi normal wama kulit biasanya merah. sedangkan pada asfiksia warna kuiit bayi
biasanya pucat, cyanosis.
15. Punggung
Pada asfiksia biasanya bentuk punggung normal.
16. Ekstremitas
Pada kasus asfiksia gerakan kaki dan tangan biasanya pasif atau lemah, warna kulit pada
ekstremitas atas dan bawah pucat, cyanosis.
17. Genetalia
Pada wanita, labia mayora dan minora dalam keadaan normal, sedangkan pada laki-laki
testis dalam keadaan normal.
18. Anus
Lubang anus ada dan normal.
2.2.2 Intepretasi Data
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa adalah masalah
dan kebutuhan klien berdasarkan inteprestasi yang benar atas data -data yang telah
dikumpulkan.
Diagnosa : NCB SMK, ... hari/..... jam lahir spontan dengan
asfiksia berat
Dasar: .... a. Denyut jantung terus menurun. Frekuensi jantung 110 x/menit
b. Pernafasan megap-megap dalam usaha nafas 20
x/menit tidak teratur
c. Tonus otot neuromuskuler berkurang
d. Reflek lemah dengan sedikit gerakan
e. Warna kulit tubuh kebiruan, ekstremitas kebiruan
f. Tidak segera menangis
Masalah : Bayi hiporteimi dan sulit bernafas
Kebutuhan : O2 dan infus dan menjaga kehangatan
2.2.3 Identifikasi Diagnosa
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lainnya
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa serta identifikasi. Diagnosa potensial
1. Potensial terjadinya kerusakan saraf otot
2. Potensial terjadinya asidosis
3. Potensial terjadinya apnae
4. Potensial terjadinya henti jantung
2.2.4 Identifikasi kebutuhan akan tindakan segera / Kolaborasi
Pada langkah ini identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera
mengidentifikasikan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan
atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang sesuai dengan kondisi klien.
1. Tindakan resusitasi
2. kolaborasi dengan dokter spesialisasi anak untuk teraphy dan
tindakan lebih lanjut
2.2.5 Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini dilakukan asuhan yang menyeluruh oleh langkah-langkah sebelumnya.
 Langkah-langkah resusitasi
Cegah kehilangan panas dengan alat pemancar panas yang telah diaktifkan sebelumnya sehingga
tempat meletakkan bayi hangat. Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas. Keringkan tubuh
bayi dan kepala bayi dengan menggunakan handuk atau selimut hangat (apabila diperlukan
penghisapan mekonium dianjurkan dengan menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium
dihisap dari trakhea). Letakkan bayi dalam posisi benar.
Bayi diletakkan terlentang diatas alas yang datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah
(extensi) untuk mempertahankan agar leher tetap tengadah letakkan handuk atau selimut yang
digulung dibawah bahu bayi sehingga bahu bayi terangkat % - 1 inci.
 Bersihkan jalan nafas
Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak difaring bagian belakang,
mulut dibersihkan apabila ada mekonium kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan
penghisapan dari trakea dengan menggunakan pipa enditrakhea .. (pipaET).
 Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk telapak kaki bayi
 Nilai usaha nafas bayi, frekuensi denyut jantung, warna kulit
 Berikan O2 2 liter dengan tekanan >30 cm H2O
2.2.6 Melaksanakan perencanaan
Pada langkah ini direncanakan asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah 1-5
dilakukan secara efisien dan efektif.
 Mencegah kehilangan panas dengan alat pemancar panas
yang telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat ,
rneletakkan bayi hangat. Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas.
 Mengeringkan tubuh bayi dan kepala bayi dengan menggunakan handuk atau selimut hangat
(apabila diperlukan penghisapan mekonium dianjurkan dengan menunda pengeringan tubuh
yaitu setelah mekonium dihisap dari trakhea)
 Meletakkan bayi dalam posisi benar
Bayi diletakkan terlentang diatas alas yang datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah
(extensi) untuk mempertahankan agar leher tetap tengadah letakkan handuk atau selimut yang
digulung dibawah bahu bayi sehingga bahu bayi terangkat ¾ - 1 inci.
 Membersihkan jalan nafas
Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak difaring bagian belakang,
mulut dibersihkan apabila ada
mekonium kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan penghisapan dari trakea
dengan menggunakan pipa endotrakhea (pipa ET).
 Menilai usaha nafas bayi, frekuensi denyut jantung, warna kulit.
 Memberikan O2 2 liter dengan tekanan 30 cm H2O. Melakukan resusitasi atau VTP (Ventilasi
Tekanan Positif).
2.2.7 Evalusi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari usaha yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan, apakah benar-
benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam
masalah dan diagnosa.
Telah diidentifikasikan di dalam masalah dan diagnosa :
 Bayi dalam keadaan hangat ditempatkan di dalam inkubator
 Oksigen terpasang 1-2 liter
 Bayi menangis lemah, pernafasan belum teratur, wama kulit kemerahan.
 Tali pusat dalam keadaan bersih, tidak ada perdarahan
 Apnae dan henti jantung tidak terjadi
 Kerusakan saraf otak tidak terjadi
 Asidosis pada bayi tidak terjadi
BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal : 12 Maret 2008


Jam : 05.30 WIB
Oleh :
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
3.1.1.1 Bayi
Nama bayi : bayi Ny. M
Umur bayi : 0 hari
Tgl / jam lahir : 12 Maret 2008 jam 09.00 WIB
Berat badan : 2900 gram
Panjang badan : 48 cm
No. register : 301726
3.1.1.2 Orang Tua
Nama Ibu : Ny. M
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
Bangsa : Sunda / Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tidak bekerja

3.1.2 Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas sekarang


3.1.2.1 Riwayat kehamilan
a. Pemeriksaan kehamilan
wulan I : 2 kali kebidan, selama triwulan I ibu masih mengalami keluhan mual dan muntah, nafsu makan
berkurang.

wulan II : 2 kali tempat pemeriksaan di BPS selama hamil triwulan II tidak ada keluhan
wulan III : 5 kali yaitu 1 kali tiap bulan sampai usia kehamilan 9 bulan
b. Imunisasi
Ibu mendapatkan imunisasi TT 2 kali selama kehamilan TTl pada usia kehamilan 4 bulan dan
TT2 pada usia kehamilan 5 bulan di BPS.
c. Penyakit yang diderita selama kehamilan
Selama kehamilan tidak peraah menderita penyakit berat dan tidak pernah dirawat di Rumah
sakit.
3.1.2.2 Riwayat persalinan
Persalinan ditolong oleh bidan lahir secara spontan di ruang bersalin RSUD
Warna air ketuban : keruh bercampur mekonium
Lama persalinan Kal a I :  5—10 cm: 6 jam
Kala II : 1 jam 45 menit
Kala III : 10 menit

3.1.3 Data Objektif


1. Antropometri
a. Berat badan : 3000 gram
b. Panjang badan : 50 cm
c. Lingkar lengan : 10,5 cm
d. Lingkar kepala : 32 cm
e. Lingkar dada : 29 cm
2. Refleks
a. Moro : Baik
b. Tonic neck : Lemah
c. Garff : Baik
d. Rooting : Lemah
3. Menangis : segera setelah lahir tidak menangis
4. Tanda-tanda vital
a. Suhu : 36° C
b. Nadi : 130x/menit
c. Pernafasan : 72 x/menit
d. Apgar Score : 2/4
3.1.4 Asuhan pada hayi dengan asfikasia
Tanggal 12 Maret 2008 05.30 WIB
Assesment:
 Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan umur 0 hari dengan asfiksia berat
 Potensial : Apnoe pada bayi
Planning :
1. Meletakkan bayi di tempat yang hangat  bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas
2. Mengering tubuh dan kepala bayi  tubuh dan kepala dikeringkan
dengan menggunakan handuk kering dan hangat
3. Meletakkan bayi dalam posisi benar  bayi diletakkan terlentang
dialas datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah (ekstensi)
diganjal bantal.
4. Membersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir  mulut dan
hidung bayi dibersihkan
5. Melakukan rangsangan taktilmenepuk telapak kaki bayi.
6. Menilai usaha bernafas, frekuensi denyut jantung, warna kulit 
pemafasan 70 x/menit, denyut jantung 130 x/menit, warna kulit
kebiruan.
7. Memberikan O2  O2 terpasang 2 liter per menit.
8. Mengobservasi tanda-tanda vital bayi
Keadaan Umum bayi : Lemah, Nadi : 130 x/menit, Suhu : 36°C, : Pernafasan : 70 x/menit.
9. Pemberian teraphy sesuai dengan intruksi dokter  injeksi
cefotaxin 100 mg (IV).
10. Melakukan perawatan tali pusat dengan membungkus memakai
kasa  tali pusat bersih dan kering.
11. Mempertahankan kehangatan bayi  bayi dibungkus dan
dihangatkan dalam inkubator.
12. Mengamati dan mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda
vital keadaan bayi  observasi dilakukan setiap 1 jam.
BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengkajian pada bayi baru lahir asfiksia Ny. M penulis Menemukan
kesenjangan antara teori dengan lahan praktek, diantaranya :
4.1 Pengkajian
Salah satu faktor yang mempengaruhi bayi asfiksia yaitu riwayat penyakit ibu,
diantaranya hipertensi dan penyakit paru.
Setelah dilakukan pengkajian pada bayi Ny. M dengan asfiksia ternyata Ny. M selama
kehamilannya tidak pernah mengalami hipertensi maupun penyakit paru.
Maka ada kesenjangan antara teori dengan praktek di lapangan yaitu riwayat penyakit
ibu.

4.2 Interpretasi Data


Pada langkah interpretasi data pada bayi Ny. M dengan asfiksia berat, penulis
menegakkan diagnosa dengan melihat keadaan umum lemah, nadi 100-120 x/mnt, pernafasan >
60 x/mnt, suhu 36-37°C, dinyatakan sesuai teori menurut (Prawirohardjo, 2002 : 200) dan
setelah dilakukan pemeriksaan pada bayi Ny. M dengan keadaan umum lemah, nadi 130 x/mnt,
pernafasan 70 x/mnt, suhu 36°C. NCB, SMK 0 hari dengan asfiksia berat.
Maka tidak ada kesenjangan antara teori dengan praktek di lapangan.

4.3 Identifikasi Masalah dan Diagnosa Potensial


Kemungkinan diagnosa atau masalah potensial yang dapat ditegakkan pada kasus asfiksia
berat yaitu apnoe, hipotermi, asidosis.
Tidak ada kesenjangan dalam menenrukan diagnosa atau masalah potensial pada kasus
asfiksia berat antara teori dan diagnosa di lapangan.

4.4 ldentifikasi Akan Tindakan Segera / Kolaborasi


Dari diagnosa yang ditegakkan pada kasus asfiksia berat semua tindakan yang dilakukan
didahului kolaborasi dengan dokter spesialis anak, diantaranya pemberian O2, obat antibiotik
mencegah hipotermi. Tidak ada kesenjangan antara teori dengan lahan praktek.
4.5 Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Dalam memberikan asuhan pada bayi Ny. M dengan asfiksia berat tindakan yang
dilakukan diantaranya pemberian O2, antibiotik, mencegah hipotermi dengan menempatkan bayi
pada inkubator.
Pada bayi Ny. M dengan asfiksia akan dipasang O2 1 - 2 liter, diberikan antibiotik
ditempatkan pada inkubator.
Maka tidak ada kesenjangan antara teori dengan praktek lapangan.

4.6 Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan asuhan pada bayi Ny.M dengan asfiksia berat dilakukan sesuai
perencanaan yaitu pemasangan O2 1 — 2 liter, pemberian antibiotik yaitu cefataxime, bayi
ditempatkan pada inkubator.
Maka tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek di lapangan.

4.7 Evaluasi
Dalam tahap evaluasi setelah memberikan asuhan pada bayi dengan asfiksia berat
diharapkan keadaan umum bayi baik, pernafasan normal 40 -60 x/menit, tidak terjadi hipotermi.
Pada bayi Ny. M keadaan bayi sekarang, keadaan umum bayi baik, pernafasan 54
x/menit, tidak hipotermi.
Maka tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek di lapangan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Bayi baru lahir normal biasanya ditandai dengan menangis kuat. Warna kulit merah,
Apgar score 7-9, panjang badan 46 - 50 cm, berat badan 2500 - 4000 gram, lingkar kepala 32
- 35 cm, lir.gkar dada 30 - 33 cm. (Prawirohardho, 2002 : 213)
Setelah melakukan asuhan pada bayi Ny. M dengan asfiksia berat dengan berat badan
3000 gram, panjang badan 50 cm, lingkar kepala 32 cm, lingkar dada 29 cm, lingkar lengan
10,5, menangis sesaat setelah melahirkan dan tidak menangis lagi, tanda-tanda vital : suhu
36° C, nadi 130 x/menit, pernafasan 72 x/menit, Apgar score 2/4.
Penanganan bayi baru lahir dengan asfiksia berat yaitu kebutuhan O2 -> O2 terpasang,
mencegah hipotermi  meletakkan bayi pada inkubator, memberikan antibiotik
 Cefotaxime telah diberikan secara I.V.
Setelah dilakukan asuhan kebidanan pada bayi dengan asfiksia berat maka dapat
diambil kesimpulan bahwa bayi dengan asfiksia berat harus ditangani dengan sebaik-baiknya
agar terhindar dari apnoe atau kematian.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi pihak petugas kesehatan di RSUD khususnya pada bidan / perawat diruang perinatologi
agar lebih meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam menangani dan memberikan
asuhan kebidanan pada bayi dengan asfiksia.
5.2.2 Bagi para staf yang terkait di ruang perinatologi RSUD diharapkan lebih meningkatkan
pelayanan secara cepat dan tepat pada
kasus asfiksia sehingga dapat mengurangi kemungkinan lebih buruk
5.2.3 Bagi mahasiswa D III Kebidanan agar lebih meningkatkan pengetahuannya dalam
memahami asfiksia dan menggali ilmu-ilmu yang didapat dan mempraktekkan ilmu tersebut
sesuai prosedur yang ada.

5.2.4 Bagi staf pengelola DIII Kebidanan untuk lebih imemantapkan kegiatan akademik
terutama kegiatan praktek lapangan
ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PATOLOGI

BAYI NY “M” DENGAN ASFIKSIA BERAT

DI RSKDIA PERTIWI MAKASSAR

TANGGAL 2 JULI 2014

No. Register : 06 73 58

Tanggal lahir : 2 Juli 2014, jam 09.40 wita

Tanggal pengkajian : 2 Juli 2014, jam 09.42 wita

Nama pengkajian : Desy Rustiwati R

LANGKAH I. IDENTIFIKASI DATA DASAR

1. Identitas Bayi

Nama : By “M”

Tanggal lahir : 2 Juli 2014, jam 09.40 wita

Anak ke : I (pertama)

Jenis kelamin : Perempuan

2. Identitas Orang Tua

Nama : Ny. “M” / Tn. “K”

Umur : 17 tahun / 23 tahun

Nikah/Lamanya : 1 kali / ± 7 bulan

Suku : Bugis / Bugis

Agama : Islam / Islam

Pendididkan : SD / SMP
Pekerjaan : IRT / Buruh

Alamat : Jl.Adipati II

A. Data Biologis

a) Prenatal

1. GI P0 A0

2. HPHT tanggal ? November 2013

3. TP tanggal ? Agustus 2014

4. Gestasi ± 8 bulan

5. Pemeriksaan ANC sebanyak 4 kali

a. Trimester I : 1 kali

b. Trimester II : 1 kali

c. Trimester III : 2 kali

6. Ibu mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali

a. TT 1 tanggal 20 Desember 2013

b. TT 2 tanggal 19 Januari 2014

b) Natal

1. Kala I : Ibu masuk dengan fase aktif, ketuban

belum pecah, perlangsungan kala I 6

jam

2. Kala II : Kala II berlangsung 2 jam, bayi lahir

tanggal 2 Juli 2014, jam 09.40 wita

dengan bantuan vakum ekstaksi, PBK,

tidak segera menangis, 15 menit baru

menangis, warna kulit tampak kebiruan

atau sianosis

3. Kala III : Berlangsung ± 15 menit

4. Kala IV : Perdarahan 150 cc, TFU 1 jrbpst.


B. Riwayat Persalinan / Kelahiran

a. Ibu melahirkan tanggal 2 Juli 2014, jam 09.40 dengan bantuan vakum ekstaksi, PBK, tidak

segera menangis, 15 menit baru menangis, warna kulit tampak kebiruan atau sianosis

b. Penolong : Bidan

c. Bayi lahir dengan

1. BBL : 2600 gram

2. PBL : 49 cm

3. Jenis kelamin : Perempuan


3
4. Apgar score : /7

Tanda 0 1 2 1 2

Badan merah, Seluruh tubuh


Apperance Pucat Ekstremitas biru kemerahan 0 2

Pulse - <100 >100 1 2

Grimace - Sedikit bergerak Batu/ bersin 0 1

Activitas - Lemah Gerakan aktif 1 1

Respiratory - Tidak teratur Baik,menangis 1 1

Jumlah 3 7

C. Pemenuhan Kebutuhan Dasar

1. Nutrisi

Kebutuhan nutrisi sementara : belum dapat dikaji

2. Personal hygiene

Bayi belum dimandikan, pakaian bayi dig anti dengan pakaian yang bersih dan kering

apabila kotor dan basah.

3. Eliminasi

BAB dan BAK belum pernah


D. Riwayat Psikososial, Ekonomi, dan Spritual

1. Orang tua dan keluarga selalu berdoa agar bayinya sehat

2. Biaya perawatan ditanggung oleh ayahnya

3. Ibu sangat cemas dengan keadaan bayinya

4. Bayi latergi (lemah / kurang bergerak)

E. Pemeriksaan Fisik

1. Antropometri

a. Berat badan : 2600 gram (N : 2500-4000 gram)

b. Panjang badan : 49 cm (N : 47-53 cm)

c. Lingkaran kepala : 31 cm (N : 33-35 cm)

d. Lingkar dada : 30 cm (N : 30-38 cm)

e. Lingkar lengan : 10 cm (N : 9-11 cm)

2. Tanda - tanda vital

a. Pernafasan : 24 x/i (N : 40-60 x/menit)

b. Nadi : 90 x/i (N : 80-100 x/menit)

c. Suhu : ̊
36,5 C ̊ )
(N : 36,5-37,5 C

3. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala

Inspeksi : rambut tipis dan halus, tidak ada caput,

tidak ada chepal

Palpasi : tidak ada benjolan, UUB belum

Menutup, UUK belum menutup

b. Mata

Inspeksi : simetris kiri dan kanan , tidak ada

oedem pada kelopak mata, konjungtiva


merah muda, sclera putih bersih

c. Hidung

Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada polip

Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri

tekan

d. Mulut

Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada

labioskisis, bibir pucat,refleks mengisap

tidak baik, terdapat banyak lendir

e. Leher

Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid

dan vena jugularis

Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan

f. Dada

Inspeksi : simetris kiri dan kanan, puting susu

terbentuk

Palpasi : tidak ada benjolan

g. Abdomen

Inspeksi : tali pusat masih basah, tidak ada tanda

- tanda infeksi

Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan

Auskultasi : denyut jantung <100x/m

h. Punggung

Inspeksi : tidak ada hematoma,integritas kulit baik

i. Genetalia

Inspeksi : labia mayora sudah menutupi labia

minora.

j. Anus
Inspeksi : tampak lubang anus

k. Ekstremitas atas

Inspeksi : simetris kiri dan kanan, jumlah jari

lengkap, tidak ada gangguan

pergerakan kulit telapak tangan

mengelupas.

l. Ekstremitas bawah

Inspeksi : jumlah jari lengkap tidak ada kelainan

kulit telapak kaki mengelupas, pucat.

m. Kulit

Inspeksi : tidak ada bercak hitam,tidak ada tanda

lahir, warna kulit kebiruan

LANGKAH II. IDENTIFIKASI DIAGNOSA / MASALAH AKTUAL

Diagnosa : Bayi Cukup Bulan / Sesuai Masa Kehamilan /

Presentase Belakang Kepala / Vakum Ekstraksi (

BCB / SMK / PBK / VE ), asfiksia berat

1. BCB / SMK

DS : HPHT tanggal ? November 2013

Bayi lahir tanggal 2 Juli 2014, jam 09.40 wita

DO : TP tanggal ? Agustus 2014

UK ± 8 bulan

BBL : 2600 gram

PBL : 49 cm
Analisa dan interpretasi data

Dari HPHT sampai tanggal partus umur kehamilan ibu ± 8 bulan, maka kehamilan

tersebut dikategorikan cukup bulan. Umur kehamilan ± 8 bulan dengan BBL 2600 gram dan

PBL 49 cm, maka sesuai dengan umur kehamilan. ( Obsetri fisiologi UNPAD, 2010 hal 125 )

2. LBK / VE

DS : Ibu tidak bisa berkuat lagi

DO : Ibu diinfus cairan glukosa untuk mencegah dehidrasi

Pada saat dilakukan VT didapatkan presentasi kepala

Analisa dan interpretasi data

Pada anak dengan presentasi kepala dan sikap fleksi maka bagian dari kepala yang

terendah ialah belakang kepala, maka dikatakan LBK. Salah satu syarat vakum ekstraksi

adalah presentasi belakang kepala. Karena ibu tidak dapat berkuat lagi maka ibu dibantu

dengan vakum ekstraksi ( Obsetri fisiologi UNPAD, 2008 hal 188 )

3. Asfiksia Berat

DS : Ibu mendengar bayinya tidak segera menangis

DO : Bayi lahir tidak segera menangis

Pada mulut dan hidung terdapat banyak lendir

Apgar score 3/7

Kulit tampak kebiruan

Analisa dan interpretasi data

a. Bayi lahir tidak segera menangis spontan setelah tali pusat di jepitkarena denyut jantung

tidak dalam keadaan stabil pada frekuensi 120-140x/ menit sehingga bayi mengalami

depresi saat dilahirkan dengan menunjukkan gejala tonus otot menurun dan mengalami
kesulitan mempertahankan pernafasan yang aktif. ( Pelayanan Maternal Neonatal, 2009 hal

347 )

b. Sianosis (cyanosis) adalah warna kulit dan membran mukosa kebiruan atau pucat karena

kandungan oksigen yang rendah dalam darah. Kondisi ini terutama mencolok di bibir dan

kuku. Sianosis dapat muncul dalam berbagai kondisi medis di mana konsentrasi oksigen

darah rendah, misalnya pada penyakit paru-paru, kelainan jantung dan di daerah geografis

yang tinggi.Sianosis pada bagian dalam bibir (yang tidak terkena dingin), pipi, lidah dan

konjungtiva mata, dapat menjadi bukti saturasi oksigen darah rendah sekunder karena

penyakit paru atau jantung. Sianosis yang muncul di bagian luar, seperti ujung jari, ujung

hidung atau bagian luar dari bibir dapat disebabkan oleh penurunan aliran darah ke kulit

karena paparan suhu rendah. ( Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,2009 hal 357 )

c. Asfiksia adalah suatu kejadian hipoksia yang progresif, asfiksia ringan (nilai apgar score <

10), asfiksia sedang (nilai apgar score 4 – 6), asfiksia berat (nilai apgar score 0 – 3).

(Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2009 hal 258)

LANGKAH III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA / MASALAH POTENSIAL

Diagnosa potensial : Antisipasi terjadinya perdarahan intracranial

Data subjektif : Ibu mendengar bayinya tidak segera menangis

Data objektif : Bayi lahir tidak segera menangis spontan

Kulit bayi kebiru-biruan

Tampak hidung dan mulut bayi terdapat

banyak lendir

Analisa dan interpretasi data


a. Terlalu lama didasar panggul, terjadi rangsangan pernafasan yang menyebabkan aspirasi

lendir dan air ketuban, sehingga proses respirasi terganggu, jika berlanjut maka akan

menyebabkan gagal nafas. (Asuhan Neonatal Bayi dan Balita, 2008 hal 70)

b. Perdarahan intracranial, kerusakan alat vital pada medulla oblongata, trauma langsung

jaringan otak di sebabkan oleh kelahiran instrument. (Ida Gede Manuaba, 2009 hal 350

).

LANGKAH IV. TINDAKAN SEGERA / EMERGENCY / KOLABORASI

a. Membersihkan jalan nafas denga mengisap lender

b. Memberikan O2 2 liter / menit, sambil mengeringkan dan menghangatkan bayi.

c. Kepala bayi lurus dan sedikit tengadah/ ekstensi

d. Memasang sungkup diwajah, menutupi pipi, mulut dan hidung.

e. Melakukan rangsangan taktil pada kaki

f. Menyelimuti bayi kecuali muka dan dahi.

LANGKAH V. RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI

Diagnosa : Bayi Cukup Bulan / Sesuai Masa Kehamilan /

Presentase Belakang Kepala / Vakum Ekstraksi ( BCB / SMK / PBK / VE ), asfiksia berat

Diagnosa potensial : Antisipasi terjadinya perdarahan intracranial

Tujuan : Asfiksia dan sianosis

Bayi dapat bernafas spontan

Kriteria : Bayi segara menangis

TTV dalam batas normal:

a. Pernafasan : 24 x/i (N : 40-60 x/menit)

b. Nadi : 90 x/i (N : 80-100 x/menit)


c. Suhu : ̊
36,5 C ̊ )
(N : 36,5-37,5 C

Apgar score dalam beberapa menit kemuddian membaik

Rencana tindakan

Tanggal 2 Juli 2014

1. Cuci tangan sabelum dan sesudah melakukan tindakan dengan sabun dibawah air mengalir

Rasional : Mencegah terjadinya infeksi silang

2. Hangatkan dan keringkan tubuh bayi dengan kain bersih dan kering

Rasional : Mengurangi kehilangan panas pada bayi.

3. Nilai frekuensi jantung. Pernafasan dan warna kulit

Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum bayi dan

sebagai dasar melakukan tindakan selanjutnya, selain itu untuk menghindarkan

kemungkinan timbulnya komplikasi

pneunotorous.

4. Penatalaksanaan pemberian O2 3 liter/ menit

Rasional : Jika O2 dalam 4 menit tidak terpenuhi maka

akan menyebabkan kerusakan jaringan otak

dan hingga menimbulkan kematian.

5. Lakukan resusitasi

Rasional : Untuk membersihkan jalan nafas dan

membantu beri bernafas spontan.

6. Berikan vitamin K 0,5 ml/ IM dan salep mata oxytetracyclin

Rasional : Untuk mencegah terjadinya perdarahan pada

otak dan infeksi pada mata.

7. Lakukan ventilasi

Rasional : Untuk menilai apakah terjadi nafas spontan.

8. Rawat tali pusat


Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi tali pusat.

LANGKAH VI. IMPLEMENTASI

Tanggal 2 Juli 2014, jam 09.45 wita

1. Mencuci tangan sabelum dan sesudah melakukan tindakan dengan sabun dibawah air

mengalir

2. Menghangatkan dan mengeringkan tubuh bayi dengan kain bersih dan kering

3. Menilai frekuensi jantung. Pernafasan dan warna kulit

4. Memberian O2 3 liter / menit

5. Melakukan resusitasi

6. Memberikan vitamin K 0,5 ml / IM dan salep mata oxytetracyclin 1 %

7. Melakukan ventilasi

8. Merawat tali pusat

LANGKAH VII EVALUASI

Tanggal 2 Juli 2014, jam 09.50 wita

1. Sudah dilakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan di bawah air

mengalir

2. Bayi telah dikeringkan dan terbungkus dengan kain bersih

Frekuensi jantung 122x/ menit,

Pernafasan 24x/ menit,

Warna kulit kebiruan

3. Oksigen sudah terpasang 3 liter / menit

4. Sudah dilakukan pembersihkan jalan nafas dengan bola karet pada mulut dan hidung.

5. Bayi telah diberikan vitamin K 0,5 ml / IM dan salep mata


6. Bayi bernafas lemah,frekuensi pernafasn 24x/ menit, ventilasi dilanjutkan

7. Tali pusat terklem dengan baik

Tanggal 2 Juli 2014, jam 09.55 wita

A. Asfiksia teratasi

1. Bayi sudah bernafas spontan

2. Bayi dapat menangis, walaupun agak merintih.

3. Warna kulit kemerahan

4. Jalan nafas telah bersih, tidak terdapat lendir lagi

5. Pergerakan dan tonus otot sudah aktif

B. Tanda-tanda Vital

1. Nadi : 120 x/menit

2. Suhu : ̊
36,8 C

3. Pernafasan : 36 x/menit

PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PATOLOGI

BAYI NY “M” DENGAN ASFIKSIA BERAT

DI RSKDIA PERTIWI MAKASSAR


TANGGAL 2 JULI 2014

No. Register : 06 73 58

Tanggal lahir : 2 Juli 2014, jam 09.40 wita

Tanggal pengkajian : 2 Juli 2014, jam 09.42 wita

Nama pengkajian : Desy Rustiwati R

IDENTITAS

1. Identitas Bayi

Nama : By “M”

Tanggal lahir : 2 Juli 2014, jam 09.40 wita

Anak ke : I (pertama)

Jenis kelamin : Perempuan

2. Identitas Orang Tua

Nama : Ny. “M” / Tn. “K”

Umur : 17 tahun / 23 tahun

Nikah/Lamanya : 1 kali / ± 7 bulan

Suku : Bugis / Bugis

Agama : Islam / Islam

Pendididkan : SD / SMP

Pekerjaan : IRT / Buruh

Alamat : Jl.Adipati II

DATA SUBJEKTIF (S)


1. Ibu hamil pertama dan tidak pernah keguguran

2. HPHT tanggal ? November 2013

3. Gestasi ± 8 bulan

DATA OBJEKTIF (O)

1. TP tanggal ? Agustus 2014

2. Kala II memanjang ± 2 jam, bayi lahir dengan bantuan extraksi vakum

3. Bayi lahir tidak segera menangis spontan

4. Terdapat banyak lendir pada hidung dan mulut

5. Kulit bayi kebiruan, tonus otot lemah

ASSESMENT (A)

Diagnosa : Bayi Cukup Bulan / Sesuai Masa Kehamilan /

Presentase Belakang Kepala / Vakum Ekstraksi (

BCB / SMK / PBK / VE ), asfiksia berat

Diagnosa potensial : Antisipasi terjadinya perdarahan intracranial

PLANNING (P)

Tanggal 2 Juli 2014, jam 09.50 wita

1. Mencuci tangan sabelum dan sesudah melakukan tindakan dengan sabun dibawah air

mengalir

Hasil : Sudah dilakukan cuci tangan sebelum dan sesudah

melakukan tindakan di bawah air mengalir


2. Menghangatkan dan keringkan tubuh bayi dengan kain bersih dan kering

Hasil : Bayi telah dikeringkan dan terbungkus dengan kain

bersih

3. Menilai frekuensi jantung. Pernafasan dan warna kulit

Hasil : Frekuensi jantung 122 x/ menit,

Pernafasan 24 x/ menit,

Warna kulit kebiruan

4. Memberian O2 3 liter/ menit.

Hasil : Oksigen sudah terpasang 3 liter / menit

5. Melakukan resusitasi

Hasil : Sudah dilakukan pembersihkan jalan nafas dengan

bola karet pada mulut dan hidung.

6. Memberikan vitamin K 0,5 ml/ IM dan salep mata oxytetracyclin Hasil : Bayi telah

diberikan vitamin K 0,5 ml / IM dan salep

mata

7. Melakukan ventilasi

Hasil : Bayi bernafas lemah,frekuensi pernafasn 24x/ menit,

ventilasi dilanjutkan

8. Merawat tali pusat

Hasil : Tali pusat terklem dengan baik


ASKEB PENANGANAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR
(RESUSITASI)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Asfiksia merupakan penyebab kematian paling tinggi, kurang lebih 23% dari sekitar 4 juta
kematian bayi baru lahir di seluruh dunia setiap tahunya(lancet,dalam Amerika Academy of
Pediatrics dan America Heart Association,2011). Banyak bayi baru lahir dengan asfiksia yang tidak
mendapat pertolongan resusitasi yang memadai setelah lahir.

Resusitasi merupakan upaya untuk mengembalikan bayi baru lahir dengan asfiksia berat
menjadi keadaan yang lebih baik dapat bernafas atau menagis spontan dan denyut jantung menjadi
teratur.Kematian neonatus di indonesia masih tinggi. Kasus kegawatan bayi yang memerlukan
resusitasi banyak terjadi di ruang perawatan neonatus, kamar bersalin/kamar operasi dan unit gawat
darurat. Oleh karena itu, staf ditempat tersebut harus dapat melaksanakan kasus kegawatan yang
memerlukan resusitasi neonatus.

Kebanyakan bayi lahir tidak bermasalah 10% perlu beberapa bantuan untuk memulai
penafasan. Bayi yang membutuhkan resusitasi 1% perlu resusitasi lengkap untuk kelangsungan hidup
(intubasi, kompresi dada, pemberian obat).

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi resusitasi ?


2. Bagaimana penilaian bayi baru lahir ?
3. Bagaimana persiapan keluarga?
4. Bagaimana persiapan tempat resusitasi?
5. Bagaimana persiapan alat untuk resusitasi ?
6. Bagaimana persiapan diri untuk menolong resusitasi ?
7. Bagaimana langkah-langkah tindakan resusitasi ?
8. Bagaimana tahap ventilasi?
9. Bagaimana asuhan pasca resusitasi ?
1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi resusitasi


2. Untuk mengetahui bagaimana penilaian bayi baru lahir
3. Untuk mengetahui penilaian bayi baru lahir
4. Untuk mengetahui bagaimana persiapan keluarga
5. Untuk mengetahui persiapan tempat resusitasi
6. Untuk mengetahui persiapan alat resusitasi
7. Untuk mengetahui persiapan diri
8. Untuk mengetahui bagaimana tahap ventilasi
9. Untuk mengetahui bagaimana asuhan pasca resusitasi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Resusitasi adalah segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem pernapasan, peredaran
darah dan otak yang terhenti atau terganggu sedemikian rupa agar kembali normal seperti semula

Sekitar 10 % bayi baru lahir membutuhkan bantuan untuk mulai bernapas saat lahir,kurang dari
1 % membutuhkan tindakan resusitasi ekstensif agar selamat. Pelaksanaan ABC
(airway,breathing,circulation) untuk melakukan resusitasi, sebenanya sederhana. Pastikan bahwa
jalan napas tetap terbuka dan bebas. Pastikan bahwa pernapasan berlangsung baik spontan maupun
dengan bantuan. Pastikan bahwa sirkulasi darah yang teroksigenasi sudah adekuat.

2.2. PENILAIAN BAYI BARU LAHIR

Bidan harus mampu melakukan penilaian untuk mengambil keputusan guna menentukan
tindakan resusitasi,yaitu sebagai berikut

Penilaian bayi baru segra setelah bayi baru lahir sangt penting dilakukan dengan jalan
menghadapkan bayi ke arah penolong agar dapat mengamati. Lakukan penilaian cepat dalam 30
detik apakah bayi bernafas,bernafas megap-megap atau tidak bernapas,apakah tonus otot baik.
Indikasi ini menjadi dasar keputusan apakah bayi perlu resusitasi.

Apabila dalam penilaian bayi baru lahir langsung menangis atau bernfas spontan dan
teratur,segera lakukan asuhan bayi baru lahir, segera potong tali pusat,keringkan bayi,tidak perlu
pengisapan jalan napas,dekatkan segera bayi pada payudara ibu dan berikan ASI dini (kontak kulit
bayi dengan kulit ibu).

Nilai atau skor Apgar tidak digunakan sebagai dasar keputusan,untuk tindakan resusitasi.
Penilaian harus dilakukan segera sehingga keputusan resusitasi tidak didasarkan penilaian
Apgar,tetapi cara Apgar akan tetap di pakai untuk menilai kemajuan kondisi BBL pada saat 1 menit
dan 5 menit setelah kelahiran.

Bidan harus siap melakukan resusitasi bayi baru lahir setiap menolong persalinan. Tanpa
persiapan kita akan kehilangan waktu yang sangat berharga,walau ahanya beberapa menit bila BBL
tidak segera bernapas,bayi dapat menderita kerusakan otak atau meninggal. Persiapan yang
diperlukan adalah tempat dan alat untuk resusitasi.

2.3. PERSIAPAN KELUARGA

Sebelum menolong persalinan,bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-


kemungkinan yang terjadi pada ibu dan bayi dan persiapan persalinan.

2.4. PERSIAPAN TEMPAT RESUSITASI

Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi yaitu menggunakan
ruangan yang hangat dan terang. Tempat resusitasi hendaknya rata,keras,bersih,dan kering misalnya
meja,dipan,atau diatas lantai beralaskan tikar. Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk
kemudahan pengaturan posisi kepala bayi. Tempat resusitasi sebaiknya dekat dengan pemancar
panas dan tidak berangin (jendela atau pintu yang terbuka). Ruangan yang hangat akan mencegah
bayi hipotemi. Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60-100 watt atu lampu
petromak,nyalakan lampu menjelang persalinan(IBI,2005).

2.5. PERSIAPAN ALAT

Sebelum menolong persalinan,selain menyiapkan alat-alat persalinan juga harus disiapkan alat-
alat resusitasi dalam keadaan siap pakai,yaitu sebagai berikut

1. Kain ke-1

Fungsi kain pertama adalah untuk mengeringkan BBL yang basah oleh air ketuban setelah lahir.

a. Bagi bidan yang sudah biasa dan terlatih meletakan bayi diatas perut ibu, sebelum persalinan akan
menyediakan sehelai kain yang diperlukan tersebut. Itu dapat digunakan untuk bayi asfiksia juga.
Bila tali pusat diklem dan dipotong,jika perlu lakukan tindakan resusitasi.
b. Bagi bidan yang belum biasa melakukan hal diatas,dan terbiasa meletakan bayi didepan perineum
ibu setelah lahir selain kain dibawah perineum ibu,letakan juga sehelai kain kira-kira 45 cm dari
perineum ibu untuk memindahkan bayi.
Pada prinsipnya penggunaan kain ini ditujukan aga bayi kering serta hangat dan boleh diletakan
di atas perut ibu atau di depan perineum ibu, sesuai dengan kebiasaan bidan.
2. Kain ke-2

Fungsi kain kedua adalah untuk menyelimuti bayi BBL agar tetap kering dan hangat.singkirkan kain
pertama yang basah sesudah dipakai mengeringkan bayi. Kain ke dua ini digelar menutupi
permukaan tempat resusitasi yang rata.

3. Kain ke-3

Fungsi kain ke-3 adalah untuk mengganjal bahu bayi agar memudahkan pengaturan posisi kepala
bayi. Kain digulung setebal 3-5 cm diletakan dibawah kain ke dua yang menutupi tempat resusitasi.

4. Alat resusitasi
a. Kontak alat resusitasi yang berisi: alat penghisap lendir DeLee dan alat resusitasi tabung dan
sungkup diletakan dekat tempat resusitasi. Maksudnya agar mudah diambil bila sewaktu-waktu
dibutuhkan untuk melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir.
b. Sarung tangan
c. Jam atau pencatat waktu
2.6. PERSIAPAN DIRI

Lakukan perlindungan diri untuk mencegah infeksi dengan cara :

1. Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek plastk dan sepatu tertutup)

2. Lepaskan perhiasan seperti cincin,jam tangan sebelum cuci tangan

3. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau cairan alkohol dan cairan alkohol

4. Keringkan dengan lap bersih

5. Selanjutnya gunakan sarung tangan (handscoon)sebelum menolong persalinan (IBI,2005)

2.7. LANGKAH-LANGKAH TINDAKAN RESUSITASI


Langkah awal
Langkah awal diselesaikan dalam waktu 30 detik. Untuk lebih mudah dalam mengingat langkah-
langkah tersebut dapat disingkat dengan HAIKAL

1. H = Hangatkan Bayi

a. Letakan bayi di kain yang berada di atas perut ibu


b. Selimuti tubuh bayi dengan dada dan perut terbuka,potong tali pusat.
c. Pindahkan bayi ke atas kain ke tempat resusitasi
d. Jaga kehangatan bayi dengan alat pemancar panas misal dengan lampu 60 watt dengan jarak dari
lampu ke bayi sekitar 60cm.
2. A = Atur posisi bayi

a. Baringkan bayi di depan penolong atau disamping penolong dengan posisi y


b. Letakan gulungan kain setebal 3-5 cm dibawah bahu bayi.
3. I = Isap lendir bayi

gunakan alat penghisap lendir DeeLee dengan cara sebagai berikut :


a. Isap lendir mulai dari mulut dulu kemudian dari hidung.
b. Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar. Tidak pada waktu memasukanya
c. Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5 cm ke dalam mulut atau lebih 3 cm ke
dalam hidung hal itu akan menyebabkan denyut jangtung bayi menjadi lambat atau tiba-tiba bayi
berhenti bernafas.
4. K = Keringkan bayi dibarengi dengan melakukan rangsangan taktil

a. Lap bayi mulai dari muka,kepala dan bagian tubuh lainya dengan lap bersih. Rangsangan pada kulit
bayi ini dapat memacu BBL mulai bernafas
b. Lakukan rangsangan taktil lanjutan, caranya :
1. Menepuk/menyentil telapak kaki
2. Menggosok punggung/perut/dada/tungkai bayi dengan telapak tangan
5. A = Atur posisi bayi kembali normal

a. Ganti kain yang telah basah dengan kain kering yang berada dibawahnya
b. Selimuti seluruh tubuh bayi dengan kain tersebut kecuali muka dan dada
c. Atur kembali posisi kepala bayi datar,tanpa bantal,miring ke kanan.
6. L = lakukan penilaian

a. Frekuensi jantung
Frekuensi jantung seharusnya diatas 100x/menit. Cara termudah menilainya adalah dengan meraba
pulsasi pada pangkal tali pusat. Bila tidak teraba pulsasi,kita harus mendengarkan bunyi jantung di
dada sebelah kiri menggunakan stetoskop. Menghitung jumlah detak jantung selama 6 detik
kemudian dikalikan 10 maka akan didapatkan perkiraan frekuensi jantung per menit.

b. Pernapasan
Dinilai dengan melihat gerakan dada yang ade kuat,frekuensi dan dalamnya pernapasan bertambah
setelah mendapat rangsang taktil dalam beberapa detik.
Apabila setelah dilakukan langkah awal bayi masih mengalami satu atau lebih tanda
tersebut(bayi bernafas megap-megap atau apnea,dan frekuensi jantung <100 x/menit), maka harus
dilakukan langkah berikutnya yaitu ventilasi.

2.8. TAHAP VENTILASI


Ventilasi adalah tahapan tindakan untuk memasukan sejumlah volume udara ke dalam paru
dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.
Langkah-langkah ventilasi.
1. Pasanga sungkup

Pasang dan pegang sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi sehingga tidak ada kemungkinan
udara bocor.

2. Ventilasi percobaan

a. Lakukan tiupan dengan tekanan 30 cm H20 air sebanyak dua kali. Tiupan awal ini sangat penting
untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernapas dan menguji jalan napas bayi terbuka.
b. Lihat apakah dada bayi mengembang, bila tidak mengemang periksa posisi kepala, pastikan posisi
sudah ekstensi kemudian periksa sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor. Setelah itu
periksa cairan atau lendir di mulut bila ada lendir atau cairan lakukan penghisapan.
3. Ventilasi definitif (20 kali dalam 30 detik)

a. Lakukan tiupan 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm H2O


b. Pastikan dada mengembang, setelah 340 detik lakukan penilaian
c. Bial bayi sudah bernapas normal,hentikan ventilasi dan pantau bayi
d. Bila bayi belum bernapas atau megap-megap,lanjutkan ventilasi.

4. Ventilasi,setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian

a. Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air


b. Hentikan ventilasi setiap 30 detik
c. Lakukan penilaian bayi apakah bernapas,tidak bernapas atau megap-megap
d. Bila byi sudah bernapas normal,hentikan ventilasi dan pantau bayi dengan seksama.
e. Bila bayi tidak bernapas atau megap-megap, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian
lakukan penilaian setiap 30 detik.
5. Siapkan rujukan bila bayi belum bernapas normal sesudah 2 menit ventilasi

a. Mintalah keluarga utuk mempersiapkan rujukan


b. Teruskan resusitasi sambil menyiapkan untuk rujukan
6. Apabila rujukan tidak mungkin dilakukan,lakukan ventilasi,setelah 20 menit hentikan

a. Lakukan ventilasi sampai 20 menit


b. Hentikan ventilasi sesudah 20 menit tak berhasil
7. Resusitasi berhasil

Sebaiknya bidan tinggal bersama keluarga bayi untuk memantau bayi minimal dua jam pertama
a. Bila pernapasan bayi dan warna kulitnya normal,berikan bayi pada ibunya
1. Letakan bayi diatas dada ibu dan selimuti keduanya dengan kain hangat agar bayi tetap hangat
2. Anjurkan ibu menyusui bayinya sambil membelainya
3. Lakukan asuhan neonatal
b. Lakukan pemantauan saksama tehadap bayi pascaresusitasi selama 2 jam pertama
1. Perhatikan tanda-tanda kesulitan bernapas pada bayi: tarikan dinding dada ke dalam,napas megap-
megap, frekuensi napas 30 kali atau dari 60 kali per menit.
2. Pantau juga bayi yang berwarna pucat walaupun tampak bernapas normal
c. Jagalah agar bayi tetap hangat dan kering
Tunda memandikan bayi sampai denga 6-24 jam
d. Bila kondisi bayi memburuk
Perlu rujukan sesudah resusitasi
8. Rujukan

a. Periksa keadaan bayi selama perjalanan menuju tempat rujukan (pernapasan,warna kulit, suhu
tubuh) dan catatan medis
b. Jaga bayi tetap hangat selama perjalanan,tutup kepala bayi dan bayi dalam posisi (metode kanguru)
dengan ibunya. Selimuti ibu bersama bayi dalam satu selimut
c. Lindungi bayi dari sinar matahari
d. Jelaskan kepada ibu bahwa sebaiknya memberi ASI segera pada bayinya,kecuali pada keadaaan
gangguan napas dan kontraindikasi lainya.
9. Resusitasi tidak berhasil

Bila bayi tidak bernapas setelah resusiti 20 menit,hntikan resusitasai. Biasanya bayi tersebut akan
meninggal. Ibu maupun keluarga memerlukan dukungan moral. Bicarakan dengan keluarga secara
hati-hati dan bijaksana,serta berikan dukungan moral sesuai budaya setempat karena hal tersebut
sangat diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai