LAPORAN KASUS
1.2 ANAMNESIS
A. Anamnesa
Anamnesis dilakukan secara aloanamnesa dengan keluarga pasien dan
berdasarkan data dari rekam medis pada tanggal 11 Juli 2017 pukul 13.00.
Keluhan Utama : Demam sejak 4 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
4 hari SMRS pasien mengeluhkan demam, pasien berobat ke
klinik dan diberi obat penurun panas. Panas turun setelah meminum
obat namun kemudian naik lagi. Pasien juga terdapat muntah 5x/hr,
muntah berisi maknan, mual (-), nyeri perut (-). Keluarga pasien
mengeluhkan muncul bintik merah di tangan, kaki, dan perut sisi kiri
Pada hari masuk rumah sakit, pasien merasa demam, lemas,
batuk (+), muntah-muntah kurang lebih 1 hari, kemudian dibawa ke
Rumah sakit. Pasien datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto tanggal 9
Juli 2017. Buang Air Kecil (BAK) tidak berdarah, jumlah urin
sedikit, dan tidak ada nyeri saat BAK. Buang air besar (BAB)
berwarna kuning, tidak ada darah atau feses hitam. Perdarahan dari
hidung(-).
1
B. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Demam Berdarah : Disangkal
Riwayat Demam Tifoid : Disangkal
Riwayat rawat inap di RS : Disangkal
2
Trakea ditengah, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening maupun tiroid
Thorax
Bentuk : Normochest
Pulmo:
Inspeksi : Retraksi (-), gerakan dada simetris kanan kiri, purpura
(+)
Palpasi : vocal fremitus kanan & kiri simetris
Perkusi : Sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi(-/-) wheezing (-/-)
Cor :
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : Bunyi Jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi : Datar, distensi (-), purpura (+)
Auskutasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak teraba,
turgor kembali cepat
Ekstremitas :
Superior : akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-), edema (-/-), ptekie
(+/+).
Inferior : akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-), edema (-/-), ptekie
(+/+), purpura (-/-)
3
Jenis pemeriksaan Hasil Hasil Hasil Hasil Nilai rujukan
09-07-2017 10-07-2017 11-07-2017 12-07-2017
trombosit 50.000 (L) 132.000 (L) 108.000 (L) 105.000 (L) 150.000-400.000/ul
MCV 75 70-86 fL
Magnesium (Mg) 2.25 2.36 (H) 2.21 1.92 (H) 1.7-2.3 mEg/L
Kalium (K) 2.9 (L) 27 (L) 3.6 3.1 (L) 3.1-5.1 mmol/L
pO2 167.4 (H) 167.4 (H) 147.3 (H) 137.5 (H) 71-104 mmHg
Bikarbonat (HCO3) 21.7 (L) 21.7 (L) 25.3 28.7 22-29 mmol/L
4
Hemoglobin 11.1 10.7 10.5-13.5 g/dL
MCV 70-86 fL
17-07-2017
5
Hemoglobin 11.4 10.5-13.5 g/dL
hematokrit 34 33-39%
MCV 80 70-86 fL
pH 7.437 7.73-7.45
6
1.6 PLANNING
Rawat Inap di IMCU
Cek DL per 8 jam
Tranfusi Trombosit
1.7 PENATALAKSANAAN
IVFD RL + KCl 7.4 % 5cc/kolf 60 ml/jam
Obat :
Injeks cefotaxme 3x1 gr
Injeksi omeprazol 1x40 mg
Injeksi meropenem 3x1 gr
Injeksi transamin 3x500 mg
Injeksi Vitamin C 1x100 mg
Injeksi metoclopramide 1/2 amp
PO : Paracetamol 3x1 tablet
1.8 PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
7
Kemudian dilakukan pemeriksaan Lab kembali dengan hasil sebagai
berikut:
Kemudian pasien pada pukul 18.00 wib pindah ke ruang IMCU untuk
observasi.
8
1.10 FOLLOW UP PASIEN
Diuresis 4 jam 700 ml Diuresis: 1800 ml/24 jam Diuresi :2500 ml/24 jam Diuresi :3650 ml/24 jam
9
Pulmo: Pulmo: Pulmo: - Inspeksi : Retraksi (-), gerakan dada
- Inspeksi : Retraksi (-), gerakan dada - Inspeksi : Retraksi (-), gerakan - Inspeksi : Retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
simetris kanan kiri dada simetris kanan kiri dada simetris kanan kiri - Palpasi : vocal fremitus kanan &
- Palpasi : vocal fremitus kanan - Palpasi : vocal fremitus kanan - Palpasi : vocal fremitus kanan kiri simetris
& kiri simetris & kiri simetris & kiri simetris - Perkusi : Sonor di semua
- Perkusi : Sonor di semua lapangan - Perkusi : Sonor di semua - Perkusi : Sonor di semua lapangan paru
paru lapangan paru lapangan paru - Auskultasi : Suara dasar vesikuler
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler - Auskultasi : Suara dasar - Auskultasi : Suara dasar (+/+), ronkhi(-/-) wheezing (-/-)
(+/+), ronkhi(-/-) wheezing (-/-) vesikuler (+/+), ronkhi(-/-) vesikuler (+/+), ronkhi(-/-) Cor :
Cor : wheezing (-/-) wheezing (-/-) - Inspeksi : iktus cordis tidak
- Inspeksi : iktus cordis tidak Cor : Cor : tampak,
tampak, - Inspeksi : iktus cordis tidak - Inspeksi : iktus cordis tidak - Palpasi : iktus kordis tidak kuat
- Palpasi : iktus tampak, tampak, angkat
kordis tidak kuat angkat - Palpasi : iktus kordis tidak kuat - Palpasi : iktus kordis tidak - Perkusi : Batas jantung kesan
- Perkusi : Batas jantung kesan tidak angkat kuat angkat tidak membesar
membesar - Perkusi : Batas jantung kesan - Perkusi : Batas jantung kesan - Auskultasi : Bunyi Jantung I-II
- Auskultasi : Bunyi Jantung tidak membesar tidak membesar normal, murmur(-), gallop (-)
I-II normal, murmur(-), gallop (-) - Auskultasi : Bunyi Jantung I-II - Auskultasi : Bunyi Jantung I-II Abdomen:
Abdomen: normal, murmur(-), gallop (-) normal, murmur(-), gallop (-) - Inspeksi : Datar, (+) ptekie
- Inspeksi : Datar, (+) ptekie Abdomen: Abdomen: - Auskutasi : BU (+)
- Auskutasi : BU (+) - Inspeksi : Datar, (+) ptekie - Inspeksi : Datar, (+) ptekie - Perkusi : Timpani
- Perkusi : Timpani - Auskutasi : BU (+) - Auskutasi : BU (+) - Palpasi : Supel, nyeri tekan (-),
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), - Perkusi : Timpani - Perkusi : Timpani hati dan limpa tidak teraba, turgor
hati dan limpa tidak teraba, - Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), - Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), kembali cepat
turgor kembali cepat hati dan limpa tidak teraba, hati dan limpa tidak teraba, Ekstremitas:
Ekstremitas: turgor kembali cepat turgor kembali cepat Superior:
Superior: Ekstremitas: Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis
akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis Superior: Superior: (-), edema (-/-), ptekie (+/+)
(-), edema (-/-), ptekie (+/+) akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis Inferior :
Inferior : (-), edema (-/-), ptekie (+/+) (-), edema (-/-), ptekie (+/+) akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis
akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis Inferior : Inferior : (-), edema (-/-), ptekie (+/+), purpura
(-), edema (-/-), ptekie (+/+), purpura akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-/-)
(-/-) (-), edema (-/-), ptekie (+/+), purpura (-), edema (-/-), ptekie (+/+),
(-/-) purpura (-/-)
10
Pemeriksaan
Penunjang
Hematologi
Rutin
Hb 9.1 (L) 9.6 (L) 10.6 11.0
(12-16 g/dL)
Ht 25 (L) 27 (L) 30 (L) 32 (L)
(37-47 %)
Eritrosit 3.4 (L) 3.6 (L) 3.9 4.1
Leukosit 8660 9650 9850 6370
Trombosit 50.000 (L) 132.000 (L) 108.000 (L) 105.000 (L)
MCV 75
MCH 27
MCHC 36
Koagulasi
PT 12.1 (H)
(10.2-12.2
detik)
APTT 58.5 (H)
(20.9-40.2
detik)
Kimia Klinik
Albumin 3.6 3.4 4.2
(3.5-5.0 g/dl)
Ureum 52 (H) 8.7 30
(20-50 mg/dL)
Kreatinin 0.6 0.5
(0.5-1.5 mg/dL)
Kalsium (Ca) 7.2 (L) mg/dL 8.9 8.7 9.1
(8.6-10.3
mg/dL)
11
Magnesium(Mg 2.25 meq/dL 2.36 (H) 2.21 1.92 (H)
)
(1.8-3.0 meq/L)
GDS 105 91
(<140 mg/dL)
Na 130 (L) mmol 134 134 133
(135-147
mmol/L)
K 2.9 (L) mmol 27 (L) 3.6 3.1 (L)
(3.5-5.0
mmol/L)
Cl `100 mmol 100 102 90
(95-105
mmol/L)
Abalisa Gas
Darah
pH 7.49 (H) 28.2 (H) 7.387 7.469
pCO2 28.2 (L) 28.2 (L) 41.8 39.2
pO2 167.4 (H) 167.4 (H) 147.3 (H) 137.5 (H)
Bikarbonat 21.7 (L) 21.7 (L) 25.3 28.7
(HCO3)
Kelebihan Basa -1.0 -1.0 1.0 5.4
(BE)
Saturasi O2 99.6 99.6 % 99.9 % 99.6 %
Assesment DHF gr. III Dengue Shock Syndrome DSS DSS
Syok sepsis ec bronkopnrumonia Syok sepsis ec bronkopnrumonia
12
-
Plan Head up 450 -
Head up 450 -
Head up 450 -
Head up 450
- Monitor TTV, perdarahan - Monitor TTV - observasi TTV, perdarahan,KU - observasi TTV, perdarahan,KU
- Cegah dehidrasi - Cegah dehidrasi - Cek DL, AGD, Elektrolit, - Cek DL, AGD, Elektrolit,
- Lab AGD, Darah Lengkap, - Cegah infeksi PT+APTT PT+APTT
KamiE
s,le1k3t-r0o7li-t2017 -JumaC
t, e1g4a-h07n-y2e0ri17 S-abtuD,i1e5t-e0n7s-u2r0e137x100 m - ingD
M guie,t1e6n-s0u7r-e230x11700 ml (drip 2 jam
- Ensure 3x50 ml - Cek DL, AGD, Elektrolit, PT & - RL+KCl 20 ml/jam via feeding bag)
- RL+KCL 7.4% APTT - Lasix 1 ml/jam - RL+KCl 20 ml/jam
- Omeprazole 1x 40 mg - Diet ensure 3x100 ml - FFP (2) untuk 3 hari 300 ml - Lasix 1 ml/jam
- Cefotaxim 3x1 gr iv - RL + KCl 60 ml/jam - Albumin 5% - FFP (2) untuk 3 hari 300 ml
- Meropenem 3x1 gr iv - FFP - Meropenem drip 4 jam 3x1 gr iv - Meropenem drip 4 jam 3x1 gr iv
- Vit. K 1x10 mg iv - PRC 300 ml - Omeprazol 1x40 mg iv - Omeprazol 1x40 mg iv
- Transamin 3x500 mg iv - meropenem drip 4 jam 3x1 gr iv - Vit. C 1x100 mg - Vit. C 1x100 mg
- Vit. C 1x100 mg iv - Omeprazole 1x 40 mg - Vit. K 1x10 mg iv - Vit. K 1x10 mg iv
- Metoclopramide 1/2 amp - Vit. C 1x100mg iv - Transamin 3x30 mg iv - Transamin 3x30 mg iv
- PO Paracetamol 3x500 mg - Vit. K 1x10 mg iv - PO Inpepsa syr 4x10 ml PNGT - PO Inpepsa syr 4x10 ml PNGT
- PO Paracetamol 3x500 mg (KP) - PO vitalbumin kaps 3x4 PNGT - PO vitalbumin kaps 3x4 PNGT
- Inhalasi : nebule berotec 10 tts + - Inhalasi : nebule berotec 10 tts +
atrovent 10 tts + NaCl 0.9% 3ml atrovent 10 tts + NaCl 0.9% 3ml
3x1 3x1
13
Keluhan (S) Hari ke-5: Hari ke-6: Hari ke-7: Hari ke-8:
- - Menangis, batuk (+) - menangis - lemah
- kontak (+)
Keadaan Umum KU: Tampak sakit berat KU: tampak sakit berat KU: Tampak sakit Berat KU: Tampak sakkit Berat
(KU) Kesadaran : somnolen Kesadaran : apatis Kesadaran : apatis Kesadaran : apatis
Kesadaran Tanda Vital Tanda vital : Tanda vital : Tanda vital :
Tanda Vital ₋ Suhu : 37.5 0C - Suhu : 37 0C - Suhu : 36,5 C - Suhu : 36,5 C
₋ TD : 107-71 mmHg - TD 108/67 mmHg - TD : 119/69 mmHg - TD : 100/50 mmHg
₋ Nadi : 108 kali/menit, - Nadi :112 x/menit - Nadi : 132 x/mnit - Nadi : 120 x/mnit
₋ RR : 16 kali/menit - RR : 12 x/mnt - RR : 16 x/mnit - RR : 19 x/mnit
₋ SpO2: 100 % - Sp02 : 99% - Sp02 : 100 % - Sp02 : 99 %
Diuresis 2150 ml/24 jam Diuresis: 2425 ml/24 jam Diuresi :2250 ml/24 jam Diuresi :3650 ml/24 jam
14
& kiri simetris & kiri simetris & kiri simetris - Perkusi : Sonor di semua
- Perkusi : Sonor di semua lapangan - Perkusi : Sonor di semua - Perkusi : Sonor di semua lapangan paru
paru lapangan paru lapangan paru - Auskultasi : Suara dasar vesikuler
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler - Auskultasi : Suara dasar - Auskultasi : Suara dasar (+/+), ronkhi(-/-) wheezing (-/-)
(+/+), ronkhi(-/-) wheezing (-/-) vesikuler (+/+), ronkhi(-/-) vesikuler (+/+), ronkhi(-/-) Cor :
Cor : wheezing (-/-) wheezing (-/-) - Inspeksi : iktus cordis tidak
- Inspeksi : iktus cordis tidak Cor : Cor : tampak,
tampak, - Inspeksi : iktus cordis tidak - Inspeksi : iktus cordis tidak - Palpasi : iktus kordis tidak kuat
- Palpasi : iktus tampak, tampak, angkat
kordis tidak kuat angkat - Palpasi : iktus kordis tidak kuat - Palpasi : iktus kordis tidak - Perkusi : Batas jantung kesan
- Perkusi : Batas jantung kesan tidak angkat kuat angkat tidak membesar
membesar - Perkusi : Batas jantung kesan - Perkusi : Batas jantung kesan - Auskultasi : Bunyi Jantung I-II
- Auskultasi : Bunyi Jantung tidak membesar tidak membesar normal, murmur(-), gallop (-)
I-II normal, murmur(-), gallop (-) - Auskultasi : Bunyi Jantung I-II - Auskultasi : Bunyi Jantung I-II Abdomen:
Abdomen: normal, murmur(-), gallop (-) normal, murmur(-), gallop (-) - Inspeksi : Datar, (+) ptekie
- Inspeksi : Datar, (+) ptekie Abdomen: Abdomen: - Auskutasi : BU (+)
- Auskutasi : BU (+) - Inspeksi : Datar, (+) ptekie - Inspeksi : Datar, (+) ptekie - Perkusi : Timpani
- Perkusi : Timpani - Auskutasi : BU (+) - Auskutasi : BU (+) - Palpasi : Supel, nyeri tekan (-),
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), - Perkusi : Timpani - Perkusi : Timpani hati dan limpa tidak teraba, turgor
hati dan limpa tidak teraba, - Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), - Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), kembali cepat
turgor kembali cepat hati dan limpa tidak teraba, hati dan limpa tidak teraba, Ekstremitas:
Ekstremitas: turgor kembali cepat turgor kembali cepat Superior:
Superior: Ekstremitas: Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis
akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis Superior: Superior: (-), edema (-/-), ptekie (+/+)
(-), edema (-/-), ptekie (+/+) akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis Inferior :
Inferior : (-), edema (-/-), ptekie (+/+) (-), edema (-/-), ptekie (+/+) akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis
akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis Inferior : Inferior : (-), edema (-/-), ptekie (+/+), purpura
(-), edema (-/-), ptekie (+/+), purpura akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-/-)
(-/-) (-), edema (-/-), ptekie (+/+), purpura (-), edema (-/-), ptekie (+/+),
(-/-) purpura (-/-)
Pemeriksaan
Penunjang
Hematologi
Rutin
15
Hb 11.1 10.7
(12-16 g/dL)
Ht 32 (L) 32
(37-47 %)
Eritrosit 4.2
Leukosit 7800 10.220
MCV
MCH
MCHC
Koagulasi
PT 10.3 10.3 10.2
(10.2-12.2
detik)
APTT 31.7 25.7 29.1
(20.9-40.2
detik)
Kimia Klinik
Albumin 4.1 4.2
(3.5-5.0 g/dl)
Ureum 32 32
(20-50 mg/dL)
Kreatinin 0.4 (L) 0.2 (L)
(0.5-1.5 mg/dL)
Kalsium (Ca) 9.0 9.4 9.8 9.1
(8.6-10.3
mg/dL)
Magnesium(Mg 1.83 1.91 2.25 2.27
)
(1.8-3.0 meq/L)
GDS 119 96
(<140 mg/dL)
16
Na 132 134 130 (L) 134
(135-147
mmol/L)
K 3.6 (L) 5.1 4.8 5.6
(3.5-5.0
mmol/L)
Cl 89 (L) 97 104 98
(95-105
mmol/L)
Analisa Gas
Darah
pH 7.430 7.387
17
- Vit. C 1x100 mg mg) mg) mg)
- Paracetamo jika suhu >38 3x350 - Dexametason 3x4 mg iv - Dexametason 3x4 mg iv - Dexametason 3x4 mg iv
mg) - Amikasin 2x250 mg - Amikasin 2x250 mg - Amikasin 2x250 mg
- Dexametason 3x4 mg iv - PO Inpepsa syr 4x10 ml PNGT - PO Inpepsa syr 4x10 ml PNGT - PO Inpepsa syr 4x10 ml PNGT
- Amikasin 2x250 mg - PO vitalbumin kaps 3x4 PNGT - PO vitalbumin kaps 3x4 PNGT - PO vitalbumin kaps 3x4 PNGT
- PO Inpepsa syr 4x10 ml PNGT - Inhalasi : nebule berotec 10 tts + - Inhalasi : nebule berotec 10 tts + - Inhalasi : nebule berotec 10 tts +
- PO vitalbumin kaps 3x4 PNGT atrovent 10 tts + NaCl 0.9% 3ml atrovent 10 tts + NaCl 0.9% 3ml atrovent 10 tts + NaCl 0.9% 3ml
- Inhalasi : nebule berotec 10 tts + 3x1 3x1 3x1
atrovent 10 tts + NaCl 0.9% 3ml
3x1
18
Senin, 17-07-2017
Keluhan (S) Hari ke-9:
- kontak (+)
Keadaan Umum (KU) KU: Tampak sakit sedang - berat
Kesadaran Kesadaran : apatis
Tanda Vital Tanda Vital
₋ Suhu : 36.3 0C
₋ TD : 110/76 mmHg
₋ Nadi : 92 kali/menit,
₋ RR : 18 kali/menit
₋ SpO2: 100 %
Pemeriksaan
Penunjang
Hematologi Rutin
Hb 11.4
(12-16 g/dL)
Ht 34
(37-47 %)
Eritrosit 4.2
Leukosit 10250
20
Trombosit 969.000(H)
MCV 80
MCH 27
MCHC 34
Koagulasi
PT
(10.2-12.2 detik)
APTT
(20.9-40.2 detik)
Kimia Klinik
Albumin (3.5-5.0 4.4
g/dl)
Ureum 32
(20-50 mg/dL)
Kreatinin 0.2 (L)
(0.5-1.5 mg/dL)
Kalsium (Ca) 9.8
(8.6-10.3 mg/dL)
Magnesium(Mg) 2.16
(1.8-3.0 meq/L)
GDS 104
(<140 mg/dL)
Na 135
(135-147 mmol/L)
K 5.5 (L)
(3.5-5.0 mmol/L)
Cl 98
(95-105 mmol/L)
Analisa Gas Darah
pH 7.437
pCO2 34.3
21
pO2 136.6 (H)
Bikarbonat (HCO3) 23.3
Kelebihan Basa (BE) 0.1
Saturasi O2 99.9 %
Assesment DSS
Sepsis ec bronkopnrumonia
-
Plan Head up 450
- observasi TTV, perdarahan,KU
- Cek DL, AGD, Elektrolit, PT+APTT
- Diet ensure 3x200 ml
- Diit cair 3x250 ml
- KAEN 3B 60 ml/jam
- Meropenem drip 4 jam 3x1 gr iv
- Omeprazol 1x40 mg iv
- Paracetamo jika suhu >38 3x350 mg)
- Dexametason 3x4 mg iv
- Amikasin 2x250 mg
- PO Inpepsa syr 4x10 ml PNGT
- PO vitalbumin kaps 3x4 PNGT
Inhalasi : nebule berotec 10 tts + atrovent 10 tts +
NaCl 0.9% 3ml 3x1
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada keadaan permintaan layanan ICU lebih tinggi dari pada kapasitas atau
sarana dan prasarana maka kepala ICU harus menentukan prioritas sesuai
indikasi. Prioritas tersebut adalah:1
1. Pasien prioritas 1 (satu)
Kelompok ini dengan kondisi sakit kritis, tidak stabil, memerlukan bantuan
ventilasi dan alat bantu suportif organ/sistem yang lain, infus obat-obat
kontinyu, misalnya pasca bedah kardiotorasik, pasien sepsis berat, gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa.
2. Pasien prioritas 2 (dua)
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status
kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya,
23
secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan/atau manfaat
terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil. Pengelolaan pada pasien
golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha
terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.
Selain indikasi dari skala prioritas, terdapat juga indikasi dari kriteria lainnya. Hal
tersebut sebagai berikkut : 2
A. Kriteria berdasarkan system organ
1. Penilaian Sistema Kardiovaskular
a. Acute myocard infark dengan komplikasi
b. Shock kardiogenik
c. Complex arrhythmia yang memerlukan pengawasan ketat dan intervensi
d. Gagal jantung akut dengan gagal nafas dan atau memerlukan bantuan
hemodinamik
e. Hipertensi emergensi
f. Unstable angina, yang disertai aritmia, hemodinamik yang tidak stabil, atau
nyeri dada yang presisten
g. Pasca pemulihan setelah Henti jantung
h. Tamponade jantung dengan hemodinamik yang tidak stabil
i. Disseksi aneurisma aorta
j. Blok jantung total
k. Laju jantung <50 kali/menit atau >150 kali/menit dengan instabilitas
l. Gagal Jantung kronis dekompensata yang membutuhkan pemantauan
intensive
2. Pulmonary System
a. Gagal nafas akut yang memerlukan ventilator
b. Emboli paru dengan kondisi hemodinamik yang tidak stabil
c. Pasien ruang perawatan High Care Unit yang menunjukkanperburukan
pada system pernafasan
d. Hemoptisis masive
e. Gagal nafas dengan memerlukan intubasi
3. Gangguan Gastrointestinal
24
a. Perdarahan saluran cerna yang disertai hipotensi, terus menerus
b. Gagal hati fulminan
c. Pankreatitis berat
d. Perforasi Esofagus dengan atau tanpa mediastinitis
e. Abdomen yang tegang dengan pertimbangan adanya hipertensi
4. Endokrin
a. Ketoasidosi diabetikum dengan instabilitas hemodinamik, perubahan status
mental, isufisiensi pernafasan.
b. Krisis tiroid dengan instabilitas hemodinamik
c. Hiperosmolar status dengan koma dan atau instabilitas hemodinamik
d. Gangguan endokrin lainnya seperti krisis adrenal dengan instabilitas
hemodinamik
e. Hiperkalemia berat dengan perubahan status mental yang memerlukan
monitoring hemodinamik
f. Hipo atau hipernatremia dengan kejang, perubahan status mental
g. Hipo atau hipermagnesemia dengan kegagalan hemodinamik
h. Hipo atau hiperkalemia dengan aritmia atau kelemahan otot
i. Hipofosfatemia dengan kelemahan otot
5. SistemRenal
a. Gagal ginjal yang baru didiagnosisdengan azotemia berat (ureum>200
mg/dL)
b. Produksi urin <0.5 ml/kgbb/jam selama > 3jam dan ada pertimbangan
hemodinamik yang tidak membaik
c. Penurunan akut bersihan kreatinin<30 ml
d. Membutuhkan terpi pengganti ginjal
6. Neurologic Disorders
a. Stroke akut dengan perubahan status mental
b. Koma : metabolic, toksik, atau anoxik
c. Perdarahan intracranial yang berpotensi terjadi herniasi
d. Perdarahan subarachnoid akut
e. Meningitis dengan perubahan status mental atau gangguan pernapasan
25
f. Sistem saraf pusat dan neurumuskular disorder dengan disorientasi saraf
dan fungsi paru
g. Status epileptikus
h. Pasien mati batang otak atau berpotensi mati batang otak dengan status
pendonor organ
i. Pasien dengan cedera kepala berat
7. Penilaian Sistem Hematologi
a. Trombositopenia (<70.000) dengan bukti perdarahan
b. Koagulopati (INR > 2.5 atau APTT >40-50 detik)dengan bukti perdarahan
aktif
c. Buktihemolisis aktif dengan penurunan hematocrit
d. Leukosit >100.000/mcl, dan terutama dengan fungsi organ target
8. Pembedahan
Pasien post operasi yang memerlukan pengawasan hemodinamik/ dukungan
ventilator atau perawatan intensif
9. Gangguan Lainnya
a. Septik shok dengan instabilitas hemodinamik
b. Pengawasan hemodinamik
c. Trauma lingkungan (listrik, hipotermi, hipertermi)
26
4. pH < 7.1 or > 7.7
5. Serum glukosa > 800 mg/dl
Serum kalcium > 15 mg/dl
2.2.2 Etiologi
2.2.3 Epidemiologi
27
Karibia Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan
subtropik bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematian
pada anak 90% di antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di Indonesia,
setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun
1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak
800 orang lebih.5
Gambar 1
2.2.4 Patogenesis
Nyamuk Ae. aegypti yang sudah terinfeksi virus dengue, akan tetap infektif
sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat
menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus
dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah,
nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru.5
28
Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS yang
masih kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan
antibody dependent enhancement (ADE).5
2.2.5 Patofisiologi
Virus demam berdarah akan masuk ke dalam makrofag. Menurut antibody
dependent enhancement, antigen infeksi pertama pada makrofag justru menjadi
semacam opsonisasi untuk memfasilitasi virus menempel ke permukaan makrofag
dan masuk ke dalamnya. Makrofag akan melepaskan monokin, sitokin, histamine,
dan interferon, yang akan mengakibatkan celah endotel melebar, selanjutnya terjadi
kebocoran cairan intravaskular ke ruang eks-travaskular. Konsekuensinya, terjadi
29
hipovolemia, hemokonsentrasi, tubuh lemah, edema, dan kongesti visceral.
Perenggangan celah antar sel endotel dapat juga disebabkan oleh virus dengue itu
sendiri. Saat sel endotel terinfeksi DV, terjadi kerusakan sel endotel. Akan tetapi
pelebaran celah sel endotel terutama disebabkan oleh pelepasan sitokin inflamasi.
Adapun mekanisme hipotesis antibody dependent enhancement dijelaskan sebagai
berikut :
30
Gambar 4. Heterologous Complexes Enter More Monocytes, Where Virus
Replicates
Peningkatan antibodi-terikat adalah proses di mana strain tertentu dari virus
dengue, bergabung dengan antibodi non-penetral, menginisiasi munculnya monosit
yang lebih banyak, sehingga meningkatkan produksi virus.
Monosit yang terinfeksi melepaskan mediator vasoaktif, mengakibatkan
permeabilitas pembuluh darah meningkat dan manifestasi perdarahan yang menjadi
ciri DBD dan DSS.
Dengan demikian, manifestasi klinis yang paling penting dalam penyakit
DBD adalah kebocoran plasma. Dan untuk mengetahui tanda-tanda kebocoran
plasma bukannya trombosit yang dipantau tetapi hematokrit. Selain itu, penting
juga pemantauan urine output dan hemostasis. Dari pengalaman dokter, apabila
tidak terjadi pendarahan massive, trombosit 3.000 atau 7.000 juga tidak
mengakibatkan kematian pasien.
Adapun tingkat keparahan sindrom kebocoran kapiler tergantung ukuran
celah endotel dan lokasi atau daerah yang terkena infeksi, komposisi matriks
kompartemen perivaskular, dan perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik
di intra dan ekstravaskular. Tekanan hidrostatik dipengaruhi oleh tekanan pompa
jantung yang mendorong plasma keluar dari intravaskular ke ekstravaskular.
Tekanan onkotik adalah nilai tekanan zat-zat yang terkandung dalam darah yang
memiliki sifat osmolaritas untuk menahan plasma tetap berada pada intravaskular.
Pada arteri tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan onkotik maka plasma bisa
keluar ke ekstravaskular memberikan nutrisi dan oksigen pada jaringan tubuh.
Sedangkan di mikrokapiler tekanan hidrostatik lebih kecil dari tekanan onkotik
sehingga cairan tubuh yang telah kehilangan nutrisi dan mengandung CO2 dapat
31
dikembalikan ke dalam pembuluh darah. Perlu dipahami bahwa apabila kita telah
mengetahui kalau kebocoran plasma dipengaruhi oleh tekanan onkotik,
penggunaan koloid untuk meningkatkan tekanan osmotik dapat dilakukan apabila
telah diketahui adanya tanda-tanda kebocoran plasma.
Pelebaran celah endotel dapat juga menyebabkan leukosit keluar dari
intravaskular mengejar makrofag yang mengandung virus dengue, sehingga dapat
dimengerti terjadi leukopenia pada DBD. Manisfestasi trombositopeni pada infeksi
dengue memiliki beberapa hipotesa penyebab:
1. terjadi destruksi trombosit akibat interaksi antibody-antigen virus dengue di
permukaan trombosit;
2. kerusakan dinding endotel oleh virus dengue sehingga menyebabkan
interaksi trombosit dengan kolagen subendotel sehingga terjadilah agregasi
dan destruksi trombosit;
3. IL-6 menginduksi antibodi IgM antitrombosit sehingga terjadilah destruksi
trombosit;
4. manifestasi pendarahan pada DBD meningkatkan kebutuhan akan trombosit.
Manifestasi (nomor 3) menguatkan bahwa tidak perlu diberikan infus
trombosit pada pederita DBD, karena pada akhirnya trombosit yang di
berikan akan didestruksi dengan adanya antibodi antitrombosit.
Pada kasus dengue, ada masa inkubasi (virus dengue ada dalam tubuh tapi
tidak ada manifestasi klinis penyakit), fase akut (demam hari I-IV), dan fase kritis
(hari V-VII), dan fase konvalesense. Proses plasma leakage hanya terjadi pada
fase kritis, dan hanya terjadi dalam 24-48 jam. Untuk mengidentifikasi fase kritis
perhatikan bahwa pada sekitar hari kelima demam sudah mulai turun, tetapi
kematrokit makin meningkat, leukosit makin anjlok, dan trombosit juga makin
anjlok. Leukopeni rata-rata selalu mendahului trombositopeni, dan trombositopeni
mendahului plasma leakage. Pemeriksaan serologi baru dapat terdeteksi setelah
hari kelima, karena disitu kemungkinan besar konsentrasi antibodi cukup di atas
batas deteksi alat. Sedangkan pemeriksaan antigen NS1 dapat dilakukan dari H-1
sampai dengan hari keempat, kadar optimal NS1 adalah pada hari ketiga.
Pemeriksaan antigen NS1 ada dua, yaitu dengan ELISA dan rapid test.
32
Pemeriksaan dengan ELISA lebih akurat tetapi membutuhkan waktu yang lama (4
jam). Sedangkan pemeriksaan dengan rapid test hanya mebutuhkan waktu 5 menit.
NS1 merupakan non structure protein yang terdapat pada permukaan virus,
merupakan antigen yang letaknya paling luar sehingga paling mudah terdeteksi dan
merupakan biang kerok utama manifestasi respon imun yang telah diterangkan
sebelumnya.
Menurut penemu alat rapid test untuk NS1 ini, hari ketiga merupakan
puncak kadar NS1 sehingga paling memungkinkan deteksi NS1 pada hari itu. Akan
tetapi setelah hari kelima, jumlah antigen sudah menurun sampai tidak bisa
terdeteksi. Untuk antibodi, dapat dideteksi setelah kelima demam.
Pemeriksaan NS1 tidak bisa menggantikan pemeriksaan antibodi. Akan
tetapi tidak dapat menentukan infeksi yang terjadi primer atau sekunder. Kita juga
telah melupakan uji tourniquet. Padahal uji tourniquet merupakan uji yang paling
sederhana dan spesifik untuk DBD. Perbedaan antara demam dengue dengan
demam berdarah dengue, pada DBD sudah pasti terjadi plasma leakage, sedangkan
pada demam dengue tidak terjadi.
33
Infeksi virus dengue dapat terjadi asimptomatik atau bahkan bisa
menyebabkan Undifferentiated fever, dengue fever (DF) / demam dengue (DD),
Dengue Hemmoragic Fever (DHF) / Demam Berdarah Dengue (DBD) dan juga
termasuk Dengue Shock syndrome (DSS). Infeksi dari salah satu serotipe virus
dengue akan menyebabkan kekebalan terhadap serotipe tersebut. Manifestasi yang
terjadi tergantung dari jenis strain virusnya (agent) dan juga faktor host yaitu usia,
status imunitas dan lain-lain.
A. Undifferentiated fever
Bayi, anak-anak dan dewasa yang terinfeksi virus dengue untuk pertama
kalinya atau primary infection dapat menunjukan gejala demam yang tidak
bisa dibedakan dengan infeksi virus lainnya. Makulopapular rash dapat
terjadi bersamaan pada saat demam muncul atau saat penurunan suhu tubuh
ke normal. Gejala saluran nafas atas dan gastrointestinal sistem yang paling
umum terjadi.
Pada saat masa kritis (hari ke-5 demam) terjadi penurunan suhu yang dapat
diikuti dengan syok hipovolemik oleh karena kebocoran plasma.
34
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris,
fase kritis dan fase pemulihan.
a. Fase Febris
Biasanya demam mendadak tinggi 2–7 hari, disertai muka
kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit
kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi faring dan
konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula
ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun
jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan
gastrointestinal.
b. Fase Kritis
Terjadi pada hari 3–7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu
tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran
plasma yang biasanya berlangsung selama 24– 48 jam. Kebocoran plasma
sering didahului oleh lekopeni progresif disertai penurunan trombosit. Pada
fase ini dapat terjadi syok.
c. Fase Pemulihan
Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari
ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48–72 jam setelahnya.
Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali ,
hemodinamik stabil dan dieresis membaik.
d. Dengue Berat
Dengue berat harus dicurigai bila pada penderita dengue ditemukan :
35
3) Gangguan kesadaran
4) Gangguan gastrointestinal berat (muntah berkelanjutan, nyeri
abdomen yang hebat atau bertambah, ikterik)
5) Gangguan organ berat (gagal hati akut, gagal ginjal akut,
ensefalopati/ensefalitis, kardiomiopati dan manifestasi tak lazim
lainnya.
2.2.9 Diagnosis Derajat penyakit DBD
36
atau tekanan mata , fotofobia , sakit punggung , dan nyeri pada otot dan
sendi / tulang) dapat ditemui manifestasi perdarahan petekie dan atau uji
torniquet positif .
Laboratorium : Leukopenia , trombositopenia (100.000-150.000),
peningkatan hematokrit ringan (10%)
2. Dengue Haemorragic Fever : Seperti DF, uji tourniquet positif (≥10 spot/
inchi) disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain, terdapat
pembesaran hepar.
LABORATORIUM : trombositopenia sedang hingga berat (50.000-
100.000), peningkatan hematokrit 15-20%
3. Dengue Shock Syndrome: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi
cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) dan
peningkatan tekanan diastole contoh : 100/90 atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah, CRT > 3 menit.
1. Hitung jenis sel darah putih ( WBC ) mungkin normal atau dengan
neutrofil dominan di fase awal demam. Setelah itu, ada penurunan
jumlah darah putih sel dan neutrofil, mencapai titik nadir menjelang
akhir fase demam . perubahan total jumlah sel putih (
≤5000 sel / mm3 ) dan rasio neutrofil ke limfosit (neutrofil < limfosit)
berguna untuk memprediksi masa kritis kebocoran plasma. Temuan ini
mendahului trombositopenia atau peningkatan hematokrit .
Limfositosis relatif dengan peningkatan limfosit atipikal umumnya
diamati pada akhir fase demam dan dalam pemulihan . Perubahan ini
juga terlihat di DF.
2. Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya
demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari
37
ke 3 demam. Jumlah trombosit normal selama fase demam awal.
Penurunan ringan bisadiamati sesudahnya. Penurunan tiba-tiba
trombosit di bawah 100 000 terjadi pada akhir dari fase demam
sebelum timbulnya shock atau penurunan demam. Tingkat trombosit
berkorelasi dengan keparahan DBD. Selain itu ada gangguan fungsi
trombosit. Perubahan ini berlangsung singkat dan kembali normal
selama masa pemulihan.
3. Hematokrit normal pada fase demam awal. Peningkatan ringan
mungkin karena demam , anoreksia dan muntah . Kenaikan mendadak
hematokrit diamati secara bersamaan atau segera setelah penurunan
jumlah trombosit. Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit 20%
dari baseline, misalnya dari hematokrit 35 % untuk ≥42 % merupakan
bukti obyektif dari kebocoran plasma.
4. Temuan umum lainnya adalah hypoproteinemia / albuminaemia (
sebagai konsekuensi dari kebocoran plasma), hiponatremia, dan
tingkat serum aspartat aminotransferase sedikit meningkat (≤200U / L )
dengan rasio AST : ALT > 2
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya
gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,
Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah
albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.
38
Gambar 6. Peningkatan kadar IgM & IgG anti Dengue9
39
penderita adalah 25,1 tahun. Usia terbanyak penderita DBD adalah usia 19
tahun. Selain itu, juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD terbanyak
adalah kelompok umur 20-40 tahun dan frekuensi terendah adalah pada
kelompok umur > 40 tahun. Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan
dari Carribean Epidemiology Centre yang menyatakan bahwa
epidemiologi penderita DBD terbanyak pada anak-anak dan dewasa muda.
Menurut hasil penelitian Subagia (2013) sebagian besar subyek yang
menderita DBD berjenis kelamin perempuan.
b. Pekerjaan
40
a. Agent Penyakit
b.Vektor Penyakit
2.2.12 Penatalaksanaan
41
A. Tatalaksana Rawat Jalan Pasien
a. Istirahat tirah baring yang cukup di rumah
b. Minum yang cukup, tidak harus air putih boleh seperti susu, jus buah,
elektrolit isotonik, solusi rehidrasi oral ( oralit ) dan barley / air beras.
Waspadai overhydration pada bayi dan anak-anak
c. Menjaga suhu tubuh di bawah 39 ° C . Jika suhu melampaui 39 ° C,
berikan parasetamol. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg / kg / dosis dan
harus diberikan dalam frekuensi tidak kurang dari enam jam. Dosis
maksimum untuk orang dewasa adalah 4 gram /hari . Hindari
menggunakan terlalu banyak parasetamol , dan aspirin ,NSAID tidak
dianjurkan .
d. Kompres hangat dahi, ketiak dan kaki. Mandi hangat atau mandi
direkomendasikan untuk orang dewasa.
e. Segera bawa ke rumah sakit bila terdapat tanda bahaya.
B. Tatalaksana pasien dengan DHF/DSS di Rumah Sakit
42
Gambar 9.Penatalaksanaan DSS (Dengue Syok Syndrom)
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya
pada penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan
kedua adalah jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan
terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular,
pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun
43
koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar
pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah
didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan
dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular,
aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan
memiliki efek alergi yang minimal.
44
dan dalam proses publikasi. Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari
banyaknya kebocoran plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih
akan berlangsung. Pada kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk
kebutuhan rumatan (maintenance) dan untuk mengganti cairan akibat kebocoran
plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan pada pasien dewasa dengan berat badan
50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran
plasma yang terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000 ml/24
jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang
stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar
hematokrit perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih
berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau masih
perlu ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis pasien,
stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik
tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara
6-10 mg/kg berat badan, dan setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan
cairan dikurangi hingga kondisi benar-benar stabil (lihat protokol pada gambar 6
dan 7). Pada kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun
kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit
perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya perdarahan internal.
45
berkepanjangan atau orang-orang dengan kelebihan cairan. Selama periode ini
jumlah urin harus 0,5ml/kgbb/jam.
2.3 SEPSIS
2.3.1 Definisi
Sepsis adalah respons inflamasi sistemik tubuh terhadap infeksi. Respons
inflamasi sistemik tersebut, atau disebut sebagai systemic inflamatory response
syndrome (SIRS). JAMA (2016) Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam
nyawa disebabkan oleh gangguan regulasi tubuh dalam merespon infeksi. Sepsis
terjadi akibat dari cedera klinis yang berat, misalnya trauma, luka bakar,
pankreatitis, infeksi, dan sebagainya. Oleh sebab itu, sepsis ditegakkan bila curiga
atau terbukti bakteremia pada pasien-pasien dengan SIRS. Dalam perjalanannya,
sepsis dapat menjadi sepsis berat, syok septik, hingga menjadi multiple organ
dysfunction syndrome/MODS.
2.3.2 Diagnosis
Pengenalan dini dan teliti dari tanda dan gejala sepsis penting dalam
penegakkan diagnosis pasien disamping faktor resiko seperti umur, jenis kelamin,
ras, status imunocompromise dan pemakaian alat-alat invasif atau kondisi lain yang
dapat menyebabkan kolonisasi bakteri. Demam adalah salah satu tanda infeksi
46
walaupun hipotermia dapat terjadi pada pasien-pasien tertentu. Tandatanda non
spesifik lainnya seperti takipneu dan hipotensi juga harus di curigai serta dapat di
lengkapi dengan pemeriksaan penunjang.
47
qSOFA ( Quick SOFA) Criteria
Respiratory rate ≥22/min
Gangguan status mental
Tekanan darah sistolik ≤100 mmHg
48
3. Kerusakan jaringan akibat mediator leukosit. Migrasi dan pelepasan
enzim-enzim degradatif oleh laukosit dapat merusakan struktur jaringan
normal sehingga turut mengganggu fungsi organ bersangkutan. Disamping
itu, terjadi juga pelepasan reactive oxygen species yang merusak DNA dan
membran sel secara langsung.
4. Hipoksia sitopatik, yaitu suatu gangguan utilisasi oksigen seluler. Pada
sepsis, kondisi ini disebabkan oleh aktivasi PARP (poly-ADP-
ribosylpolymerase-1) yang meningkatkan konsumsi NAD intraselular dan
mitokondria. NAD akan berkurang jumlahnya sehingga terjadi gangguan
respirasi selular (menjadi metabolisme anaerob) hingga kematian sel.
49
Surviving Sepsis Campaign 2015
50
Kecepatan pemberian harus dikurangi apabila tekanan pengisian
jantung meningkat tanpa adanya perbaikan hemodinamik.
Albumin boleh diberikan setelah pasien mendapatkan cairan
kristaloid dalam jumlah yang adekuat.
Target resusitasi: CVP 8-12 mmHg. MAP ≥65 mmHg, produksi urin
≥0.5 mL/KgBB/jam, saturasi oksigen vena cava superior (ScvO2) atau
vena campuran/mixed vein (SvO2) 65-70%, serta normalisasi kadar
laktat serum.
2. Pemberian antibiotik. Diberikan sesuai etiologi berdasarkan hasil kultur
darah. Sambil menunggu hasil kultur, berikan antibiotik intravena secara
empiris dalam jam pertama; sesuai dengan lokasi atau sumber infeksi.
a. Kultur darah. Sampel untuk kultur darah baiknya diambil sebelum
terapi antibiotik, bila memungkinkan (maksimal 45 menit, antibiotik
empiris harus diberikan). Kultur dilakukan secara duplo, masing-
masing menggunakan satu botol aerob dan satu botol anaerob, serta
ambil diambil secara perkutaneus dan dari perangkat akses vaskular
(meski barudipasang).
b. Antibiotik empiris dalam jam pertama. Lokasi dan sumber infeksi
merupakan pertimbangan utama dalam menentukan antibiotik empiris.
Berbagai pilihan antibiotik pada syok sepsis dapat dilihat pada Tabel 2.
Terapi empiris diberikan dalam durasi terbatas 7-10 hari, atau lebih
lama bila ada fokus infeksi yang sulit dicapai oleh obat atau kondisi
imunodefisiensi.
c. Kontrol sumber infeksi. Lokasi anatomis infeksi harus ditentukan dan
diintervensi dalam 12 jam setelah diagnosis ditegakkan. Bila perangkat
akses vaskular yang curigai sebagai sumber infeksi, lakukan
penggantian segera setelah akses baru dipasang.
B. Terapi Dukungan Hemodinamik
1. Pemberian agen vasopresor dan inotropik. Vasopresor diberikan untuk
menjaga tekanan arteri rerata (MAP) ≥65 mmHg dan inotropik diberikan
pada pasien dengan disfungsi miokardium (peninggian tekanan pengisian
jantung dan curah jantung yang rendah).
51
Vasopresor pilihan pertama ialah norepinefrin. Pemberian epinefrin
(ditambahkan setelah norepinefrin) dapat dipertimbangkan untuk menjaga
tekanan darah tetap adekuat. Vasopresin dosis 0.03 U/menit dapat
ditambahkan pada norepinefrin untuk meningkatkan MAP atau
menurunkan dosis norepinefrin.
Penggunaan dopamin sebagai vasopresor alternatif norepinefrin hanya
diberikan pada pasien tertentu, seperti risiko rendah mengalami
takiaritmia, bradikardia absolut atau relatif).
2. Kortikosteroid. Pemberian hidrokortison intravena (dosis 50 mg setiap 6
jam selama 7 hari) hanya direkomendasikan bagi pasien dewasa dengan
syok septik yang tidak mengalami perbaikan tekanan darah setelah
resusitasi cairan dan terapi vasopresor. Kortikosteroid tidak boleh
digunakan untuk mengobati sepsis tanpa adanya kejadian syok, kecuali
adanya riwayat penyakit endokrin atau pemakaian steroid sebelumnya.
C. Terapi Suportif Lainnya
1. Transfusi darah. Transfusi packed red cells (PRC) diberikan bila Hb <7.0
g/dL. Target transfusi ialah Hb 7.0-9.0 g/dL pada dewasa. Pada kasus
sepsis berat, transfusi trombosit diberikan apabila jumlah trombosit
<5000/mm3 tanpa adanya tanpa adanya perdarahan, atau pada jumlah
trombosit 5000-30.000/mm3 bila ditemukan ada perdarahan yang
signifikan. Batasan lebih tinggi (≥50.000/mm3) seringkali dibutuhkan
untuk keperluan operasi atau prosedur invasif. Penggunaan eritropoietin
maupun fresh-frozen plasma tidak direkomendasikan untuk pemberian
rutin tanpa adanya indikasi khusus.
2. Kontrol glikemik. Kondisi hiperglikemia ditambah dengan resistensi
insulin yang telah ada sebelumnya dapat memperburuk infeksi,
menyebabkan polineuropati, hingga menjadi kegagalan organ multipel dan
kematian. Dalam hal ini, pemberian insulin dan glukosa ditujukan untuk
mencegah katabolisme, menekan inflamasi, dan meningkatkan imunitas.
Kontrol kadar glikosa tinggi pada pasien sakit kritis (critically ill) hanya
boleh dilakukan dengan pemberian insulin dan glikosa. Target: gula darah
serum ≤180 mg/dL. Kadar glukosa serum harus dimonitor setiap 1-2 jam
52
hingga laju insulin dan glukosa stabil, lalu dilanjutkan monitor setiap 4
jam. Pemeriksaan glukosa melalui darah kapiler tidak direkomendasikan.
3. Profilaksis trombosis vena dalam. Profilaksis dilakukan dengan
pemberian low-molecular weight heparin (LMWH) setiap hari: enoxaparin
40 mg SC sehari sekali, dengan target aPTT 1.5-2.5 kali kontrol. Bila
bersihan kreatinin <30 mL/menit, gunakan dalteparin 2500-5000 IU SK
sehari sekali atau jenis lain yang lebih minimal dimetabolisme oleh renal.
Kontraindikasi pemberian heparin ialah pada pasien dengan
trombositopenia, koagulopati berat, perdarahan aktif, dan riwayat
perdarahan intraserebri. Pada kasus tersebut, direkomendasikan teknik
profilaksis mekanik, seperti kompresi dengan stoking atau perangkat
lainnya, kecuali ada kontraindikasi.
4. Profilaksis ulkus stres (stress ulcer). Penggunaan H2-antagonis (ranitidin
IV 50 mg/8 jam) atau penghambat pompa proton (omeprazol IV 40 mg/12
jam atau pantoprazol IV 40-80 mg/12-24 jam) dapat diberikan pada pasien
dengan faktor risiko. Pasien tanpa faktor risiko tidak perlu diberikan.
5. Manajemen nutrisi. Prioritaskan rute oral atau enteral, bila
memungkinkan, dalam 48 jam pertama setelah diagnosis sepsis berat/syok
septik. Rute enteral ditambah intravena glukosa juga lebih
direkomendasikan daripada nutrisi parenteral total. Pemberian kalori
diberikan secara bertahap (500 kalori/hari), dan tingkatkan bila
memungkinkan. Hindari pemberian nutrisi kalori tinggi pada minggu
pertama.
53
BAB III
PEMBAHASAN
54
kerusakan pada endotel pembuluh darah, permeabilitas kapiler, dan gangguan pada
pembekuan darah akibat trombositopenia. Pada pemeriksaan penunjang di IGD,
didapatkan hasil trombosit 132.000/uL. Hal ini sesuai dengan tanda dari DHF yaitu
adanya trombositopenia. Trombosit berfungsi untuk mengehentikan perdarahan
baik yang mikrolesi ataupun makrolesi. Oleh karena itu trombosit yang mencapai
132000 /uL, mengakibatkan rentannya terjadi perdarahan. Saat di ICU diberikan
tranfusi FFP (Fresh Frozen Plasma) sebanyak 6 unit.
55
DAFTAR PUSTAKA
56