Pembimbing :
dr. Sri Katon Sulistyaningrum, Sp.KK
Disusun Oleh :
Mutiara Putri Camelia
2013730157
2
A. ANAMNESIS
Anamnesis mencakup identifikasi penderita, keluhan utama dan perjalanan
penyakit.Yang perlu ditanyakan pada keluhan utama ialah keluhan yang
mendorong penderita meminta pertolongan medis.1
1. Keluhan
3
Anamnesis tidak perlu lebih rinci, tetapi dapat dilakukan lebih terarah pada
diagnosa kerja setelah dan sewaktu inspeksi.1
B. PEMERIKSAAN FISIK
a.Inspeksi
Pemeriksaan kulit harus dikerjakan ditempat terang, jika perlu dengan bantuan
kaca pembesar. Bila ada kelainan tempat lain, perlu dilakukan inspeksi seluruh
kulit tubuh pasien. Periksa kuku, rambut dan selaput lendir (mukosa, mulut,
mukosa genital dan anal). Pada inspeksi perlu diperhatikan lokasi dan
penyebaran, warna, bentuk, batas, ukuran setiap jenis morfologi(efloresensi) di
masing-masing lokasi. Inspeksi perlu disertai palpasi untuk mengetahui tekstur
kulit, elastisitas, suhu kulit, kulit lembab atau kering atau berminyak, dan
permukaan masing masing jenis lesi. Bila terdapat kemerahan pada kulit ada tiga
kemungkinan : Eritema, purpura, dan telangiektasis. Cara membedakannya yakni
ditekan dengan jari dan digeser. Pada eritema warna kemerahan akan hilang dan
warna tersebut akan kembali setelah jari dilepaskan karena terjadi vasodilatasi
kapiler. Sebaliknya pada purpura tidak menghilang sebab terjadi perdarahan di
kulit, demikian pula telangiektasis akibat pelebaran kapiler yang menetap. Cara
lain ialah yang disebut diaskopi yang berarti menekan dengan benda transparan
(diaskop) pada tempat kemerahan tersebut. Diaskopi disebut positif jika warna
merah menghilang (eritema), disebut negatif bila warna merah tidak menghilang
(purpura atau telengektasis). Pada telengektasis tampak kapiler yang berbentuk
seperti tali yang berkelok-kelok dapat berwarna merah atau biru.1
b.Palpasi
Pada palpasi perhatikan masing-masing jenis lesi,apakah permukaan rata, tidak
rata(berbenjol-benjol), licin/halus atau kasar,dan konsistensi lesi, misalnya padat,
kenyal, lunak dan nyeri pada penekanan. Perhatikan pula adanya tanda-tanda
radang akut atau tidak, yaitu tumor (benjolan atau pembengkakan), colour (warna
kemerahan), dolor (nyeri), kalor (panas), fungsiolesa (gangguan fungsi kulit
4
misalnya keringat berlebih atau tidak berkeringat). Bila ada tanda radang akut
sebaiknya diperiksa kelenjar getah bening regional, maupun generalisata.1
Morfologi Kulit
Berdasarkan efloresensi (ruam), penyakit kulit mulai dipelajari secara sistematis.
Jadi untuk mempelajari ilmu penyakit kulit mutlak diperlukan pengetahuan
tentang ruam kulit atau morfologi atau ilmu yang mempelajari lesi kulit.
Efloresensi kulit dapat berubah pada waktu berlangsungmya penyakit. Proses
tersebut dapat merupakan akibat yang lazim dalm perjalananproses patologik.
Kadang-kadang perubahan ini dapat dipengaruhi keadaan dari luar , misalnya
trauma garuka dan pengobatan yang diberikan, sehingga perubahan tersebut tidak
biasa lagi; akibatnya gambaran klinis morfologik penyakit menyimpang dari biasa
sehingga sulit dikenali. Demi kepentingan diagnosis, penting sekali mencari
kelainan yang pertama (efloresensi primer), yang biasanya khas untuk penyakit
tersebut.1
Menurut Prakken (1996) yang disebut efloresensi (ruam) primer adalah
makula, papul,plak,urtika nodus, nodulus,vesikel,bula,pustul, dan kista.
Efloresensi sekunder adalah skuama, krusta,erosi,ulkus, dan sikatriks.1
The Dermatology Lexicon Project telah menyusun daftar istilah deskriptif
secara universal yang dapat diterima dan komprehensif untuk mendukung
penelitian, informatika medis, dan perawatan pasien.Meliputi :12
Efloresensi Primer :
Papul adalah penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumsrip, berukuran
diameter lebih kecil dari ½ cm, dan berisikan zat padat. Bentuk papul
5
dapat bermacam-macam, misalnya setengah bola, contohnya pada eksem
atau dermatitis, kerucut pada keratosis folikularis, datar pada veruka plana
juvenilis, datar dan berdasar polygonal pada liken planus, berduri pada
veruka vulgaris, bertangkai pada fibroma pendulans dan pada veruka
filiformis. Warna papul dapat merah akibat peradangan, pucat, hiperkrom,
putih, atau seperti kulit di sekitarnya. Beberapa infiltrat mempunyai warna
sendiri yang biasanya baru terlihat setelah eritema yang timbul bersamaan
ditekan (lupus culgaris menjadi warna apple jelly). Letak papul dapat
epidermal atau kutan. Contohnya pada : tinea versikolor, morbus hansen.1
A. Deposit
Metabolik
B. Serbukan
Sel Radang
C. Hyperplasia
Sel
epidermis
6
Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13
Kista adalah ruangan berdinding dan berisi cairan, sel, maupun sisa sel.
Kista terbentuk bukan akibat peradangan, walaupun demikian dapat
meradang. Dinding kista merupakan selaput yang terdiri atas jaringan ikat
dan biasanya dilapisi sel epitel atau endotel. Kista terbentuk dari kelenjar
yang melebar dan tertutup, saluran kelenjar, pembuluh darah, saluran
getah bening, keringat, sebum, sel-sel epitel, lapisan tanduk, dan rambut.1
7
A. Hiperpigmentasi, pigmen
melanin
Bula adalah vesikel yang berukuran lebih besar. Dikenal juga istilah bula
hemoraik,bula purulen dan bula hipopion.1
Pustule adalah vesikel yang berisi nanah. bila nanah mengendap di bagian
bawah vesikel disebut vesikel hipopion.1
8
Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13
Efloresensi Sekunder :
Sikatriks/ bekas luka disebut juga jaringan parut terdiri atas jaringan tak
utuh, relief kulit tidak normal, permukaan kulit licin dan tidak terdapat
adneksa kulit. Sikatriks dapat atrofik, kulit mencekung, dan dapat
hipertrofik yang secara klinis terlihat menonjol kelebihan jaringan ikat.
Bila sikatriks hipertrfik menjadi patologik, pertumbuhan melampaui batas
luka disebut keloid (sikatriks yang pertumbuhan selnya mengikuti pola
pertubuhan tumor), ada kecnderungan untuk terus membesar.1
A. Hipertrofi
B. Hipotrofi
9
Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13
Ekskoriasi bila garukan lebih dalam lagi sehingga tergores sampai ujung
papila dermis, maka akan terlihat darah yang keluar selain serum.
Kelainan kulit yang disebabkan oleh hilangnya jaringan sampai ujung
stratum papilaris disebut ekskoriasi.1
Ulkus adalah hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi. Ulkus
dengan demikian mempunyai tepi, dinding, dasar, dan isi.1
Krusta adalah cairan tubuh yang mengering di atas kulit. Dapt bercampur
dengan jaringan nekrotik, maupun benda asing (kotran, obat, dan
sebagainya). Warnanya ada beberapa macam: kuning muda berasal dari
serum,kuning kehijauan berasal dari pus, dan kehitaman berasal dari
darah.1
A. Infiltrat sampai di
Subkutan
B. Infiltrat di dermis
10
Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13
Sifat-sifat efloresensi1
1. Ukuran
Milier : sebesar kepala jarum pentul
Lentikuler : sebesar biji jagung
Numuler : sebesar uang logam (koin) 100 rupiah
Plakat : lesi yang lebih besar dari ukuran numular
2. Susunan Kelainan/ bentuk
Linear : seperti garis lurus
Sirsinar/ anular : seperti lingkaran
Arsinar: berbentuk bulan sabit
Polisiklik : bentuk pinggiran sambung-menyambung
11
Korimbiformis: susunan seperti induk ayam yang dikelilingi anak-anaknya
3. Bentuk Lesi
Teratur : misalnya bulat, lonjong, seperti ginjal dan sebagainya
Tidak teratur : tidak memiliki bentuk teratur
4. Penyebaran dan Lokasi
Sirkumskirp : berbatas tegas
Difus : tidak berbatas tegas
Generalisata : tersebar pada sebagian besar tubuh
Regional : mengenai daerah tertentu
Universalis : seluruh atau hamper seluruh tubuh (90%-100%)
Solitar : hanya satu lesi
Herpetiformis : vesikel berkelompok seperti pada herpes zoster
Konfluens : dua atau lebih lesi yang menjadi satu
Diskret : terpisah satu dengan yang lain
Serpiginosa : proses yang menjalar ke satu jurusan diikuti oleh
penyembuhan pada bagian yang ditinggalkan
Irisformis : eritema berbentuk bulat lonjong dengan vesikel warna yang
lebih tengah di tengahnya
Simetrik : mengenai kedua belah badan yang sama
12
8. Dermatitis Seboroik (47 orang)
9. Herpes Zoster (67 orang)
10. Urtikaria tidak spesifik (43 orang)
1. Dermatitis Unspecified
Definisi :Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis)
sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor
endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik
(eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi), dan keluhan
gatal.2
Etiologi dan epidemiologi :eksogen meliputi bahan kimia (detergen,
asam, basa, oil, semen), fisik (sinar, suhu), mikroorganisme ( bakteri,
jamur), dapat pula endogen (dermatitis atopik). Sebagian yang lain
tidak diketahui penyebabnya. Dapat mengenai semua usia.2
Gejala klinis:Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal.
Kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit, batasnya dapat
sirkumsrip, dapat pula difuse. Penyebarannya dapat setempat,
generalisata, dan universalis.2
1. Stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau
bula, erosi dan eksudasi, sehingga tampak basah (madidans).
2. Stadium subakut, eritema dan edema berkurang, eksudat
mengering menjadi krusta.
3. Stadium kronis lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi,
papul, dan likenifikasi, mungkin bisa terdapat erosi dan eksoriasi
akibat garukan.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja suatu dermatitis sejak
awal memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.
Demikian juga jenis efloresensi tidak selalu harus polimorfik, mungkin
hanya oligomorfik.2
Pengobatan:
13
Sistemik
Pada kasus ringan dapat diberikan anti histamine. Pada kasus akut dan
berat dapat diberikan kortikosteroid.
Topikal
Prinsip umum terapi topical sebagai berikut:
Dermatitis akut/basah (madidans) diobati secara basah (kompres terbuka),
bila subakut, diberi losio (bedak kocok), krim, pasta, atau linimentum
(pasta pendingin). Krim diberikan pada daerah yang berambut, sedang
pasta pada daerah yang tidak berambut. Pada kelainan yang kronik dapat
diberikan salap.
Makin berat atau akut penyakitnya, makin rendah persentase obat spesifik
yang digunakan, misalnya kortikosteroid.2
Status dermatologis:
Regio :fibula
2. Akne vulgaris
Definisi:Akne vulgaris merupakan penyakit yang dapat sembuh
sendiri, berupa peradangan kronis folikel pilosebasea dengan penyebab
multifaktor dan manifestasi klinis berupa komedo, papul, pustul,
nodus, serta kista.3
14
Gejala Klinis: Tempat predileksi di wajah dan leher (99%), punggung
(60%),dada (15%) serta bahu dan lengan atas. Kadang-kadang pasien
mengeluh gatal dan nyeri. Sebagian pasien terganggu secara estetik.
Kulit AV cenderung lebih berminyak atau sebore, tetapi tidak semua
orang dengan sebore disertai AV. Efloresensi akne berupa: komedo
hitam (terbuka) dan putih (tertutup), papul, pustul, nodus, kista,
jaringan parut, perubahan pigmentasi. Komedo terbuka (black head)
dan komedo tertutp (white head) merupakan lesi non-inflamasi, papul,
pustul, nodus dan kista merupakan lesi inflamasi.3
Diagnosis: Acne vulgaris ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Saat ini klasifikasi yang digunakan di Indonesia
(oleh FKUI/RSCM) untuk menentukan derajat AV, yaitu ringan,
sedang, dan berat, adalah klasifikasi menurut Lehmann dkk.
Klasifikasi tersebut diadopsi dari 2nd Acne Round Table Meeting
(South East Asia), Regional Consensus on Acne Management, 13
Januari 2003, Ho Chi Minh City-Vietnam.3
Derajat Lesi
Acne Ringan Komedo < 20, atau
Lesi inflamasi <15, atau
Total lesi < 30
Acne Sedang Komedo 20-100 atau
Lesi inflamasi 15-50, atau
Total lesi 30-125
Acne Berat Kista > 5 atau komedo < 100, atau
Lesi inflamasi > 50, atau
Total lesi > 125
Tatalaksana:3
o Tatalaksana umum: mencuci wajah minimal 2 kali sehari
o Tatalaksana medikamentosa: berdasarkan gradasi (berat-
ringan)akne diikuti dengan terapi pemeliharaan.
Ringan Sedang Berat
15
Pilihan Komedon Popular/ Popular/ Nodular Nodular/
Pertama al Pustular Pustular conglobate
Retinoid Retinoid Antibiotik Antibiotic Isotretinoin
topical topical + oral + oral + oral
Antimicroba retinoid retinoid
topical topical+/- topical+/-
BPO BPO
Alternatif Retinoid Agenantimikro Antibiotic Isotretinoid Antibiotic
topical ba topical + oral + oral atau oral dosis
atau retinoid topical retinoid antibiotic tinggi +
Azelaic atau Azelaic topical +/- oral + retinoid
acid atau acid atau asam BPO retinoid topical +
asam salisilat topical +/- BPO
salisilat BPO azelaic
acid
Alternatif Lihat Lihat pilihan Anti Anti Anti
untuk pilihan pertama androgen oral androgen androgen
perempuan pertama + topical oral + oral dosis
retinoid/azela topical tinggi +
ic acid retinoid +/- topical
topical +/- antibiotik retinoid +/-
anti oral +/- anti antibiotik
mikrobatopik mikrobatopi oral +/- anti
k mikrobatopi
k
Terapi Retinoid topical Retinoid topical +/- BPO
maintenance
Status dermatologikus:
16
Distribusi : Regional
Regio :Fasialis
Efloresensi: tampak multiple papul berukuran miliar berbatas tegas.
3. Dermatitis Kontak Alergi
Definisi: Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau
peradangan kulit yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui
proses sensitasi4
17
akut di tempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, lebih
didominasioleh eritema dan edema. Pada DKA kronis terlihat kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, berbatas
tidak tegas.4
Predileksi:tangan, lengan, wajah, telinga, leher,badan, genitalia dan
tungkai atas dan bawah.4
Tatalaksana: upaya pencegahan pajanan ulang dengan alergen
penyebab. Umumnya kelainan kulit akan mereda dalam beberapa hari
kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada DKA akut yang ditandai eritema, edema, vesikel,
bula, serta eksudatif (madidans), misalnya pemberian prednison 30
mg/hari . untuk topikal cukup dikompres dengan larutan garam faal
atau larutan asam salisilat 1:1000, atau pemberian kortikosteroid atau
makrolatam (pimecrolimus atau tacrolimus) secara topikal.4
Status dermatologis:
18
Regio :Dorsum pedis dextra et sinistra
Distribusi : Simetris
Efloresensi :Tampak multipel plak eritematus berbatas tegas dengan
ukuran plakat dengan erosi dan krusta diatasnya
19
pula diberikan secara topikal krim doxepin 5% dalam jangka pendek
(maksimum 8 hari). Kortikosteroid yang dipakai biasanya berpotensi kuat,
bila perlu ditutup dengan penutup impermeable;kalau masih tidak berhasil
dapat diberikan secara suntikan intralesi. Setiap kortikosteroid dapat pula
dikombinasi dengan ter yang mempunyai efek anti inflamasi. Ada pula
yang mengobati dengan UVB dan PUVA. Perlu dicari kemungkinan ada
penyakit yang mendasari,bila memang ada harus juga diobati.5
Status dermatologis :
5. Melasma
Definisi: Melasma adalah hipermelanosis didapat, umumnya simetris,
berupa makula berwarna coklat muda sampai coklat tua yang tidak merata,
mengenai area yang terpajan sinar ultraviolet dengan tempat predileksi
pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung dan dagu.6
Etiologi: Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Faktor kausatif yang dianggap berperan pada patogenesis melasma adalah
:
1. Sinar ultra violet (UVA dan UVB), dapat memacu proses pembentukan
pigmen melanin. Spektrum sinar matahari ini merusak gugus sulfhidril di
epidermis yang merupakan penghambat enzim tirosinase dengan cara
mengikat ion Cu dari enzim tersebut. Sinar ultra violet menyebabkan
enzim tirosinase tidak dihambat lagi sehingga memacu proses
melanogenesis.
20
2. Hormon, seperti esterogen, progesteron, dan MSH (Melanin Stimulating
Hormone) berperan pada terjadinya melasma. Pada kehamilan, melasma
biasanya meluas pada trimester ke-3. Perubahan pigmen yang
mengganggu secara kosmetik terjadi sampai 75% pada wanita hamil. Pada
pemakai pil kontrasepsi, melasma tamapak dalam 1 bulan sampai 2 tahun
setelah dimulai pemakaian pil tersebut.
3. Obat, seperti difenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin, sitostatik, dan
minosiklin dapat menyebabkan timbulnya melasma. Obat ini dtimbun di
lapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif dpat merangsang
melanogenesis.
4. Genetik, dilaporkan adanya kasus keluarga sekitar 20-70%
5. Ras, melasma banyak dijumpai pada golongan hispanik dan golongan kulit
berwarna gelap.
6. Kosmetika, pemakaiannya yang mengandung parfum, zat pewarna, atau
bahan-bahan tertentu dapat menyebabkan fotosensitivitas yang
mengakibatkan timbulnya hiperpigmentasi pada wajah, jika terpajan sinar
matahari.
7. Idiopatik.6
Gejala klinis: Lesi melasma berupa makula berwarna coklat muda atau
coklat tua berbatas tegas dengan tepi tidak teratur,sering pada pipi dan
hidung yang disebut pola malar. Pola mandibular terdapat pada dagu,
sedangkan pola sentrofasial di pelipis, dahi, alis, dan bibir atas.6
Melasma mengenai area yang terpajan sinar ultraviolet dengan tempat
predileksi pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung , dan dagu..6
Tatalaksana:
21
Pencegahan
Pencegahan terhadap timbulnya atau bertambah berat serta kambuhnya
melasma adalah perlindungan terhadap sinar matahari terutama pukul
09.00-15.00. Sebaiknya jika keluar rumah menggunakan paying atau
topi yang lebar atau dengan menggunakan tabir surya (sunscreen).
Pemakaian tabir surya dianjurkan 30 menit sebelum terkena pajanan
sinar matahari. Ada 2 macam tabir surya yang dikenal, yaitu tabir surya
fisis dan tabir surya kimiawi. Tabir surya fisis adalah bahan yang dapat
memantulkan/menghamburkan ultra violet, misalnya titanium dioksida,
seng oksida, kaolin: sedangkan tabir surya kimiawi adalah bahan yang
menyerap ultra violet. Tabir surya kimiawi terbagi 2:
- yang mengandung PABA (Para Amino Benzoic Acid) atau
derivatnya, misalnya ocil PABA
- yang tidak mengandung PABA (non-PABA), misalnya
bensofenon, sinamat, salisilat, dan antranilat.
b. Menghilangkan faktor yang merupakan penyebab melasma misalnya,
menghentikan pemakaian pil kontrasepsi, menghentikan kosmetika yang
berwana atau mengandung parfum, mencegah penggunaan obat, seperti
hidantion, sitostatika, obat antimalarial dan minosiklin.6
Pengobatan
1. Pengobatan Topikal:
a. Hidrokinon
Hydroquinone dipakai dengan konsentrasi 2-5%. Krim tersebut
dipakai pada malam hari disertai pemakaian tabir surya pada siang
hari. Umumnya tampak perbaikan dalam 6-8 minggu dan dilanjutkan
sampai 6 bulan. Efek samping adalah dermatitis kontak iritan atau
alergik. Setelah penghentian penggunaan hidroquinon sering terjadi
kekambuhan.
b. Asam Retinoat (retinoid acid/tretinoin)
Asam retinoat 0,1% terutam digunakan sebagai terapi tambahan
atau terapi kombinasi. Krim tersebut juga dipakai pada malam hari,
karena pada siang hari dapat terjadi fotodegradasi. Kini asam retinoat
22
dipakai sebagai monoterapi, dan didapatkan perbaikan klinis secara
bermakna, meskipun berlangsung agak lambat. Efek samping berupa
eritema, deskuamasi, dan fotosintesis.
c. Asam azeleat (Azeleic acid)
Asam azeleat merupakan obat yang aman untuk dipakai.
Pengobatan dengan asam azeleat 20% selama 6 bulan memberikan
hasil yang baik. Efek sampingnya rasa panas dan gatal.
2. Pengobatan Sistemik :
a. Asam askrobat / Vitamin C
Vitamin C mempunyai efek merubah melanin bentuk oksidasi
mejadi melanin bentuk reduksi yang berwarna lebih cerah dan
mencegah pembentukan melanin dengan mengubah DOPA kinon
menjadi DOPA.
b. Glutation
Glutation bentuk reduksi adalah senyawa sulfhidril (SH),
berpotensi menghambat pembentukan melanin dengan jalan
bergabung dengan cuprum dari tirosinase.
3. Tindakan Khusus :
a. Pengelupasan kimiawi
Pengelupasan kimiawi dapat membantu pengobatan kelainan
hiperpigmentasi. Pengelupasan kimiawi dilakukan dengan
mengoleskan asam glikolat 50-70% selama 4 sampai 6 kali. Sebelum
dilakukan pengelupasan kimiawi diberikan krim asam glikolat 10%
selama 14 hari.
b. Bedah laser
Bedah laser dengan menggunakan laser Q-Switched Ruby dan
Laser Argon, kekambuhan juga dapat terjadi.6
Status dermatologis:
23
Regio : Fasialis
Efloresensi: Tampak makula hiperpigmentasi ukuran plakat dengan batas tegas
6.Skabies
Definisi: Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var,hominis dan produknya.7
Etiologi: Sarcoptes scabie termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida,
ordo Ackarima, super famili Sarcoptes. Pada manusi a disebut Sarcoptes
scabie var.hominis. Selain itu terdapat S.scabie yang lain, misalnya pada
kambing dan babi.7
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transulen, berwarna putih
kotor, dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450
mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil , yakni 200-
240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki,
2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki
kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan
pasangan kaki yang ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir
dengan alat perekat.7
Kelainan kulit dapat disebabkan oleh hanya tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu
kira-kira satu bulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan
24
lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan
infeksi sekunder.7
Gejala klinis:
25
o gama benzene heksaklorida (gameksan) 0,5-1% dalam salep
atau krim
o krotamiton 10% dalam bentuk salep atau krim selama 24 jam
o krim permetrin 5% 14
Status dermatologikus
7.Tinea Kruris
Definisi: Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah
perineum,dan sekitar anus.8
Gejala klinis:Rrasa gatal hebat pada daerah kruris (lipat paha), lipat
perineum, bokong, dan dapat ke genitalia .Lesi berbatas tegas, peradagan
pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri aras
macam-macam, bentuk yang primer dan sekunder (polimorf). Bila
penyakit ini menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sisik. Erosi dan
keluarnya cairan biasanya akibat garukan.8
Status dermatologis:
Regio: Inguinal
26
Efloresensi: tampak lesi plak hiperpigmentasi berbatas tegas disertai
likenifiksasi
8.Dermatitis Seboroik
Definisi: adalah kelainan kulit papuloskuamosa, dengan predileksi di
daerah kaya kelenjar sebasea, skalp, wajah dan badan.9
Gejala Klinis: Dapat ditemukan skuama kuning berminyak, eksematosa
ringan,kadangkala disertai rasa gatal dan menyengat. Dapat dijumpai
kemerahan perifolikular yang pada tahap lanjut menjadi plak eritematosa
berkonfluensi, bahkan dapat membentuk rangkaian plak di sepanjang batas
rambut frontal dan disebut sebagai korona seborika.9
Tatalaksana:
o Shampoo yang mengandung anti Malasseza.
o Krim imidazole dan turunannya
o Krim mengandung saisilat atau sulfur
o Kortikosteriod topical
o Metronidazole
o Terapi sinar ultraviolet-B (UVB)
o Prednisone 30 g/hari jika tidak ada perbaikan
Status dermatologikus:
Regio: Retroaurikular
Efloresensi: tampak skuama kekuningan dengan dasar eritem, permukaan
kasar, dan berminyak serta berbatas tegas dengan bentuk lesi tidak teratur
27
9. Herpes zoster
Definisi: Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan
manifestasi erupsi vesikular berkelompok dengan dasar eritematosa
disertai nyeri radikular unilateral yang umumnya terbatas di satu
dermatom. 10
Gejala klinis : Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala
prodromal berupa sensasi abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang,
pegal, parastesia sepanjang dermatom, gatal,rasa terbakar dari ringan
sampai berat. Setelah awitan gejala prodromal,timbul erupsi kulit yang
biasanya gatal atau nyeri terlokalisata(terbatas di satu dermatom) berupa
makula kemerahan. Kemudian berkembang menjadi papul, vesikel jernih
berkelompok selama 3-5 hari. Selanjutnya isi vesikel menjadi keruh dan
akhirnya pecah menjadi krusta(berlangsung selama 7-10 hari). Erupsi kulit
mengalami involusi setelah 2-4 minggu. Sebagian kasus herpes zoster ,
erupsi kulitnya menyembuh secara spontan tanpa gejala sisa.10
Tatalaksana:
Sistemik:
-Obat antivirus : Famsiklovir 3x 500 mg, valasiklovir 3x 1000 mg, atau
asiklovir 3x 500 mg diberikan sebelum 72 jam awitan lesi selama 7 hari
-kortikosteroid: prednison yang digunakan bersama asiklovir dapat
mengurangi nyeri akut
-Analgetik: pasien dengan nyeri akut ringan menunjukan respon baik
terhadap AINS(asetosal,piroksikam,ibuprofen,diklofenak) atau analgetik
non opioid (parasetamo,tramadol,asam mefenamat).
-Antidepresan dan antikonvulsan
Penelitian terakhir menunjukan kombinasi terapi asiklovir dengan
gabapentin atau trisiklik sejak awal mengurangi prevalensi NPH.
Topikal:
-Analgetik topikal:Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan solusio
Calamin, Antiinflamasi steroid(bubuk aspirin dalam kloroform atau etil
eter, krim indometasin dan diklofenak).
-Anastesi lokal
28
Status Dermatologis:
10. Urtikaria
Definisi: Urtikaria adalah reaksi vaskular pada kulit, ditandai dengan
edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-
lahan,berwarna pucat atau kemerahan, umumnya dikelilingi oleh halo
kemerahan (flare) dan disertai rasa gatal yang berat, rasa tersengat atau
tertusuk. Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk.
Angioedema adalah urtika yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam
dari dermis, dapat di submukosa atau subkutis,juga dapat mengenai
saluran napas, saluran cerna dan sistem kardiovaskular.11
Etiologi: Diduga penyebab urtikaria adalah obat, makanan, gigitan atau
sengatan serangga, inhalan, trauma fisik, genetik dan penyakit sistemik.11
Gejala klinis: Rasa gatal yang hebat hampir selalu merupakan keluhan
subyektif urtikaria, dapat juga timbul rasa terbakar atau rasa tertusuk.
Secara klinis tampak lesi urtika (eritema dan edema setempat yang
berbatas tegas) dengan berbagai ukuran dan bentuk. Kadang-kadang
bagian tengah lesi tampak lebih pucat. Bila terlihat urtika dengan bentuk
29
papular, patut dicurigai adanya gigitan serangga atau sinar ultraviolet
sebagai penyebab.11
Tatalaksana :
-identifikasi dan eliminasi penyebab pencetus
-menghindari konsumsi alkohol, kelelahan fisik dan mental, tekanan pada
kulit, misalnya pakaian yang ketat, dan suhu lingkungan yang sangat panas
-Antihistamin H1-non sedasi (AH1-ns), bila gejala menetap setelah 2
minggu
-AH1-ns dengan dosis ditingkatkan sampai 4x, bila gejala menetap setelah
1-4 minggu
-AH1 sedasi atau AH1-ns golongan lain + anatgonis leukotrien, bila terjadi
eksaserbasi gejala, tambahkan kortikosteroid sistemik 3-7 hari
-Bila gejala menetap setelah 1-4 minggu tambahkan siklosporin A, AH2,
dapson, omalizumab
-Eksaserbasi diatasi dengan kortikosteroid sistemik 3-7 hari2
Status dermatologikus:
30
DAFTAR PUSTAKA
31
9. Jacoeb TNA. Dermatitis Seboroik. In: Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi
W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2015. p.232-3.
11. Aisah S, Effendi EH. Urtikaria dan Angioedema. In: Menaldi SLS, Bramono
K, Indriatmi W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2015. p.311-4.
12. Lee DJ, Rea TH, Modlin RL. Approach to Dermatologic Diagnosis. In: Wolff
K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds.
Fitzpatrick’s Dermatology In GeneralMedicine. 8thed. New York: McGraw-
Hill; 2012.
13. Lee DJ, Rea TH, Modlin RL. Special Clinical and Laboratory Aids to
Dermatological Diagnosis.In: Wolff K, Johnson RA, SaavedraAP, et al, eds.
Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology.6th ed. New
York: McGraw-Hill; 2013.
14. Siregar, RS. Penyakit Kulit karena Parasit dan Insekta. Saripati Penyakit Kulit.
Jakarta : EGC.2013.p.165.
32
33