Anda di halaman 1dari 33

REFRESHING

“ Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Dermatologis serta 10


Penyakit Terbanyak dan Efloresensinya”

Pembimbing :
dr. Sri Katon Sulistyaningrum, Sp.KK

Disusun Oleh :
Mutiara Putri Camelia
2013730157

DEPARTEMEN PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RS ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
Pendahuluan

Kulit merupakan organ istimewa pada manusia. Berbeda dengan organ


lain,kulit yang terletak pada sisi terluar manusia ini memudahkan pengamatan,
baik dalam kondisi normal maupun sakit. Manusia secara sadar terus menerus
mengamati organ ini, baik yang dimiliki orang lain (misalnya ketika bertatapan
mata) maupun diri sendiri (terkadang hingga menjadi semacam obsesi). Dari
kulit,muncul berbagai aksesori yang terindram manusia; rambut(kasar dan
halus),kuku, dan kelenjar(sekretnya terurai oleh mikroorganisme dan keluarlah
bau). Dalam kondisi sehat,kulit beserta aksesorinya ini menunjang rasa percaya
diri sesorang; dalam keadaan sakit, mereka mungkin menjadi sumber keresahan.
Kulit merupakan organ tunggal yang paling berat pada tubuh manusia,
meliputi lebihkurang 16% berat tubuh dan menutupi daerah permukaan tubuh
yang luasnya diperkirakan secara kasar berkisar dari 1,2-2,3 meter persegi. Kulit
terdiri atas tiga lapisan: epidermis, dermis, dan jaringan subkutan. Kulit pada
manusia memiliki peranan yang penting, fungsi utamanya ialah sebagai proteksi,
absorbsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan
pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi.
Untuk menegakkan diagnosis penyakit kulit, beberapa faktor perlu dilihat
secara komprehensif, karena penyebab penyakit kulit bukan hanya terletak pada
satu faktor.Walaupun kelainan kulit dapat dilihat dengan mata telanjang, namun di
balik kelainan tersebut banyak hal tersembunyi yang perlu mendapat perhatian.
Untuk itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang cermat dan teliti. Selain harus
mengetahui anatomi, fisiologi, histopatologi dan imunologi kulit, pengetahuan
tentang epidemiologi dan jenis-jenis efloresensi kulit sangat diperlukan untuk
mendapatkan diagnosis yang tepat. Cara pendekatan yang komprehensif ini
dikumpulkan dalam suatu himpunan data tentang riwayat perjalanan penyakit
yang dikenal sebagai status penyakitpenderita (SPP). SPP mencakup anamnesis,
pemeriksaan fisik (umum dan spesifik), pemeriksaan laboratorium (umum dan
spesifik), tes-tes khusus, resume (ringkasan), anjuran pemeriksaan, diagnosis
kerja, diagnosis banding, prognosis dan pengawasan perjalanan penyakit.

2
A. ANAMNESIS
Anamnesis mencakup identifikasi penderita, keluhan utama dan perjalanan
penyakit.Yang perlu ditanyakan pada keluhan utama ialah keluhan yang
mendorong penderita meminta pertolongan medis.1
1. Keluhan

Keluhan utama yang menyebabkan pasien datang berobat. Misalnya gatal,


baal, lepuh, koreng, benjolan, perubahan bentuk, gangguan fungsi tubuh dan
estetika. Pada pertanyaan mengenai keluhan utama, hendaknya disertai keterangan
lama sakit. Hal tersebut penting untuk menilai apakah penyakit bersifat akut atau
kronik.1
Hal yang penting ditanyakan pada pasien adalah:
- Awitan sakit ( Onset of the disease)
Sejak kapan mulai sakit (berapa hari, minggu, bulan)
- Riwayat perjalanan penyakit dan kejadian selama penyakit
berlangsung.
Bagaimana dan berupa kelainan apa pada awalnya (merah-merah,
bintik-bintik, luka, dsb) .Dimana kelainan pertama kali timbul (kaki,
.
kepala, wajah, anggota gerak) Apakah menjalar/tidak, atau hilang
timbul? Apakah gatal, sakit atau bagaimana? Apakah keluar
cairan/kering? Apakah ada gejala lain yang menyertai (keluhan pada
sendi, fenitalia, kuku) .
- Faktor yang mempengaruhi penyakit (menjadikan lebih berat atau
buruk, lebih baik atau berkurang).Faktor genetik atau penyakit
dikeluarga sedarah dan faktor predisposisi, riwayat penyakit dimasa
lampau yang berhubungan dengan penyakit sekarang.
- Riwayat penggunaan obat tertentu untuk penyakit yang dideritanya
maupun untuk penyakit lain, dan pengaruh obat tersebut. Apakah ada
obat-obatan yang digunakan sebelum keluhan timbul.Apakah ada
obat-obatan yang telah digunakan untuk keluhan saat ini. Bila ada
bagaimana pengaruhnya, apakah membaik, menetap atau memburuk. 1

3
Anamnesis tidak perlu lebih rinci, tetapi dapat dilakukan lebih terarah pada
diagnosa kerja setelah dan sewaktu inspeksi.1

B. PEMERIKSAAN FISIK

a.Inspeksi
Pemeriksaan kulit harus dikerjakan ditempat terang, jika perlu dengan bantuan
kaca pembesar. Bila ada kelainan tempat lain, perlu dilakukan inspeksi seluruh
kulit tubuh pasien. Periksa kuku, rambut dan selaput lendir (mukosa, mulut,
mukosa genital dan anal). Pada inspeksi perlu diperhatikan lokasi dan
penyebaran, warna, bentuk, batas, ukuran setiap jenis morfologi(efloresensi) di
masing-masing lokasi. Inspeksi perlu disertai palpasi untuk mengetahui tekstur
kulit, elastisitas, suhu kulit, kulit lembab atau kering atau berminyak, dan
permukaan masing masing jenis lesi. Bila terdapat kemerahan pada kulit ada tiga
kemungkinan : Eritema, purpura, dan telangiektasis. Cara membedakannya yakni
ditekan dengan jari dan digeser. Pada eritema warna kemerahan akan hilang dan
warna tersebut akan kembali setelah jari dilepaskan karena terjadi vasodilatasi
kapiler. Sebaliknya pada purpura tidak menghilang sebab terjadi perdarahan di
kulit, demikian pula telangiektasis akibat pelebaran kapiler yang menetap. Cara
lain ialah yang disebut diaskopi yang berarti menekan dengan benda transparan
(diaskop) pada tempat kemerahan tersebut. Diaskopi disebut positif jika warna
merah menghilang (eritema), disebut negatif bila warna merah tidak menghilang
(purpura atau telengektasis). Pada telengektasis tampak kapiler yang berbentuk
seperti tali yang berkelok-kelok dapat berwarna merah atau biru.1

b.Palpasi
Pada palpasi perhatikan masing-masing jenis lesi,apakah permukaan rata, tidak
rata(berbenjol-benjol), licin/halus atau kasar,dan konsistensi lesi, misalnya padat,
kenyal, lunak dan nyeri pada penekanan. Perhatikan pula adanya tanda-tanda
radang akut atau tidak, yaitu tumor (benjolan atau pembengkakan), colour (warna
kemerahan), dolor (nyeri), kalor (panas), fungsiolesa (gangguan fungsi kulit

4
misalnya keringat berlebih atau tidak berkeringat). Bila ada tanda radang akut
sebaiknya diperiksa kelenjar getah bening regional, maupun generalisata.1

Morfologi Kulit
Berdasarkan efloresensi (ruam), penyakit kulit mulai dipelajari secara sistematis.
Jadi untuk mempelajari ilmu penyakit kulit mutlak diperlukan pengetahuan
tentang ruam kulit atau morfologi atau ilmu yang mempelajari lesi kulit.
Efloresensi kulit dapat berubah pada waktu berlangsungmya penyakit. Proses
tersebut dapat merupakan akibat yang lazim dalm perjalananproses patologik.
Kadang-kadang perubahan ini dapat dipengaruhi keadaan dari luar , misalnya
trauma garuka dan pengobatan yang diberikan, sehingga perubahan tersebut tidak
biasa lagi; akibatnya gambaran klinis morfologik penyakit menyimpang dari biasa
sehingga sulit dikenali. Demi kepentingan diagnosis, penting sekali mencari
kelainan yang pertama (efloresensi primer), yang biasanya khas untuk penyakit
tersebut.1
Menurut Prakken (1996) yang disebut efloresensi (ruam) primer adalah
makula, papul,plak,urtika nodus, nodulus,vesikel,bula,pustul, dan kista.
Efloresensi sekunder adalah skuama, krusta,erosi,ulkus, dan sikatriks.1
The Dermatology Lexicon Project telah menyusun daftar istilah deskriptif
secara universal yang dapat diterima dan komprehensif untuk mendukung
penelitian, informatika medis, dan perawatan pasien.Meliputi :12

Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology12

Efloresensi Primer :
 Papul adalah penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumsrip, berukuran
diameter lebih kecil dari ½ cm, dan berisikan zat padat. Bentuk papul

5
dapat bermacam-macam, misalnya setengah bola, contohnya pada eksem
atau dermatitis, kerucut pada keratosis folikularis, datar pada veruka plana
juvenilis, datar dan berdasar polygonal pada liken planus, berduri pada
veruka vulgaris, bertangkai pada fibroma pendulans dan pada veruka
filiformis. Warna papul dapat merah akibat peradangan, pucat, hiperkrom,
putih, atau seperti kulit di sekitarnya. Beberapa infiltrat mempunyai warna
sendiri yang biasanya baru terlihat setelah eritema yang timbul bersamaan
ditekan (lupus culgaris menjadi warna apple jelly). Letak papul dapat
epidermal atau kutan. Contohnya pada : tinea versikolor, morbus hansen.1

A. Deposit
Metabolik
B. Serbukan
Sel Radang
C. Hyperplasia
Sel
epidermis

Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology,13

 Plak adalah peninggian di atas permukaan kulit, permukaannya rata dan


berisi zat padat (biasanya infiltrate), diameternya 2 cm atau lebih.
Contonya papul yang melebar atau papul-papul yang berkonfluensi pada
psoriasis.1

Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13


 Nodus adalah massa padat sirkumskrip, terletak diepidermis, dermis atau
subkutan, dapat menonjol. (jika diameter < 1 cm disebut nodulus)Lesi
lebih besar dari papul.1 A. Infiltrat sampai di
Subkutan
B. Infiltrat di dermis

6
Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13

 Kista adalah ruangan berdinding dan berisi cairan, sel, maupun sisa sel.
Kista terbentuk bukan akibat peradangan, walaupun demikian dapat
meradang. Dinding kista merupakan selaput yang terdiri atas jaringan ikat
dan biasanya dilapisi sel epitel atau endotel. Kista terbentuk dari kelenjar
yang melebar dan tertutup, saluran kelenjar, pembuluh darah, saluran
getah bening, keringat, sebum, sel-sel epitel, lapisan tanduk, dan rambut.1

Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13

 Urtika adalah bengkak pada kulit yang bersifat mendadak, menghilang


dalam beberapa jam. Hasil edema yang dihasilkan oleh pelepasan
plasmamelalui dinding pembuluh darah di bagian atas dermis.1

Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13

 Macula adalah kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna1.

7
A. Hiperpigmentasi, pigmen
melanin

B. Biru, bayangan melanosit

C. Eritema, vasodilatasi kapiler

D. Purpura, ekstravasai eritrosit

Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13

 Vesikel adalah gelembung berisi cairan serum (jernih), ukuran diameter


kurang dari ½ cm, mempunyai dasar dan atap; vesikel berisi darah disebut
vesikel hemoragik.1

Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13

 Bula adalah vesikel yang berukuran lebih besar. Dikenal juga istilah bula
hemoraik,bula purulen dan bula hipopion.1

Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13

 Pustule adalah vesikel yang berisi nanah. bila nanah mengendap di bagian
bawah vesikel disebut vesikel hipopion.1

8
Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13

Efloresensi Sekunder :
 Sikatriks/ bekas luka disebut juga jaringan parut terdiri atas jaringan tak
utuh, relief kulit tidak normal, permukaan kulit licin dan tidak terdapat
adneksa kulit. Sikatriks dapat atrofik, kulit mencekung, dan dapat
hipertrofik yang secara klinis terlihat menonjol kelebihan jaringan ikat.
Bila sikatriks hipertrfik menjadi patologik, pertumbuhan melampaui batas
luka disebut keloid (sikatriks yang pertumbuhan selnya mengikuti pola
pertubuhan tumor), ada kecnderungan untuk terus membesar.1

A. Hipertrofi
B. Hipotrofi

Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13

 Erosi adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh kehilangan jaringan


yang tidak melampui stratum basal. Contoh bila kulit digaruk sampai
stratum spinosum akan keluar cairan serous dari bekas garukan. Misalnya
pada dermatitis kontak. 1

9
Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13

 Ekskoriasi bila garukan lebih dalam lagi sehingga tergores sampai ujung
papila dermis, maka akan terlihat darah yang keluar selain serum.
Kelainan kulit yang disebabkan oleh hilangnya jaringan sampai ujung
stratum papilaris disebut ekskoriasi.1

Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13

 Ulkus adalah hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi. Ulkus
dengan demikian mempunyai tepi, dinding, dasar, dan isi.1

Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13

 Krusta adalah cairan tubuh yang mengering di atas kulit. Dapt bercampur
dengan jaringan nekrotik, maupun benda asing (kotran, obat, dan
sebagainya). Warnanya ada beberapa macam: kuning muda berasal dari
serum,kuning kehijauan berasal dari pus, dan kehitaman berasal dari
darah.1

A. Infiltrat sampai di
Subkutan
B. Infiltrat di dermis

10
Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13

 Skuama adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari permukaan


kulit. Skuama disebut halus (ptiriasis) akan tampak bila dilakukan kerokan
atau peregangan kulit umumnya mirip taburan tepung atau
bedak,sedangkan skuama kasar bila langsung dapat dilihat dengan mata
biasa. Skuama dapat berwarna putih atau coklat kehitaman, kering atau
berminyak (oleosa). Skuama yang mirip lembaran kertas disebut lamelar.
Skuama jenis lain, misalnya skuama berlapis-lapis pada psoriasis,
iktiosiformis (mirip sisik ikan), membranosa atau eksfoliativa (lembaran-
lembaran) dan keratotik (terdiri atas zat tanduk). Skuama yang berbentuk
melingkar disebut kolaret.1

Sumber:Fitzpatrick’s Color atlas Synopsis of Clinical Dermatology13

Sifat-sifat efloresensi1
1. Ukuran
 Milier : sebesar kepala jarum pentul
 Lentikuler : sebesar biji jagung
 Numuler : sebesar uang logam (koin) 100 rupiah
 Plakat : lesi yang lebih besar dari ukuran numular
2. Susunan Kelainan/ bentuk
 Linear : seperti garis lurus
 Sirsinar/ anular : seperti lingkaran
 Arsinar: berbentuk bulan sabit
 Polisiklik : bentuk pinggiran sambung-menyambung

11
 Korimbiformis: susunan seperti induk ayam yang dikelilingi anak-anaknya
3. Bentuk Lesi
 Teratur : misalnya bulat, lonjong, seperti ginjal dan sebagainya
 Tidak teratur : tidak memiliki bentuk teratur
4. Penyebaran dan Lokasi
 Sirkumskirp : berbatas tegas
 Difus : tidak berbatas tegas
 Generalisata : tersebar pada sebagian besar tubuh
 Regional : mengenai daerah tertentu
 Universalis : seluruh atau hamper seluruh tubuh (90%-100%)
 Solitar : hanya satu lesi
 Herpetiformis : vesikel berkelompok seperti pada herpes zoster
 Konfluens : dua atau lebih lesi yang menjadi satu
 Diskret : terpisah satu dengan yang lain
 Serpiginosa : proses yang menjalar ke satu jurusan diikuti oleh
penyembuhan pada bagian yang ditinggalkan
 Irisformis : eritema berbentuk bulat lonjong dengan vesikel warna yang
lebih tengah di tengahnya
 Simetrik : mengenai kedua belah badan yang sama

C. SEPULUH PENYAKIT TERBANYAK DAN EFLORESENSI

10 penyakit kulit terbanyak di RSIJ Cempaka Putih tahun 2017

1. Dermatitis tidak spesifik (226 orang)


2. Akne vulgaris (133 orang)
3. Dermatitis Kontak Alergi (145 orang)
4. Lichen Simplex Chronicus (58 orang)
5. Melasma (43 orang)
6. Scabies (82 orang)
7. Tinea Kruris (60 orang)

12
8. Dermatitis Seboroik (47 orang)
9. Herpes Zoster (67 orang)
10. Urtikaria tidak spesifik (43 orang)

1. Dermatitis Unspecified
 Definisi :Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis)
sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor
endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik
(eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi), dan keluhan
gatal.2
 Etiologi dan epidemiologi :eksogen meliputi bahan kimia (detergen,
asam, basa, oil, semen), fisik (sinar, suhu), mikroorganisme ( bakteri,
jamur), dapat pula endogen (dermatitis atopik). Sebagian yang lain
tidak diketahui penyebabnya. Dapat mengenai semua usia.2
 Gejala klinis:Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal.
Kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit, batasnya dapat
sirkumsrip, dapat pula difuse. Penyebarannya dapat setempat,
generalisata, dan universalis.2
1. Stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau
bula, erosi dan eksudasi, sehingga tampak basah (madidans).
2. Stadium subakut, eritema dan edema berkurang, eksudat
mengering menjadi krusta.
3. Stadium kronis lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi,
papul, dan likenifikasi, mungkin bisa terdapat erosi dan eksoriasi
akibat garukan.

Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja suatu dermatitis sejak
awal memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.
Demikian juga jenis efloresensi tidak selalu harus polimorfik, mungkin
hanya oligomorfik.2

 Pengobatan:

13
Sistemik
Pada kasus ringan dapat diberikan anti histamine. Pada kasus akut dan
berat dapat diberikan kortikosteroid.
Topikal
Prinsip umum terapi topical sebagai berikut:
Dermatitis akut/basah (madidans) diobati secara basah (kompres terbuka),
bila subakut, diberi losio (bedak kocok), krim, pasta, atau linimentum
(pasta pendingin). Krim diberikan pada daerah yang berambut, sedang
pasta pada daerah yang tidak berambut. Pada kelainan yang kronik dapat
diberikan salap.
Makin berat atau akut penyakitnya, makin rendah persentase obat spesifik
yang digunakan, misalnya kortikosteroid.2
 Status dermatologis:
Regio :fibula

Efloresensi: terdapat pustul eritematosus berukuran lentikular tersebar


tidak merata dengan krusta, makula eritem.

2. Akne vulgaris
 Definisi:Akne vulgaris merupakan penyakit yang dapat sembuh
sendiri, berupa peradangan kronis folikel pilosebasea dengan penyebab
multifaktor dan manifestasi klinis berupa komedo, papul, pustul,
nodus, serta kista.3

14
 Gejala Klinis: Tempat predileksi di wajah dan leher (99%), punggung
(60%),dada (15%) serta bahu dan lengan atas. Kadang-kadang pasien
mengeluh gatal dan nyeri. Sebagian pasien terganggu secara estetik.
Kulit AV cenderung lebih berminyak atau sebore, tetapi tidak semua
orang dengan sebore disertai AV. Efloresensi akne berupa: komedo
hitam (terbuka) dan putih (tertutup), papul, pustul, nodus, kista,
jaringan parut, perubahan pigmentasi. Komedo terbuka (black head)
dan komedo tertutp (white head) merupakan lesi non-inflamasi, papul,
pustul, nodus dan kista merupakan lesi inflamasi.3
 Diagnosis: Acne vulgaris ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Saat ini klasifikasi yang digunakan di Indonesia
(oleh FKUI/RSCM) untuk menentukan derajat AV, yaitu ringan,
sedang, dan berat, adalah klasifikasi menurut Lehmann dkk.
Klasifikasi tersebut diadopsi dari 2nd Acne Round Table Meeting
(South East Asia), Regional Consensus on Acne Management, 13
Januari 2003, Ho Chi Minh City-Vietnam.3

Derajat Lesi
Acne Ringan Komedo < 20, atau
Lesi inflamasi <15, atau
Total lesi < 30
Acne Sedang Komedo 20-100 atau
Lesi inflamasi 15-50, atau
Total lesi 30-125
Acne Berat Kista > 5 atau komedo < 100, atau
Lesi inflamasi > 50, atau
Total lesi > 125
 Tatalaksana:3
o Tatalaksana umum: mencuci wajah minimal 2 kali sehari
o Tatalaksana medikamentosa: berdasarkan gradasi (berat-
ringan)akne diikuti dengan terapi pemeliharaan.
Ringan Sedang Berat

15
Pilihan Komedon Popular/ Popular/ Nodular Nodular/
Pertama al Pustular Pustular conglobate
Retinoid Retinoid Antibiotik Antibiotic Isotretinoin
topical topical + oral + oral + oral
Antimicroba retinoid retinoid
topical topical+/- topical+/-
BPO BPO
Alternatif Retinoid Agenantimikro Antibiotic Isotretinoid Antibiotic
topical ba topical + oral + oral atau oral dosis
atau retinoid topical retinoid antibiotic tinggi +
Azelaic atau Azelaic topical +/- oral + retinoid
acid atau acid atau asam BPO retinoid topical +
asam salisilat topical +/- BPO
salisilat BPO azelaic
acid
Alternatif Lihat Lihat pilihan Anti Anti Anti
untuk pilihan pertama androgen oral androgen androgen
perempuan pertama + topical oral + oral dosis
retinoid/azela topical tinggi +
ic acid retinoid +/- topical
topical +/- antibiotik retinoid +/-
anti oral +/- anti antibiotik
mikrobatopik mikrobatopi oral +/- anti
k mikrobatopi
k
Terapi Retinoid topical Retinoid topical +/- BPO
maintenance
 Status dermatologikus:

16
Distribusi : Regional
Regio :Fasialis
Efloresensi: tampak multiple papul berukuran miliar berbatas tegas.
3. Dermatitis Kontak Alergi
 Definisi: Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau
peradangan kulit yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui
proses sensitasi4

 Etiologi: Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling


sering berupa bahan kimia dengan berat kurang dari <1000 Dalton,
yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul
dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan
luasnya penetrasi di kulit.4
 Gejala Klinis: Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit
bergantung pada keparahan dermatitis dan lokasinya .Kelainan kulit
bergantung pada tingkat keparahan dan lokasi dermatitisnya.Pada
stadium akut dimulai dengan bercak eritematosa berbatas tegas
kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel, atau bula. Vesikel
atau bula dapat pecah menyebabkan erosi dan eksudasi (basah). DKA

17
akut di tempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, lebih
didominasioleh eritema dan edema. Pada DKA kronis terlihat kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, berbatas
tidak tegas.4
 Predileksi:tangan, lengan, wajah, telinga, leher,badan, genitalia dan
tungkai atas dan bawah.4
 Tatalaksana: upaya pencegahan pajanan ulang dengan alergen
penyebab. Umumnya kelainan kulit akan mereda dalam beberapa hari
kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada DKA akut yang ditandai eritema, edema, vesikel,
bula, serta eksudatif (madidans), misalnya pemberian prednison 30
mg/hari . untuk topikal cukup dikompres dengan larutan garam faal
atau larutan asam salisilat 1:1000, atau pemberian kortikosteroid atau
makrolatam (pimecrolimus atau tacrolimus) secara topikal.4

 Status dermatologis:

18
Regio :Dorsum pedis dextra et sinistra
Distribusi : Simetris
Efloresensi :Tampak multipel plak eritematus berbatas tegas dengan
ukuran plakat dengan erosi dan krusta diatasnya

4. Neurodermatitis Sirkumkripta /Liken simpleks kronikus


 Definisi:Liken simpleks kronikus adalah peradangan kulit kronis, gatal,
irkumskrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih
menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu,akibat garukan atau
gosokan yang berulang-ulang karena berbagai rangsangan pruritogenik.5
 Gejala klinis: Penderita mengeluh gatal sekali,bila timbul malam hari
dapat mengganggu tidur . Rasa gatal memang tidak terus
menerus,biasanya pada waktu tidak sibuk,bila muncul sulit ditahan untuk
tidak digaruk. Penderita merasa enak bila digaruk;setelah luka,baru hilang
rasa gatalnya untuk sementara(karena diganti dengan rasa nyeri).5
lesi biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak eritematosa, sedikit
edematosa, lambat laun edema dan eritema menghilang,bagian tengah
berskuama dan menebal , likenifikasi dan ekskoriasi; sekitarnya
hiperpgmentasi, batas dengan kulit normal tidak jelas. Lesi biasanya
multipel, lokalisasi tersering di ekstremitas,berukuran mulai beberapa
milimeter sampai 2cm. Gambaran klinis dipengaruhi oleh lokasi dan
lamanya lesi.2Letak lesi dapat timbul di mana saja, tetapi yang biasa
ditemukan ialah di skalp, tengkuk, samping leher, lengan bagian ekstensr,
pubis,vulva, skrtum, perianal, medial tungkai atas, lutut, lateral tungkai
bawah, pergelangan kaki bagian depan, dan punggung kaki.5
 Tatalaksana: Secara umum perlu dijelaskan kepada penderita bahwa
garukan akan memperburuk keadaan penyakitnya,oleh karena itu harus
dihindari. Untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan
antipruritus,kortikosteroid topikal atau intralesi,prosuk ter. 5
Antipruritus dapat berupa antihistamin yang mempunyai efek sedatif
(contoh: hidroksizin,difenhidramin,prometazin) atau tranquilizer. Dapat

19
pula diberikan secara topikal krim doxepin 5% dalam jangka pendek
(maksimum 8 hari). Kortikosteroid yang dipakai biasanya berpotensi kuat,
bila perlu ditutup dengan penutup impermeable;kalau masih tidak berhasil
dapat diberikan secara suntikan intralesi. Setiap kortikosteroid dapat pula
dikombinasi dengan ter yang mempunyai efek anti inflamasi. Ada pula
yang mengobati dengan UVB dan PUVA. Perlu dicari kemungkinan ada
penyakit yang mendasari,bila memang ada harus juga diobati.5
 Status dermatologis :

Regio : dorsum pedis


Efloresensi: Tampak plak hiperpigmentasi ukuran plakat dengan
likenifikasi dan permukaan kulit ditutupi skuama

5. Melasma
 Definisi: Melasma adalah hipermelanosis didapat, umumnya simetris,
berupa makula berwarna coklat muda sampai coklat tua yang tidak merata,
mengenai area yang terpajan sinar ultraviolet dengan tempat predileksi
pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung dan dagu.6
 Etiologi: Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Faktor kausatif yang dianggap berperan pada patogenesis melasma adalah
:
1. Sinar ultra violet (UVA dan UVB), dapat memacu proses pembentukan
pigmen melanin. Spektrum sinar matahari ini merusak gugus sulfhidril di
epidermis yang merupakan penghambat enzim tirosinase dengan cara
mengikat ion Cu dari enzim tersebut. Sinar ultra violet menyebabkan
enzim tirosinase tidak dihambat lagi sehingga memacu proses
melanogenesis.

20
2. Hormon, seperti esterogen, progesteron, dan MSH (Melanin Stimulating
Hormone) berperan pada terjadinya melasma. Pada kehamilan, melasma
biasanya meluas pada trimester ke-3. Perubahan pigmen yang
mengganggu secara kosmetik terjadi sampai 75% pada wanita hamil. Pada
pemakai pil kontrasepsi, melasma tamapak dalam 1 bulan sampai 2 tahun
setelah dimulai pemakaian pil tersebut.
3. Obat, seperti difenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin, sitostatik, dan
minosiklin dapat menyebabkan timbulnya melasma. Obat ini dtimbun di
lapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif dpat merangsang
melanogenesis.
4. Genetik, dilaporkan adanya kasus keluarga sekitar 20-70%
5. Ras, melasma banyak dijumpai pada golongan hispanik dan golongan kulit
berwarna gelap.
6. Kosmetika, pemakaiannya yang mengandung parfum, zat pewarna, atau
bahan-bahan tertentu dapat menyebabkan fotosensitivitas yang
mengakibatkan timbulnya hiperpigmentasi pada wajah, jika terpajan sinar
matahari.
7. Idiopatik.6
 Gejala klinis: Lesi melasma berupa makula berwarna coklat muda atau
coklat tua berbatas tegas dengan tepi tidak teratur,sering pada pipi dan
hidung yang disebut pola malar. Pola mandibular terdapat pada dagu,
sedangkan pola sentrofasial di pelipis, dahi, alis, dan bibir atas.6
Melasma mengenai area yang terpajan sinar ultraviolet dengan tempat
predileksi pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung , dan dagu..6

 Tatalaksana:

Pengobatan melasma memerlukan waktu yang cukup lama, kontrol yang


teratur serta kerja sama yang baik anatara penderita dan dokter yang
menanganinya. Kebanyakan penderita berobat untuk alsan kosmetik.
Pengobatan dan perawatan kulit harus dilakukan secara teratur karena
melasma bersifat kronis residif.6
Penatalaksaan melasma meliputi :

21
Pencegahan
 Pencegahan terhadap timbulnya atau bertambah berat serta kambuhnya
melasma adalah perlindungan terhadap sinar matahari terutama pukul
09.00-15.00. Sebaiknya jika keluar rumah menggunakan paying atau
topi yang lebar atau dengan menggunakan tabir surya (sunscreen).
Pemakaian tabir surya dianjurkan 30 menit sebelum terkena pajanan
sinar matahari. Ada 2 macam tabir surya yang dikenal, yaitu tabir surya
fisis dan tabir surya kimiawi. Tabir surya fisis adalah bahan yang dapat
memantulkan/menghamburkan ultra violet, misalnya titanium dioksida,
seng oksida, kaolin: sedangkan tabir surya kimiawi adalah bahan yang
menyerap ultra violet. Tabir surya kimiawi terbagi 2:
- yang mengandung PABA (Para Amino Benzoic Acid) atau
derivatnya, misalnya ocil PABA
- yang tidak mengandung PABA (non-PABA), misalnya
bensofenon, sinamat, salisilat, dan antranilat.
b. Menghilangkan faktor yang merupakan penyebab melasma misalnya,
menghentikan pemakaian pil kontrasepsi, menghentikan kosmetika yang
berwana atau mengandung parfum, mencegah penggunaan obat, seperti
hidantion, sitostatika, obat antimalarial dan minosiklin.6
 Pengobatan
1. Pengobatan Topikal:
a. Hidrokinon
Hydroquinone dipakai dengan konsentrasi 2-5%. Krim tersebut
dipakai pada malam hari disertai pemakaian tabir surya pada siang
hari. Umumnya tampak perbaikan dalam 6-8 minggu dan dilanjutkan
sampai 6 bulan. Efek samping adalah dermatitis kontak iritan atau
alergik. Setelah penghentian penggunaan hidroquinon sering terjadi
kekambuhan.
b. Asam Retinoat (retinoid acid/tretinoin)
Asam retinoat 0,1% terutam digunakan sebagai terapi tambahan
atau terapi kombinasi. Krim tersebut juga dipakai pada malam hari,
karena pada siang hari dapat terjadi fotodegradasi. Kini asam retinoat

22
dipakai sebagai monoterapi, dan didapatkan perbaikan klinis secara
bermakna, meskipun berlangsung agak lambat. Efek samping berupa
eritema, deskuamasi, dan fotosintesis.
c. Asam azeleat (Azeleic acid)
Asam azeleat merupakan obat yang aman untuk dipakai.
Pengobatan dengan asam azeleat 20% selama 6 bulan memberikan
hasil yang baik. Efek sampingnya rasa panas dan gatal.

2. Pengobatan Sistemik :
a. Asam askrobat / Vitamin C
Vitamin C mempunyai efek merubah melanin bentuk oksidasi
mejadi melanin bentuk reduksi yang berwarna lebih cerah dan
mencegah pembentukan melanin dengan mengubah DOPA kinon
menjadi DOPA.

b. Glutation
Glutation bentuk reduksi adalah senyawa sulfhidril (SH),
berpotensi menghambat pembentukan melanin dengan jalan
bergabung dengan cuprum dari tirosinase.

3. Tindakan Khusus :
a. Pengelupasan kimiawi
Pengelupasan kimiawi dapat membantu pengobatan kelainan
hiperpigmentasi. Pengelupasan kimiawi dilakukan dengan
mengoleskan asam glikolat 50-70% selama 4 sampai 6 kali. Sebelum
dilakukan pengelupasan kimiawi diberikan krim asam glikolat 10%
selama 14 hari.

b. Bedah laser
Bedah laser dengan menggunakan laser Q-Switched Ruby dan
Laser Argon, kekambuhan juga dapat terjadi.6
Status dermatologis:

23
Regio : Fasialis
Efloresensi: Tampak makula hiperpigmentasi ukuran plakat dengan batas tegas

6.Skabies
 Definisi: Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var,hominis dan produknya.7
 Etiologi: Sarcoptes scabie termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida,
ordo Ackarima, super famili Sarcoptes. Pada manusi a disebut Sarcoptes
scabie var.hominis. Selain itu terdapat S.scabie yang lain, misalnya pada
kambing dan babi.7
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transulen, berwarna putih
kotor, dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450
mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil , yakni 200-
240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki,
2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki
kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan
pasangan kaki yang ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir
dengan alat perekat.7
Kelainan kulit dapat disebabkan oleh hanya tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu
kira-kira satu bulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan

24
lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan
infeksi sekunder.7
 Gejala klinis:

Ada 4 tanda kardinal :


1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan
karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih
lembab dan panas.7
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya
dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena
infeksi,begitupun dengan perkampungan yang padat
penduduk,infeksi yang disebabkan tungau tersebut bisa menyerang
orang-orang disekitarnya.7
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi
yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau
berkelok-kelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan
tersebut ditemukan papul atau vesikel. Tempat predileksinya
biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis,
yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku
bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mamae (wanita),
umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian
bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak
kaki.7
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.7
 Tatalaksana:
 Umum : meningkatkan kebersihan perorangan dan lingkungan;
menghindari orang-orang yang terkena; mencuci/menjemur alat-
alat tidur dan jangan memakai pakaian/ handuk bersama
 khusus
o sulfur presipitatum 2-5% dalam bentuk salep atau krim
o emulsi benzyl benzoate 20-25% selama 24 jam

25
o gama benzene heksaklorida (gameksan) 0,5-1% dalam salep
atau krim
o krotamiton 10% dalam bentuk salep atau krim selama 24 jam
o krim permetrin 5% 14
 Status dermatologikus

Regio: palmaris lateral sinistra


Efloresensi : tampak multipel pustul tepi eritema ukuran miliar,
sirkumskrip timbul di permukaan kulit

7.Tinea Kruris
 Definisi: Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah
perineum,dan sekitar anus.8
 Gejala klinis:Rrasa gatal hebat pada daerah kruris (lipat paha), lipat
perineum, bokong, dan dapat ke genitalia .Lesi berbatas tegas, peradagan
pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri aras
macam-macam, bentuk yang primer dan sekunder (polimorf). Bila
penyakit ini menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sisik. Erosi dan
keluarnya cairan biasanya akibat garukan.8
 Status dermatologis:

Regio: Inguinal

26
Efloresensi: tampak lesi plak hiperpigmentasi berbatas tegas disertai
likenifiksasi
8.Dermatitis Seboroik
 Definisi: adalah kelainan kulit papuloskuamosa, dengan predileksi di
daerah kaya kelenjar sebasea, skalp, wajah dan badan.9
 Gejala Klinis: Dapat ditemukan skuama kuning berminyak, eksematosa
ringan,kadangkala disertai rasa gatal dan menyengat. Dapat dijumpai
kemerahan perifolikular yang pada tahap lanjut menjadi plak eritematosa
berkonfluensi, bahkan dapat membentuk rangkaian plak di sepanjang batas
rambut frontal dan disebut sebagai korona seborika.9
 Tatalaksana:
o Shampoo yang mengandung anti Malasseza.
o Krim imidazole dan turunannya
o Krim mengandung saisilat atau sulfur
o Kortikosteriod topical
o Metronidazole
o Terapi sinar ultraviolet-B (UVB)
o Prednisone 30 g/hari jika tidak ada perbaikan

 Status dermatologikus:

Regio: Retroaurikular
Efloresensi: tampak skuama kekuningan dengan dasar eritem, permukaan
kasar, dan berminyak serta berbatas tegas dengan bentuk lesi tidak teratur

27
9. Herpes zoster
 Definisi: Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan
manifestasi erupsi vesikular berkelompok dengan dasar eritematosa
disertai nyeri radikular unilateral yang umumnya terbatas di satu
dermatom. 10
 Gejala klinis : Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala
prodromal berupa sensasi abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang,
pegal, parastesia sepanjang dermatom, gatal,rasa terbakar dari ringan
sampai berat. Setelah awitan gejala prodromal,timbul erupsi kulit yang
biasanya gatal atau nyeri terlokalisata(terbatas di satu dermatom) berupa
makula kemerahan. Kemudian berkembang menjadi papul, vesikel jernih
berkelompok selama 3-5 hari. Selanjutnya isi vesikel menjadi keruh dan
akhirnya pecah menjadi krusta(berlangsung selama 7-10 hari). Erupsi kulit
mengalami involusi setelah 2-4 minggu. Sebagian kasus herpes zoster ,
erupsi kulitnya menyembuh secara spontan tanpa gejala sisa.10
 Tatalaksana:
Sistemik:
-Obat antivirus : Famsiklovir 3x 500 mg, valasiklovir 3x 1000 mg, atau
asiklovir 3x 500 mg diberikan sebelum 72 jam awitan lesi selama 7 hari
-kortikosteroid: prednison yang digunakan bersama asiklovir dapat
mengurangi nyeri akut
-Analgetik: pasien dengan nyeri akut ringan menunjukan respon baik
terhadap AINS(asetosal,piroksikam,ibuprofen,diklofenak) atau analgetik
non opioid (parasetamo,tramadol,asam mefenamat).
-Antidepresan dan antikonvulsan
Penelitian terakhir menunjukan kombinasi terapi asiklovir dengan
gabapentin atau trisiklik sejak awal mengurangi prevalensi NPH.
Topikal:
-Analgetik topikal:Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan solusio
Calamin, Antiinflamasi steroid(bubuk aspirin dalam kloroform atau etil
eter, krim indometasin dan diklofenak).
-Anastesi lokal

28
 Status Dermatologis:

Regio: Thorakalis dextra


Efloresensi: Tampak vesikel dan bula berkelompok ukuran miliar hingga numular
dengan dasar eritem, penyebaran unilateral, bentuk lesi tidak teratur

10. Urtikaria

Definisi: Urtikaria adalah reaksi vaskular pada kulit, ditandai dengan
edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-
lahan,berwarna pucat atau kemerahan, umumnya dikelilingi oleh halo
kemerahan (flare) dan disertai rasa gatal yang berat, rasa tersengat atau
tertusuk. Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk.
Angioedema adalah urtika yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam
dari dermis, dapat di submukosa atau subkutis,juga dapat mengenai
saluran napas, saluran cerna dan sistem kardiovaskular.11
 Etiologi: Diduga penyebab urtikaria adalah obat, makanan, gigitan atau
sengatan serangga, inhalan, trauma fisik, genetik dan penyakit sistemik.11

Gejala klinis: Rasa gatal yang hebat hampir selalu merupakan keluhan
subyektif urtikaria, dapat juga timbul rasa terbakar atau rasa tertusuk.
Secara klinis tampak lesi urtika (eritema dan edema setempat yang
berbatas tegas) dengan berbagai ukuran dan bentuk. Kadang-kadang
bagian tengah lesi tampak lebih pucat. Bila terlihat urtika dengan bentuk

29
papular, patut dicurigai adanya gigitan serangga atau sinar ultraviolet
sebagai penyebab.11

Tatalaksana :
-identifikasi dan eliminasi penyebab pencetus
-menghindari konsumsi alkohol, kelelahan fisik dan mental, tekanan pada
kulit, misalnya pakaian yang ketat, dan suhu lingkungan yang sangat panas
-Antihistamin H1-non sedasi (AH1-ns), bila gejala menetap setelah 2
minggu
-AH1-ns dengan dosis ditingkatkan sampai 4x, bila gejala menetap setelah
1-4 minggu
-AH1 sedasi atau AH1-ns golongan lain + anatgonis leukotrien, bila terjadi
eksaserbasi gejala, tambahkan kortikosteroid sistemik 3-7 hari
-Bila gejala menetap setelah 1-4 minggu tambahkan siklosporin A, AH2,
dapson, omalizumab
-Eksaserbasi diatasi dengan kortikosteroid sistemik 3-7 hari2
 Status dermatologikus:

Regio: Femoralis dextra


Efloresensi: tampak multipel urtika eritematosus batas tegas dengan
ukuran miliar hingga numular.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiarja SA, Budimulja U. Morfologi Kulit dan Cara Membuat Diagnosis.


Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi Ketujuh. Jakarta:
FakultasKedokteranUniversitas Indonesia; 2016;47-56

2. Sularsito SA.Dermatitis. In: Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi W, editor.


Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2015. p.156-7.

3. Bernadette I,Wasiaatmaja MS. Acne Vulgaris. In: Menaldi SLS, Bramono K,


Indriatmi W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2015. p.288-92.

4. Sularsito SA.Dermatitis. In: Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi W, editor.


Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2015. p.156-65.

5. Sularsito SA. Neurodermatitis Sirkumskripta. In: Menaldi SLS, Bramono K,


Indriatmi W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2015. p.183-5.

6. Soepardiman L. Kelainan Pigmen. In: Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi


W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2015. p.342-5.

7. Boediardja SA, Handoko RP. Skabies. In: Menaldi SLS, Bramono K,


Indriatmi W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2015. p.137-40.

8. Budimuja U, Widaty S.Dermatofitosis. In: Menaldi SLS, Bramono K,


Indriatmi W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2015. p.111.

31
9. Jacoeb TNA. Dermatitis Seboroik. In: Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi
W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2015. p.232-3.

10. Pusponegoro E. Herpes Zoster. In: Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi W,


editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2015. p.121-4.

11. Aisah S, Effendi EH. Urtikaria dan Angioedema. In: Menaldi SLS, Bramono
K, Indriatmi W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2015. p.311-4.

12. Lee DJ, Rea TH, Modlin RL. Approach to Dermatologic Diagnosis. In: Wolff
K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds.
Fitzpatrick’s Dermatology In GeneralMedicine. 8thed. New York: McGraw-
Hill; 2012.

13. Lee DJ, Rea TH, Modlin RL. Special Clinical and Laboratory Aids to
Dermatological Diagnosis.In: Wolff K, Johnson RA, SaavedraAP, et al, eds.
Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology.6th ed. New
York: McGraw-Hill; 2013.

14. Siregar, RS. Penyakit Kulit karena Parasit dan Insekta. Saripati Penyakit Kulit.
Jakarta : EGC.2013.p.165.

32
33

Anda mungkin juga menyukai