Anda di halaman 1dari 9

Distribusi dan Terapi Fraktur Klavikula pada Pasien

Monotrauma dan Politrauma


Steven Ferree2* , Jacqueline JEM van Laarhoven2 , R Marijn Houwert1 , Falco Hietbrink2 ,
Egbert Jan MM Verleisdonk1 and Luke PH Leenen2
Abstrak
Latar belakang: Meskipun penelitian luas dilakukan untuk terapi yang optimal fraktur
klavikula telah dilakukan, studi komparatif antara pasien monotrauma dan politrauma
masih kurang.
Objektif: Untuk membandingkan distribusi fraktur dan terapi pada pasien monotrauma dan
politrauma dengan fraktur klavikula.
Metode: Penelitian kohort retrospektif pusat tunggal. Fraktur diklasifikasikan oleh
klasifikasi Robinson. Pasien monotrauma hanya menderita patah tulang klavikula atau
fraktur klavikula ditambah abrasi minor, hematoma, atau lesi kulit dangkal yang mengarah
ke Skor Keparahan Cedera (ISS) masing-masing 4 atau 5. Pasien politrauma memiliki ISS
≥16 sebagai akibat dari cedera pada 2 atau lebih daerah pada Skala Trauma Ringkas (AIS).
Hasil: sebanyak 154 pasien monotrauma dan 155 pasien politrauma dengan fraktur
klavikula diidentifikasi. Pasien monotrauma memiliki insidensi yang tinggi mengalami
fraktur tipe IIB (pergeseran bagian tengah) dibandingkan dengan pasien politrauma
(P=0.002). Tidak ada perbedaan yang tampak pada fraktur tipe I (medial) dan tipe III
(lateral). Pada pasien monotrauma, fraktur tipe IIB diterapi secara operatif lebih sering
(P=0.004). Tidak terdapat perbedaan terapi awal antara fraktur tipe I dan tipe III.
Kesimpulan: Pasien monotrauma memiliki insidensi yang lebih tinggi untuk kejadian
fraktur klavikula dengan pergeseran bagian tengah dibandingkan dengan pasien politrauma,
dan pasien monotrauma dengan fraktur klavikulapergeseran bagian tengah lebih sering
diterapi secara operatif. Tidak ada perbedaan yang ditemukan pada distibusi dan terapi
fraktur klavikula medial dan lateral.
Pendahuluan
Diperkirakan patah tulang klavikula terjadi sekitar 5% dari semua fraktur. Delapan
puluh persen dari patah tulang klavikula terjadi pada bagian tengah dan 50% dari patah
tulang ini mengalami pergeseran. Fraktur lateral (17%) dan fraktur medial (3%) lebih
jarang terjadi. Pada pasien politrauma,dilaporkan insiden patah tulang klavikula mencapai
hingga 10%.
Indikasi terapi operatif untuk fraktur klavikula tengah dan lateral telah meningkat
berdasarkan klasifikasi fraktur dan pergeserannya. Sistem klasifikasi yang lebih rinci dibuat
oleh Robinson dkk. Klasifikasi ini menjelaskan lokasi anatomis dan besarnya pergeseran
fraktur. Penelitian terbaru melaporkan rendahnya kejadian non-union dan kembalinya
fungsi normal pasien yang mengalami fraktur bagian tengah yang bergeser dan fraktur
lateral yang diterapi secara operatif lebih dini. Meskipun demikian, penelitian ini
berdasarkan pada pasien monotrauma.
Meskipun penelitian yang luas telah dilkakukan untuk terapi optimal frkatur
klavikula, penelitian komparatif antara pasien montrauma dan politrauma masih kurang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan distribusi dan terapi pasien
monotrauma dan politrauma dengan fraktur klavikula.

Bahan dan Metode


Ini merupakan penelitian kohort retrospektif pusat tunggal. Data pasien dalam studi
ini berasal dari Database Trauma Nasional Belanda (DNTD) untuk area Belanda Pusat dan
dokumentasi elektrik pasien. Database Trauma Nasional Belanda memiliki dokumentasi
data cederayang dikumpulkan secara prospektif yang dialami pasien trauma. Pasien yang
termasuk kriteria inklusi pada penelitian ini dipilih menggunaka kode diagnostik (ICD
code) untuk fraktur klavikula pada University Medical Center Utrecht, pusat trauma tingkat
pertama, dari bulan Januari 2007 hingga bulan Desember 2011. Semua data pasien, usia,
jenis kelamin, mekanisme trauma, sisi yang mengalami cedera, pilihan terapi, departemen
masuk (bangsal bedah, unit perawatan menengah, unit perawatan intensif, ruang operasi)
dan fasilitas untuk pulang dikumpulkan. Kriteria eksklusi pada analisis ini adalah usia <16
tahun, tidak tersedia hasil radiologi, terapi awal yang telah dilakukan di rumah sakit lain,
tidak ada tindak lanjut setelah kunjungan dari Ruang Gawat Darurat, dan fraktur klavikula
bilateral atau fraktur patologis.
Pada semua pasien, mekanisme trauma dianalisis dan dikategorikan dalam
kecelakaan lalu lintas (mobil, motor, sepeda, atau pejalan kaki), kecelakaan saat olahraga,
jatuh dari ketinggian (> 3 meter) dan lainnya (seperti jatuh dari ketinggian <3 meter).
X-ray thoraks atau klavikula dilakukan pada semua pasien, dan tambahan CT scan
dilakukan bila terdapat indikasi. Studi radiologi ini digunakan untuk klasifikasi fraktur.
Fraktur diklasifikasikan berdasarkan Klasifikasi Robinson. Klasifikasi primer dibagi
berdasarkan tiga lokasi anatomis yaitu medial (tipe I), tengah (tipe II), dan lateral (tipe III).
Masing-masing jenis ini kemudian dibagi lagi berdasarkan besarnya fragmen fraktur dan
pergeserannya. Pergeseran fraktur kurang dari 100% dimasukkan kedalam subgroup A, dan
pergeseran lebih dari 100% dimasukkan kedalam subgroup B. Fraktur diklasifikasikan oleh
dua peneliti (JvL dan SF). Ketika tidak ada mufakat yang dicapai, suara peneliti ketiga
(MH) akan menentukan.
Untuk menghitung Skor Keparahan Cedera (ISS), semua jenis cedera dialokasikan
menjadi satu dari regio tubuh (kepala dan leher, wajah, dada, perut, kaki dan eksternal) dan
dikode menggunakan kode lokasi Skala Trauma Ringkas (AIS).
Pasien dibagi kedalam dua kelompok berdasarkan ISS: pasien monotrauma dan
politrauma. Pasien monotrauma mengalami fraktur klavikula atau fraktur klavikula dengan
abrasi minor, hematom, atau lesi kulit superfisial yang mengarah ke Skor Keparahan
Cedera (ISS) masing-masing 4 atau 5. Pasien dipikirkan mengalami politrauma ketika ISS
≥16 sebagai hasil cedera pada 2 atau lebih region AIS. Pasien dengan fraktur klavikula dan
fraktur ekstremitas tambahan atau kontusio serebri yang menghasilkan ISS 4 atau 5
dieksklusikan dari analisis, karena semua pasien dengan ISS dari 6 sampai 15.

Analisis Data
Angka rata-rata dilaporkan dengan standar deviasi (SD). Analisis statistic dilakukan
menggunakan uji χ2 untuk variabel kategorik dan uji T untuk variabel kontinu. Analisis
post-hoc dilakukan menggunakan regresi logistic berpasangan dengan rasio kemungkinan
terbalik. Nilai P ≤0.05 dipikirkan signifikan. Data dianalisis menggunakan SPSS versi 20.0,
Chicago, IL, USA.
Hasil
Dari tahun 2007-2011, total 508 pasien dengan fraktur klavikula diidentifikasi
menggunakan kode ICD. Gambar 1 menunjukkan jumlah pasien yang dieksklusi dan
ukuran kelompok akhir. Tabel 1 menunjukkan demografi dari semua pasien yang termasuk
dalam kriteria inklusi dengan fraktur klavikula. Tidak ada perbedaan pada sisi yang sakit.
Pada survey awal, 85% fraktur klavikula didiagnosis melalui X-Ray thoraks, dan sisanya
sebanyak 15% didiagnosis melalui CT scan dalam 24 jam setelah masuk rumah sakit.
Pasien monotrauma memiliki insidensi yang lebih tinggi pada fraktur Robinnson
tipe IIB (bergeser) dibandingkan pasien politrauma, masing-masing sebesar 74.5% dan
53.8% (P = 0.002). Tidak ada perbedaan dalam distribusi fraktur Robinson tipe I dan III
antara pasien monotrauma dan politrauma. Fraktur Robinson tipe IIB diterapi operatif lebih
sering pada pasien dengan monotrauma (P = 0.004). tidak terdapat perbedaan dalam pilihan
terapi awal untuk fraktur Robinson tipe I dan III pada pasien monotrauma dan politrauma.
Terapi untuk fraktur Robinson tipe IIA dan IIIA adalah terapi konservatif pada semua
pasien (tabel 20. Semua pasien politrauma sebanyak 61 pasien yang dimasukkan kedalam
unit perawatan intensif diterapi secara konservatif.
Analisis multivariat menggunakan regresi logistic berpasangan pada pasien dengan
DMCF menunjukkan pasien politrauma menerima intervensi operasi 5.9 kali lebih jarang
daripada pasien monotrauma, sementara mempertimbangkan umur, jenis kelamin, trauma
energy tinggi (HET) dan mekanisme trauma (P =0.007; 95% CI 1.6-21.1). Tidak ada
variabel inklusi lain yang signifikan dalam analisis ini.

Diskusi
Pasien monotrauma memiliki insidensi yang lebih tinggi dari fraktur klavikula
midshaft yang bergeser (DMCF) dibandingkan dengan pasien politrauma dan pasien
monotrauma dengan DMCF lebih sering diterapi operatif. Tidak ada perbedaan yang
ditemukan dalam distribusi dan pengobatan fraktur klavikula medial dan lateral.
Pada penelitian ini, pasien politrauma menunjukkan insidens DMCF yang lebih
rendah (53.8%) dibandingkan pasien monotrauma (74.5%). Ini dapat disebabkan akibat
adanya perbedaan mekanisme trauma pada kedua kelompok. Fraktur klavikula disebabkan
dari cedera soliter paling sering disebabkan tenaga langsung menuju klavikula, seperti
pukulan langsung pada bahu saat olahraga. Kami berasumsi bahwa pada pasien politrauma,
tenaga didistribusikan ke area tubuh lain yang lebih besar, menyebabkan fraktur iga
dan/atau kontusio paru. Asumsi ini didukung oleh angka yang lebih tinggi pada fraktur lain
pada daerah toraks dan ekstremitas atas (tabel 1). Kadar sedasi yang tinggi dan intubasi
yang dilakukan pada pasien dengan politrauma juga berperan karena dapat mengurangi
traksi otot pada bagian klavikula yang patah, sehingga menyebabkan kurangnya dislokasi.
Sebagai tambahan, pasien politrauma lebih sering difoto pada posisi supinasi selama
dilakukan resusitasi pada departemen gawat darurat, dimana pasien monotrauma lebih
sering difoto pada posisi tegak. Berat lengan dapat menjaga pergeseran dari fraktur
tersebut.
Pada pasien politrauma, fraktur klavikula bukan merupakan perhatian utama
sehingga terapinya dapat ditunda. Tingginya angka cedera tambahan dan jumlah pasien
yang masuk di ruang perawatan intensif mengindikasikan tingginya angka perawatan
konservatif yang dibutuhkan pada pasien dengan politrauma (tabel 1). Data dari penelitian
ini dan publikasi lain mendukung tingginya insidens trauma dada dan parameter kompromi
paru yang dapat menahan ahli bedah untuk memulai terapi operatif.
Analisis epidemiologi skala besar dari 25000 pasien politrauma di Jerman
melaporkan angka kejadian cedera kepala berat dan toraks (skor AIS >2) sebanyak 60%
pada pasien dengan fraktur klavikula. Pasien ini memiliki periode imobilisasi yang lama
selama masuk rumah sakit atau perawatan di unit perawatan intensif dan ditunda,
rehabilitasi yang lambat. Pada pasien dengan trauma serebri atau cedera kepala, terdapat
bukti percepatan union dari fraktur. Hiperventilasi keduanya, untuk mengurangi tekanan
intracranial pada pasien trauma serebri atau cedera kepala, dan lingkungan sistemik rendah
alkalin merupakan hipotesis untuk efek ini. Ahli bedah harus berhati-hati pada prinsip ini
pada pasien politrauma karena ini dapat mengubah pilihan intervensi maupun jendela
waktu yang dibandingkan dengan pasien monotrauma.
Percobaan klinis acak meta-analisis terbaru menunjukkan bahwa keuntungan dari
intervensi operatif pada pasien dengan DMCF didominasi efek awal dengan tidak ada
perbedaan dalam fungsi pada tindak lanjut satu atau dua tahun. Dengan demikian,
keuntungan pengembalian fungsi normal lebih dini yang jelas untuk populasi orang dewasa
aktif, namun hal ini tidak mungkin terjadi pada pasien politrauma. Selain itu, intervensi
operasi bukan tanpa risiko. Baik paku intramedular stabil elastis maupun fiksasi
menggunakan plateadalah intervensi dengan risiko komplikasi.

508 pasien yang terpilih melalui kode ICD dalam rekam tagihan
rumah sakit

199 pasien dieksklusikan


 76 usia <16 tahun
 64 ISS 5-15
 16 tanpa foto radiologi
 16 tindak lanjut ditempat lain
 15 terapi awal ditempat lain
 9 fraktur patologis
 2 fraktur bilateral
 1 ISS 4 + cedera tambahan

309 pasien dimasukkan dalam analisis statistic kohort

154 pasien monotrauma 155 pasien dengan


dengan fraktur klavikula fraktur klavikula
dengan cedera berat

Gambar 1. Diagram alur menunjukkan pemilihan pasien dan kriteria eksklusi. 508 pasien
dipilih dan 199 pasien dieksklusikan dari analisis. Dari 309 pasien yang dimasukkan dalam
analisis, 154 adalah pasien monotrauma dengan fraktur klavikula dan 155 pasien politrauma
dengan fraktur klavikula.

Perdebatan tentang terapi yang optimal untuk fraktur klavikula pergeseran ke lateral
(LDCF) tidak berbeda jauh dari DMCF. Angka kejadian yang tinggi untuk non-union pada
pasien yang diterapi konservatif dan hasil fungsional yang baik pada pasien yang diterapi
operatif berfungsi sebagai argumen untuk intervensi pembedahan. Meta-analisis terbaru
pada LDCF melaporkan hasil yang baik pada pasien yang diterapi operatif sehubungan
dengan kejadian union. Bagaimanapun juga, intervensi pembedahan untuk LDCF juga
memiliki risiko komplikasi dan memiliki angka revisi dan pencabutan yang tinggi pada
pasien ini. Masih diperdebatkan bahwa meskipun terapi konservatif lebih sering
menyebabkan non-union, hal ini tidak selalu menyebabkan hasil fungsional yang buruk.
Dengan demikian, intervensi non-operatif harus selalu dipertimbangkan pada pasien
politrauma, dan pendekatan menunggu-dan-melihat pada pasien politrauma dengan DMCF
atau DLCF adalah wajar. Namun, penelitian tindak lanjut dari pasien politrauma dengan
DMCF atau LDCF masih kurang.

Tabel 1. Karakteristik Dasar Populasi Penelitian


Monotrauma Politrauma
Nilai P
N = 154 N = 155
Keseluruhan usia (SD) 37.3 (17.1) 47.7 (20.8) <0.001

Jenis kelamin laki-laki Tidak


118 (76.6%) 106 (68.4%)
(%) signifikan

HET* (%) 36 (23.4%) 110 (71.0%) <0.001

ISS** (SD) 4.1 (0.24) 29.2 (10.2) <0.001

Mortalitas selama di
0 (0%) 32 (20.6%) <0.001
rumah sakit (%)
Departemen admisi Tidak
Bangsal bedah 37 (24.0%) 28 (18.1%)
signifikan

Perawatan Intensif 0 (0%) 61 (39.4%) <0.001

Perawatan biasa 0 (0%) 41 (26.5%) <0.001

Ruang operasi 1 (0.6%) 20 (12.9%) <0.001

Tidak dirawat 116 (75.3%) 0 (0%) <0.001

Tidak diketahui 0 (0%) 5 (3.2%) <0.001

Mekanisme trauma Lalu lintas 58 (37.7%) 100 (64.5%) <0.001

Jatuh dari ketinggian 1 (0.6%) 46 (29.7%) <0.001

Olahraga 61 (39.6%) 3 (1.9%) <0.001

Lainnya 34 (22.1%) 6 (3.9%) <0.001

Fraktur yang beriringan Costa 96 (61.9%) Tidak ada


dengan toraks dan Skapula 23 (14.8%) Tidak ada

ekstremitas atas Sternum 20 (12.9%) Tidak ada

Humerus 9 (5.8%) Tidak ada

*HET; pasien yang terlibat dalam trauma energy tinggi **ISS; Skor Keprahan
Cedera, rata-rata ditandai dengan ±, standar deviasi

Tabel 2. Distribusi tipe fraktur dan terapi pada pasien montrauma dan politrauma dengan
fraktur klavikula
Monotrauma (N = Politrauma (N =
Tipe Fraktur N per tipe Terapi Nilai P
154) 155)

Operatif 26 (16.9%) 6 (3.9%)


Semua pasien <0.001
Konservatif 128 (83.1%) 149 (96.1%)

Operatif 0 (0%) 1 (14.3%)


I-A 8 Tidak signifikan
Konservatif 1 (100%) 6 (85.7%)

Operatif 0 (0.0%) 0 (0.0%)


I-B 2 Tidak signifikan
Konservatif 0 (0.0%) 2 (100%)

Operatif 0 (0.0%) 0 (0.0%)


II-A 76 Tidak signifikan
Konservatif 27 (100%) 49 (100%)

Operatif 19 (24.1%) 3 (5.3%)


II-B 136 0.004
Konservatif 60 (75.9%) 54 (94.7%)

Operatif 0 (0.0%) 0 (0.0%)


III-A 68 Tidak signifikan
Konservatif 38 (100%) 30 (100%)

Operatif 4 (44.4%) 1 (10.0%)


III-B 19 Tidak signifikan
Konservatif 5 (55.6%) 9 (90.0%)

I; Robinson tipe I, II; Robinson tipe II, III; Robinson tipe III, A: tidak bergeser, B:
bergeser
Penelitian ini dibatasi oleh sumber yang retrospektif dan kurangnya data hasil
jangka panjang pada kedua kelompok. Namun, data yang berasal dari Database Trauma
Nasional Belanda (DNTD) dikumpulkan secara prospektif, dan akurasi data dievaluasi
secara konstan oleh manajer database dan seorang ahli bedah traumatology. Semua data
dikumpulkan pada pusat trauma tingkat pertama yang mengeksklusi pengaruh pilihan
institusi. Selain itu, menggunakan x-ray dada untuk menentukan klasifikasi Robinson dapat
menjadi sulit, terutama bila berhubungan dengan sub-klasifikasi. Oleh karena itu, hanya
elemen yang paling penting dari klasifikasi, lokasi fraktur (medial, midshaft atau lateral)
dan pergeseran, yang digunakan dalam penelitian ini.Kelemahan lain adalah bahwa indikasi
untuk pengobatan operatif tidak disediakan dalam penelitian ini. Di rumah sakit kami,
indikasi mutlak untuk pengobatan operatif patah tulang klavikula midshaft adalah termasuk
fraktur terbuka atau patah tulang di mana kulit diatasnya cukup terancam, cedera
neurovaskular, dan bahu mengambang. indikasi relatif untuk pengobatan operatif dari
midshaft dan patah tulang lateral adalah adanya pergeseran (fraktur Robinson tipe B).
Ini adalah studi pertama yang membandingkan distribusi dan pengobatan pada
pasien monotrauma dan politrauma dengan fraktur klavikula. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pasien monotrauma dan politrauma dengan fraktur klavikula adalah kesatuan yang
berbeda.Ini akan mendorong penelitian lebih lanjut untuk hasil fungsional, kepuasan
pasien, dan komplikasi dari terapi operatif dan konservatif pada pasien politrauma dengan
fraktur klavikula.

Kesimpulan
Pasien monotrauma memiliki insidensi yang lebih tinggi pada fraktur klavikula
midshaft dengan pergeseran (DMCF) dibandingkan pasien politrauma dan pasien
monotrauma dengan DMCF diterapi secara operatif lebih sering. Tidak ada perbedaan pada
distribusi dan terapi dari fraktur klavikula medial dan lateral.

Anda mungkin juga menyukai