Anda di halaman 1dari 19

JURNAL

Nutritional Interventions For the Adjunctive Treatment of Schizophrenia : a


brief review

Oleh:

DM FK-UWKS PROBOLINGGO

Faris Maringan S 16710222


Gravny Brizha Gravita A. S 16710230
Ni Kadek Trisna Pujianti 16710124
A A Gde Agung Wibisana 16710255
Barli Akbar Ramadhan 16710145
Christian Eric Kusuma 16710234

Pembimbing :

Dr. Eko Djunaedi, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA RUMAH SAKIT DR.


RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2017
Intervensi nutrisi sebagai terapi tambahan untuk skizofrenia: sebuah tinjauan
singkat
Megan Anne Arroll1*, Lorraine Wilder2 and James Neil2

Abstrak
Skizofrenia merupakan kondisi kronis yang berdampak signifikan tidak hanya pada
individu dan keluarga, namun kelainan tersebut juga memiliki dampak yang lebih luas
bagi masyarakat dalam hal biaya yang tinggisecara ekonomi. Kondisi yang sangat lazim
tersebut mempengaruhi sekitar 1% populasi di seluruh dunia, namun terdapat beberapa
pilihan terapeutik. Strategi pengobatan utama untuk skizofrenia adalah pengobatan anti-
psikotik (dengan atau tanpa tambahan terapi wicara) walaupun pendekatan tersebut tidak
memiliki khasiat dalam mengelola gejala negatif dari kondisi skizofrenia, tidak efektif
pada sepertiga kelompok pasien, serta efek samping dari obatnya bisa berat dan
melemahkan. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah proses patofisiologis telah
diidentifikasi pada kelompok penderita skizofrenia termasuk stres oksidatif, metabolisme
satu karbon, dan respons yang dimediasi oleh imunitas.Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa mekanisme fisiologis yang mengalami perubahan tersebut dapat diperbaiki dengan
intervensi nutrisi pada beberapa individu dengan skizofrenia. Tinjauan ini
menggambarkan secara singkat proses yang disebutkan di atas dan menguraikan
penelitian yang telah menyelidiki manfaat pendekatan nutrisi sebagai tambahan untuk
pengobatan anti-psikotik termasuk suplemen antioksidan dan vitamin B, nutrisi
neuroprotektif dan anti-inflamasi serta diet eksklusi. Meskipun tidak satu pun dari
intervensi tersebut yang memberikan solusi terapeutik 'satu ukuran cocok untuk semua',
kami menyarankan agar pendekatan yang dipersonalisasi memberikan perhatian
penelitian karena terdapat kesepakatan bahwa skizofrenia adalah gangguan spektrum
yang berkembang dari interaksi antara faktor lingkungan dan genetik.
Kata kunci: Skizofrenia, Kesehatan Mental, Nutrisi, Obat pribadi, Pengobatan tambahan

Pendahuluan
Skizofrenia adalah kondisi melemahkan yang mempengaruhi 1% populasi di seluruh
dunia [1]. Gejala skizofrenia digambarkan sebagai gejala positif dan negatif; gejala
positif termasuk halusinasi, paranoia dan delusi, dan contoh-contoh gejala negatif
misalnya motivasi berkurang, sedikit biacara, afek dangkal dan penarikan diri secara
sosial; Selain itu, label yang terlalu melekattersebut dapat dikelompokkan lebih lanjut
berdasarkan profil gejala [2]. Gejala tersebut umumnya muncul pada masa dewasa awal
dan sering bertahan pada sekitar tiga perempat sampai dua pertiga individu meskipun
telah mendapatkan perawatan yang optimal [3-5]. Penyakit yang menetap dan/atau
berfluktuasi tersebut tidak hanya menyebabkan penderitaan dan kecacatan, tetapi juga
menimbulkan beban sosial yang tinggi dengan perkiraan biaya keuangan sebesar £ 11,8
miliar per tahun di Inggris saja.Selain itu, pasien skizofrenia sering mengalami
komorbiditas berupakecanduan, kecemasan, dan gangguan depresi [7], asma, penyakit
paru obstruktif kronik, diabetes tipe-2 dan banyak komplikasi lain terkait diabetes [8]
serta meningkatkan angka kematian dini karena penyakit jantung iskemik yang kurang
terdiagnosis [ 9,10]. Sebenarnya jika dibandingkan dengan populasi umum, penderita
skizofrenia memiliki tingkat kematian dua sampai tiga kali lipat lebih tinggi, yang setara
dengan pengurangan 10-25 tahun dalam rentang hidup [11]. Oleh karena itu, perlu untuk
terus mengembangkan dan mengevaluasi perawatan baru untuk gangguan ini, bukan
hanya untuk kepentingan pasien tetapi juga untuk masyarakat luas.
Saat ini, pengobatan menggunakan anti-psikotik (dengan atau tanpa psikoterapi)
merupakan pengobatan utama untuk individu dengan skizofrenia, sebuah intervensi yang
menimbulkan adanya hipotesis dopamin (DA). Teori skizofrenia yang bertahan lama
tersebut telah berevolusi dari waktu ke waktu dan teori yang pertama kali didasarkan
pada pengamatan secara klinis dan selanjutnya merupakan bukti empiris dari penelitian
terhadap pengobatan anti-psikotik [12]. Secara singkat, pada 1970-an, hipotesis DA
awalnya menunjuk peran dopamin yang berlebihan pada skizofrenia [13], yang
selanjutnya disempurnakan untuk memasukkan spesifisitas pembagianterkait
hipodopaminergia prefrontal dan hyperdopaminergia subkortikal [14]. Namun, kedua
konseptualisasi tersebut tidak memperhitungkan etiologi kelainan dopaminergik dan
karenanya muncul modifikasi lebih lanjut dari hipotesis DA sebagai 'jalur umum akhir' di
mana banyak faktor genetik dan lingkungan yang dapat menghasilkan peningkatan fungsi
dopaminergik presinaptik striatal [15].
Meskipun pengobatan menggunakan anti-psikotik telah bertahan sebagai
pengobatan yang optimal dan efektif dalam mengelola gejala positif, masih terdapat
keterbatasan dalam hal mengobati gejala negatif [16]. Selain kekurangan tersebut, terapi
jenis ini hanya didasarkan pada gejala dan dosis sering ditentukan oleh proses trial and
error [17]. Pada mereka yang respon terhadap pengobatan anti-psikotik, efek sampingnya
bisa sangat memberatkan dan seringkali tidak dapat ditolerir; gejalanya termasuk gerakan
tak disadari seperti tremor dan kekakuan otot, obat yang menginduksi Parkinson, Tardive
dyskinesia, hipersalivasi, peningkatan denyut jantung, sindrom metabolik, dan
penambahan berat badan. Seringkali efek samping itu sendiri memerlukan perawatan
farmakologis lebih lanjut dan/atau mengakibatkan dihentikannya pengobatan yang
menyebabkan kekambuhan berikutnya. Lebih jauh lagi, sekitar sepertiga penderita
skizofrenia tidak respon terhadap pengobatan anti-psikotik, baik sendiri atau bersamaan
dengan konseling psikodinamik dan farmakoterapi lainnya [18].
Namun saat ini terdapat bukti yang semakin banyak mengenai beberapa
mekanisme fisiologis seperti stres oksidatif, metabolisme satu karbon ,dan respons
atipikal yang dimediasi imunitas pada individu dengan skizofrenia, bukan semata-mata
patofisiologi dopaminergik sesuai hipotesis DA. Selanjutnya, manifestasi patofisiologis
yang berbeda tersebut dapat diperbaiki melalui strategi penanganan nutrisi. Oleh karena
itu, artikel ini bertujuan untuk menguraikan secara singkat mekanisme penyumbang yang
mendasar tersebutyang telah diamati pada pasien dengan didiagnosis skizofrenia serta
meninjau bukti penelitian dan klinis yang telah mengevaluasi intervensi nutrisi selain
pengobatan anti-psikotik untuk skizofrenia.

Metode
Hanya penelitian penilaian oleh sejawat yang dipertimbangkan. Desain penelitian pada
manusia meliputi Tinjauan Sistematik, Percobaan Terkontrol Acak (double blind atau
sebaliknya), studi kohort, Studi Kasus Terkendali dan Laporan Kasus. Pubmed, Google
Scholar and Science Direct digunakan untuk mencari penelitian yang relevan terkait
dengan skizofrenia dan nutrisi. Selain itu, referensi ditindaklanjuti dan dokumen kunci
diperoleh. Pencarian awal (replikasipada semua database) menggabungkan skizofrenia
dengan persyaratan dan sinonim, ejaan alternatif dan singkatan berikut:
1. Pencarian Gizi: nutrisi; Vitamin A, B (semua B-Vitamin dan Sinonimnya), C, D, E;
Omega 3 dan Omega 6 Asam lemak tak jenuh ganda (serta semua sinonim dan singkatan:
misalnya EFA, GLA, EPA dll.);
2. Pencarian Anti-Oksidan: Asam-alfa-lipoat; melatonin
3. Pencarian Metilasi: metilasi; Folat; methyfolate; metabolisme satu karbon; Vitamin
(semua B-Vitamin dan sinonim); Vitamin C, E;
4. Pencarian Gluten: Penyakit Celiac; Intoleransi gluten; Gluten;

Dengan menindaklanjuti publikasi penulis utama, N-Acetyl Cysteine &


Glutathione, dan L-Theanine diidentifikasi sebagai topik yang terkait, dan setelah dua
pencarian ditambahkan:
1. Dari Ritsner: L-Theanine
2. Dari Berk, M.S.: N-Acetyl Cysteine; Glutathione
Istilah pencarian dikombinasikan dengan ANDs logis yang sesuai, dan juga
dikombinasikan dengan istilah (dengan sinonim, singkatan dan ejaan alternatif) yang
mendeskripsikan desain penelitian untuk mempersempit hasil pencarian yang sesuai:
misalnya Percobaan terkontrol acak, kohort, dll. (Silakan lihat berkas tambahan 1 untuk
rincian studi terkontrol yang diulas di bawah ini dan berkas tambahan 2 untuk interaksi
nutrisi/obat).

Stres oksidatif dan manfaat suplementasi


Stres oksidatif terjadi ketika kapasitas pertahanan antioksidan suatu organisme tidak
mampu menyeimbangkan produksi spesies oksigen reaktif (ROS) dan spesies nitrogen
reaktif (RNS), yang dihasilkan dari metabolisme oksidatif normal [19]. Terdapat
peningkatan bukti yang menunjukkan terjadinya stres oksidatif pada penderita skizofrenia
[20-22]. Secara keseluruhan, bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa terdapat
disregulasi metabolisme radikal bebas, khususnya perubahan dalam kinerja sistem
antioksidan enzimatik dan nonenzimatik setidaknya pada subkelompok penderita
skizofrenia [20,22,23]. Selain itu, stres oksidatif dikaitkan dengan sejumlah mekanisme
patofisiologis seperti inflamasi, disfungsi mitokondria, peroksidasi lipid, kerusakan DNA
dan apoptosis serta hipoaktivitas reseptor N-methyl-D-aspartat [22-24]. Berdasarkan
temuan tersebut, manfaat pengobatan antioksidan sebagai tambahan terhadap terapi
standar dieksplorasi pada orang dengan skizofrenia, seperti yang dijelaskan di bawah ini.

N-acetyl cysteine (NAC)


Glutathione (GSH) adalah antioksidan penting dan pemakan radikal bebas yang telah
ditemukan menurun di otak penderita skizofrenia [25,26]. Meskipun suplemen GSH oral
memiliki bioavailabilitas yang buruk [27], N-Acetyl Cysteine (NAC) telah terbukti
berhasil meningkatkan kadar glutathione plasma pada penderita skizofrenia [28]. Dalam
sebuah penelitian kasus pada seorang wanita berusia 24 tahun dengan skizofrenia
paranoid kronis dan memburuk yang umumnya tidak responsif terhadap pengobatan anti-
psikotik, penambahan suplemen NAC memperbaiki gejala pasien dalam tujuh hari. Selain
gejala spesifik skizofrenia, perbaikan secara spontan terhadap keterampilan sosial dan
hubungan keluarga diamati baik oleh pasien maupun anggota keluarga. RCT termasuk 42
peserta dengan skizofrenia, yang mengalami fase gejala akut, yang secara acak
menerima NAC hingga2 g/hari yang dapat ditambahkan risperidone hingga 6 mg/hari
selama 8 Minggu sebagai intervensi tambahan; perbaikan yang signifikan pada gejala
negatif yang ditemukan dalam kelompok perlakuan aktifdibandingkankontrol tapi tidak
pada psikopatologi positif atau umum [29]. Selain itu, peserta RCT yang lebih besar yaitu
sebanyak 140 peserta diamati mengalami perbaikan yang signifikan pada seluruh gejala,
serta gejalanegatif dan umum skizofrenia pada kelompok suplementasi NAC (2 g/hari ;
Selain obat antipsikotik) dibandingkan dengan kelompok plasebolebih dari periode 24
Minggu, tetapi bukan gejala positif [30]. Khususnya, setelah periode washout
(pembersihan obat dari tubuh setelah dihentikan) selama 4 minggu efek menguntungkan
tersebut berkurang, kecuali pada skor keparahan klinis.

Alpha lipoic acid (ALA)


Alpha lipoic acid (ALA) adalah antioksidan kuat lainnya yang melintasi sawar darah otak
dan melakukan fungsi serupa dengan GSH. Usaha awal di tahun 1950 menunjukkan
suplementasi ALA yang menjanjikan [31]. Penelitian yang lebih baru telah berfokus pada
efek samping obat anti-psikotik tradisional seperti penambahan berat badan. Misalnya,
Kim et al. [32] mengusulkan agar ALA dapat memperbaiki pertambahan berat badan
dengan memodulasi aktivitas protein kinase adenosin monofosfat pada hipotalamus dan
jaringan perifer pada penderita skizofrenia yang diberi terapi anti-psikosis karena enzim
tersebut terlibat dengan homeostasis energi seluler [33]. Dalam rangkaian kasus lima
individu dengan skizofrenia yang diberikan tambahan ALA, setelah 12 minggu peserta
kehilangan jumlah berat secara statistik, kadar kolesterol total berkurang dan peningkatan
energi dilaporkan sebesar 60% dari sampel; Namun, gejala skizofrenia tidak membaik
dari awal sampai tindak lanjut setelahnya [32]. Oleh karena itu, dalam data yang terbatas
ini, ALA mungkin bermanfaat dalam menangkal beberapa efek samping pengobatan anti-
psikotik yang berpotensi menyulitkan, yang pada gilirannya dapat membantu kepatuhan
terhadap pengobatan. Selanjutnya dalam sebuah komentar mengenai topik Seybolt
mendorong komunitas ilmiah untuk berfokus pada sub-kelompok genetik (misalnya
responden dan non-responden) sehingga pengobatan ALA yang ditargetkan dapat
dikembangkan secara khusus untuk para respondensehingga mengurangi gejala dan
meningkatkan kemampuan fungsional [34 ].

Melatonin (N-acetyl-5-methoxytryptamine)
Melatonin (N-acetyl-5-methoxytryptamine) adalah senyawa alami yang berperan penting
dalam siklus bangun-tidur (ritme sirkadian) dan juga merupakan antioksidan kuat sebagai
pemakam radikal bebas bebas dan stimulator enzim antioksidan [35] . Selain itu,
melatonin meningkatkan glutathione intraselular (GSH) dan menstabilkan membran
seluler [35]. Sekresi melatonin nokturnal ditemukan menurun pada pasien dengan
skizofrenia bebas obat dan hal tersebut tidak membaik meskupun telah menerima
pengobatan obat anti-psikotik [36-38]. Hal tersebut mungkin setidaknya menjelaskan
sebagian mengapa insomnia adalah gejala perifer yang umum dilaporkan pada
skizofrenia [39]. Dalam hal suplementasi, RCT kecil dari 19 pasien mengevaluasi
keefektifan melatonin sebagai tambahan terhadap perawatan medis standar selama tujuh
minggu [40]. Ditemukan bahwa efisiensi tidur meningkat secara signifikan pada mereka
yang menerima suplemen melatonin dan paling efektif pada orang dengan efisiensi tidur
terburuk. Demikian pula pada RCT yang lebih besar dari 40 peserta, kelompok melatonin
yang mengalami peningkatan melaporkan peningkatan kualitas tidur dan juga
meningkatkan kesegaran saat bangun, mood membaik, dan fungsi siang hari yang lebih
baik [41]. Meskipun perbaikan kualitas tidur ini mungkin tidak berdampak langsung pada
gejala utama skizofrenia, fungsi yang meningkat dan mood yang membaik masih
merupakan penemuan penting untuk kondisi yang sulit diobati ini. Akhirnya, dalam
tinjauan literatur yang sistematis, Anderson dan Maes melangkah lebih jauh dengan
menyarankan bahwa sekresi melatonin yang berkurang menyumbang etiologi dan
patofisiologi pada pasien skizofrenia dan harus dipertimbangkan dalam pendekatan
pengobatan tidak hanya untuk mengatasi gejala tetapi juga pada kontrol terhadap efek
samping metabolik pengobatan anti-psikotik [42].
Terakhir adalah karena beberapa anti-psikotik, khususnya olanzapine, penurunan
melatonin yang dapat menyebabkan disregulasi metabolik dan penambahan berat badan
yang dialami oleh pasien yang memakai obat ini [43]. Sebenarnya dalam RCT yang
termasuk pasien skizofrenia dan gangguan bipolar, penambahan melatonin pada
pengobatan antipsikotik generasi kedua selama delapan minggu menentukan apakah
melatonin dapat mengurangi efek metabolik yang merugikan yang dihasilkan oleh obat
tersebut [44]. Dibandingkan dengan plasebo, kelompok melatonin mengalami
peningkatan tekanan darah diastolik dan kenaikan berat badan yang melemahkan,
walaupun individu dengan gangguan bipolar mengamati efek metabolik menguntungkan
dari melatonin pada massa lemak.

Vitamin C dan E
Vitamin C (asam askorbat) dan E (a-tocopherol) adalah diet antioksidan nonenzimatik
yang mungkin bermanfaat dalam mengatasi stres oksidatif pada skizofrenia saat mereka
melepaskan reaksi berantai dari radikal bebas [45]. Dalam RCT double-blind, 40 pasien
dengan skizofrenia diuji menggunakan serum malondialdehyde (MDA; satu penanda
peroksidasi lipid) dan asam askorbat plasma pada awal dan delapan minggu berikutnya
diberikan suplementasi dengan vitamin C [46]. Tingkat MDA serum yang tinggi dan
asam askorbat plasma yang rendah ditemukan dalam sampel secara keseluruhan namun
pada tindakanselanjutnya untuk normalisasi penanda tersebut hanya diamati pada
kelompok yang menerima vitamin C sebagai tambahan pengobatan anti-psikotik. Gejala
skizofrenia juga meningkat secara signifikan pada kelompok eksperimen dibandingkan
dengan mereka yang menerima plasebo. Studi awal menunjukkan penemuan yang
menjanjikan terkait dengan manfaat Vitamin E untuk pengobatan tardive dyskinesia (TD)
[47-50]. Namun, metaanalisis terbaru dari 11 RCT menyimpulkan bahwa tidak ada bukti
bahwa Vitamin E meningkatkan TD; Meskipun terdapatpenemuan terbatas yang
menunjukkan bahwa suplementasi vitamin E dapat mencegah perburukan TD [51]. Oleh
karena itu, menambahkan vitamin E dalam protokol pengobatan mungkin masih
bermanfaat bagi pasien yang mengalami gejala menyedihkan tersebut yang dapat timbul
dari pemakaian jangka panjang obat anti-psikotik.

Essential polyunsaturated fatty acids (PUFAs)


Asam lemak merupakan penyusun sekitar 50-60% dari berat kering otak manusia dewasa,
dimana 35% terdiri dari essential polyunsaturated fatty acids (PUFAs) [52]. EPUFA
adalah komponen penting fosfolipid yang terdiri dari membran sel khusus yang
memainkan peran sentral dalam fisiologi dan fungsi otak [53]. EPUFAs telah
dihipotesiskan sebagai faktor etiologi pada skizofrenia sejak tahun 1990an [54] karena
temuan yang menunjukkan kadar EPUFAs rendah di selaput sel darah merah [55,56] dan
otak penderita skizofrenia [57,58]. Selain stres oksidatif, ada beberapa saran lain
mengapa tingkat EPUFA menurun pada penderita skizofrenia termasuk metabolisme
membran neuron yang berubah [59] dan/atau disregulasi sistem pada respons inflamasi
[60]. Meskipun mekanisme pasti di balik berkurangnya tingkat EPUFAs sedang dalam
perdebatan, terdapat banyak penelitian yang menyelidiki keefektifan suplemen EPUFA
pada pasien dengan skizofrenia. Misalnya, pada orang dewasa muda yang mengalami
keadaan sub-awal psikosis, program suplementasi EPUFA omega-3 selama 12 minggu
yang terdiri dari 700 mg asam eicosapentaenoic (EPA), 480 mg asam dokosaheksaenoat
(DHA), 220 mg omega- 3 EPUFA (18: 3n3, 18: 4n3, 20: 4n3, 21: 5n3, dan 22: 5n3)
ditambah 7,6 mg tocopherol campuran (Vitamin E) menurunkan risiko perkembangan
gejala menjadi gangguan psikotik, dibandingkan dengan plasebo [ 61]. Pada orang
dewasa yang lebih tua dengan skizofrenia, tingkat yang lebih rendah dari asam lemak sel
darah merah ditemukan pada awal dibandingkan dengan kontrol [62]. Tingkat ini
meningkat secara signifikan pada follow up 4 bulan setelah suplementasi EPUFA omega-
3 dikombinasikan dengan vitamin C dan E serta dikaitkan dengan perbaikan
psikopatologi dan kualitas hidup. Hal penting dalam penelitian ini, peserta dengan
skizofrenia disesuaikan dengan kesehatan kontrol pada pola usia, jenis kelamin, etnisitas,
pola makan, dan gaya hidup sehingga perbedaan tingkat dasar EPUFA bukan karena
perbedaan kelompok [62]. Sebuah tinjauan terbaru menunjukkan bahwa tingkat asam
lemak telah terbukti menurun pada otak individu dengan skizofrenia, dan karena jenis
suplemen ini menunjukkan risiko kerugian yang rendah, penambahan EPUFA dalam
perawatan medis standar untuk orang-orang dengan skizofrenia mungkin bermanfaat
[63].

L-Theanine
L-Theanine (gamma-glutamylethylamide) adalah asam amino yang ditemukan pada
tanaman teh dan mungkin bermanfaat karena aktivitas antioksidannya, yaitu
kemampuannya untuk secara efektif menghambat peroksidasi [64] dan mengurangi reaksi
merugikandiinduksi doksorubisin yang terlibat dalam kerusakan oksidatif [65 ]. Selain
itu, L-Theanine juga telah diselidiki sebagai suplemen terapi tambahan bagi penderita
skizofrenia. Dalam penelitiandouble-blind randomised terkontrol menggunakan plasebo
selama 8 minggu yang mencakup 40 peserta yang didiagnosis dengan skizofrenia atau
gangguan schizoafektif, ditemukan bahwa dibandingkan dengan plasebo, tambahan terapi
antipsikotik dengan L-Theanine berhubungan dengan berkurangnya kecemasan,
psikopatologipositif dan umum, dibandingkan dengan plasebo [66]. Namun, gejala
negatif, fungsi neurokognitif objektif, fungsi umum, kualitas hidup dan efek samping
tidak berbeda dalam kelompok. Dalam hal mekanisme suplemen ini, tingkat sirkulasi
indikator neurokimia brain-derived neurotrophic factor (BDNF) dan cortisol-to-
dehydroepiandrosterone sulphate (DHEAS)*100 dalam rasio molar tampaknya terkait
dengan perbaikan klinis yang diamati pada gejala skizofrenia, walaupun alasan pasti
hubungan tersebut tidak jelas [67]. Miodownik dkk. menyatakan bahwa perubahan
tingkat BDNF serum dancortisol-toDHEAS*100 dalam rasio molar dapat memediasi efek
menguntungkan dari penambaha L-Theanine. Karena L-Theanine ditemukan aman dan
dapat ditolerir dengan baik dalam percobaan [66], tampaknya terdapatkebenarandalam
penggunaannya; Namun penelitian skala besar dan replikasi diperlukan untuk lebih
memperjelas peran asam amino ini dalam pengobatan skizofrenia.
Metabolisme satu karbon dan vitamin B
Pengamatan awal bahwa penyimpangan senyawa metilen tertentu dapat mempengaruhi
keadaan mental diusulkan pada tahun 1950an [68] dan kemudian disempurnakan menjadi
hipotesis siklus satu karbon dari skizofrenia [69]. Saat ini, reaksi metilasi diketahui
memiliki pengaruh yang sangat kompleks pada mesin biokimia dan selulersertamewakili
mekanisme biokimia luas [70]. Selanjutnya, peningkatan kadar homosistein (asam amino
beracun yang diproduksi secara berlebihan selama proses metilasi abnormal [71]) telah
diamati pada individu dengan skizofrenia [72]. Bidang utama yang diusulkan sebagai
faktor dalam etiologi skizofrenia dengan kaitan metabolisme satu karbon meliputi sintesis
DNA yang salah/abnormal, regulasi gen, fluiditas membran, fungsi sinaptik, dan sintesis
neurotransmitter [70,73-75].

Suplementasi vitamin B dan folat


Metabolisme folat merupakan mekanisme sentral dalam metabolisme satu karbon dimana
ia berinteraksi dengan siklus metionin dan reaksi transmetilasi [76]. Penelitian yang
mengukur tingkat serum folat pada pasien dengan skizofrenia secara konsisten
menemukan tingkat yang jauh lebih rendah pada mereka yang mengalami kelainan
dibandingkan dengan peserta kontrol [77-79]. Namun, tingkat yang rendah ini mungkin
tidak secara eksklusif akibat asupan makanan karena penelitian terbaru telah menemukan
hubungan pada varian empat gen yang terkait dengan metabolisme folat dimana varian
genetik yang berfungsi rendah dikaitkan dengan peningkatan tingkat gejala negatif [80].
Oleh karena itu, Roffman dkk. membuktikan bahwa suplementasi folat sebagai tambahan
terapi anti-psikotik mungkin bermanfaat bagi mereka yang memiliki kerentanan genetik
[80]. RCTawal yaang menggunakan suplementasi dengan methylfolate disamping
pengobatan standar, diilustrasikan dengan adanya perbaikan klinis pada orang dengan
skizofrenia atau depresi berat (33% di antaranya memiliki defisiensi folat definitif atau
terbatas) selama periode 6 bulan [81]. Dalam skala besar RCT dari 140 peserta dengan
skizofrenia, Roffman dkk. mengacak pasien dengan asam folat (2 mg) dan vitamin B12
(400 mcg) atau plasebo selama 16 minggu. Kelompok perlakuan aktif menunjukkan
perbaikan pada gejala negatif namun hanya jika genotipe yang sebelumnya dikaitkan
dengan tingkat gejala negatif yang telah diperhitungkan. [82]. Demikian pula, manfaat
suplemen folat pada gejala negatif hanya terungkap setelah sampel dikelompokkan
menurut genotipe; pasien yang memiliki paling sedikit satu salinan varian fungsi rendah
dari gen methylenetetrahydrofolate reductase (MTHFR) menunjukkan perbaikan gejala
negatif yang lebih besar dibandingkan kelompok plasebo. Sebenarnya varian ini telah
dikaitkan dengan onset skizofrenia [83].
Suplementasi folat juga telah terbukti mengurangi kadar homosistein pada
individu dengan skizofrenia. Dalam rancangan crossover, double blind, placebo
terkontrol, acak pasien dengan tingkat homosistein tinggi diberi asam folat oral, B-12,
dan pyridoxine selama tiga bulan, diikuti oleh plasebo [84]. Tingkat homosistein
menurun selama fase suplemen dalam penelitian dan dikaitkan dengan perbaikan klinis
pada gejala dan kinerja neurokognitif. Oleh karena itu, penanganan tambahan dengan
vitamin B tampak menjanjikan pada orang dengan kadar homosistein tinggi dan juga
pada orang dengan predisposisi genetik terhadap metabolisme folat yang abnormal.
Sebenarnya Roffman dkk. [80] mengusulkan bahwa genotip berdasarkan gen spesifik
yang memainkan peran penting dalam jalur metabolisme folat dan juga sistem metilasi
yang lebih luas dapat menyebabkan strategi pengobatan nutrisi ditargetkan untuk
penderita skizofrenia.

Respons yang dimediasi imunitas dan manfaat terapeutik dari makanan bebas
kasein dan gluten
Penyakit seliak (CD) adalah kondisi yang dimediasi oleh kekebalan tubuh yang
menyebabkan radang mukosa usus halis sehingga terjadi kerusakan, hilangnya villi
penyerapan dan pada akhirnya terjadi malabsorbsi nutrisi [85]. CD dipicu oleh gliadin,
protein yang ditemukan dalam gluten gandum, dan protein larut alkohol lainnya
(prolamine) yang terkandung dalam jelai dan gandum hitam [86]. Penghapusan gluten
mengembalikan mukosa usus, mengatasi gejala, dan meningkatkan kualitas hidup
[86,87]. Hubungan antara skizofrenia dan CD pada anak-anak dan orang dewasa muda
diamati pada pengaturan klinis sejak tahun 1950an dan 60an [88,89]. Sebuah penelitian
casecontrolled berbasis populasi terbaru yang memperkirakan prevalensi angka
kehidupan dari berbagai gangguan autoimun pada skizofrenia menemukan bahwa mereka
yang memiliki kondisi tersebut 3,6 kali lebih mungkin didiagnosis dengan CD daripada
kontrol yang sesuai dengan sehat [90]. Dalam tinjauan bukti epidemiologi, Kalaydjian
dkk. mencatat bahwa prevalensi rata-rata CD pada mereka dengan skizofrenia dalam
sebelas studi adalah 2,6%, dimana lebih tinggi dari perkiraan 1% kasus CD yang
didiagnosis pada populasi umum [91]. Namun, penelitian telah mengidentifikasi bahwa
respon imunitas anti-gliadin pada skizofrenia mungkin memiliki spesifisitas antigenik
yang berbeda, tidak tergantung pada aktivitas enzim transglutaminase yang ditemukan
pada pasien dengan CD [92]. Pada beberapa individu dengan skizofrenia dan kondisi
kejiwaan lainnya seperti gangguan kecemasan, depresi dan mood, gangguan attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD) dan kelainan spektrum autisme, kepekaan CD dan
gluten mungkin terlibat dalam gangguan permeabilitas usus dan kelainan imunologis,
yang menyebabkan gejala neurologis. dan psikiatri [93].

Diet eksklusi sebagai tambahan untuk pengobatan anti-psikotik


Beberapa penelitian telah menemukan gejala yang signifikan setelah mengikuti diet bebas
gluten untuk penderita skizofrenia, di samping perawatan standar. Usaha awal oleh
Dohan menemukan terjadinya perbaikan klinis pada 62% pasien pria yang menerima diet
bebas susu dan sereal [94]. Pasien dalam diet tersebut dipindahkan dari tempat rawat inap
yang terkunci ke bangsal terbuka setelah rata-rata tujuh hari; Sebagai perbandingan,
hanya 36% pria yang menjalani diet sereal tinggi cocok dipindahkan ke tempat yang
kurang aman dalam jangka waktu tersebut. Sebuah penelitian lanjutan dengan meniru
hasil tersebut juga menemukan bahwa mereka yang menggunakan makanan bebas susu
dan sereal beralih dari tempat terkunci ke bangsal terbuka dua kali lebih cepat dari pasien
yang mengkonsumsi makanan sereal tinggi [95].Pemberitaan saat gluten ditambahkan ke
diet eksperimental (tanpa pengetahuan pasien atau staf) efeknya hilang dalam kedua
penelitian tersebut. Penemuan yang sama diamati pada 14 peserta yang diberi diet bebas
susu dan sereal selama enam minggu dan tantangan gandum buta berikutnya [96].
Perbaikan 30 dari 30 ukuran psikopati, penghindaran dan partisipasi sosial berkurang saat
gluten diperkenalkan pada makanan namun kembali dengan gandum telah dihapus lagi.
Namun, penelitian lain menunjukkan hasil yang beragam atau tidak signifikan [97-101],
menyimpulkan bahwa diet eksklusi mungkin hanya bermanfaat bagi subkelompok
penderita skizofrenia. Selanjutnya, seperti semua intervensi yang diuraikan dalam
makalah ini, pengenalan diet eksklusi hanya boleh dianggap sebagai tambahan terhadap
pengobatan farmakologis tradisional.

Vitamin D sebagai faktor risiko berkembangnya skizofrenia


Telah dihipotesiskan bahwa vitamin D prenatal yang rendah adalah faktor risiko
timbulnya skizofrenia dengan onset saat dewasa, karena kekurangan vitamin dan hormon
steroid yang larut dalam lemak tetsebut dapat berdampak negatif pada perkembangan
otak janin [102]. Penelitian yang menggunakan hewan sebagai model telah menunjukkan
bahwa vitamin D prenatal yang rendah mengubah perkembangan otak [103]. Data
Epidemiologi seperti musim kelahiran (prevalensi orang dengan skizofrenia yang lebih
tinggi diamati lahir pada musim dingin [104]), pada kelahiran di perkotaan [105], tingkat
skizofrenia yang lebih tinggi pada kelompok migran [106] dan gizi buruk sebelum
melahirkan [107] dikutip sebagai dukungan untuk hipotesis ini [108.109]. Dalam sebuah
penelitian kohort kelahiran berskala besar pada 9.114 orang di Finlandia, penggunaan
suplemen vitamin D pada tahun pertama kehidupan dikaitkan dengan penurunan risiko
skizofrenia pada usia 31 tahun, dengan dosis yang lebih tinggi terlihat lebih bermanfaat
daripada jumlah yang lebih rendah [ 110]. Namun, temuan ini hanya diamati pada pria,
bukan wanita. Sebaliknya dalam sebuah penelitian yang hanya melihat wanita saja,
mereka yang memiliki asupan diet vitamin D tertinggi memiliki risiko 37% lebih rendah
untuk mengembangkan gejala seperti psikotik dibandingkan wanita dengan asupan
terendah, saat mengendalikan usia, total asupan energi, negara kelahiran , BMI dan
asupan makanan dengan vitamin B12 [111]. Namun, terdapat bukti bahwa dosis tinggi
vitamin D tidak harus bersifat protektif; pada 424 pasangan yang cocok dari kohort
berbasis populasi, sebuah hubungan dua arah muncul di mana peserta dengan tingkat
vitamin D terendah dan tertinggi meningkatkan risiko skizofrenia. Oleh karena itu,
hubungan antara vitamin D dan skizofrenia memerlukan penyelidikan lebih lanjut, w
alaupun sebuah tinjauan baru-baru ini terhadap bukti menyimpulkan bahwa kadar vitamin
D yang adekuat dibutuhkan untuk perkembangan dan fungsi otak normal dan selanjutnya
kelompok berisiko harus ditawarkan untuk mendapatkan suplementasi [112] .
Kesimpulan
Skizofrenia adalah gangguan yang menghancurkan, kompleks, dan melumpuhkan,
dimana pengobatan ortodoks saat ini (pengobatan anti-psikotik dengan atau tanpa bentuk
terapi psikodinamik atau bentuk terapi lain) memiliki khasiat terbatas pada beberapa
pasien dan seringkali disertai efek samping yang berat sehingga memerlukan pengobatan
lebih lanjut, yang menyebabkan kepatuhan yang buruk. Tinjauan ini telah menyoroti
sejumlah mekanisme penyumbang yang mungkin, termasuk stres oksidatif, metabolisme
satu karbon, kekurangan asam lemak esensial, dan respons yang dimediasi imunitas yang
telah diamati pada individu dengan skizofrenia, dan mendokumentasikan intervensi
nutrisi yang diusulkan untuk memodifikasi penyimpangan tersebut. Strategi nutrisi
menawarkan janji sebagai terapi tambahan untuk terapi farmakologi dan berisiko kecil
membahayakan pasien. Namun, perlu dicatat bahwa kemungkinan intervensi nutrisi 'satu
ukuran cocok untuk semua' untuk pengobatan skizofrenia sangat lemah karena
heterogenitas patofisiologi yang mendasarinya kondisi tersebut. Oleh karena itu,
pendekatan yang lebih bermanfaat untuk mengobati penderita skizofrenia dapat
dipersonalisasi, dimana terapi nutrisi dapat memainkan peran penting. Dalam perawatan
individual tersebut, pasien akan diuji terlebih dahulu untuk mendokumentasikan
kekurangan dan kelainan fisiologis dalam makalah ini, dengan tujuan untuk mengubah
temuan atipikal tersebut melalui perubahan dan suplementasi diet. Kami tidak
mengetahui adanya publikasi penelitian yang mengevaluasi pendekatan semacam itu
walaupun jenis perawatan tersebut ditawarkan oleh klinik swasta khusus. Penelitian di
masa depan harus berusaha untuk mengevaluasi pendekatan personal semacam itu
dengan baik karena tampaknya skizofrenia dapat menjadi spektrum kelainan, dan bukan
merupskan kelainan yang berbeda dengan mekanisme biokimia dan gejala identik,
mungkin karena pengaruh lingkungan dan genetika. Selanjutnya, penelitian tambahan
yang bertujuan untuk mengidentifikasi varian genetik yang terkait dengan gangguan jalur
biologis harus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman kita tentang kelainan
kompleks ini dan memandu program pengobatan untuk individual.
Catatan akhir
Harap dicatat bahwa ulasan ini tidak sesuai untuk meninjau mekanisme jalur biokimia
dan fisiologi secara mendalam karena hal tersebut berada di luar cakupan artikel. Silakan
merujuk ke daftar referensi untuk informasi lebih lanjut mengenai masing-masing
mekanisme yang termasuk dalam makalah ini.

TELAAH JURNAL

Judul
Nutritional Interventions For the Adjunctive Treatment of
Schizophrenia : a brief review

Penulis Megan Anne Arroll1*, Lorraine Wilder2 and James Neil2

Publikasi Arrol et al. Nutrition Journal 2014

Penelaah DM FK UWKS PROBOLINGGO

Tanggal 10 NOVEMBER 2017


telaah
DESKRIPSI JURNAL

No. Komponen Uraian


1 Introduction Judul:
Sesuai dengan isi penelitian

Abstrak:
Dapat menggambarkan isi jurnal: tujuan, metode pen
elitian, subjek, hasil penelitian, kesimpulan

Pendahuluan:
Dapat menjelaskan latar belakang dilakukannya pene
litian, tujuan penelitian, dan masalah yang ada

Interpretasi:

2 Methods Hanya penelitian penilaian oleh sejawat yang diperti


mbangkan. Desain penelitian pada manusia meliputi
Tinjauan Sistematik, Percobaan Terkontrol Acak (d
ouble blind atau sebaliknya), studi kohort, Studi Kas
us Terkendali dan Laporan Kasus. Pubmed, Google
Scholar and Science Direct digunakan untuk mencari
penelitian yang relevan terkait dengan skizofrenia d
an nutrisi. Selain itu, referensi ditindak lanjuti dan do
kumen kunci diperoleh.
3 Result Strategi nutrisi menawarkan janji sebagai terapi
tambahan untuk terapi farmakologi dan berisiko
kecil membahayakan pasien. Namun, perlu dicatat
bahwa kemungkinan intervensi nutrisi 'satu ukuran
cocok untuk semua' untuk pengobatan skizofrenia
sangat lemah karena heterogenitas patofisiologi yang
mendasarinya kondisi tersebut. Oleh karena itu,
pendekatan yang lebih bermanfaat untuk mengobati
penderita skizofrenia dapat dipersonalisasi, dimana
terapi nutrisi dapat memainkan peran penting.
4 Analyze
5 Discussion
6 Conclusion . Skizofrenia adalah gangguan yang
menghancurkan, kompleks, dan melumpuhkan,
dimana pengobatan ortodoks saat ini (pengobatan
anti-psikotik dengan atau tanpa bentuk terapi
psikodinamik atau bentuk terapi lain) memiliki
khasiat terbatas pada beberapa pasien dan seringkali
disertai efek samping yang beratsehingga
memerlukan pengobatan lebih lanjut, yang
menyebabkan kepatuhan yang buruk. Tinjauan ini
telah menyoroti sejumlah mekanisme penyumbang
yang mungkin, termasuk stres oksidatif, metabolisme
satu karbon, kekurangan asam lemak esensial, dan
respons yang dimediasi imunitas yang telah diamati
pada individu dengan skizofrenia, dan
mendokumentasikan intervensi nutrisi yang
diusulkan untuk memodifikasi penyimpangan
tersebut
DAFTAR PUSTAKA

Arrol, A. M., Wilder, L., and Neil, J., 2014, Nutrional Interventions for the Adjunctive
Treatment of Schizophrenia, Nutrion Journal (13):93,
http://www.nutrionj.com/content/13/1/91

Anda mungkin juga menyukai