Manajemen puncak harus menentukan dan mendokumentasikan kebijakan lingkungan yang sesuai dengan kegiatan, produk atau jasa organisasi yang bersangkutan. Organisasi harus mempunyai komitmen terhadap : penataan peraturan perundang-undangan dan persyaratan yang berkesinambungan. Berry dan Rondinelly (1998) dalam Ja’far S dan Arifah (2006) menjelaskan bahwa ada beberapa kekuatan yang mendorong perusahaan untuk melakukan tindakan manajemen lingkungan. Faktor-faktor tersebut adalah : 1. Regulatory demand, tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan muncul sejak 30 tahun terakhir ini, setelah masyarakat meningkatkan tekanannya kepada pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah sebagai dampak meluasnya polusi. Perusahaan merasa penting untuk bisa mendapatkan penghargaan dibidang lingkungan, dengan berusaha menerapkan prinsip-prinsip TQEM secara efektif, misalnya dengan penggunaaan teknologi pengontrol polusi melalui penggunaan clean technology. Berbagai macam regulasi tentang lingkungan belum mampu menciptakan win-win solution diantara pihak terkait dalam menciptakan inovasi dan persaingan serta tingkat produktivitas yang tinggi terhadap seluruh perusahaan. 2. Cost factors, adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, akan membawa konsekuensi munculnya biaya pengawasan kualitas yang tinggi, karena semua aktivitas yang terlibat dalam proses produksi perlu dipersiapkan dengan baik. Hal ini secara langsung akan berdampak pada munculnya biaya yang cukup tinggi, seperti biaya sorting bahan baku, biaya pengawasan proses produksi, dan biaya pengetesan. Konsekuensi perusahaan untuk mengurangi polusi juga berdampak pada munculnya berbagai biaya, seperti penyediaan pengolahan limbah, penggunaan mesin yang clean technology, dan biaya pencegahan kebersihan. 3. Stakeholder forces, strategi pendekatan proaktif terhadap manajemen lingkungan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen, yakni mengurangi limbah dan mengurangi biaya produksi, demikian juga respon terhadap permintaan konsumen dan stakeholder. 4. Competitive requirements, semakin berkembangnya pasar global dan munculnya berbagai kesepakatan perdagangan sangat berpengaruh pada munculnya gerakan standarisasi manajemen kualitas lingkungan. Berbagai dorongan timbul yang mengkondisikan perusahaan untuk melakukan manajemen lingkungan secara proaktif. Sistem manajemen proaktif merupakan sistem manajemen lingkungan yang komprehensif yang terdiri dari kombinasi lima pendekatan, yaitu : meminimalkan dan mencegah waste, manajemen demand side, design lingkungan, product stewardship dan akuntansi full-costing.
2. Memahami keterbatasan dari banyak keberadaan sistem akuntansi manajemen
Umumnya mayoritas diterima bahwa sistem akuntansi manajemen ditempatkan dengan sedikit pembayaran organisasi atau tidak ada perhatian untuk setiap bentuk sifat biaya lingkungan dari operasi suatu organisasi. Hal ini memiliki arti bahwa beberapa kesempatan untuk mengurangi biaya lingkungan (bagaimanapun didefinisikan) telah hilang. Sebagaimana United Nations Divisiob for Sustainable Development (2001) mengatakan : “ Pengalaman menunjukan bahwa manajer lingkungan hampir tidak mempunyai akses terhadap dokumen akuntansi biaya aktual dari perusahaan dan hanya menyadari satu fraksi kecil biaya lingkungan agregat. Pada sisi lain, (keuangan) telah memiliki banyak informasi tetapi tidak mampu untuk memisahkan bagian lingkungan tanpa petunjuk lebih lanjut. Sebagai tambahan, hanya terbatas pada pemikiran dengan kerangka kerja akun. Juga, dua departemen cenderung mempunyai satu masalah bahasa yang menjengkelkan”. Terpisah dari masalah- masalah terkait dengan komunikasi yang lemah diantara departemen lingkungan dan departemen akuntansi (oleh karenanya, mereka secara spesifik tidak “berbicara”), sering diam, kesempatan untuk mengurangi biaya lingkungan telah hilang. Ini disebabkan akibat komunikasi yang lemah diantara departemen akuntansi.