Disusun Oleh :
MALANG
2016
MASA NIFAS
1. DEFINISI
Masa nifas atau masa yang disebut juga masa post partum atau puerperium
adalah dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama enam minggu
(Suherni, 2008).
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta,
serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti
sebelum hamil dengan waktu kurang lebih dari enam minggu (Saleha, 2009).
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai
alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas
berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Ambarwati, 2010). Ada 4 masalah utama
yaitu: perdarahan post partum, infeksi masa nifas, tromboemboli, depresi pasca
persalinan. Hal yang sama diungkapkan oleh Saifuddin (2008), nifas adalah masa
yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas ini berlangsung selama kira-kira
6 minggu. Pada masa ini terjadi perubahan-perubahan fisiologi, yaitu:
a. Perubahan fisik
b. Involusi uterus dan pengeluaran lokhea
c. Laktasi atau pengeluaran air susu ibu
d. Perubahan sistem tubuh lainnya
e. Perubahan psikologi
6. Manajemen Laktasi
1. Pengertian
a. Manajemen laktasi merupakan segala daya upaya yang dilakukan
untuk membantu ibu mencapai keberhasilan dalam menyusui bayinya.
Usaha ini dilakukan terhadap ibu dalam 3 tahap, yaitu pada masa
kehamilan (antenatal), sewaktu ibu dalam persalinan sampai keluar
rumah sakit (perinatal), dan pada masa menyusui selanjutnya sampai
anak berumur 2 tahun (postnatal) (Perinasia, 2007).
b. Manajemen laktasi adalah suatu upaya yang dilakukan oleh ibu, ayah,
dan keluarga untuk menunjang keberhasilan menyusui (Prasetyono,
2009).
2. Langkah-langkah Kegiatan Manajemen Laktasi
a. Masa Kehamilan (Antenatal).
1) Memberikan komunikasi, informasi dan edukasi mengenai
manfaat dan keunggulan ASI, manfaat menyusui bagi ibu, bayi
dan keluarga serta cara pelaksanaan management laktasi.
2) Menyakinkan ibu hamil agar ibu mau dan mampu menyusui
bayinya.
3) Melakukan pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan payudara. Di
samping itu, perlu pula dipantau kenaikan berat badan ibu hamil
selama kehamilan.
4) Memperhatikan kecukupan gizi dalam makanan sehari-hari
termasuk mencegah kekurangan zat besi. Jumlah makanan
sehari-hari perlu ditambah mulai kehamilan trimester ke-2 (minggu
ke 13-26) menjadi 1-2 kali porsi dari jumlah makanan pada saat
sebelum hamil untuk kebutuhan gizi ibu hamil.
5) Menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan. Penting
pula perhatian keluarga terutama suami kepada istri yang sedang
hamil untuk memberikan dukungan dan membesarkan hatinya
bahwa kehamilan merupakan anugerah dan tugas yang mulia.
b. Saat segera setelah bayi lahir.
1) Dalam waktu 30 menit setelah melahirkan, ibu dibantu dan
dimotivasi agar mulai kontak dengan bayi (skin to skin contact) dan
mulai menyusui bayi. Karena saat ini bayi dalam keadaan paling
peka terhadap rangsangan, selanjutnya bayi akan mencari
payudara ibu secara naluriah.
2) Membantu kontak langsung ibu-bayi sedini mungkin untuk
memberikan rasa aman dan kehangatan.
c. Masa Neonatus
1) Bayi hanya diberi ASI saja atau ASI Eksklusif tanpa diberi minum
apapun.
2) Ibu selalu dekat dengan bayi atau di rawat gabung.
3) Menyusui tanpa dijadwal atau setiap kali bayi meminta (on
demand).
4) Melaksanakan cara menyusui (meletakan dan melekatkan) yang
baik dan benar.
5) Bila bayi terpaksa dipisah dari ibu karena indikasi medik, bayi
harus tetap mendapat ASI dengan cara memerah ASI untuk
mempertahankan agar produksi ASI tetap lancar.
6) Ibu nifas diberi kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) dalam
waktu kurang dari 30 hari setelah melahirkan.
d. Masa menyusui selanjutnya (post neonatal).
1) Menyusui dilanjutkan secara eksklusif selama 6 bulan pertama
usia bayi, yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa makanan atau
minuman lainnya.
2) Memperhatikan kecukupan gizi dalam makanan ibu menyusui
sehari-hari. Ibu menyusui perlu makan 1½ kali lebih banyak dari
biasanya (4-6 piring) dan minum minimal 10 gelas sehari.
3) Cukup istirahat (tidur siang/berbaring 1-2 jam), menjaga
ketenangan pikiran dan menghindari kelelahan fisik yang
berlebihan agar produksi ASI tidak terhambat.
4) Pengertian dan dukungan keluarga terutama suami penting untuk
menunjang keberhasilan menyusui.
5) Mengatasi bila ada masalah menyusui (payudara bengkak, bayi
tidak mau menyusu, puting lecet, dll ).
6) Memperhatikan kecukupan gizi makanan bayi, terutama setelah
bayi berumur 6 bulan; selain ASI, berikan MP-ASI yang cukup,
baik kualitas maupun kuantitasnya secara bertahap.
3. Manfaat Pemberian ASI
a. Manfaat ASI bagi bayi
1) Komposisi sesuai kebutuhan
2) Mudah dicerna dan diserap, mengandung enzim pencernaan
(maka sering merasa lapar)
3) Mengandung zat penangkal penyakit
4) Selalu berada dalam suhu yang tepat
5) Tidak menyebabkan alergi
6) Mencegah maloklusi / kerusakan gigi
7) Mengoptimalkan perkembangan
8) Meningkatkan hubungan ibu dan bayi
9) Menjadi orang yang percaya diri
10) Mengurangi kemungkinan berbagai penyakit kronik di kemudian
hari (DM, jantung, penyakit keganasan)
b. Manfaat ASI bagi ibu
1) Mencegah perdarahan pasca persalinan
2) Mempercepat involusi uterus
3) Mengurangi anemia
4) Mengurangi resiko Ca Ovarium & payudara
5) Memberikan rasa dibutuhkan
6) Mempercepat kembali ke berat semula
7) Sebagai metode KB sementara
Syarat :
a) Bayi berusia belum 6 bulan dan
b) Ibu belum haid kembali dan
c) Bayi diberi ASI eksklusif
c. Manfaat ASI bagi Keluarga
1) Menghemat biaya
2) Anak sehat, jarang sakit
3) Mudah pemberiannya
d. Manfaat ASI bagi Negara
1) Mengurangi devisa dalam pemberian susu formula
ASI dapat dianggap sebagai kekayaan nasional. Dengan
memberikan ASI maka dapat menghemat devisa sebesar Rp 8,6
milyar/ tahun yang seharusnya dipakai membeli susu formula.
2) Mengurangi subsidi untuk rumah sakit
Rawat gabung akan memperpendek lama perawatan ibu dan bayi
di rumah sakit sehingga mengurangi subsidi/biaya rumah sakit.
Selain itu, mengurangi infeksi nosokomial, mengurangi
komplikasi persalinan dan mengurangi biaya perawatan anak
sakit di rumah sakit.
3) Mengurangi morbiditas & mortalitas anak
Kandungan ASI yang berupa zat protektif dan nutrien di dalam ASI
yang sesuai dengan kebutuhan bayi, menjamin status gizi bayi
menjadi baik serta kesakitan dan kematian anak menurun.
4) Menghasilkan SDM yang bermutu
Anak yang mendapatkan ASI, tumbuh kembang secara optimal
sehingga akan menjamin kualitas generasi penerus bangsa.
4. Jenis-jenis ASI
Air susu ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling baik dan tepat
untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sehat bagi bayi (Soetjiningsih,
1997). Menurut waktu pengeluarannya, ASI pada masa laktasi dibedakan
menjadi tiga jenis yaitu kolostrum, Air Susu Peralihan dan Air Susu Matur:
a. ASI Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan yang pertama disekresi oleh
kelenjar payudara dari hari pertama sampai hari keempat (Purwanti,
2004). Cairan sifatnya kental dan berwarna kekuningan karena
mengandung beta karoten dan dibutuhkan oleh bayi baru lahir (Bobak,
2000). Kolostrum berwarna kuning keemasan disebabkan oleh
tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup. Kolostrum merupakan
pencahar (pembersih usus bayi) yang membersihkan mekonium
sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih dan siap
menerima ASI (Bobak, 2000). Hal ini menyebabkan bayi yang
mendapat ASI pada minggu pertama sering defekasi dan feces
berwarna hitam.
Kandungan tertinggi dalam kolostrum adalah antibodi yang siap
melindungi bayi ketika kondisi bayi masih sangat lemah. Kandungan
protein dalam kolostrum lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan
protein dalam susu matur. Jenis protein globulin membuat konsistensi
Kolostrum menjadi pekat ataupun padat sehingga bayi lebih lama
merasa kenyang meskipun hanya mendapat sedikit kolostrum.
Kandungan hidrat arang dalam kolostrum lebih rendah
dibanding ASI matur. Ini disebabkan oleh aktivitas bayi pada tiga hari
pertama masih sedikit dan tidak terlalu banyak memerlukan kalori. Total
kalori dalam kolostrum hanya 58 kal/100 ml kolostrum. Mineral
terutama natrium, kalium, dan klorida dalam kolostrum lebih tinggi
dibanding susu matur. Vitamin yang larut di air lebih sedikit. Lemak
kolostrum lebih banyak mengandung kolestrol dan lisotin sehingga bayi
sejak dini sudah terlatih mengolah kolestrol. Kolestrol ini di dalam tubuh
bayi membangun enzim yang mencerna kolestrol. Karena adanya
tripsin inhibitor, hidrolisis protein di dalam usus bayi menjadi kurang
sempurna. Hal ini sangat menguntungkan karena dapt melindungi bayi.
Bila ada protein asing yang masuk akan terhambat sehingga tidak
menimbulkan alergi. Kekebalan bayi bertambah dengan volume
kolostrum yang meningkat, akibat isapan bayi baru lahir secara terus
menerus. Hal ini yang mengharuskan bayi segera setelah lahir
diberikan kepada ibunya untuk ditempelkan ke payudara, agar bayi
dapat sesering mungkin menyusui.
b. ASI Peralihan
ASI peralihan diproduksi pada hari keempat sampai hari
kesepuluh. Komposisi ASI Peralihan memiliki protein makin rendah,
sedangkan lemak dan hidrat arang makin tinggi, dan jumlah volume
ASI semakin meningkat. Hal ini merupakan pemenuhan terhadap
aktvitas bayi yang mulai aktif karena bayi sudah beradaptasi terhadap
lingkungan. Pada masa ini, pengeluaran ASI mulai stabil begitu juga
kondisi fisik ibu. Keluhan nyeri pada payudara sudah berkurang. Oleh
karena itu, yang perlu ditingkatkan adalah kandungan protein dan
kalsium dalam makanan ibu.
c. ASI Matur
Air susu matur disekresi dari hari kesepuluh sampai
seterusnya. Air Susu Matur merupakan nutrisi yang terus berubah
disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai berumur 6 bulan. Air
Susu Matur merupakan cairan yang berwarna kekuning-kuningan
yang diakibatkan warna garam dan kalsium caseinat, riboflavin
dan karoten. Air Susu Matur ini mengandung antibodi, enzim, hormon
dan memiliki sifat biokimia yang khas yaitu kapasitas buffer yang
rendah dan adanya faktor bifidus.
SECTIO CAESARIA
1. Pengertian Sectio Caesaria
Sectio Caesarea (SC) adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding
abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histeretomi). Indikasi SC antara lain :
disproporsi janin-panggul, gawat janin, plasenta previa, riwayat SC, kelainan letak,
partus tak maju, kehamilan dengan resiko tinggi, pre-eklampsia dan hipertensi
(Cunningham, 2006).
Sectio Caesarea menurut (Wikjosastro, 2000) adalah suatu persalinan buatan
dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim
dengan syarat dinding dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.
Tindakan operasi caesar ini hanya dilakukan jika terjadi kemacetan pada
persalinan normal atau jika ada masalah pada proses persalinan yang dapat
mengancam nyawa ibu dan janin. Keadaan yang memerlukan operasi caesar, misalnya
gawat janin, jalan lahir tertutup plasenta (plasenta previa totalis), persalinan meacet,
ibu mengalami hipertensi (preeklamsia), bayi dalam posisi sungsang atau melintang,
serta terjadi pendarahan sebelum proses persalinan (Bobak, 2004).
Tujuan SC:
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio
caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika
perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio
caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan
pada placenta previa walaupun anak sudah mati.
5. Manifestasi klinis
Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yanglebih
koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan postpartum.
a. Nyeri akibat luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokheatidak banyak)
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml
f. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikanketidakmampuan
menghadapi situasi baru
g. Terpasang kateter urinarius
h. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
i. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
j. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanyakurang paham
prosedur
l. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan
6. Patofisiologi
(terlampir)
7. Pemeriksaan diagnostic
Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
Urinalisis / kultur urine
Pemeriksaan elektrolit
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya:
a. Penatalaksanaan secara medis
Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan sepertiAsam
Mefenamat, Ketorolak, Tramadol.
Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat.
Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain
Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
Kateterisasi
Pengaturan Diit
Makanan dan minuman diberikan setelah klien Flatus, diilakukan
secarabertahap dari minum air putih sedikit tapi sering. Makanan yang
diberikan berupa bubur saring, selanjutnya bubur, nasi tim dan makananbiasa.
b. Penatalaksanaan secara keperawatan
Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jampertama dan
30 menit pada 4 jam kemudian.
Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
Mobilisasi
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempattidur
dengan dibantu paling sedikit 2 kali.Pada hari keduapenderitasudah dapat
berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
Pembalutan luka ( Wound Dressing / wound care)
Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan padahari kelima
setelah operasi
9. Jenis-jenis Anestesi
Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai hilangnya
rasa sakit yang sifatnya sementara.Anestesi pada setiap keadaan membawa
problema-problema tersendiri sesuai dengan kondisi penderita, sebab obat-obat
anestesi bersifat depresi pada organ-organ vital.
1. Aspek farmakologik anestesi yaitu :
a. Narkotik dan analgesik;
b. Sedatif, hipnotik, dan neuroleptik;
c. Relaksasi otot-otot;
d. Vasokonstriktor dan vasopresor; dan
e. Oksitosik.
2. Teknik anestesi
a. Anestesi Umum adalah menghilangkan rasa nyeri secara sentral
yangdisertai dengan hilangnya kesadaran.
1) Fisiologi terjadinya anestesi
Obat anestetika masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian
menyebar ke jaringan, yang pertama terpengaruh adalah jaringan yang
kaya akan pembuluh darah yaitu otak sehingga kesadaran menurun atau
hilang, disertai hilangnya rasa nyeri dan lain-lain.
2) Cara pemberian obat :
a) Melalui rectum : Tiopental 10%, kloralhidrat
b) Intramuskular : ketamin HCl, diazepam
c) Intra vena : Tiopental 5%, 2,5% diazepam, ketamin
d) Perinhalasi : N2O, halotan, sevofluran
3) Kontra indikasi :
a) Kontra indikasi mutlak payah jantung.
b) Kontra indikasi relatif, tergantung kepada efek farmakologis dari obat
yang dipakai yaitu :
(1) Kelainan jantung : hindarkan pemakaian obat yang
mendepresimiokard, misalnya eter, tiopental dan halotan.
(2) Kelainan hepar : hindarkan obat yang dimetabolisme di hepar
(3) Kelainan ginjal : hindarkan obat yang diekresi di ginjal,
misalpetidin atau gallarmin, morfin.
(4) Kelainan paru : hindarkan obat-obat yang menyebabkan
hipersekresi saluran pernafasan yang mengakibatkan
pengentalan sekresi dalam paru misal : eter.
(5) Kelainan endokrin : pada diabetes melitus hindarkan pemakaian
obat yang merangsang simpatis karena menyebabkan
peninggian gula darah misal eter. (Latief, 2009).
4. Patofisiologi KPD
Terlampir
5. Manifestasi klinis KPD :
- Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri
pucat dan bergaris warna darah.
- Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit-
sedikit atau sekaligus banyak
- Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak. Cairan ini tidak
akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila
Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya
“mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara
- Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah
cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi
- Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering
- Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering
- Pasien biasanya menguluh perutnya bertambah kecil setelah ada cairan yang
merembes dari jalan lahir
7. Penatalaksanaan KPD
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya
infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.
a. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Preterm
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm berupa
penanganan konservatif, antara lain:
Rawat di Rumah Sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan
diusahakan bisa mencapai 37 minggu
Berikan antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari
Jika umur kehamilan < 32-34 minggu dirawat selama air ketuban masih keluar,
atau sampai air ketuban tidak keluar lagi
Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan
paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu. Sedian terdiri atas betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari
atau deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa (-):
beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada kehamilan 37 minggu
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi
Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin)Ketuban
pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa komplikasi
harus dirujuk ke rumah sakit.
b. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Aterm
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm berupa penanganan
aktif, antara lain:
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesaria. Dapat
pula diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan di
akhiri:
a. bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi. Jika tidak
berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
b. bila skor pelvik > 5 induksi persalinan, partus pervaginam.
Penatalaksanaan lanjutan
Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului kondisi
ibu yang menggigil.
Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum persalinan adalah
tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal. Pemantauan DJJ ketat
dengan alat pemantau janin elektronik secara kontinu dilakukan selama induksi
oksitosin untuk melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi.
Takikardia dapat mengindikasikan infeksiuteri.
Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan, perhatikan
juga hal-hal berikut:
o Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
o Bau rabas atau cairan di sarung tanagn anda
o Warna rabas atau cairan di sarung tangan
Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh
gambaranjelas dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi peningkatan suhu
tubuh akibat dehidrasi.
8. Komplikasi KPD :
a. Komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia),
sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat
banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu.
b. Komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin. Risiko
infeksi karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap
masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada
KPD, flora vagina normal yang ada bisa menjadi patogen yang bisa
membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya.
c. Sindrom deformitas janin
Sindrom deformitas janin ini terjadi akibat kompresi muka janin. Selain itu, terjadi
akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas
ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat (PJT)
d. Distasia ( partus Kering)
Pengeluaran cairan ketuban untuk waktu yang akan lama akan menyebabkan
dry labour atau persalinan kering
e. Ketuban pecah dini merupakan penyebab pentingnya persalinan premature dan
prematuritas janin.
f. Resiko terjadinya ascending infection akan lebih tinggi jika persalinan dilakukan
setelah 24 jam onset
9. Pencegahan
Pencegahannya adalah (Morgan dan Hamilton, 2003):
a. Mengurangi aktivitas atau istirahat pada akhir triwulan kedua atau awal triwulan
ketiga
b. Obati infeksi gonokokus, clamidia, dan vaginosis bacterial.
c. Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung usaha untuk
berhenti atau mengurangi.
d. Memotivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil.
e. Anjurkan pasangan untuk berhenti koitus pada trimester akhir bila ada factor
predisposisi.
f. Memberikan panduan mengantisipasi: jelaskan kepada pasien yang memiliki
riwayat berikut ini saat prenatal bahwa mereka harus segera melaporbila ketuban
pecah:
Kondisi ketuban pecah dapat menyebabkan prolaps tali pusat: letak kepala
selain vertex dan polihidramnion.
Herpes aktif
Riwayat infeksi streptokokus beta hemolitikus sebelumnya.
f. Mengkonsumsi makanan yang bergizi, cukup minum dan olahraga yang cukup
KEHAMILAN BEKAS SEKSIO CESAREA
Pada kehamilan dengan riwayat seksio cesarea, perlu diperhatikan apakah akan
dilaksanakan persalinan per vaginam atau per abdominam. Pada ibu dengan riwayat
tersebut tidak harus selalu dilakukan seksio cesarea (SC) lagi, terutama bila penyebab SC
sebelumnya bukan merupakan indikasi yang menetap. Jika tidak ada kontraindikasi, ibu
dicoba untuk melahirkan per vaginam.
Diagnosis dapat ditegakkan dari:
Anamnesis: pada persalinan sebelumnya terdapat riwayat SC dan jenis SS yang
dilakukan
Pemeriksaan fisik: Didapatkan bekas luka SC pada dinding perut
SC dilakukan pada kehamilan 37 minggu dalam keadaan-keadaan sebagai berikut:
o Indikasi SC sebelumnya adalah penyebab tetap seperti panggul sempit absolut
o Jenis insisi SC sebelumnya adalah SC klasik (insisi corporal)
o SC sudah dilakukan sebanyak dua kali atau lebih.
Kontraindikasi dilakukannya persalinan per vaginam adalah:
Bekas SC klasik
Pernah histerektomi/histerorafi
Pernah miomektomi (yang mencapai cavum uteri)
Terdapat indikasi SS pada kehamilan saat ini (plasenta previa, gawat janin, dsb)
Pada pasien:
Dari pemeriksaan abdomen tampak bekas luka SCTP
Indikasi SC adalah indikasi tidak tetap yaitu CPD (cephalopelvic disproportion)
Dalam pemeriksaan pasien seharusnya dilakukan pemeriksaan panggul untuk
mengetahui apakah terdapat indikasi tetap SC yaitu panggul sempit absolut.
Pemeriksaan panggul meliputi:
Conjugata vera Conjugata diagonalis Promontorium
Linea innominata Sacrum Spinda ischiadica
Arcus Pubis Dinding samping Kesan panggul
SC baru dilakukan sebanyak satu kali
Tidak terdapat riwayat histerektomi/histerorafi
Tidak terdapat riwayat miomektomi
Tidak terdapat indikasi dilakukannya SC
MASALAH KEPERAWATAN PADA PASIEN
PASKA OPERASI SEKSIO CAESAREA
Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Data Riwayat penyakit
1. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (Plasenta
previa).
4. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
5. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
6. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7. Keamanan
8. Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
9. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
Diagnosa dan Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya luka post SC
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, nyeri berkurang/
menghilang.
Kriteria hasil:
Klien tidak mengeluh nyeri.
Klien mengerti penyebab nyerinya.
Klien mampu beradaptasi terhadap nyerinya.
Klien tampak rileks, ekspresi wajah tenang.
TTV dalam batas normal
Intervensi
Intervensi Rasional
Kaji tingkat intensitas nyeri pada Ambang nyeri setiap orang berbeda dengan
pasien demikian akan dapat menentukan tindakan
perawatan yang sesuai dengan respon pasien
terhadap nyerinya.
Jelaskan penyebab nyerinya Klien dapat memahami penyebab nyerinya
sehingga bisa kooperatif.
Ajarkan klien mengantisipasi Dengan nafas dalam otot-otot dapat
nyeri dengan nafas berelaksasi, terjadi vasodilatasi pembuluh
darah, expansi paru optimal sehingga
kebutuhan O₂ pada bagian terpenuhi.
Bantu klien dengan massage Untuk mengalihkan perhatian pasien
lembut pada bagian area sekitar
yang nyeri.
Minimalkan aktivitas Aktivitas yang meningkatkan vasokonstriksi
vasokontriksi yang dapat menambah beratnya penyakit.
meningkatkan sakit
Pertahankan tirah baring Meminimalkan stimulasi/ meningkatkan
relaksasi
Kaji skala nyeri Mengetahui intensitas nyeri
Ajarkan teknik relaksasi dan Membantu menghilangkan rasa nyeri
distraksi
Monitor tekanan darah dan nadi Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD
dan nadi meningkat.
Kolaborasi pemberian analgesik Menurunkan nyeri dan menurunkan rangsang
dan terapi farmakologis lainnya sistem saraf pusat dan mengurangi keluhan
sesuai indikasi gejala klinis klien.
Abdul BS. Kematian maternal. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2002.
Anonim. Presentasi Bokong. (Dikutip dari http://medlinux.blogspot.com/. Diakses Tanggal 28 Novenber
2010. Pukul 13. 35 WIB)
Benson dan Pernoll. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta. EGC
Blumenfelt M, Gabbe S. Placental Abruption. In: Sciarra Gynecology and Obstetrics; Revised Ed, 1997.
Philadelphia: Lippincott Raven Publ, 1997.
Carpenito, Lynda. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Cunningham FG. 2006. Obstetri William Vol. 1. Jakarta: EGC.
Davood S, Parviar K and Ebrahimi S. 2008. Selected pregnancy variables in women with placenta
previa. Res. J. Obstet. Gynecol.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE, Wallach EE. Johns Hopkins manual of gynecology and obstetrics,
3rd ed. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian Obstetri
danGinekologi FK UNHAS; 1997.
Hamilton, C. Mary. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Hidayat, A.A. 2007. Metodologi Penelitian Kebidanan Teknik Analisa Data. Jakarta. Salemba Medika.
Liu, David. 2008. Manual Persalinan. Jakarta EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2004. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi. Edisi II
Cetakan I. Jakarta : EGC.
Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri
Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998.
Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan dalam masa lampau, kini dan kelak. Dalam: Ilmu Kebidanan,
edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002.
Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno Prabowo,
Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University Press,
2001.
Rohani, Dkk. 2010. Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan. Jakarta. Salemba Medika
Rukiyah dan yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta. Buku Kesehatan.
Sastrawinata, Sulaiman et.al (ed). 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi. Edisi 2
Cetakan I. Jakarta : EGC.
Sinclair, Constance. 2009. Buku Saku Kebidanan. Jakarta : EGC.
Sulistyawati, Ari. 2010. Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin. Jakarta. Salemba Medika.
Taber, Ben-Zion. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC.
Varney, Helen et.al. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4 Cetakan I. Jakarta : EGC.
Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo.
Yulaikhah, Lily. 2009. Kehamilan. Cetakan I. Jakarta : EGC.