Anda di halaman 1dari 5

Pada permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat

peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin
hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran
berlangsung melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-
Cina adalah Selat Malaka. Indonesia yang terletak di jalur posisi silang dua benua dan dua
samudera, serta berada di dekat Selat Malaka memiliki keuntungan, yaitu:

1. Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia,
2. Kesempatan melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar,
3. Pergaulan dengan bangsa-bangsa lain semakin luas, dan
4. Pengaruh asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha.

Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional


menyebabkan timbulnya percampuran budaya. India merupakan negara pertama yang
memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu. Ada beberapa
hipotesis yang dikemukakan para ahli tentang proses masuknya budaya Hindu-Buddha ke
Indonesia.

1. Hipotesis Brahmana

Hipotesis ini mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan dalam upaya penyebaran
budaya Hindu di Indonesia. Para brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia
untuk menobatkan raja dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Pendukung hipotesis ini
adalah Van Leur.

2. Hipotesis Ksatria

Pada hipotesis ksatria, peranan penyebaran agama dan budaya Hindu dilakukan oleh kaum
ksatria. Menurut hipotesis ini, di masa lampau di India sering terjadi peperangan
antargolongan di dalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang,
lantas meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka ada pula yang sampai ke wilayah
Indonesia. Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan koloni-koloni baru sebagai
tempat tinggalnya. Di tempat itu pula terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu.
F.D.K. Bosch adalah salah seorang pendukung hipotesis ksatria.

3. Hipotesis Waisya

Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang berasal dari kelompok
pedagang telah berperan dalam menyebarkan budaya Hindu ke Nusantara. Para pedagang
banyak berhubungan dengan para penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah
membuka peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. N.J. Krom adalah salah
satu pendukung dari hipotesis waisya.

4. Hipotesis Sudra

Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan
golongan sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan
mengikuti kaum waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi
andil dalam penyebaran budaya Hindu ke Nusantara.
Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar
agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang
disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk
menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.

Pada umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya
budaya Hindu ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia
sendiri. Bukti tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu
Buddha di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai
langgam yang sama dengan arca yang dibuat di Amarawati (India). Para ahli memperkirakan,
arca Buddha tersebut merupakan barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan
suci agama Buddha. Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa Sanskerta
dan Malayu kuno. Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu memberi petunjuk bahwa
budaya Hindu menyebar di Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.

Masuknya pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Buddha dari India telah mengubah dan
menambah khasanah budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan.
1. Agama

Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat di Indonesia telah menganut kepercayaan


animisme dan dinamisme. Masyarakat mulai menerima sistem kepercayaan baru, yaitu agama
Hindu-Buddha sejak berinteraksi dengan orang-orang India. Budaya baru tersebut membawa
perubahan pada kehidupan keagamaan, misalnya dalam hal tata krama, upacara-upacara
pemujaan, dan bentuk tempat peribadatan.

2. Pemerintahan

Sistem pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini
kelompok-kelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala
suku yang terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu, lahir
kerajaan-kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, dan Sriwijaya.

3. Arsitektur

Salah satu tradisi megalitikum adalah bangunan punden berundak-undak. Tradisi tersebut
berpadu dengan budaya India yang mengilhami pembuatan bangunan candi. Jika kita
memperhatikan Candi Borobudur, akan terlihat bahwa bangunannya berbentuk limas yang
berundak-undak. Hal ini menjadi bukti adanya paduan budaya India-Indonesia.

4. Bahasa

Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang


sebagian besar berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Dalam perkembangan selanjutnya
bahkan hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya diri dengan bahasa Sanskerta itu.
Kalimat atau kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan hasil serapan dari bahasa
Sanskerta, yaitu Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, Parasamya Purnakarya
Nugraha, dan sebagainya.

5. Sastra
Berkembangnya pengaruh India di Indonesia membawa kemajuan besar dalam bidang sastra.
Karya sastra terkenal yang mereka bawa adalah kitab Ramayana dan Mahabharata. Adanya
kitab-kitab itu memacu para pujangga Indonesia untuk menghasilkan karya sendiri. Karya-
karya sastra yang muncul di Indonesia adalah:

1. Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa,


2. Sutasoma, karya Mpu Tantular, dan
3. Negarakertagama, karya Mpu Prapanca.

Lahirnya Agama Hindu

Pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan Hindu di


India berkaitan dengan sistem kepercayaan bangsa Arya yang masuk ke India
pada 1500 S.M. Kebudayaan Arya berkembang di Lembah Sungai Indus India. Bangsa
Arya mengembangkan sistem kepercayaan dan sistem kemasyarakatan yang sesuai dengan
tradisi yang dimilikinya. Sistem kepercayaan itu berupa penyembahan terhadap banyak
dewa yang dipimpin oleh golongan pendeta atau Brahmana. Keyakinan bangsa Arya
terhadap kepemimpinan kaum Brahmana dalam melakukan upacara ini
melahirkan kepercayaan terhadap Brahmanisme. Selanjutnya golongan ini juga menulis
ajaran mereka dalam kitab-kitab suci yang menjadi standar pelaksanaan upacara-upacara
keagamaan. Kitab suci agama Hindu disebut Weda (Veda), artinya pengetahuan tentang
agama. Sanusi Pane dalam bukunya Sejarah Indonesia menjelaskan tentang Weda terdiri
dari 4 buah kitab, yaitu:

Rigweda Rigweda adalah kitab yang berisi tentang ajaran-ajaran Hindu. Rigweda merupakan
kitab yang tertua dan kemungkinan muncul pada waktu bangsa Arya masih berada di
daerah Punjab.

Samaweda Samaweda adalah kitab yang berisi nyanyian-nyanyian pujaan yang wajib
dilakukan ketika upacara agama.

Yajurweda Yajurweda adalah kitab yang berisi dosa-doa yang dibacakan ketika
diselenggarakan upacara agama. Munculnya kitab ini diperkirakan ketika bangsa Arya
mengusai daerah Gangga Tengah.

Atharwaweda Atharwaweda adalah kitab yang berisi doa-doa untuk


menyembuhkan penyakit, doa untuk memerangi raksasa. Doa-doa atau mantera
pada kitab ini muncul setelah bangsa Arya berhasil menguasai daerah Gangga Hilir.

Agama Hindu bersifat Politheisme, yaitu percaya terhadap banyak dewa yang masing-
masing dewa memiliki peranan dalam kehidupan masyarakat. Ada tiga dewa utama dalam
agama Hindu yang disebut Trimurti terdiri dari Dewa Brahma (dewa pencipta), Dewa
Wisnu (dewa pelindung), dan Dewa Siwa (dewa perusak).

Sistem kemasyarakatan yang dikembangkan oleh bangsa


Arya adalah sistem kasta. Sistem kasta mengatur hubungan sosial bangsa Arya
dengan bangsa-bangsa yang ditaklukkannya. Sistem ini membedakan
masyarakat berdasarkan fungsinya. Golongan Brahmana (pendeta) menduduki
golongan pertama. Ksatria (bangsawan, prajurit) menduduki golongan kedua. Waisya
(pedagang dan petani) menduduki golongan ketiga, sedangkan Sudra (rakyat biasa)
menduduki golongan terendah atau golongan keempat. Sistem kepercayaan dan kasta
menjadi dasar terbentuknya kepercayaan terhadap Hinduisme. Penggolongan seperti inilah
yang disebut caturwarna.

Lahirnya Agama Buddha

Agama Buddha lahir sekitar abad ke-5 S.M. Agama ini lahir sebagai reaksi terhadap
agama Hindu terutama karena keberadaan kasta. Pembawa agama Buddha adalah Sidharta
Gautama (563-486 S.M), seorang putra dari Raja Suddhodana dari Kerajaan Kosala di
Kapilawastu. Untuk mencari pencerahan hidup, ia meninggalkan Istana Kapilawastu
dan menuju ke tengah hutan di Bodh Gaya. Ia bertapa di
bawah pohon (semacam pohon beringin) dan akhirnya mendapatkan bodhi, yaitu
semacam penerangan atau kesadaran yang sempurna. Pohon itu kemudian dikenal dengan
pohon bodhi. Sejak saat itu, Sidharta Gautama dikenal sebagai Sang Buddha, artinya
yang disinari. Peristiwa ini terjadi pada tahun 531 SM. Usia Sidharta waktu itu kurang lebih
35 tahun. Wejangan yang pertama disampaikan di Taman Rusa di Desa Sarnath.

Dalam ajaran Buddha manusia akan lahir berkali-kali (reinkarnasi). Hidup adalah samsara,
menderita, dan tidak menyenangkan. Menurut ajaran Buddha, hidup manusia adalah
menderita, disebabkan karena adanya tresna atau cinta, yaitu cinta (hasrat/nafsu) akan
kehidupan.

Penderitaan dapat dihentikan,


caranya adalah dengan menindas tresna melalui delapan jalan (astawida), yakni pem
andangan (ajaran) yang benar, niat atau sikap yang benar,
perkataan yang benar, tingkah laku yang benar, penghidupan (mata pencaharian)
yang benar, usaha yang benar, perhatian yang benar, dan semadi yang benar.

Sejarah lahir dan berkembangnya Agama Hindu-Budha

Agama Hindu di sebarkan oleh Bangsa Arya (Bangsa Pendatang) setelah masuk melalui
celah Carber => yang memisahkan antar daratan Eropa dan Asia. Dan pada saat itu Bangsa
Arya merasa sangat nyaman untuk tinggal di India karena India adalah termasuk daerah yang
sangat subur sehingga Bangsa Arya mengalahkan Bangsa asli India (Bangsa Dravida). Cara
Bangsa Arya untuk mengeksistensikan Bangsanya di India adalah dengan cara membuat
Kasta, yaitu pelapisan/stratefikasi/pembagian masyarakat. Perbedaan Bangsa Arya dengan
Bangsa Dravida itu sendiri terdapat pada bagian fisiknya, yaitu Bangsa Arya berkulit putih
sedangkan Bangsa Dravida berkulit hitam. Kasta terbagi menjadi 4 :
1.Brahmana
2.Ksatria
3.Waisa
4.Sudra

Pusat kebudayaan Hindu adalah di Mohenjo Daro (Lakarna) dan Harapa (Punjat) yang
tumbuh sekitar 1.500 SM. Dan kitab yang di gunakan adalah Weda yang terbagi atas 4, yaitu
:
1.Regweda (syair-syair pujian terhadap dewa-dewa)
2.Samaweda (pemberian tanda nada pada regweda untuk dinyanyikan)
3.Yayurweda (doa pengantar sesajian yang diiringi regweda dan samaweda)
4.Atharwaweda (berisi tentang mantra dan ilmu gaib)

Biasanya kasta di Indonesia digunakan hanya untuk pembagian tugas saja karna dipakai oleh
Bangsa Indonesia itu sendiri. Sedangkan kasta di India di gunakan untuk membedakan antara
Bangsa Arya dengan Bangsa Dravida.

Agama Hindu dalam pelaksanaan ritual ibadah (penyampaian doa kepada dewa) harus di
lakukan oleh Kaum Brahmana saja. Sehingga kaum-kaum di bawahnya merasa kesulitan
ketika kaum Brahmana meminta qurban (pembayaran yang berlebih) kepada kaum-kaum di
bawahnya yang meminta tolong untuk disampaikan doanya kepada dewa-dewa mereka.
Sehingga banyak masyarakat yang berpindah agama menjadi agama Budha.Perbedaan
Agama Hindu dengan Agama Budha :
1.Agama Hindu menggunakan bahasa Sansekerta dan tulisan palawa yang hanya di gunakan
dan di mengerti oleh kaum Brahmana dan Ksatria saja. Sedangkan pada Agama Budha
bahasa yang digunakan adalah bahasa keseharian yang dipakai oleh Bhiksu dan Bhiksuni
(Parkit).
2.Agama Hindu menggunakan kasta sedangkan Agama Budha tidak mengenal adanya kasta.
Sehingga kedudukanpun di mata Agama Budha sama.

Anda mungkin juga menyukai