Anda di halaman 1dari 9

APA ITU G-20?

G-20 atau Kelompok 20 ekonomi utama adalah kelompok 19 negara dengan perekonomian
besar di dunia ditambah dengan Uni Eropa. Secara resmi G-20 dinamakan The Group of Twenty
(G-20) Finance Ministers and Central Bank Governors atau Kelompok Duapuluh Menteri
Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Kelompok ini dibentuk tahun 1999 sebagai forum yang
secara sistematis menghimpun kekuatan-kekuatan ekonomi maju dan berkembang untuk
membahas isu-isu penting perekonomian dunia. Pertemuan perdana G-20 berlangsung
di Berlin, 15-16 Desember 1999 dengan tuan rumah menteri keuangan Jerman dan Kanada.[1]
Latar belakang pembentukan forum ini berawal dari terjadinya Krisis Keuangan 1998 dan
pendapat yang muncul pada forum G-7mengenai kurang efektifnya pertemuan itu bila tidak
melibatkan kekuatan-kekuatan ekonomi lain agar keputusan-keputusan yang mereka buat
memiliki pengaruh yang lebih besar dan mendengarkan kepentingan-kepentingan yang
barangkali tidak tercakup dalam kelompok kecil itu. Kelompok ini menghimpun hampir
90% GNP dunia, 80% total perdagangan dunia dan dua per tiga penduduk dunia.
Sebagai forum ekonomi, G-20 lebih banyak menjadi ajang konsultasi dan kerja sama hal-hal
yang berkaitan dengan sistem moneter internasional. Terdapat pertemuan yang teratur untuk
mengkaji, meninjau, dan mendorong diskusi di antara negara industri maju dan sedang
berkembang terkemuka mengenai kebijakan-kebijakan yang mengarah pada stabilitas
keuangan internasional dan mencari upaya-upaya pemecahan masalah yang tidak dapat diatasi
oleh satu negara tertentu saja.
Daftar isi
[sembunyikan]
 1Anggota
 2Pertemuan
o 2.1KTT kepala pemerintahan
o 2.2Pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral
o 2.3Pertemuan menteri tenaga kerja
 3Catatan
Anggota[sunting | sunting sumber]
G-20 tidak memiliki staf tetap. Kursi ketua dirotasi di antara anggota-anggotanya dan dipegang
oleh Troika yang beranggotakan tiga anggota: ketua tahun berjalan, ketua tahun lalu, dan ketua
tahun berikut. Sistem ini dipilih untuk menjamin keberlangsungan kegiatan dan pengelolaan.
Ketua tahun berjalan membuka sekretariat tidak tetap yang buka hanya selama masa tugasnya.
Sebagian besar anggota adalah negara-negara dengan Keseimbangan Kemampuan
Berbelanja (PPP) terbesar dengan sedikit modifikasi. Belanda, Polandia, dan Spanyol, yang
termasuk big 20, diwakili oleh Uni Eropa. Iran dan Taiwan tidak diikutsertakan. Thailand juga
tidak diikutsertakan, walaupun posisinya di atas Afrika Selatan.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 diselenggarakan untuk merespon krisis finansial 2007–
2010 dan sebagai tanggapan terhadap anggapan bahwa negara berkembang tidak cukup
dilibatkan dalam diskusi dan pengaturan inti ekonomi global. KTT G-20 tingkat kepala
negara atau kepala pemerintahan diselenggarakan sebagai tambahan Pertemuan Menteri
Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G-20 yang tetap diselenggarakan untuk mempersiapkan
KTT dan menerapkan keputusannya. Setelah KTT perdana di Washington, D.C. pada 2008,
pemimpin G-20 bertemu dua kali dalam setahun di London dan Pittsburgh pada
2009, Toronto dan Seoul pada 2010.[2][3]
Mulai 2011, ketika Perancis akan menjadi ketua dan tuan rumah G-20, KTT hanya akan
diselenggarakan sekali dalam setahun.[4] Meksiko akan menjadi ketua dan tuan rumah pada
2012.[5]
KETERKAITAN G-20 DENGAN IFRS

Di lingkup global, pada awalnya sebenarnya ada dua badan penyusun standar yang berkaitan
dengan praktik akuntansi secara internasional. Badan-badan itu adalah The International
Accounting Standards Committee (IASC)dan The International Federation of Accountant (IFAC).
Kesepakatan pembentukan IASC terjadi pada Juni 1973 di Inggris yang diwakili oleh organisasi
profesi akuntansi dari sembilan negara, yaitu Australia, Canada, Prancis, Jerman Barat, Jepang,
Mexico, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat. Sedangkan IFAC didirikan oleh badan profesi
akuntan dari 63 negara pada bulan Oktober 1977.
IASC lebih berkonsentrasi untuk menyusun International Accounting Standards (IAS).
Sedangkan IFAC lebih memfokuskan pada upaya pengembangan International Standard
Audits (ISA), kode etik, kurikulum pendidikan, dan kaidah-kaidah bagi akuntan dalam berbisnis.
Pada April 2001 The International Accounting Standards Committee (IASC)berkembang menjadi
The International Accounting Standards Board (IASB),yang oleh karena perkembangan ini maka
International Accounting Standards (IAS)kemudianjuga dikembangkan menjadiInternational
Financial Reporting Standards (IFRS). IFRS yang pertama terbit pada Juni 2003.
IFRS sebagai sebuah kerangka dan interprestasinya yang diadopsi oleh IASB memiliki peraturan
yang luas terdiri dari:
1. International Accounting Standard (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum 2001.
2. International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang dikeluarkan setelah
tahun 2001.
3. Standing Interpretations Committee (SIC) – yang diterbitkan sebelum 2001.
4. International Financial Reporting Issues Committee (IFRIC) – yang diterbitkan setelah
tahun 2001.
5. Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statements.
Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan G20 Forum, pada November 2008.
IFRS telah digunakan di banyak negara, termasuk Uni Eropa, Hong Kong, Australia, Malaysia,
Pakistan, negara-negara GCC, Rusia, Afrika Selatan, Singapura, dan Turki. Sejak Agustus 2008,
lebih dari 113 negara di seluruh dunia, termasuk seluruh Eropa, saat ini menggunakan IFRS
sebagai standar pelaporan keuangan.
Di Indonesia sendiri IFRS baru akan diadopsi secara resmi mulai tahun 2012 mendatang.
Namun, faktanya saat ini standar akuntansi yang berlaku di Amerika Serikat yang disusun oleh
Financial Accounting Standards Board (FASB), masih diikuti oleh beberapa negara, baik secara
langsung maupun modifikasi.
FASB sendiri kemudian menghasilkan Statement of Financial Accounting Standards (FAS), dan
menggantikan peran Accounting Principles Board (APB)yang merupakan badan otoritatif yang
dibangun American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) pada tahun 1959,
menggantikan Committee on Accounting Procedure (CAP) yang dibangun sebelumnya pada
tahun 1936 dan menerbitkan pernyataan prinsip-prinsip akuntansi sampai dengan tahun 1973,
untuk kemudian digantikan oleh the Financial Accounting Standards Board (FASB).
MENGAPA INDONESIA MENGADOPSI IFRS

Mengapa harus mengadopsi International Financial Reporting Standards (IFRS)? Pertanyaan ini
paling tepat dipertimbangkan oleh pengambil kebijakan di sebuah negara yang secara ekonomi-
politik cukup kuat di kancah internasional seperti Amerika Serikat. Pengambil kebijakan di
Indonesia yang sangat tergantung kepada dunia luar tentu saja tidak memandang isu atau
pertanyaan itu penting. Secara praktis, adopsi IFRS bukanlah pilihan bagi Indonesia, tapi
keharusan, dengan harapan, investasi asing akan tetap masuk atau bahkan meningkat dan kita
tidak dikucilkan dalam pergaulan internasional.
Sekadar untuk “menyelami” suasana pengambilan keputusan di Amerika Serikat terkait
pengadopsian IFRS, berikut adalah kutipan-kutipan argumen Hans Hoogervorst—Ketua IASB
saat ini—untuk meyakinkan Securities and Exchange Commission (SEC) dan Financial
Accounting Standards Board (FASB) sebagaimana dimuat di Accounting Today. Sebagaimana
diberitakan, SEC diperkirakan akan mengumumkan keputusan tekait dimasukkannya IFRS ke
dalam sistem pelaporan keuangan Amerika Serikat pada akhir tahun 2011 ini…
Dalam sebuah konferensi di Boston yang disponsori oleh AICPA dan IFRS Foundation, Hans
Hoogervorst mengungkap data pangsa kapitalisasi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat di
pasar global. Kita tahu, untuk satu perusahaan yang terdaftar di bursa efek, kapitalisasi pasar
adalah jumlah lembar saham beredar dikalikan dengan harga pasarnya.
Menurut Hans Hoogervorst, pangsa kapitalisasi pasar global Amerika Serikat saat ini kurang
lebih 30 persen. Padahal, dalam periode 1996 – 2006, pangsa kapitalisasi pasar global Amerika
Serikat rata-rata sebesar 45 persen. Meskipun demikian, hal tersebut tidak berarti
menyusutnya pasar keuangan Amerika Serikat. Yang terjadi adalah, pasar keuangan di bagian-
bagian dunia yang lain, terutama Asia, kini berkembang menjadi pemain-pemain global. Bagi
Hans Hoogervorst, fakta tersebut mengisyaratkan panggilan bagi Amerika Serikat untuk
memainkan peran kunci dalam pengembangan standar akuntansi global.
Terlebih lagi, perusahaan-perusahaan multinasional seperti Archer Daniels Midland, Bank of
New York Mellon, Chrysler, Ford Motor Company, Kellogg, dan United Continental Holdings,
serta dana pension besar di Amerika Serikat seperti California Public Employees’ Retirement
System semuanya mendukung pengadopsian IFRS.
Hans Hoogervorst berargumen, Amerika Serikat akan memiliki peluang yang lebih baik dengan
turut mengembangkan standar di tingkat internasional. Lebih lanjut, Hans Hoogervorst
menegaskan, jika semuanya berkomitmen terhadap tujuan yang sama, sistem pelaporan
keuangan dapat dibangun secara internasional, tanpa takut merugikan negara-negara yang
sedang berupaya untuk melakukan hal-hal yang tepat bagi mereka.
Diakui atau tidak, profesi akuntansi Amerika Serikat selama ini memang telah menjadi referensi
global. Dibandingkan dengan proyek pengembangan standar akuntansi internasional yang
relatif muda, banyak kalangan mengklaim bahwa prinsip-prinsip akuntansi Amerika Serikat
(PABU AS) lebih unggul dan lebih berkualitas dibandingkan IFRS.
Menanggapi klaim tersebut, Hans Hoogervorst menyatakan perdebatan itu tidaklah produktif.
Riset-riset akademik menyimpulkan bahwa IFRS dan PABU AS keduanya merupakan standar
berkualitas tinggi. Kerjasama selama satu dekade untuk memperbaiki dan mengkonvergensi
IFRS dengan PABU AS mengisyaratkan bahwa kualitas keduanya telah meningkat dan
konvergen satu sama lain. IFRS dan PABU AS juga sama-sama digunakan di pasar-pasar modal
utama di dunia. Keduanya memiliki keunggulan dan kelemahan. Menurut Hans Hoogervorst,
kualitas standar tidaklah seharusnya dijadikan dasar pengambilan keputusan apakah Amerika
Serikat akan mengadopsi IFRS atau tidak.
Sebagian kalangan menyatakan, IFRS tidaklah diadopsi seluas dan sebanyak yang diklaim
oleh International Accounting Standards Board (IASB). Sebagai contoh, perusahaan-perusahaan
di Eropa tidak sepenuhnya menggunakan IFRS dengan adanya opsi pada sembilan paragraf di
IAS 39 tentang instrumen keuangan. Hans Hoogervorst menyanggah dengan menyatakan, opsi
itu hanya digunakan oleh kurang dari 30 perusahaan, atau 1 persen dari sejumlah 8.000
perusahaan terbuka yang mengadopsi IFRS secara penuh.
Yang terjadi justru sebaliknya. Perusahaan-perusahaan di dunia telah dan sedang dalam proses
adopsi IFRS dengan perkembangan yang sangat mengesankan. Di benua Amerika, hampir
semua negara di Amerika Latin dan Kanada mengadopsi IFRS. Di Asia-Oceania, Indonesia,
Australia, Selandia Baru, Korea, Hong Kong, dan Singapura telah atau akan mengadopsi IFRS
secara penuh. Afrika Selatan dan Israel telah mengadopsi IFRS. Di Eropa, negara-negara selain
Uni Eropa seperti Turki dan Rusia juga telah mengadopsi IFRS secara penuh. Sebagian besar
negara anggota G20 juga merupakan pengadopsi IFRS.
Meskipun demikian, penerapan IFRS secara tidak konsisten, diakui oleh Hans Hoogervorst,
memang akan menyulitkan pembandingan data akuntansi di tingkat internasional, seperti
dalam kasus penilaian utang di Yunani. Hans Hoogervorst menegaskan, masalah daya banding
yang diakibatkan oleh inkonsistensi penerapan standar pasti dijumpai meskipun perusahaan
menggunakan standar akuntansi selain IFRS.
Lebih lanjut dikatakan, penerapan standar secara konsisten bisa dicapai jika perusahaan-
perusahaan menggunakan satu bahasa tunggal. Terkait posisinya sebagai Ketua IASB, Hans
Hoogervorst menegaskan komitmen IASB untuk bekerja sama dengan regulator pasar modal
dan profesi akuntansi di berbagai negara dalam rangka meningkatkan konsistensi penerapan
IFRS di seluruh dunia. Tanpa adanya bahasa yang tunggal, konsistensi pelaporan keuangan
secara internasional tidak akan pernah terwujud.
Hans Hoogervorst menegaskan, diadopsinya IFRS oleh Amerika tidak akan mengurangi otoritas
SEC dalam menegakkan aturan-aturan pasar modal. Hans Hoogervorst bahkan menyatakan
bahwa pengalaman SEC yang sangat kaya dalam mengatur pasar modal serta partisipasi
aktifnya dalam pengembangan standar akuntansi internasional justru akan memberikan
manfaat yang sangat besar bagi IASB dan sistem pelaporan keuangan global.
Sebagian perusahaan menghawatirkan mahalnya kos untuk mengadopsi IFRS. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, IASB menetapkan periode transisi yang cukup panjang. Adanya
opsi untuk mengadopsi lebih awal suatu standar juga sangat bermakna bagi perusahaan-
perusahaan yang telah merasakan manfaat IFRS.
Hans Hoogervorst menyatakan, kesulitan transisi tidak seharusnya dilebih-lebihkan. Proyek
konvergensi yang sudah dilakukan telah mempersempit perbedaan antara IFRS dengan PABU
AS. IFRS telah dipahami secara luas di Amerika Serikat. SEC telah mengembangkan kompetensi
IFRS bagi personel-personelnya, telah terbiasa mengawasi laporan-laporan keuangan berbasis
IFRS yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan asing yang mendaftarkan sahamnya di
Amerika Serikat. Perusahaan-perusahaan multinasional di sana juga telah mengembangkan
keahlian IFRS di dalam organisasinya melalui cabang-cabangnya yang tersebar di negara-negara
lain.
FASB juga tidak akan kehilangan otoritasnya. Hans Hoogervorst menegaskan, FASB dan SEC
akan tetap bertanggung jawab penuh atas standar akuntansi, terlepas dari apakah Amerika
Serikat beralih ke IFRS atau tidak.
Seperti halnya partisipasi dalam kesepakatan-kesepakatan internasional lainnya, negosiasi dan
kerja sama merupakan keniscayaan. Dalam konteks standar akuntansi internasional, Amerika
Serikat tetap akan menjadi masukan yang sangat diperhitungkan dalam pengembangannya.
Basis pengetahuan yang ada di FASB pasti sangat berharga bagi IASB.
Hans Hoogervorst berusaha meyakinkan, Amerika Serikat akan tetap memiliki pengaruh yang
besar di IASB. Dia bahkan mengungkapkan pernyataan sebagian pejabat IASB bahwa Amerika
Serikat akan kehilangan pengaruh jika SEC tidak segera memutuskan untuk mendukung IFRS.
Saat ini, empat dari 15 anggota dewan berasal dari Amerika Serikat dan tentunya memainkan
peran yang signifikan di IASB. Kedaulatan Amerika juga akan dilindungi jika SEC menggunakan
mekanisme pengesahan terhadap standar-standar akuntansi yang juga digunakan di negara-
negara lain di seluruh dunia. Mekanisme yang sama juga akan menjadi semacam “pemutus
sirkuit” jika IASB mengeluarkan standar akuntansi yang menimbulkan masalah mendasar bagi
Amerika Serikat. Adanya mekanisme pengesahan juga menjamin peran penting FASB. Hans
Hoogervorst mengungkapkan, FASB dan IASB serta badan-badan penyusun standar lainnya
tetap bekerja sama meskipun projek konvergensi telah berakhir.
Seperti halnya FASB, IASB telah meningkatkan due process dalam penyusunan standarnya.
Sebagai contoh, IASB telah menerapkan analisis atas dampak standar baru serta tinjauan pasca-
implementasi untuk kebanyakan standar akuntansi yang diterbitkannya.
Hans Hoogervorst bahkan mengakui, dia tidak pernah bekerja di organisasi lain yang
aktivitasnya begitu transparan dan berkonsultasi dengan pemangku kepentingan sedemikian
luas selain di IASB. Meskipun demikian, seperti halnya FASB, IASB memang tidak bisa lepas dari
tekanan politisi dan pelaku usaha. Sebagai contoh, di tengah gejolak krisis keuangan, baik IASB
maupun FASB sama-sama berada di bawah tekanan yang sangat kuat untuk melonggarkan
aturan-aturan akuntansi yang dikeluarkannya.
Hans Hoogervorst menyatakan bahwa tekanan terhadap IASB merupakan fakta yang memang
ada. Hasil pekerjaan IASB sangat mempengaruhi kepentingan para pelaku usaha dan politisi.
Tetapi dengan semakin besar IASB dan keragaman perwakilannya, akan semakin sulit pula
pihak-pihak tertentu memaksakan kepentingannya. Sebagaimana dikatakannya, “Saya tidak
akan meninggalkan politik untuk menjadikan akuntansi bermuatan politis. Sebaliknya, saya
akan menggunakan seluruh keterampilan politik saya untuk menjaga akuntansi senetral
mungkin dari muatan politik.”
Dari pernyataan-pernyataan Hans Hoogervorst tersebut terlihat adanya keengganan Amerika
Serikat untuk memberikan dukungan terhadap IFRS. Argumen-argumen yang diajukan Ketua
IASB itu menyiratkan bahwa Amerika Serikat enggan memberikan dukungan terkait dengan hal-
hal berikut: (1) Amerika Serikat merasa sangat dominan di kancah pasar modal global, (2) Ada
polemik dan sikap skeptis mengenai inferioritas IFRS dibandingkan PABU AS, (3) Amerika Serikat
selama ini telah menjadi referensi utama profesi akuntansi di dunia, (4) Adanya keengganan
terkait mahalnya kos transisi yang harus ditanggung oleh perusahaan, (5) Adanya indikasi
resistensi dari pengambil-pengambil kebijakan di Amerika Serikat bahwa otoritas mereka dan
dominasi Amerika Serikat akan berkurang dengan diadopsinya standar akuntansi internasional.
Upaya persuasi yang dilakukan oleh Hans Hoogervorst selaku Ketua IASB juga menegaskan
masih kuatnya posisi tawar yang dimiliki profesi akuntansi Amerika Serikat.

Anda mungkin juga menyukai