Xiujuan Wu, Hongliang Zhang, Haiyu Liu, Yingqi Xing, Kangding Liu
Abstrak
Pada kesimpulannya, terdeteksi MES dengan TCD berbeda antara stenosis ASM
simtomatik dan asimtomatik. Akibat frekuensi yang rendah, nilai MES sama dengan
prediksi untuk stroke iskemik dengan stenosis ASM asimtomatik mungkin terbatas.
Pendahuluan
Stenosis ASM muncul lebih banyak pada orang Asian. Pada tinjauan, merangkum
prevalensi dan prognosis mempengaruhi sumber emboli MES di arteri, frekuensi
MES di 220 pasien dengan stenosis arteri intrakranial dilaporkan sebanyak 25%
sedangkan 0% dari 86 pasien asimtomatik (p,0.0001). Tinjauan ini termasuk data dari
tujuh studi MES di stenosis arteri intrakranial yang dikerjakan di negara Barat.
Bagaimanapun ASM batasan mayor. Pada studi pilot Wong, menginvestagasi MES
pada pasien stenosis ASM, tidak ada MES ditemukan pada 20 pada grup asimtomatik
stenosis ASM. Diambil secara bersamaan, hubungan antara MES dan ASM stenosis,
dan nilai MES dalam mendeteksi prediksi stroke tetap tidak jelas. Maka, kami
mendesain studi ini untuk membandingkan frekuensi MES dalam stenosis ASM
simtomatik dan asimtomatik, dan untuk melihat apakah MES dapat memprediksi
stroke iskemik dalam pasien dengan stenosis ASM asimtomatik.
Tempat Studi
Studi ini dilakukan di First Hospital, Universitas Jilin, Changchun, Cina. Senter
Neurosains, Departemen Neurologi merupakan departemen neurologi terbesar di
Timur Laut Cina. Laboratorium Ultrasound di Departemen Neurologi yang memiliki
10 TCD dan 3 mesin dupleks karotid, adalah salah satu dari empat tempat pelatihan di
Cina.
Subyek
Studi ini disetujui oleh komite etik First Hospital. Dan persetujuan tertulis
didapatkan dari seluruh pasien. Dari Juni 2011 ke Desember 2012, total 15.019
subyek yang mengunjungi laboratorium ultrasound kami mendapatkan pemeriksaan
TCD dan dupleks karotid. Stenosis ASM dengan atau tanpa stenosis serebrovaskular
teridentifikasi. Pasien dengan diagnosis stenosis ASM asimtomatik dan simtomatik
dan yang memenuhi kriteria inkluasi didaftarkan dalam studi, semua
berkewarganegaraan Cina. Pemindaian computed tomography kepala dilakukan untuk
mengeluarkan kemungkinan adanya perdarahan intrakranial pada semua pasien.
Terakhir, TCD, dupleks karotid dan deteksi MES dilakukan pada 209 pasien.
Untuk kedua grup asimtomatik dan simtomatik, pasien dengan kondisi berikut
dieksklusi: keberadaan dari stenosis arteri ipsilateral terhadap stenosis ASM;
keberadaan dari jendela akustik temporal yang rendah; tidak dapat menyetujui untuk
berpartisipasi dalam penelitian, seperti pasien dengan kegelisahan atau kebingungan;
adanya potensi sumber lain emboli, seperti emboli kardiogenik dan emboli yang
dibawa darah juga sumber emboli arteri alinnya; dan pasien dengan fungsi renal atau
hepar yang parah atau kanker.
Pada dasarnya, kami merekam data demografi, termasuk jenis kelamin, usia, dan
faktor risiko utama stroke, termasuk riwayat hipertensi, diabetes melitus, merokok,
dislipidemia, penyakit jantung iskemik, dan meminum minuman beralkohol.
Hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit jantung iskemik didiagnosis oleh
kardiologis dan diabetologis.
Deteksi MES dilakukan dalam semua rekruitmen apsien dengan TCD. Kami
melakukan pengawasan MES langsung setelah TCD untuk kedua pasien ASM
simtomatik dan asimtomatik. Dua 2 MHz selalu ada pada jendela temporal bilateral
pasien. Kedalaman investigasi dari ASM yang terkena secara berurutan berada pada
area prestenotis dan poststenotis, atau area intrastenotis dan poststenotis. Volume
contoh yang dipilih adalah serendah munguk untuk menghindari tumpang tindih.
Sebagai tambahan, jarak dari kedua kedalaman dari pembuluh darah yang sama lebih
besar dari volum sampel. Emboli berasal dari proksimal stenosis ASM lewat melalui
berbagai volum sampel, sedangkan emboli yang ada dari stenosis ASM hanya dapat
melewati aliran kedua, yang berada distal dari stenosis, dan dapat menghasilkan
signal tipikal, namun tidak ada signal di volum sampel prestenosis. Maka, sebuah
signal emboli tidak akan tercatat pada sampel proksimal namun hanya di bagian distal.
Alat buatan menghasilkan pola tipikal pada kedua segmen pada waktu yang sama.
Pada sisi sehat diadopsi pengaturan yang sama dengan sisi yang sakit, mendapatkan
dan kekuatan diturunkan sejauh mungkin. Sebagai tambahan, semua data secara
kontinu direkam pada 4 jalur perekam audio diginal dengan kecepatan normal. Data
yang sudah direkam kemudia dianalisis oleh kedua peneliti berpengalaman, yang
tidak mengetahui data klinis pasien. Angka MES selama 30 menit perekaman dicata.
Definisi untuk signal emboli yang digunakan: tipikal terlihat dan dan dapat didengar
(klik, siulan, atau seperti suara burung) untuk durasi pendek, signal intesitas tinggi
didalam aliran spektrum dopler dengan kemunculannya secara acak pada siklus
kardiak, dan intensitas meningkat 5 dB diatas signal latar belakang, dan MES direkam
dari ASM stenosis memiliki karakteristik pada beberapa frekuensi.
Follow-up
Pasien yang memiliki MES positif dengan stenosis ASM asimtomatik diawasi
melalui telepon atau melihat apakan mereka menerima antiplatet atau statin secara
rutin, dan apakah mereka mengalami TIA atau stroke atau gejala umum lainnya.
Analisis Statistik
Analisis data statistik dilakukan menggunakan SPSS versi 17.0 (SPSS, IBM, West
Grove, PA, USA). Test X2 digunakan untuk variabel yang berlainan dan student-t
tests untuk varibel yang menular. Regresi logistik dilakukan untuk hubungan MES
dan faktor risiko. Untuk semua tes statistik, p, 0.05 berarti signifikan.
Hasil
Demografik
Selama Juni 2011-Desember 2012, total 15019 dari 49109 subyek yang
mengunjungi laboratorium kami menerima pemeriksaan TCD dan dupleks karotid.
Diantara mereka, 2632 pasiesn ditemuka stenosis arteri intrakranial, 1186 pasien
dengan stenosis arteri ekstrakranial dan 1623 pasien dengan kedua stenosis arteri
intrakranial dan ekstrakranial.
Stenosis ASM dengan atau tanpa stenosis serebrovaskular diidentifikasi pada 2399
subyek (1426 laki-laki dan 973 perempuan, berusia 16-93 tahun). Akhirnya, 209
pasien dengan stenosis ASM saja (83 asimtomatik dengan 108 stenosis ASM dan 126
Pasien asimtomatik dengan angka yang sama ASM stenosis) dimasukkan untuk
menerima deteksi MES, dari 144 laki-laki dan 65 perempuan, dari usia 35-82 tahun.
Flow chart studi ditunjukkan pada figur 1. Dasar demografis yang direkam termasuk
usia, jenis kelamin, dan faktor risiko stroke iskemik, misalnya riwayat hipertensi,
diabetes melitus, merokok, dilipidemia, penyakit jantung iskemik dan alkohol.
Distribusi faktor resiko ditunjukkan pada figur 2.
Hipertensi
Diabetes melitus
Merokok
Dislipidemia
Lain-lain
Spektrum TCD yang dapat dipisahkan mengindentifikasi ASM stenosis dan MES
Semua pasien yang direkrut dilakukan pemeriksaan TCD, dupleks karotid, dan
deteksi MES. Spektrum aliran darah dari ASM normal dan stenosis ditunjukkan pada
figur 3. Spektrum normal ASM ditunjukkan pada figur 3A. Stenosis ASM digrupkan
menjadi stenosis ringan (figur 3B), stenosis sedang (figur 3C), stenosis parah (figur
3D) dan grup oklusi (figur 3E) mengikuti kriteria untuk klasifikasi stenosis ASM.
Figur 3. Spektrum aliran darah normal dan stenosis MCA. A. MCA Normal; B. stenosis ringan MCA: stenosis ringan
didefinisikan dengan velositas puncak sisteolik 140-209 cm/s. C. stenosis MCA sedang: stenosis sedang didefinisikan sebagai
puncak velositas sistolik dari 210-280 cm/s; D. Stenosis MCA parah, stenosis parah didefinisikan dengan puncak velositas
sistolik <280 cm/s. E/ MCA oklusif: didiagnosis oklusif MCA jika semua arteri basal kecuali MCA terdeteksi atau indeksi
asimetri dari MCA yang terkena <-21% dibandingkan dengan MCA kontralateral dengan perubahan hemodinamik sirkulasi
intrakranial. Doi: 10.1371/journal.pone.0088986.g003
Spektrum negatif MES (MES2) dan positif MES (MES+) dari ASM stenosis
ditunjukkan pada figur 4. Durasi pendek yang terlihat, signal intensitas tinggi dalam
spektrum aliran dopler dengan kemunculan acak pada siklus kardiak adalah MES+
(Figur 4B, C dan D). Spektrum MES2 ditunjukkan di Figur 4A.
Figur 4. Spektrum pemeriksaan MES. A adalah spektrum MES negatif (MES -) pada pasien dengan stenosis MCA dan bagian
kirinya merupakan spektrum dari MCA bilateral pada kedalaman yang berbeda. B dan C merupakan spektrum MES positif
(MES +) pada dua pasien dengan stenosis MCA. Dan kita dapat melihat MES tipikal (panah). Kedalaman investigasi dari MCA
yang terkena terletak pada intra dan pos stenosis pada B, dan dapat terlihat pada MES di dua kedalaman. C terlokasi pada
pre dan pos stenosis area yang dapat terlihat hanya MES area poststenosis (bagian distal). Dmerupakan spektrum MES
atipikal (panah) pada pasien dengan stenosis MCA. Doi: 10.1371/journal.pone.0088986.g003
Dalam grup simtomatik, terdapat 49 pasien MES+ dan 77 pasien MES-. Tidak
terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan jenis kelamin pria antara kedua grup
(77.6% vs 81.2%, p.0.05), dan rata-rata usia tidak berbeda antara grup MES+ dan
MES2 (52.7 vs 51.9, p.0.05). Faktor risiko (termasuk riwayat hpertensi, diabetes
melitus, merokok, dislipidemia, penyakit jantung iskemik dan alkohol) dari MES+
dan grup MES2 pada grup simtomatik ditunjukkan pada Figur 5.
Jantung Iskemik
Lebih jauh lagim regresi logistik biner yang dilakukan untuk hubungan MES dan
faktor risiko diatas pada grup ASM stenosis simtomatik, menyarankan MES tidak
berhubungan dengan faktor risiko (p.0.05).
Frekuensi dari MES pada stenosis ringan, sedang berat, dan grup oklusi pada grup
simtomatik dan asimtomatik adalah 4/18 (22.22%) vs 0/30 (0), 13/31 (41.94%) vs
1/28 (3.57%), 30/62 (48.39%) vs 1/39 (2.56%), 2/15 (13.33%) vs 0/11 (0), secara
berurutan (Figur 6). Frekuensi MES pada pasien dengan stenosis parah lebih tinggi
dibandingkan pasien dengan stenosis ringan dan okluasi pada grup simtomatik
(p,0.05).
Figur 6. Frekuensi MES pada beberapa stadium stenosis MCA dari pasien simptomatik dan asimptomatik. Frekuensi MES
dibandingkan antar kedua grup pasien asimtomatik dan simtomatik. Frekuensi MES pada ringan, sedang, dan berat dan grup oklusif
dari grup simtomatik dan asimtomatik grup adalah 4/18 (22.22%) vs 0/30 (0), 13/31 (41,94%) vs 1/28 (2,57%), 30/62 (48,38%) vs
1/39 (2,56%), 2/15 (13,33%) vs 0/11 (0), secara berurutan. Frekuensi MES pada pasien dengan grup stenosis parah lebih tinggi dari
grup stenosis ringan dan oklusi pada grup stenosis MCA simtomatik dengan perbedaan statistik (p<0,05). Frekuensi MES pada pasien
dengan stenosis sedang lebih tinggi dari yang dengan stenosis ringan dan oklusi, meskipun tidak terdapat perbedaan statistik
(p>0,05). Frekuensi MES tidak berbeda antara grup stenosis ringan dan grup oklusi (p>0,05). Selain itu, kami menemukan kecuali
grup oklusif, frekuensi pada grup simptomatik lebih tinggi pada stenosis ringan, sedang, berat, secara berurutan (semua p<0,05).
DOI: 10.1371/journal.pone.0088986.g004
Frekuensi MES pada pasien dengan stenosis sedang lebih tinggi dari yang stenosis
ringan dan oklusi, meskipun tida terdapat perbedaan statistikal. Namun frekuensi
MES tidak berbeda antara grup stenosis ringan dan grup oklusi (p.0.05). Selain itu,
kami menemukan kecuali grup oklusi, frekuensi MES pada grup simtomatik lebih
tinggi dai grup asimtomatik pada grup stenosis ringan, sedang, parah secara berurutan
(p,0.05).
Frekuensi MES berbeda antara Subyek Simtomatik dan Asimtomatik dengan stenosis
ASM
Signifikansi klinis dari MES pada stenosis ASM asimtomatik tetap tidak jelas.
Dengan membandingkan frekuensi MES pada grup simtomatik dan asimtomatik,
kami menemukan bahwa frekuensi MES antara kedua grup secara signifikan berbeda
(49/126 vs 2/108, p,0.01); frekuensi MES pada grup simtomatik secara signifikan
lebih tinggi dibandingkan grup simtomatik (tabel 1). Angka median dari MES pada
grup stenosis ASM simtomatik adalah 5 (1–65), sedangkan apda grup asimtomatik
adalah 1 untuk kedua pasien positif MES. Demografik dasar dari jenis kelamin pria
dan riwayat merokok antara grup asimtomatik dan simtomatik berbeda (43/83 vs
101/126, dan 38/83 vs 88/126, secara berurutan, p,0.01), sedangkan faktor risiko
lainnya tidak ada perbedaan antara kedua grup (p.0.05) seperti ditunjukkan pada tabel
2.
MES MES
Jumlah Pasien Frekuensi MES Chi-Square P value
Positif negatif
DOI: 10.1371/journal.pone.0088986.g004
Follow-up
Dalam 83 pasien asimtomatik dengan 108 ASM stenosis, terdapat 2 pasien MES+,
yang memiliki angkat MES 1. Menurut pengawasan via telepon selama satu tahun,
kami menemukan tidak ada satupun yang terkena TIA atau stroke iskemik.
Diskusi
Kami menemukan bahwa demografi dasar (usia, jenis kelamin, riwayat hipertensi,
diabetes melitus, merokok, dislipidemia, penyakit jantung iskemik, dan alkohol) dari
grup MES+ dan MES- pada stenosis ASM simtomatik tidak memiliki perbedaan,
yang menyarankan bahwa faktor risiko tidak berhubungan dengan frekuensi MES.
Kami lebih jauh membandingkan demografi dasar dari grup asimtomatik dan
simtomatik, dan menemukan bahwa jenis kelamin laki-laki dan merekok dari kedua
grup berbeda sedangkan yang lainnya tidak. Jadi kami menyimpulkan bahwa laki-laki
dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk terkena stenosis ASM, namun
laki-laki dan pasien merokok di Cina Timur Laut dapat memiliki gejala stenosis ASM
lebih seirng.
Frekuensi MES pada grup asimtomatik lebih rendah dari grup simtomatik, yang
terdapat dalam persetujuan dengan studi sebelumnya. Penemuan kami
mendemosntrasikan bahwa MES secara langsung berhubungan dengan gejala,
menyarankan bahwa plak dari stenosis ASM asimtomatik lebih stabil dari grup
simtomatik. Kecuali pada pasien dengan ASM oklusi, frekuensi MES berhubungan
dengan derajat stenosis dan gejala, yang konsisten dengan studi sebelumnya. Dalam
ekdua grup simtomatik dan asimtomatik, pasien dengan ASM oklusif memiliki
frekuensi rendah dari MES. Hal ini mungkin disebabkan karena hilangnya aliran
darah dan berkurangnya tekanan lapisan dari plak. Deteksi MES oleh TCD
merupakan teknik yang sensitif untuk deteksi langsung, dan dapat digunakan untuk
mengevaluasi kerapuhan dari plak pada pasien dengan stenosis arteri serebrovasular.
Kermer et al, mengobservasi dan mengikuti 53 pasien dengan stenosis ASM
asimtomatik dan menemukan hanya satu yang berkembang menjadi TIA, dengan lesi
tidak di regio pasokan darah dari ASM stenosis. Ni et al juga menemukan rsiko dari
stroke iskemik pada pasien dengan arterosklerosis stenosis ASM rendah. Hasil dari
studi kami dapat menjelaskan risiko rendah kemunculkan stroke pada pasien dengan
ASM stenosis arteroskleirosis dari studi diatas. Penemuan kami konsisten dengan Li
et al. Mereka menemukan bahwan stenosis ASM asimtomatik menampilkan
perubahan negatif yang memprediksi plak yang ada stabil. Selain itu, mungkin
komposisi dari plak pada stenosis ASM simtomatik dan asimtomatik berbeda dan
memerlukan studi lebih lanjut dnegan menggunakan MRI.
Studi kami memiliki sampel yang besar karena laboratorium kami merupakan
tempat rujukan tertier terbesar di Cina Timur Laut. Meskipun frekunesi MES pada
stenosis ASM asimptomatik rendah, studi ini dikuatkan dengan sampel kami yang
besar dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang ketat. Bagaimanapun, studi kami
memiliki beberapa limitasi. Kohort kami hanya memilih pasien yang diperiksa di
laboratorium pada Neuroscience Center, Departmen Neurologi. Akiabt rendahnya
frekuensi, angka MES sebagai prediktor terbatas. Selain itu, kami hany mengikuti
pasien MES+ pada grup asimtomatil. Lebih jauh lagi, kami meresepkan antiplatele
dan atau statin stelah didiagnsois stenosis ASM asimtomatik, yang dapat
mempengaruhi hasil pengawasan. Kami kemudian tidak dapat mengeluarkan
kemungkinan bahwa bentuk natural dari stenosis ASM asimtomatik adalah jinak dan
reversibel. AKhirnya, kami mendiagnosis stenosis ASM dengan TCD dan akurasinya
lebih rendah dibandingkan modalitas lain seperti digital subtraction angiography
(DSA).