A [ok
490%
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI
DAN PEMASARAN CABAI MERAH KERITING
Di Desa Sindangmekar Kecamatan Wanaraja
Kabupaten Garut, Jawa Barat
Oleh :
ELLY NURLIAH
A07498102
JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002RINGKASAN
ELLY NURLIAH. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Cabai
Merah Keriting Di Desa Sindangmekar Kecamatan Wanaraja
Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dibawah bimbingan TANT! NOVIANTI.
Cabai merupakan komoditas sayuran yang banyak dibutuhkan, tidak
hanya kebutuhan dalam neger! seja tetapi juga luar negeri. Permintaan dalam
negeri mencakup permintaan untuk rumah tangga dan industri, Saat ini
Indonesia masih mengimpor komoditas cabai, hal ini menunjukkan bahwa
permintaan akan cabai di dalam negeri masih belum dapat dipenuhi oleh
petani.
Salah satu daerah sentra produksi terbesar di Jawa Barat adalah
Kabupaten Garut. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pendapatan
usahatani cabai._merah keriting, menganalisis pola saluran pemasaran cabai
merah keriting, menganalisis pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran,
menganalisis struktur dan perilaku pasar serta menganalisis sebaran marjin
pemasaran komoditas cabai merah keriting. Sedangkan kegunaan dari
penelitian ini adalah memberikan informasi bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kasus,
pemilinan fokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara
langsung kepada petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir dan
pedagang eceran. Responden petani berjumiah 30 orang, pedagang
pengumpul sebanyak 6 orang, pedagang grosir sebanyak 3 orang dan
pedagang eceran sebanyak 9 orang. Sedangkan data sekunder diperoleh
dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian DT | Jawa Barat dan hasil
penelitian sebelumnya. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2002.Dari penelitian diperoleh bahwa hasil produksi cabai merah keriting
petani dalam satu musim tanam untuk luasan satu hektar sebesar 10714,3
kg. Harga jual rata-rata yang terjadi di tingkat petani adalah sebesar Rp.
3.000, sehingga total penerimaan sebesar Rp. 32.142.900. Biaya tunai
terbesar yang dikeluarkan adalah untuk tenaga kerja luar keluarga sebesar
Rp. 4.032.480 atau sebesar 26,86%. Biaya tunal terbesar kedua adalah
pestisida sebesar Rp. 3.375.710 atau sebesar 22,49%. Selain biaya tunai,
dihitung pula biaya diperhitungkan yang terdiri dari tenaga kerja dalam
keluarga, penyusutan alat dan sewa tanah. Besamya biaya komponen-
komponen ini masing-masing sebesar Rp. 1.274.180, Rp. 971.667 dan Rp.
700.000. Petani memperoleh pendapatan atas biaya total sebesar Rp.
17.131.413 per hektar dengan R/C yang diperoleh sebesar 2,14.
Saluran pemasaran cabai merah keriting yang ada di Desa
Sindangmekar berjumlah empat saluran, Saluran pemasaran ini melibatkan
beberapa lembaga pemasaran yang meliputi pedagang pengumpul,
pedagang grosir dan pedagang pengecer. Saluran yang paling dominan
cipilin petani adalah saluran pemasaran 1 yaitu sebanyak 14 orang atau
46,67 persen. Setiap lembaga pemasaran umumnya melaksanakan fungsi-
fungsi pemasaran yang sama seperti fungsi pertukaran berupa pembelian
dan penjuaian, fungsi fisik berupa pengemasan dan pengangkutan, dan
fungsi fasilitas berupa sortasi, pembiayaan, penanggungan resiko dan
informasi pasar.
Setiap lembaga pemasaran menghadapi struktur pasar yang berbeda
Struktur pasar yang dihadapi oleh petani dan pedagang pengumpul
mendekati oligopsoni. Sedangkan pedagang grosir menghadapi_struktur
pasar yang mengarah ke bentuk pasar oligopoli dan struktur pasar yang
dihadapi oleh pengecer adalah pasar persaingan monopolistik.
Marjin pemasaran yang terbentuk didasarkan pada saluran yang ada.
aluran pemasaran 3 mempunyai nilai marjin total paling tinggi, dengan
marjin tertinggi didapatkan oleh petani. Farmer share yang diterima petantsudah cukup tinggi yaitu sebesar 76.92% yang dicapai oleh saluran
pemasaran 4. Marjin pemasaran yang rendah dan farmer share yang tinggi
yang diterima oleh petani ditunjukkan oleh saluran pemasaran yang pendek
Komponen pengeluaran terbesar yang dikeluarkan petani adalah
penggunaan tenaga kerja luar keluarga, dengan demikian disarankan agar
petani lebih memaksimalkan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga.
Disarankan agar petani menggunakan saluran pemasaran 3 karena
memiliki nilai efisiensi yang tinggi, juga melalui saluran pemasaran ini
disarankan agar petani melakukan kerjasama dengan petani lain dalam hal
penyampaian barang dari petani ke pasar induk sehingga biaya transportasi
yang terjadi dapat ditekan.JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh :
Nama 2 Elly Nurliah
NRP = A07498102
Program Studi Agribisnis
Judul : Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemaseran
Cabai Merah Keriting Di Desa Sindangmekar,
Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa
Barat
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
NIP ; 132 206 249
é Mengetahui,
Ketua Jurusaf lifu-imu Sosial Ekonomi Pertanian
NIP : 131 284 865
Tanggal lulus : 29 Mei 2002PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar merupakan karya
sendiri yang belum pemah diajukan sebagai karya imiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun.
Bogor, Mei 2002
Elly Nurliah
07498102ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI
DAN PEMASARAN CABAI MERAH KERITING
Di Desa Sindangmekar Kecamatan Wanaraja,
Kabupaten Garut, Jawa Barat
Oleh >
ELLY NURLIAH
407498102
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Ibu E.
Sumartini dan Bapak Maman Hermanto, SIP. Dilahirkan di Bandung pada
tanggal 27 September 1980.
Penulis ulus dari Sekolah Dasar Negeri Budi Mulya Ill pada tahun
1992, kemudian menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri
3 Cimahi pada tahun 1995. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan
pendidikan di SMU Negeri 2 Cimahi dan pada tahun yang sama mendapat
kesempatan belajar i Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada
Jurusan IImu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Agribisnis.KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
Skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran
Cabai Merah Keriting’ ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempuma, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun,
Semoga skripsi ini berguna bagi pembaca dan bagi pihak-pihak yang
membutuhkan informasi.
Bogor, Mei 2002
penulisUCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sedalam-
dalamnya kepada :
1. Ibu Tanti Novianti, SP sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan
banyak dukungan, bimbingan dan pengarahan selama penelitian hingga
selesainya skripsi ini.
2. Ibu Ir, Rita Nurmalina Suryana, MS sebagai dosen penguji utama.
3. Ibu Ir. Harmini, MSi sebagai dosen moderator dalam seminar dan penguji
urusan komdik.
4. Mamah, Bapak, Aa Wahyu dan Denny yang telah banyak membantu dan
telah memberikan banyak dukungan moril dan doa sehingga skripsi ini
selesai.
5. Mas Haryo, terima kasih atas doa, dorongan, dukungan, kesabaran dan
kesetiaannya selama ini
6. Keluarga Woeryanto, Bapak, Ibu, Mas Bima, Mba Lela, Ridhani dan Diva
terimakasih untuk semuanya.
7. Keluarga di Garut, Uwa that sekeluarga, Uwa Ajid sekeluarga, Uwa
Entang sekeluarga dan Uwa Amin sekeluarga atas perhatiannya selama
penulis melakukan penelitian
8 Sahabat-sahabatku, Sinta, Rina akhwat, Elin, Rina Rosel, Novita, Dona,
Lina, Harini, Eka, dan Nina terimakasih atas persahabatannya selama ini.
9. Rekan-rekan team voli, in in, Habzah, lin, Indah, dan seluruh rekan-
rekan AGB ’35, terimakasih atas kekompakannya.
40. Vina, Pipit, Ningrum, Arta, Rima, Lisa, Endang dan Mona serta rekan-
rekan di TS-1 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
41. Semua pihak yang terkait yang tidak bisa disebutkan satu persatu.DAFTAR IS!
Halaman
KATA PENGANTAR ix
DAFTAR TABEL ........... xiv
DAFTAR GAMBAR ...... xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvii
BAB | PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah eer Fee 40
1.3 Tujuan Penelitian .. 11
1.4 Kegunaan Penelitian 12
BAB I! TINJAUAN PUSTAKA ..... 13
2.1 Komoditas Cabai 13
2.2 Penelitian Terdahulu 14
BAB Ill KERANGKA PEMIKIRAN ... 20
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ..... 20
3.1.1 Pendapatan Usahatani - (20)
3.1.2 Teori Pemasaran 23
3.1.3 Lembaga dan Saluran Pemasaran ........... oF 26
3.1.4 Struktur Pasar .......... 29
3.1.5 Perilaku Pasar ...... 31
3.1.6 Marjin Pemasaran ..... 31
34
3.2. Kerangka Operasional ...BAB IV METODE PENELITIAN .... 36
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..... 36
4.2 Metode Penarikan Contoh .. 36
4.3 Metode Pengumpulan Data 37
4.4 Metode Pengolahan dan Anaiisis Data bebe 38
4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani 38
4.4.2 Analisis Struktur Pasar ... 40
4.4.3 Analisis Perilaku Pasar 40
4.4.4 Analisis Marjin Pemasaran .. 4
BAB V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN .... 42
5.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam ... 42
5.2 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian .....cccncssesss 43
5.3 Sarana dan Prasarana serta Lembaga Pendukung ..vewroen 44
5.4 Karakteristik Petani Cabai ..... 45
5.5 Gambaran Umum Usahatani Cabai Merah Keriting
di Desa Sindangmekar 47
BAB VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI, SALURAN PEMASARAN
DAN MARJIN PEMASARAN .. 50
6.1 Pendapatan Usahatani Cabai Merah Keriting ........ 50
6.1.1. Penerimaan Usahatani 53
6.1.2, Pengeluaran Usahatani 54
6.2 Saluran Pemasaran ... 62
6.2.1, Saluran Pemasaran 4 63
6.2.2, Saluran Pemasaran 2 65
6.2.3. Saluran Pemasaran 3... 65
6.2.4, Saluran Pemasaran 4 66
6.3 Fungsi-fungsi Pemasaran... 67
6.3.1. Petani 686.3.2, Pedagang Pengumpul
6.3.3, Pedagang Grosir
6.3.4. Pengecer .....
6.4 Struktur Pasar
6.4.1. Petani ...
6.4.2. Pedagang Pengumpul ...
6.4.3, Pedagang Grosir...
6.4.4, Pengecer ....
6.5 Perilaku Pasar...
6.5.1. Praktek Pembelian dan Penjualan ......
6.5.2. Sistem Penentuan Harga ....
6.5.3. Kerjasama antar Lembaga Pemasaran .......-.s. eee
6.6 Marjin Pemasaran ....
6.6.1. Saluran Pemasaran 1 ...
6.6.2. Saluran Pemasaran 2
6.6.3. Saluran Pemasaran 3 ..
6.6.4, Saluran Pemasaran 4.
BAB Vil KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran .....
DAFTAR PUSTAKA ..
LAMPIRAN ...
69
70
72
72
73
73
74
75
7
75
76
7
7
80
82
83
85
87
87
90
ot
94DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
4. Luas Areal, Luas Panen dan Produksi Cabai Merah Tahun
1996-2000 di Jawa Barat... 3
2. Luas Tanam, Luas Penen dan Produksi Sayuren di Jawa
Barat Tahun 2000 .... 7 See eae 5
3. Rata-rata Harga Produsen Cabai Merah di Jawa Barat
Tahun 1996-2000. eo aa eben ae 6
4. Trend Produksi Komoditas Cabai Merah di Kecamatan
Wanaraja ..... Eee at 7
5, Luas Tanam, Luas Panen dan Luas Produksi Komoditi Utama
di Kecamatan Wanaraja Tahun 2001 9
6. Karakteristik Struktur Pasar Berdasarkan Sudut Penjual
dan Pembeli 30
7. Struktur Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di
Desa Sindangmekar, 2002 ...........:0::c2eee iH aah 43
8. Jumlah Penduduk Desa Sree Berdasarkan Mata
Pencaharian, 2002 aaah a 44
9. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Merah Per Hektar
di Desa Sindangmekar dalam Satu Musim Tanam 52
10. Nilai Penggunaan Pestisida Usahatani Cabai merah Keriting
di Desa Sindangmekar dalam Satu Musim Tanam ........ 87
41. Nilai Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Cabai
Merah di Desa Sindangmekar untuk Satu Musim Tanam ... 58
12, \Nilei Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Petani Cabai
Merah di Desa Sindangmekar ... Hic 60
43. Nilai Penyusutan Alat yang Digunakan Usahatani Cabai Merah
di Desa Sindangmekar Untuk Satu Musim Tanam ......... 61
xiv14,
15,
Pelaksanaan Fungsi Pemasaran oleh Lembaga Pemasaran
cabai Merah Keriting di Desa Sindangmekar
Marin Saluran Pemasaren Cabai Merah Kerting of Desa
Sindangmekar . ase
67
79No.
DAFTAR GAMBAR
Teks Halaman
Hubungan antara Fungsi-fungsi Pertama dan Turunan
Terhadap Marjin Tataniaga dan Nilai Tataniaga .... 33
Kerangka operasional .jujccscseusesiseutsnenennennn 36
Saluran Pemasaran Cabai Merah Keriting di Desa
Sindangmekar coe 68DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Peta Wilayah Kecamatan Wanaraja ........ 94
2. Tanaman Percobaan PT Tanindo Subur Prima di
Desa Sindangmekar..........- c 95BABI
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan kebijakan sistem pemerintahan yang bersifat lebih
desentralistis dengan otonomi di tingkat Kabupaten, —pendekatan
pembangunan hortikultura mengalami perubahan, dari sentralistis ke otonomi
daerah (desentralisasi), dari pendekatan target produksi komoditas ke
pembangunan sistem dan usaha agribisnis, dari pembangunan subsektor
kepada pembangunan wilayah.
Pengembangan agroindustri sebagai fokus sentra pembangunan
perekonomian untuk memacu pertumbuhan ekonomi khususnya di pedesaan
tidak terlepas dari upaya pemanfaatan sumber wilayah secara optimal
(Hadiwigeno, 1991 dalam Armiati et al, 1995). Sejalan dengan hal ini perlu
dikembangkan usaha untuk mendukung pengembangan agroindustri yang
diselaraskan dengan kondisi sumberdaya spesifik pada tiap-tiap wilayah.
Salah satu kebijaksanaan pemerintah terhadap sektor pertanian
Khususnya subsektor tanaman pangan dan hortikultura adalah penerapan
Panca Bakti Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura yang meliputi : (1)
Peningkatan gizi; (2) Peningkatan pendapatan; (3) Peningkatan kesempatan
kerja; (4) Substitusi impor dan (5) Pengembangan ekspor (Arintadisastra,
1997 dalam Bilmar, 2001). Dalam rangka penanggulangan krisis ekonomitahun 1996 juga pemerintah mencanangkan program untuk meningkatkan
sumbangan subsektor hortikultura yang dikenal dengan “Gema Hortina 2003"
atau Gerakan Mandiri Hortikultura Tropika Nusantara 2003 (Moira, 2000).
Sektor horfikultura saat ini mengalami perkembangan cukup pesat.
Tanaman hortikultura sangat besar peranannya dalam menunjang usaha
pemerintah untuk meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan
kesempatan kerja, mengurangi impor dan melestarikan sumberdaya alam.
Komoditas hortikultura yang berorientasi pada pasar domestik maupun
cekspor memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung pertumuhan
ekonomi nasional. Cabai merah keriting sebagai salah satu komodites
horfikultura merupakan tanaman yang cukup penting di indonesia. Berbagai
macam makanan di indonesia memerlukan cabai sebagai salah satu bahan
utama. Selain berguna sebagai penyedap masakan, cabai juga mengandung
zat-zat gizi yang sangat diperlukan untuk kesehatan manusia. Cabai
mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe),
vitamin-vitamin dan senyawa alkaloid seperti capsaicin, flavonoid dan minyak
esensial. Pemanfaatan cabai merah keriting tidak hanya dalam bentuk buah
segar, tetapi buah yang sudah kering pun masih dapat dimanfaatkan menjadi
bentuk serbuk yang daya tahannya lebih lama dibandingkan dalam bentuk
buah segar. Luas areal, luas panen dan produksi cabai merah keriting tahun
4996-2000 di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Luas Areal, Luas Panen dan Produksi Cabai merah
keriting Tahun 1996-2000 di Jawa Barat
Tahun | Luas Areal (ha) | Luas Panen (ha) | Produksi (ton) |
1996 19.779 19.811 235.211 |
1997 19.355 17.807 235.424 |
1998 16.703 16.734 130.499
1999 30.604 30.302 328.501
2000 21.128 21.908 356.768
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan DT | Jabar, 2002
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa luas areal tanaman cabai merah
keriting mengalami penurunan tahun 1997, 1998 dan tahun 2000. Penurunan
ini disebabkan oleh cuaca yang kurang mendukung dengan adanya kemarau
panjang, biaya sarana produksi yang tinggi dan harga cabai yang rendah.
Sedangkan kenaikan luas areal tanaman cabai merah keriting terjadi pada
tahun 1999 sebesar 14.101 atau sebesar 45,77% yang mengakibatkan
kenaikan luas panen sebesar 30.302 ha. Kenaikan ini disebabkan oleh harga
cabai yang tinggi
Sedangkan produksi dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2000 terus
mengalami kenaikan, kecuali pada tahun 1998 yang mengalami penurunan
produksi sebesar 104.925 ton atau sebesar 44,56%. Pada umumnya
kenaikan ini disebabkan oleh penerapan teknologi budidaya yang dapat
meningkatkan jumlah produksi dan menekan biaya-biaya produksi. (Dinas
Pertanian Tanaman Pangan DT | Jaber, 2002). Sedangkan penurunan
disebabkan oleh kegagalan panen, fluktuasi perubahan tingkat harga yangtidak stabil dibanding dengan peningkatan harga-harga input pertanian
seperti pupuk dan benih yang mengakibatkan petani menelantarkan dan tidak
merawat tanamannya serta rendahnya tingkat pengetahuan petani dalam
budidaya (Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1998)
Permintaan masyarakat terhadap cabai terus meningkat. Konsumsi
rata-rata cabai untuk rumah tangga di Jawa sebesar 5,937 gramvkapita/hari
Sedangkan berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan
Hortikultura tahun 1994, rataan hasil cabai di Indonesia masih tergolong
rendah yakni sekitar 4,3 ton/ha (Rosliani, 1997). Dibidang industri pun cabal
mempunyai peluang yang cukup terbuka, dimana permintaan rata-rata untuk
keperluan industri pada tahun 2000 sebesar 264.100 ton dan diperkirakan
akan terus meningkat (werw.bi.go.id/sipuk/im/ind/cabai_merah/pemasaran. htm).
Selain mengisi permintaan dalam negeri, kini cabai juga telah banyak
diekspor baik dalam bentuk cabai segar/dingin, cabai kering dan saus cabai
Ekspor tertinggi terjadi pada tahun 1992, sebesar 623.878 kg. Sedangkan
ekspor cabai ering pada tahun 1996 adalah 36.174 kg dengan nilai US $
12.117 dan meningkat lebih besar dibandingkan dengan cabai segar, yakni
mencapai 485.450 kg per September 1996 dengan nilai US $ 2.145.235.
Di sisi lain, Indonesia juga mengimpor berbagai jenis cabai dan cabai
olahan dari berbagai negara. Volume impor cabai dari berbagai negara
tersebut cukup berfluktuasi. Dalam dua tahun terakhir, angka impor cabei
mengalami penurunan, dan pada tahun 1996 mencapai 1.788.760 kg. Kondisiini menunjukkan bahwa kebutuhan cabai/cabai olahan di dalam negeri masih
belum dapat di penuhi oleh petani (industri cabai di Indonesia).
Jawa Barat sebagai salah satu sentra sayuran di Pulau Jawa
menghasitkan berbagai macam komoditi sayuran diantaranya cabai yang
jumlah produksinya terbesar kedua setelah kentang. Luas tanam, luas panen
dan produksi berbagai komoditi sayuran yang dihasilkan di Jawa Barat
selama tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Sayuran di Jawa
Barat Tahun 2000
No |Jenis Tanaman | Luas tanam | Luas Panen | Produksi
: (ha) | _tha) (ton)
1 | Kentang 25.263 | 28.695 | 509.971
2 | Cabai 23.939 | 26.255 365.173
3.|Kacang panjang | 21.161 21.553 155.073
4 | Kubis 18.445 19.322 451.647
5 | Ketimun 17.144 | 16.946 216.51
6 | Petsai 14.958 18.472 | 221.229
7 | Bawang daun 14.857 14.829 160.823
8 | Bawang merah 13.244 13.267 100.228
9 | Tomat 12.424 13.444 288.773
10 | Kacang merah 10.594 10.438 55.290
44 | Buncis 7.874 8.163 99.106
12 | Kangkung 7.810 5.804 80.954
43 | Terung 7.058 7.462 79.556
14 | Wotel 6.212 6.699 414,801
15 | Bayam 5.647 5.429 40.776
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan DT | Jabar, 2000Harga cabai merah keriting ditentukan oleh pasar. Dari kegiatan
pemasaran cabai merah keriting di Jawa dapat dijumpai empat pengendali
harga yang berperan yaitu Pasar Induk Kramat Jati, pedagang pengumpul
yang terdekat dengan para produsen, pedagang pengumpul yang mampu
memasarkan lebih lanjut ke pasar yang terdekat dengan konsumen dan
industri pengolah yang mendasarkan harga beli bahan —baku
pada komponen haga pokok —penjualan produk ~—_olahannya
(www. bi.go.id/sipuk/m/ind/cabai_merah/pemasaran.htm). Perkembangan
harga cabai merah keriting per Kuintal di tingkat produsen di Jawa Barat
selama lima tahun dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Harga Produsen Cabai merah keriting Per
Kuintal di Jawa Barat Tahun 1996-2000
Tahun Harga rata-rata (Rp)
7996 200.656,85
1997 241.575,59
71998 419,049,52
[ 1999 604.759,19
2000 658.816,29
Sumber : BPS, 2001
Dari tabel di atas, harga cabai merah keriting di tingkat produsen dari
tahun 1996 sampai dengan tahun 2000 terus mengalami kenaikan. Hal inidisebabkan jumlah cabai yang diperdagangkan semakin meningkat dan
kualitas cabai yang diperdagangkan semakin baik (BPS, 2001)
Komoditas cabai sebagai komoditas dengan produksi terbesar setelah
kentang di Jawa Barat berasal dari berbagai wilayah, salah satunya dari
Kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut. Trend produksi komoditas cabai
merah keriting selama lima tahun di Kecamatan Wanaraja dapat dilinat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Trend Produksi Komoditas Cabai merah keriting di
Kecamatan Wanaraja
Tahun Jumiah Produksi (ton)
1997 4.950
1998 7977
1999 5.899
2000 5.245
2004 4.800
‘Sumber. Dinas Pertanian Kab. Garut, 2001
Dari jumlah produksi selama lima tahun, kenaikan produksi
hanya terjadi pada tahun 1998, sedangkan pada tahun berikutnya produksi di
Kecamatan ini menurun. Kenaikan pada tahun 1998 dipicu oleh harga cabei
merah keriting di pasaran yang melonjak sehingga banyak petani yang
berspekulasi mendapatkan keuntungan di tahun berikutnya. Tahun 1999
sampai dengan tahun 2001 produksi cabai merah keriting menurun, hal inidikarenakan wilayah ini pada tahun-tahun tersebut difokuskan sebagai sentra
produksi padi, kacang kedelai dan jagung sehingga lahan yang digunakan
untuk menanam cabai menjadi lebih sedikit.
Di Kecamatan Wanaraja sendiri, cabai merah keriting termasuk
komoditi utama tetapi menempati urutan ketigabelas. Di kecamatan ini, padi
sawah dan padi gogo merupakan komoditi utama pertama dan kedua,
setelahnya komoditi palawija yang terdiri dari kacang kedelai, jagung, kacang
tanah, ubi kayu, ubi jalar dan disusul oleh komoditi sayuran.
Komoditi padi sawah menempati urutan pertama dengan lahan yang
digunakan untuk budidaya seluas 4.255 ha atau 45,35% dari luas total.
Sedangken lahan yang digunakan untuk budidaya cabai merah keriting
seluas 315 ha atau sebesar 3, 38% dari luas total. Kecamatan Wanaraja
selain sebagai sentra produksi cabai merah keriting juga merupakan daerah
sentra produksi komoditi kacang kedelai dan jagung yang masing-masing
menggunakan lahan seluas 2.083 ha atau sebesar 22,35% dan 1.684 ha
atau sebesar 18,07%. Luas tanam, luas panen dan produksi komoditi utama
di Kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel 5.Tabel 5. Luas Tanam, Luas Panen dan Luas Produksi Komoditi
Utama di Kecamatan Wanaraja Tahun 2001
No| Komoditi | Luas Tanam | Luas Panen Produksi
(ha) (ha) (ton)
1 | Padi Sawah 4.255 4.871 321. 486
2 | Kacang Kedelai 1.684 1.868 1.895
3 | Jagung 2083. | (‘1.723 14.499,5
[4 |KacangTanah | 333 328 45, 92
8 | Ubi Kayu 554 1.134 396, 90
6 | Ubi Jalar 72 “129 5.160
7 | Kacang Merah 232 435 3.4132
8 | Bawang Merah 644 590 5.605
9 | Bawang Daun’ 140 193 2895 |
10 | Kubis 487 |e 16.175
71 | Kentang 379 746 18.650
12 | Peisai 147 119 2.380
13 | Cabai merah 315 320 480
44 | Tomat A ~~ 98 141 2.820
45 | Terung 9 2 ode
16 | Buncis 13 5 37,8
77 | Kangkung 2 4 60
Sumber - BPP Kecamatan Wanaraja, 20021.2 Perumusan Masalah
Cabai (Capsicum annuum L) adalah komoditas penting di Indonesia
yang mempunyai prospek cerah dalam upaya meningkatkan taraf hidup
petani. Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang luas, sehingga dapat
dibudidayakan pada berbagai ekosistem yang berbeda.
“Kini, program pengembangan usahatani cabai merah keriting tidak lagi
semata-mata ditujukan untuk meningkatkan produksi per hektar tetapi lebih
ditekankan kepada pencapaian sasaran peningkatan pendapatan petani.
Cabai dalam proses produksinya membutuhkan banyak modal,
sedangkan banyak petani yang berusahatani_cabai merupakan petani kecil
sehingga modal merupakan salah satu kendala yang dihadapi dalam
pengembangan usahatani komoditas ini. Sistem pemasaran cabai yang ada
selama ini belum memberikan insentif yang besar bagi peningkatan
kesejahteraan petani. Hal ini disebabkan harga yang tidak menentu karena
perubahan harga yang terjadi setiap saat, sehingga pendapatan petani pun
mengalami perbedaan yang mencolok pada setiap musim tanam.
Hal tain yang terjadi adalah bahwa marjin pemasaran yang diterima
oleh berbagai lembaga pemasaran tidak merata, dimana petani menerima
harga yang rendah sedangkan dilain pihak, konsumen membayar lebih
mahal.
Mengembangkan sistem pemasaran akan mendorong kelancaran
arus produksi cabai merah keriting dari produsen ke konsumen yang pada
gilirannya akan menggairahkan petani untuk berproduksi, karena selama ini"
yang terjadi di lapangan adalah pasar ditentukan oleh pedagang perantara
maupun pedagang pengumpul dengan harga yang mereka tentukan sendiri,
dan petani menjual produknya dengan harga tersebut (price taker). Jadi,
usaha peningkatan produktivitas dan pengembangan cabai merah keriting
dipengaruhi oleh perbaikan dalam sistem pemasaran (Bilmar, 2001).
Dari permasalahan yang ada, maka masalah yang ekan dijawab
melalui peneltian ini adalah :
4, Bagaimana tingkat pendapatan yang diperoleh petani pada usahatani
cabai merah keriting?
2. Bagaimana rasio penerimaan atas biaya (R/C) pada tingkat
pendapatan petani?
3. Bagaimana sistem pemasaran, saluran pemasaran dan sebaran
marjin pemasaran cabai merah keriting yang terjadi pada setiap
lembaga pemasaran?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah
4. Menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh petani dalam
usahatani cabai merah keriting
2. Menganalisis rasio penerimaan atas biaya (R/C) pada tingkat
pendapatan dari petani cabai merah keriting2
3. Menganalisis sistem pemasaran, saluran pemasaran dan sebaran
marjin pemasaran komoditas cabai merah keriting pada setiap
lembaga pemasaran.
1.4Kegunaan Penelitian
‘Adapun kegunaan peneiitian ini adalah :
1. Bagi petani, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber
informasi dalam berusahatani dan memilin saluran pemasaran
sehingga lebih mampu mencapai tujuan
2. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan sehubungan dengan
usahatani dan pemasaran cabai merah keriting.BABII
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komoditas Cabai
Menurut Pickersgill (1989) dalam Inti (2000) terdapat lima spesies
cabai, yaitu Capsicum annuum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense,
Capsicum bacctum dan Capsicum pubescens. Diantara kelima spesies
tersebut yang memiliki potensi ekonomi adalah Capsicum annuum (cabal
besar) dan Capsicum frutescens. Kedua spesies ini banyak dibudidayakan di
Indonesia. Berdasarkan sifat buahnya terutama bentuk buah, cabai besar
dapat digolongkan dalam tiga tipe yaitu cabai merah keriting, cabal keriting
dan paprika.
Sedangkan menurut Prajnanta (1995), cabai merah keriting terdiri dari
cabai hibrida dan nonhibrida. Cabai hibrida juga mempunyai beberapa
varietas yaitu varietas hot beauty (457), varietas hero (459), varietas long chili
(456), varietas ever fiavor (462), varietas passion (451) dan lain-lain.
Sebagai salah satu komoditas hortikultura yang dapat ditanam pada
dataran rendah dan dataran tinggi, cabai memiliki manfaat yang sangat
beragam dari pembangkit selera makan sampai obat yang berkhasiat untuk
penyakit tertentu.
Tanaman cabai paling sesuai di budidayakan pada tanah yang
berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu porus serta kaya14
akan bahan organik. Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara
yang baik, unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Sedangkan
pH tanah yang sesuai untuk tanaman cabai berkisar antara 5,5-6,8 dengan
pH optimum 6-6,5.
Tanaman cabai juga memerlukan air yang merupakan unsur vital bagi
keberhasilan tanaman cabai. Air yang diperlukan berasal dari mata air atau
sumber air bersih. Air yang bersih akan membawa mineral serta unsur hara
yang diperiukan tanaman. Air berfungsi sebagai pelarut unsur hara yang
terdapat di dalam tanah, sebagai media pengangkut unsur hara tersebut ke
organ tanaman, serta pengisi cairan tubuh tanaman. Sedangkan dari faktor
iklim, cabai cocok ditanam pada derah yang anginnya sedang, curah hujan
berkisar antara 1500-2500 mm/tahun, intensitas cahaya matahari yang cukup
yaitu antara 10-12 jam sehari, suhu 25°C-30°C dengan suhu optimal untuk
pertumbuhan berkisar antara 24°C-28°C, serta kelembapan relatif 80% dan
sirkulasi udara yang lancar.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang usahatani cabai telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya. Nizam (2000) yang menganalisis tentang efisiensi penggunaan
faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani cabai merah keriting di
Desa Karawang Kabupaten Sukabumi menyimpulkan bahwa kemiringan
fahan mempengaruhi efisiensi_ penggunaan pupuk. Penerimaan usahatani
untuk tiap lahan yang diusahakan adalah Rp. 36.467.200 dengan asumsiharga cabai merah keriting sebesar Rp. 2.200/kg. Penerimaan dari usahatani
cabai merah keriting di Desa Karawang berdasarkan R/C rasio menunjukkan
bahwa keuntungan yang diperoleh petani dalam satu musim tanam masih
baik. Kondisi optimal pada usahatani cabai merah keriting untuk variabel
lahan adalah sebesar 1,67 ha; variabel benih 558,2 kg; variabel pupuk urea
918,38 kg; pupuk TSP 812,30 kg; pupuk KCI 752,12 kg; pupuk ZA 1.763,79
kg; pupuk NPK 809,70 kg; pupuk kandang 10.148,40 kg; tenaga kerja 346,81
hari kerja pria; Kapur pertanian 6,859,39 kg; pestisida padat 14,74 kg dan
pada input variabel pestisida cair 2,69 liter.
Inti (2000) yang menganalisis pendapatan usahatani dan saluran
pemasaran cabai merah keriting di Desa Cisarua Kabupaten Sukabumi
menyimpulkan bahwa rata-rata produktivitas pohon cabai merah keriting
petani tradisional adalah 5, 308 ons per pohon. Pohon yang diperlakukan
intensif menghasilkan cabai rata-rata 8 ons per pohon. Harga rata-rata yang
terjadi di tingkat petani intensif sebesar Rp. §.055 per kg sedangkan di tingkat
petani tradisional sebesar Rp. 2.027,78 per kg. Perbedaan harga jual ini
disebabkan perbedaan kualitas cabai merah keriting. Cabai merah keriting
yang dihasilkan petani tradisional kualitasnya lebih rendah dibandingkan
cabai merah keriting petani intensif.
Pendapatan atas biaya total petani intensif sebesar Rp. 41.304.919,82
dengan rasio R/C sebesar 1,31 lebih tinggi dibandingkan dengan petani
tradisional yang hanya sebesar Rp. 8.334.882,77.16
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa saluran pemasaran cabai
merah keriting adalah sebagai berikut:
saluran1: | Petani |p{ Pedagang pengumpul }-} Pedagang Grosir -»
Pengecer al Konsumen.
Saluran2: | Petani | g[ Pedagang Grosic |y[ Pengecer |_,[ Konsumen
Saluran 3: | Petani |{ Pedagang iokal [>| Pengecer [->} Konsumen
Petani |p| Pedagang pengumpui | yl Pedagang lokal |p| Pengecer
Saluran 4:
p| Konsumen
Petani |_| Konsumen
Saluran 5:
Saluran 1,4 dan 5 dilakukan oleh petani tradisional. Sedangkan
saluran 2 dan 3 merupakan saluran yang dipilih oleh petani intensif. Saluran
pemasaran cabai mera keriting yang paling dominan dipilin petani adalah
saluran 2 (44,45 persen).
Marjin pemasaran yang terbentuk didasarkan pada saluran yang ada.
Saluran 2 memiliki marjin yang paling besar karena mempunyai Komponen
biaya pemasaran yang tinggi. Biaya pemasaran yang tinggi ini didominasi
oleh biaya penyusutan. Sebaran marjin pemasaran yang terbentuk merata
diantara lembaga pemaseran, dan farmers share yang diterima petani sudah
cukup tinggi. Marjin pemasaran yang rendah dan farmers share yang besar
yang diterima oleh petani ditunjukkan oleh saluran pemasaran yang pendek.7
Hasil penelitian yang dilakukan Bilmar (2001) tentang pendapatan
usahatani cabai merah keriting di Desa Karawang Kabupaten Sukabumi
menunjukkan bahwa usahatani cabai merah keriting di daerah tersebut
menguntungkan, dimana nitai R/C untuk petani tradisional 1,9 dan untuk
petani modern 2,2. Total biaya rata-rata untuk petani tradisional sebesar Rp.
29.838.346,3 per hektar sedangkan untuk petani modern sebesar Rp.
28.998.598,5 per hektar. Rata-rata produksi cabai merah Keriting petani
tradisional sebesar 10.332,5 kg per hektar dan harga rata-rata untuk petani
tradisional Rp. 5.464,5 per kg sehingga pendapatannya sebesar Rp. 62.350.
213,2 per hektar. Sedangkan rata-rata produksi cabai merah keriting untuk
petani modern 10.758,6 kg per hektar dan harga rate-ratanya Rp. 5.970 per
kg sehingga pendapatan petani modern sebesar Rp. 33.51.614,7 per hektar.
Rozfaulina (2000) juga melakukan penelitian tentang pendapatan dan
usahatani cabai merah keriting di tiga desa di Kecamatan Sukaraja
Kabupaten Sukabumi dan hasiinya menunjukkan bahwa pendapatan
usahatani cabai merah keriting di tiga desa tersebut —menunjukkan
keuntungan yang tinggi (R/C >1) namun resikonya juga tinggi. Analisis
sensitivitas dengan penurunan harga sebesar 64,5% akan menyebabkan
kerugian bagi petani dengan asumsi faktor lain tetap, serta faktor-faktor
produksi yang berpengaruh nyata (pada taraf nyata 1%) terhadap produksi di
tiga desa tersebut adalah lahan, benih, pupuk ZA, pupuk TSP, pupuk KCI,
kapur, tenaga kerja, obat-obatan padat dan obat-obatan cair. Sedangkan18
faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata (pada taraf nyata 1%) adalah
pupuk Urea, pupuk NPK dan borate.
Penelitian tentang pemasaran juga telah banyak dilakukan,
diantaranya Muslikh (2000) yang meneliti tentang sistem tataniaga cabai rawit
merah di DKI Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses
penyaluran tataniaga cabai rawit merah di DKI Jakarta melibatkan dua
lembaga tataniaga, yaitu pedagang grosir dan pedagang pengecer. Struktur
pasar cabai rawit merah di Pasar Induk Kramat Jati sebagai pedagang grosir
cenderung tidak bersaing sempurna (aligopoll), sedang struktur pasar pada
tingkat pengecer cenderung bersaing sempuma. Berdasarkan hasil analisis
sebaran marjin tataniaga dapat diketahui bahwa sebaran marjin kurang
merata.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Iriani (1998) tentang analisis
integrasi pasar komoditi cabai merah keriting di Pulau Jawa menunjukkan
bahwa perkembangan Iuas panen dan produksi cabai merah keriting di
Propinsi Jawa Barat, Jawa tengah dan Jawa Timur berfluktuasi periodik.
Untuk Propinsi Jawa Barat, faktor-faktor yang sangat mempengaruhi supply
cabai merah keriting adalah luas panen, harga cabai merah keriting pada
waktu yang lalu, dan harga bawang merah pada waktu yang lalu. Sedang
untuk Jawa Tengah faktor yang sangat mempengaruhi supply cabai merah
keriting adalah luas panen dan harga bawang merah pada waktu yang lalu.
Supply untuk Propinsi. Daerah Istimewa Yogyakarta sangat
dipengaruhi oleh luas panen dan harga bawang merah pada waktu19
sebelumnya. Adapun untuk Propinsi Jawa Timur supply cabai merah keriting
dipengaruhi oleh las panen dan produksi cabai merah keriting pada waktu
sebelumnya. Hasil uji integrasi pasar menunjukkan nilai IMC dari masing-
masing propinsi dengan pasar konsumen di Jakarta mempunyai nilai yang
lebih kecil dari nilai IMC terhadap pasar konsumen pada masing-masing
ibukota propinsi. Ini menunjukkan bahwa arus komoditi cabai merah keriting
ke Jakarta lebih menguntungkan
Sedangken penelitian ini dilakukan terhadap komoditi cabai_ merah
keriting dengan alat analisis yang sama dengan penelitian sebelumnya, tetapi
terdapat perbedaan waktu dan tempat.BABII
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis,
3.1.1 Pendapatan Usahatani
Usahatani oleh Rivai dalam Hernanto (1993) didefinisikan sebagai
organisasi dari alam, Kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di
lapangan pertanian. Ketatalaksanaan organisasi itu sendiri_diusahakan oleh
seorang atau sekumpulan orang-orang. Dengan demikian dapat diketahui
bahwa usahatani terdiri atas manusia petani (bersama keluarganya), tanah
(bersama fasilitas yang ada diatasnya seperti bangunan-bangunan, saluran
air) dan tanaman ataupun hewan ternak.
Soeharjo (1991), mendefinisikan usahatani sebagai wadah kegiatan
produsen untuk menghasilkan produk primer dengan menggunakan empat
faktor produksi yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan manajemen, Menurutnya
pula, usahatani merupakan suatu subsistem dalam sistem agribisnis yang
merupakan kegiatan pokok yang selanjutnya memiliki keterkaitan kedepan
(forward finkage) dengan subsistem selanjutnya yaity agroindustri dan
pemasaran.
Menurut Soeharjo dan Patong (1973), tujuan dari setiap petani dalam
menjalankan usahataninya berbeda-beda. Apabila motif usahataninya
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, baik dengan melalui atau241
tanpa melalui peredaran uang, maka usahatani demikian disebut usahatani
pencukup kebutuhan keluarga (subsistence farm). Bila motif usahatani
didorong oleh keinginan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya
maka usahatani yang demikian disebut usahatani komersial (commercial
farm). Usahatani yang beik adalah usahatani yang bersifat produktif dan
efisien yaitu mempunyai produktivitas tinggi dan bersifat kontinyu.
Keberhasilan suatu usahatani tidak terlepas dari faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhinya. Pertama adalah faktor di dalam
usahatani (intern) itu sendiri yang meliputi petani pengelola, tanah usahatani,
tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan
penerimaan keluarga dan jumlah keluarga petani. Kedua yaitu faktor diluar
usahatani (ekstem) yang meliputi ketersediaan sarana, angkutan dan
komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan input
usahatani, fasilitas kredit dan penyuluhan bagi petani.
Bilmar (2001) mengemukakan bahwa berhasil tidaknya suatu
usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh petani
dalam mengelola suatu usahatani. Pendapatan dapat didefinisikan sebagai
sisa dari pengurangan nilai penerimaan dan biaya yang dikeluarkan.
Tentunya pendapatan yang diharapkan adalah pendapatan yang bemnilai
positif
‘Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua Komponen pokok
yaitu penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan.
Kegunaan analisis ini adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang da22
suatu kegiatan dan menggambarkan keadaan di masa yang akan datang dari
perencanaan atau tindakan (Soeharjo dan Patong, 1973)
Penerimaan usahatani adalah suatu nilai produk total dalam jangka
waktu tertentu baik untuk dijual maupun untuk dikonsumsi sendiri.
Penerimaan ini mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah
tangga petani, untuk pembayaran dan yang disimpan. Penerimaan ini dinilai
berdasarkan perkalian antara total produk dengan harga pasar yang berlaku.
Sedangkan pengeluaran atau biaya usahatani merupakan nilai penggunaan
sarana produksi dan lain-lain yang dibebankan pada produk yang
bersangkutan. Selain biaya tunai yang harus dikeluarkan ada pula biaya yang
diperhitungkan, yaitu nilai pemakaian barang dan jasa yang dihasilkan dan
berasal dari usahatani itu sendiri. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk
memperhitungkan berapa sebenamya pendapatan kerja petani kalau modal
dan nilai kerja keluarga diperhitungkan (Soekartawi et.al, 1986).
Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam
jangka waktu tertentu. Sedangkan pengeluaran usahatani adalah nilai semua
input yang habis terpakai dalam proses produksi tetapi tidak termasuk biaya
tenaga Kerja keluarga. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang dibayar
dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi, biaya untuk
membayar tenaga kerja. Sedangkan pengeluaran yang diperhitungkan
digunakan untuk menghitung berapa sebenamya pendapatan kerja petani
kalau bunga modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan (Soeharjo dan
Patong, 1973).Selisin antara penerimaan dan pengeluaran usahatani disebut
pendapatan usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani
mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-
faktor produksi. Karena itu pendapatan usahatani merupakan_ ukuran
keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan keragaan
beberapa usahatani.
3.1.2 Teori Pemasaran
Pasar dalam pengertian pemasaran menurut Gitosudarmo (1994)
adalah orang-orang ataupun organisasi yang mempunyai kebutuhan akan
produk yang kita pasarkan dan mereka itu memiliki daya beli yang cukup
guna memenuhi kebutuhan mereka itu.
Menurut Hernanto (1993), pasar adalah ruang tempat bekerjanya
kekuatan pembentuk harga dan terjadinya perpindahan hak milik, aktivitasnya
ditentukan oleh berbagai jasa yang diberikan seperti grading, pengolahan,
pengepakan, penyimpanan dan pengangkutan
Dahl, Hammond, Kohl dan Downey (1977) mengatakan bahwa
pemasaran merupakan serangkaian aktivitas bisnis dari lembaga pemasaran
yang meliputi penyaluran (distribusi) dan pelayanan barang-barang yang
dibutuhkan untuk menggerakkan produk atau input dari titik produksi sampai
ke konsumen akhir.
‘Sedangkan Limbong, Sitorus dan Azzaino (1987) menyatakan bahwa
pemasaran pertanian mencakup kegiatan yang berhubungan dengan24
perpindahan hak milk dan fisik dari hasil pertanian dan kebutuhan usaha
pertanian dari produsen ke tangan konsumen. Kegiatan pemasaran termasuk
kegiatan tertentu yang menghasitkan perubahan bentuk dari barang yang
dimaksudkan untuk lebih memudahkan penyalurannya dan memberikan
kepuasan kepada konsumen (Mubyarto, 1990 dalam Inti, 2000). Selanjutnya
masih menurut Limbong dan Sitorus, kegiatan pemasaran merupakan
kegiatan produktif karena memberikan kegunaan bentuk, waktu, tempat dan
hak milik,
Pemasaran menurut Kotler (1993) adalah suatu proses sosial dan
manajerial yang mana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka
butuhkan dan inginkan dengan cara mempertukarkan produk dan nilai
dengan pihak lain. Kegiatan seperti pengembangan produk, penelitian,
komunikasi, distribusi, penetapan harga dan layanan merupakan inti dari
pemasaran. Konsep pemasaran menyatakan bahwa kunci untuk mencapai
sasaran organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan
pasar sasaran dan pemberian kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif
dan efisien dari yang dilakukan pesaing.
Pemasaran dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang dan
pendekatan yang berbeda. Seperti pendekatan fungsional atau fungsi
pemasaran, pendekatan organisasional atau kelembagaan yang meliputi
semua partisipan yang terlibat dan pendekatan subsistem komoditas yang
menggabungkan kedua pendekatan sebelumnya. Dalam pendekatan
subsistem Komoditas, analisis kelembagaan didasarkan pada identifikasi25
saluran pemasaran utama. Dimana analisis mengenai saluran pemasaran
tersebut menyediakan pengetahuan yang sistematis bagaimana arus barang
dan jasa mengalir dari tik asal (produsen) sampai titik akhir (konsumen),
Pendekatan ini meliputi analisis mengenai marjin dan biaya pemasaran.
Kegiatan pemasaran meliputi berbagai macam fungsi :
1.
2
Fungsi pertukaran (Exchange function).
Fungsi ini merupakan bentuk dari kegiatan jual beli yang terjadi antara
penjual dengan pembelinya. Fungsi ini juga merupakan kegiatan yang
memperiancar perpindahan hak milk dari barang/jasa_yang
dipasarkan.
Fungsi fisik.
Merupakan semua kegiatan yang langsung berhubungan dengan
barangljasa sehingga _menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan
waktu, Termasuk didalamnya kegiatan penyimpanan, pengolahan dan
pengangkutan.
. Fungsi fasilitas (Fasilitating Function).
Yaitu semua kegiatan yang dibutuhkan untuk memperiancar kegiatan
pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi ini terdiri dari
+ (1) Fungsi standarisasi dan grading; (2) Fungsi penanggungan resiko; (3)
Fungsi pembiayaan dan (4) Fungsi informasi pasar. Fungsi penanggungan
resiko adalah suatu fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran apabila
tefjadi kerusakan pada barang yang bersangkutan dan perubahan harga,akan tetapi fungsi ini dapat dialinkan ke lembaga lain yaitu lembaga asuransi
(Sumirah, 1994).
3.1.3 Lembaga dan Saluran Pemasaran
Pihak-pihak yang melaksanakan fungsi pemasaran disebut lembaga
pemasaran. Lembaga pemasaran diartikan juga sebagai suatu badan atau
lembaga yang berusaha dalam bidang pemasaran, mendistribusikan barang
dari produsen sampai konsumen melalui proses perdagangan.
‘Ada tiga pihak dalam lembaga pemasaran, dimana yang satu dengan
yang lainnya mempunyai kepentingan yang berbeda, yaitu petani sebagai
produsen selalu menginginkan penghasilan yang lebih baik dan wajar,
lembaga pemasaran sebagai pedagang yang menginginkan keuntungan
yang lebih tinggi, serta konsumen akhir yang menginginkan harga yang relatit
rendah.
Lembaga pemasaran pada dasamya harus berfungsi dalam
memberikan pelayanan kepada pembeli maupun komoditi itu sendiri
(Saefuddin, 1983 dalam Heru, 2000). Lembaga-lembaga tersebut akan
melakukan fungsiungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan
fungsi fasilitas. Lembaga ini melakukan pengangkutan barang dari tingkat
produsen sampai tingkat konsumen, juga berfungsi sebagai sumber informasi
mengenai suatu barang atau jasa.
Kotler (1993) mendefinisikan saluran pemasaran sebagai kumpulan
organisasi yang saling tergantung satu sama lainnya yang terlibat dalama7
proses penyediaan sebuah produk atau pelayanan untuk digunakan atau
dikonsumsi. Menurutnya pula seperangkat lembaga pemasaran yang
melakukan semua fungsi pemasaran disebut saluran pemasaran, saluran
pemasaran diartikan sebagai jejak penyaluran barang dari produsen ke
konsumen.
Dengan adanya jarak antara produsen dan konsumen maka proses
penyaluran produk dari produsen ke konsumen sering melibatkan beberapa
perantara mulai dari produsen sendiri, lembaga-lembaga perantara sampai
ke konsumen akhir. Dalam proses penyaluran selalu mengikutsertakan
keterlibatan berbagai pihak, keterlibatan tersebut bisa dalam bentuk
perorangan maupun kelembagaan, perserikatan atau perseroan. Produsen
memiliki peranan utama dalam menghasilkan barang-barang dan sering
melakukan sebagian kegiatan pemasaran.
Saluran pemasaran sangat penting terutama dalam melihat tingkat
harga pada masing-masing lembaga pemasaran dan harga jual Komoditi di
pasaran. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses
penyaluran barang dari produsen ke konsumen akan semakin besar
perbedaaan harga komoditi tersebut di tingkat produsen, dan akan semakin
besar pula harga yang harus dibayar oleh konsumen akhir.
Pada bidang pertanian yang umumnya sering dirugikan adalah petani
produsen. Keadaaan ini disebabkan besamya biaya pemasaran. Untuk
mengatasi hal ini diperiukan usaha menekan biaya pemasaran, misalnya
dengan cara membentuk suatu lembaga (seperti KUD) yang dapat28
menyalurkan komoditas yang dihasilkan petani dengan harga yang sesuai
dan sekaligus menjamin kesejahteraan petani, hal lain yang dapat dilakukan
adalah memperkecil profit marjin dari lembaga pemasaran yang ada. Biaya
pemasaran yang tinggi bisa disebabkan berbagai faktor, seperti sarana dan
prasarana transportasi, daerah produksi yang tersebar, kelemahan modal
petani, adanya pungutan resmi, kekuatan tawar menawar yang tidak
seimbang (Mubyarto, 1989 dalam Ratri, 1994).
Dalam memilih pola saluran pemasaran ada faktor penting yang harus
dipertimbangkan (Limbong dan Sitorus, 1987) yaitu :
1. Pertimbangan pasar yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup
potensi pembeli, goegrafi pasar, kebiasaan pembeli dan volume
pesanan.
2. Pertimbangan barang yang meliputi nilai barang per unit, berat barang,
tingkat kerusakan, sifat teknis barang apakah barang tersebut untuk
memenuhi pesanan atau pasar.
3. Pertimbangan intern perusahaan yang meliputi besarnya modal dan
sumber permodalan, pengalaman manajemen, _ pengawasan,
penyaluran dan pelayanan.
4, Pertimbangan terhadap lembaga dalam rantai pemasaran yang
meliputi segi kemampuan lembaga perantara dan kesesuaian lembaga
perantara dengan kebijaksanaan perusahaan.29
3.1.4. Struktur Pasar
Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan
keputusan oleh perusahaan, jumlah perusahaan dalam suatu pasar,
konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk, serta syarat-
syarat masuk (Limbong dan Sitorus, 1987). Struktur pasar menunjukkan
secara deskripfif jumlah perusahaan atau partisipan yang ada, dominan atau
tidaknya perusahaan-perusahaan, sifat produk dan pangsa pasar yang
dikuasai akan menentukan market conduct (perilaku pasar) yaitu keputusan
atau strategi pemasaran yang akan dipakai, kebijaksanaan harga dan lain-
lain. Struktur pasar dicirikan oleh : (1) konsentrasi pasar; (2) diferensiasi
produk dan (3) kebebasan keluar masuk pasar.
Struktur pasar sangat penting dalam analisis pemasaran karena
melalui analisis struktur pasar secara otomatis akan dapat dijelaskan
bagaimana perilaku partisipan yang terlibat (market conduct) dan akan
menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari struktur dan perilaku pasar
yang ada dalam sistem pemasaran tersebut.
Kotler (1993) mengklasifikasikan pasar menjadi dua macam struktur
pasar berdasarkan sifat dan bentuknya yaitu : (1) pasar bersaing sempuma
dan (2) pasar tidak bersaing sempuma. Suatu pasar dapat digolongkan
kedalam pasar bersaing sempurna jika memenuhi cir-ciri antara lain :
terdapat banyak jumlah pembeli maupun penjual, pembeli dan penjual hanya
menguasai sebagian kecil dari barang atau jasa yang dipasarkan sehingga
tidak dapat mempengaruhi harga pasar (penjual dan pembeli berperan30
sebagai price taker), barang atau jasa yang dipasarkan bersifat homogen,
serta penjual dan pembeli bebas keluar masuk pasar.
Sedangkan pasar bersaing tidak sempurna dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu dari sisi pembeli dan sisi penjual. Dari sisi pembeli terdiri dari pasar
monopsoni, oligopsoni dan sebagainya. Dari sisi penjual terdiri dari pasar
persaingan monopolistik, pasar monopoli, oligopoli, duopoli dan sebagainya.
Karakteristik masing-masing pasar dapat dilihat pada Tabel 6.
Struktur Pasar Berdasarkan Sudut Penjual
[No Karakteristik ‘Struktur Pasar |
Jumlah Sifat produk | Sudut penjual | Sudut pembeli |
perusahaan | |
7 |Banyak |Homogen | Persaingan Persaingan
: murni_ muri
2 |Banyak | Diferensiasi_ | Persaingan Persaingan
monopolistik __| monopolistik_|
3 | Sedikit Homogen | Oligopoli muri | Oligopsoni
mumi
4 | Sedikit Diferensiasi | Oligopolt Otigopsoni
diferensiasi diferensiasi
5 | Satu Unik | Monopoli ‘Monopoli
Sumber: Dahl dan Hammond, 1977.31
3.1.5 Perilaku Pasar
Perilaku pasar adalah pola tingkah laku dari lembaga pemasaran
dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan pembelian dan
penjualan, penentuan harga serta kerjasama antar lembaga pemasaran.
Menurut Azzaino (1981) dalam Heru (2000), perilaku pasar adalah
pola tindak tanduk pedagang beradaptasi dan mengantisipasi setiap keadaan
pasar. Salah satu aspek penting perilaku perusahaan besar yang
mempunyai kekuatan pasar untuk memperoleh keuntungan adalah menekan
ketidakpastian (uncertainly) dalam pasar. Bentuk-bentuk perilaku pasar untuk
menghindari ketidakpastian tersebut diantaranya : (1) adanya harga
oligopolis, (2) pangsa pasar stabil, (3) tingkat pertumbuhan pasar yang stabil,
(4) Komposisi angkatan kerja dan tenaga kerja yang stabil, (5) adanya
penggabungan (merjer) konglomerat dan diversifikasi, (6) terjadi integrasi
vertikal antar perusahaan, dan (7) membuat kriteria investasi usaha.
3.4.6 Marjin Pemasaran
Besarnya biaya pemasaran akan mempengaruhi marjin keuntungar
yang didapat oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam kegiatan
pemasaran. Secara ideal, suatu sistem pemasaran harus dapat memberikan
kepuasan kepada produsen (petani), lembaga pemasaran yang terlibat dan
konsumen akhir melalui mekanisme yang efisien dalam perasaran. Untuk
melihat efisiensi dan efektivitas pemasaran digunakan analisis_marjin32
pemasaran. Marjin pemasaran tersebut terbagi atau tersebar diantara petani
dan produsen, pedagang perantara sampai ke konsumen.
Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen
dengan harga yang diterima produsen yang terdiri dari biaya dan keuntungan
pemasaran. Marjin pemasaran pada umumnya dianalisis pada komoditas
yang sama (Limbong dan Sitorus, 1987).
Sedangkan menurut Tomek (1982) dalam Ratri (1994), marjin
pemasaran didefinsikan sebagai : (1) Perbedaan antara harga yang dibayar
oleh konsumen atau (2) nilai keseluruhan jasa pemasaran yang merupakan
hasil dari permintaan dan penawaran jasa-jasa tersebut. Marjin juga
didefinisikan sebagai perbedaan nilai fisik suatu barang pada lembaga
pemasaran yang berbeda. Berdasarkan pendapat tersebut, marjin
pemasaran dapat diartikan sebagai penjumlahan semua biaya pemasaran
yang dikeluarkan selama proses penyaluran suatu barang dari produsen ke
konsumen ditambah keuntungan yang diperolen dari komoditi yang
diusahakan. Marjin pemasaran (marketing margin) adalah harga yang
dibiayai oleh konsumen dikurangi harga yang diterima oleh produsen (Sarma,
4986).
Besarnya marjin berbeda-beda antara produk satu dengan produk
lainnya, karena jasa pemasaran yang berbeda. Marjin pemasaran terdiri dari
biaya untuk menyalurkan atau memasarkan dan keuntungan lembaga
pemasaran. Tinggi rendahnya marjin pemasaran biasanya dipakai untuk33
mengukur efisiensi sistem pemasaran suatu barang. Menurut Sarma (1986)
sistem pemasaran yang baik (efisien) harus memenuhi dua syarat, yaitu:
1) Mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen ke konsumen dengan
biaya yang semurah-murahnya.
2) Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang
dibayar oleh konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam
kegiatan produksi dan pemasaran barang itu.
Marjin pemasaran hanya menunjukkan perbedaan harga dan tidak
menunjukkan jumlah produk yang dipasarkan. Marjin pemasaran dapat
digambarkan sebagai jarak vertikal antara kurva permintaan dan kurva
penawaran tingkat petani (produsen) dengan tingkat lembaga pemasaran
yang terlibat atau tingkat pengecer yang terdiri dari biaya pemasaran dan
keuntungan pemasaran. Konsep marjin pemasaran dapat dilihat pada
Gambar 1.
Harga
s sr
st
Pr
Marin | NMP
Pr
or
or
Jumlsh (Q)
Ont
Gambar 4. Hubungan antara Fungsi-fungsi Pertama dan
Turunan Terhadap Marjin Tataniaga dan Nilai
Tataniaga
‘Sumber : Dahl dan Hammond, 1877Keterangan :
Pee
Pr:
Sf:
Sr
Df:
Dr
harga di tingkat petani
harga di tingkat pengecer
kurva penawaran di tingkat petani
: kurva penawaran di tingkat pengecer
kurva permintaan di tingkat petani
kurva permintaan di tingkat pengecer
Qr,f: jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer
(Pr-Pf) : marjin pemasaran
(Pr-Pf) x Qr,f : Nilai marjin pemasaran (NMP)
3.2 Kerangka Operasional
Penelitian tentang analisis usahatani dan marjin pemasaran cabai
merah keriting diawali dengan penilaian pendapatan usahatani yang
merupakan selisih antara penerimaan dan biaya yang terjadi. Pendapatan
disini mencakup pendapatan tunai dan pendapatan total.
Pendapatan usahatani diukur dengan mengurangkan penerimaan
usahatani cabai yang dinilai dari total nilai produk yang dihasilkan dikali
jumlah fisik output dengan harga yang terjadi dan alokasi biaya usahatani
yang meliputi biaya sarana produksi yang habis terpakai, biaya penyusutan
alat-alat produksi, biaya tenaga kerja, pajak dan lain-lain.
Kemudian pendapatan ini dibandingkan dengan biaya yang terjadi
(RIC) untuk mengetahui efisiensi usahatani ini. Bila nilai RIC lebih besar dari35
satu maka usahatani ini efisien untuk dilaksanakan, tetapi bila nilai R/C lebih
kecil dari satu berarti usahatani ini tidak efisien untuk dilaksanakan.
Kegiatan pemasaran cabai melibatkan petani sebagai produsen,
pedagang pengumpul dan pedagang perantara. Dari rantai pemasaran ini
dihitung marjin pemasarannya pada berbagai tingkat/lembaga pemasaran,
marjin pemasaran diketahui dari harga jual dan harga beli yang terjadi.
Kerangka operasional ini dapat dilihat pada Gambar 2.
aii - Efisiensi Usahatani_
Isahatani
Petani_[—?) pendapatan.
biaya > keumtungan
Pemasaran
Petani
+
= Pedagang
Pedagang grosir
Pengecer
Gambar 2. Kerangka operasionalBAB IV
METODE PENELITIAN
41, Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian tentang analisis usahatani dan pemasaran cabai merah
keriting dilakukan di Desa Sindangmekar, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten
Garut Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Sindangmekar merupakan
sentra produksi terbesar cabai merah keriting di Kabupaten Garut dan juga
merupakan desa sasaran program kerja balai penyuluhan pertanian
Kecamatan Wanaraja dalam peningkatan produksi cabai merah keriting.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2002.
4.2, Metode Penarikan Contoh
Pemilihan responden petani dalam penelitian ini dilakukan dengan
teknik acak sederhana (simple random sampling) pada populasi petani cabal
merah keriting agar tiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama
untuk terpilin menjadi sampel. Teknik ini digunakan karena penguasaan lahan
di lokasi penelitian cukup homogen. Jumlah petani yang dijadikan responden
adalah sebanyak 30 orang, sedangkan penentuan responden pedagang
mengikuti arus komoditas cabai dari petani sebagai produsen sampai ke
tangan konsumen akhir. Responden pedagang terdiri dari pedagang37
pengumpul sebanyak 6 orang yang merupakan pembeli cabai merah keriting
keriting dari seluruh petani responden, pedagang grosir sebanyak 3 orang
yang mewakili pembeli cabai merah keriting Keriting petani responden di
pasar induk Kramat Jati, dan pengecer 9 orang.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data pimer diperoleh dengan melakukan wawaneara langsung
kepada petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang eceran
dengan menggunakan daftar pertanyaan dalam bentuk kuesioner yang telah
dipersiapkan sebelumnya dan mengadakan pengamatan langsung pada
kegiatan usahatani di lokasi penelitian. Jenis data primer di tingkat petani
antara lain : karakteristik petani yang meliputi nama, umur, pendidikan,
pengalaman bertani, lus lahan garapan, input produksi yang digunakan,
output yang dihasilkan, harga input dan output yang berlaku pada tingkat
usahatani cabai dan pemasaran yang dilakukan petani, Data yang dibutuhkan
untuk analisis pemasaran yaitu saluran pemasaran, biaya yang dikeluarkan
dan keuntungan dari setiap lembaga pemasaran.
‘Sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten
Garut, Badan Pusat Statistik, penelitian sebelumnya dan literatur lainnya.38
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis
secara kualitatif dan kuantitatif, Analisis yang dilakukan adalah analisis
pendapatan usahatani, analisis struktur pasar, analisis perilaku pasar dan
analisis marjin pemasaran.
4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai
Usahatani adalah suatu kegiatan ekonomi yang ditujukan untuk
menghasilkan output (penerimaan) dengan input fisik, tenaga kerja dan
modal sebagai korbanannya. Penerimaan total adalah nilai produk total
usahatani dalam jangka waktu tertentu. Pengeluaran total usahatani adalah
semua nilai input yang dikeluarkan dalam proses produksi. Pendapatan
adalah selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran (Soekartawi, ef
al, 1986). Rumus penerimaan total, biaya dan pendapatan adalah :
TR = PyxQy
TC = TFC +TVC
n=TR-TC
Dimana :
TR = total penerimaan usahatani
TC} total biaya usahatani
x = pendapatan atau keuntungan usahatani
Py = harga output
Qy = jumiah output39
TFC = total biaya tetap
TVC = total biaya variabel
/Pengeluaran total dapat dibedakan menjadi dua yaitu_pengeluaran
tetap dan tidak tetap (variabel). Pengeluaran/biaya\. variabel adalah
pengeluaran yang tidak digunakan untuk proses produksi tertentu dan
jumlahnya berubah sebanding dengan besamya produksi seperti biaya
pengeluaran tenaga kerja. Sedangkan pengeluaran (tétap)adalah pengeluaran
yang tidak tergantung kepada besamya produksi seperti biaya penyusutan
alat-alat pertanian, pajak dan sebagainya.
Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi
selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa_ yang ditafsirkan dengan
lamanya modal dipakai. Metode yang digunakan ini adalah metode garis
lurus. Metode ini digunakan karena jumlah penyusutan alat tiap tahunnya
dianggap sama dan diasumsikan tidak laku bila dijual. Rumus yang
digunakan yaitu :
Biaya penyusutan = ND=Ns
Dimana :
Nb : nilai pembelian (Rp)
Ns: tafsiran nilai sisa (Rp)
1: jangka usia ekonomis (tahun)
‘Suatu usaha dikatakan efisien secara ekonomis dari usaha lain bila
rasio output terhadap inputnya lebih menguntungkan dari usaha lain. Return
and Cost Ratio (RIC ratio) merupakan perbandingan antara nilai output40
terhadap inputnya atau perbandingan antara penerimaan usahatani dengan
pengeluaran usahatani.
Dalam penelitian ini, setelah diketahui keuntungan dari usahatani
cabai merah keriting kemudian — keuntungan dibandingkan dengan
menggunakan RIC rasio dengan rumus
R/C ratio= Jumlah penerimaan (Ro!
60 209 212 424 961
Total 2.096 2.281 4377 100
Struktur mata pencaharian penduduk Desa Sindangmekar didominasi
oleh petani, dimana dari 1.020 orang, yang bermata pencaharian sebagaipetani pangan berjumlah 44,1% (450 orang), petani kebun 25,9% (264
orang), peternak 19,6% (200 orang) dan lain-lain 10,4% (106 orang).
Tabel 8. Jumlah Penduduk Desa Sindangmekar Berdasarkan Mata
Pencaharian, 2002
Jenis Mata Pencaharian | Jumiah (orang) | Persentase
Petani pangan 450 44,1
Petani kebun 264 25,9
Peternak 200 19,6
Lain-lain 106 10,4
Jumiah 74.020 ~—«| «100
5.3 Sarana dan Prasarana Serta Lembaga Pendukung
Jalan menuju Desa Sindangmekar adalah jalan aspal yang dapat
dilakukan oleh kendaraan roda dua sampai dengan truk. Angkutan umum
sebagai sarana transportasi tersedia setiap waktu. Sarana transportasi untuk
kelancaran pemasaran hasil produksi pertanian yang dibutuhkan umumnya
berjalan cukup baik. Sarana pendidikan yang tersedia terdiri dari 4 Sekolah
Dasar dan 1 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Sarana lain yang tersedia di
desa ini adalah 2 buah kios saprotan, 1 buah huler dan 1 buah bengkel
Dalam menjalin komunikasi diantara petani, dibentuk kelompok tani
Di Desa Sindangmekar terdapat 5 kelompok tani, yaitu Kelompok Mekartani |,
Mekartani Il, Mekartani Ill, Mekartani IV dan Mekartani V. Kelompok tani ini
dibagi menjadi 3 buah kelompok tani pemula dan 2 kelompok tani lanjut.45
Kegiatan kelompok tani tidak hanya sebatas sebagai tempat
musyawarah petani dalam mengatasi permasalahan dalam pertanian tetapi
kelompok tani-kelompok tani tersebut melakukan kemitraan dengan pihak
luar baik dengan pemerintah, koperasi maupun swasta. Pihak swasta yang
telah dan sedang menjalin kemitraan dengan kelompok tani di Desa
Sindangmekar diantaranya PT Oriental Seed, PT BASF dan PT Tanindo
Subur Prima. Seperti pada saat penelitian dilakukan, kemitraan antara
kelompok tani Mekartani Ill dengan PT Tanindo Subur Prima sedang
dilakukan. Pola kemitraan ini adalah bantuan modal dan benih selama satu
tahun untuk tanaman cabai merah keriting. Selain itu pula PT Tanindo Subur
Prima melakukan percobaan penanaman varietas baru cabai hibrida di lahan
seluas 0,28 ha.
5.4 Karakteristik Petani Cabai
Petani yang dipilin sebagai responden berasal dari dua kelompok tani
yang khusus bertani cabai merah keriting yaitu kelompok tani Mekar Tani Itt
dan Kelompok Mekar Tani IV. Hal ini dimaksudkan agar data yang
didapatkan merupakan data aktual. Hampir semua petani responden bermata
pencaharian sebagai petani saja, hanya satu orang petani yang selain
bermata pencaharian sebagai petani cabai merah keriting juga mempunyai
perusahaan percetakan bata yang berbahan baku tanah.
Sebagian besar meta pencaharian penduduk di desa ini adalah
bertani. Pola tanam yang dilakukan oleh petani cabai ini adalah monokultur46
dan tumpangsari. Pola tanam monokultur dilakukan oleh petani yang
mengusahakan cabai merah keriting dengan alasan ingin mendapatkan hasil
yang optimal, sedangkan pola tanam tumpangsari biasanya dilakukan antara
tanaman cabai merah keriting dengan tanaman lainnya seperti kacang
kedelai dan jagung. Alasan petani menanam tanaman cabai secara
tumpangsari adalah berusahatani cabai merah keriting memerlukan modal
selama tanaman tersebut produktif, sehingga dengan bertanam secara
tumpangsari diharapkan dapat menambah modal.
Dilihat dari tingkat pendidikan, petani di Desa Sindangmeker umumnya
masih berpendidikan rendah. Dari 30 orang petani yang dijacikan responden
sebanyak 53,3% tamat SD (16 orang), 40% tamat SMP (12 orang) dan 6,67%
tamat SMA (2 orang), sehingga dalam berusahatani cabai merah keriting
mereka mengandalkan pengalaman yang didapat dari orang tuanya.
Umur petani yang dijadikan responden berkisar antara 28-68 tahun
dengan rata-rata umur 45 tahun, sedangkan rata-rata pengalaman mereka
dalam berusahatani cabai merah keriting 4,8 tahun. Walaupun demikian, hasil
dari usahatani cabai merah keriting yang dijalankan oleh mereka cukup
berhasil. Hal ini dapat dilihat dari jumlah keuntungan yang dapat dicapai
dalam waktu satu musim tanam.
Sedangkan apabila dilihat dari luas lahan, pemilikan lahan petani
responden berkisar antara 0,14-1,68 ha dengan rata-rata kepemilikan lahan
0,653 ha. Petani responden yang memiliki lahan < 0,5 ha berjumlah 10 orang47
(83,33%), 19 orang (63,33%) memiliki lahan seluas 0,5-1 ha dan yang
memiliki lahan lebih dari 1 ha berjumiah 1 orang (3,33%)..
5.5 Gambaran Umum Usahatani Cabai merah keriting di Desa
Sindangmekar
Cabai merah keriting merupakan salah satu komoditi unggulan di Desa
Sindangmekar setelah kacang kedelai dan jagung. Pola tanam usahatani
cabai merah keriting tidak dilakukan secara terus menerus, tetapi digilir
dengan tanaman tain seperti jagung atau kacang kedelai. Setelah panen
cabaiterakhir (petik ke 12 atau ke 16), pohon cabai ditebang kemudian
diganti oleh tanaman tain. Sarana produksi yang umumnya dipakai dalam
usahatani ini adalah benih dengan varietas lokal, pupuk kimia (urea, ZA, KCI,
NPK dan TSP), pupuk kandang (kotoran ayam atau kotoran kambing),
insektisida, termasuk tenaga kerja baik yang berasal dari dalam keluarga
maupun yang berasal dari luar keluarga,
Usahatani cabai merah keriting dimulai dengan pengolahan tanah
yang meliputi pencangkulan dan pembuatan bedengan. Pengolahan tanah
sampai siap tanam membutuhkan waktu selama kurang lebih satu bulan.
Lahan yang digunakan untuk menanam cabai di Desa Sindangmeker
merupakan lahan bekas menanam kacang kedelai atau jagung sehingga
dalam pengolahan untuk persiapan menanam cabai merah keriting tidak
periu dilakukan pembajakan48
Sebelum lahan dicangkul, lahan perlu digenangi air selama satu hari
satu malam agar lebih mudah, kemudian setelah dicangkul _didiamkan
selama satu minggu. Apabila lahan telah dicangkul seluruhnya, selanjutnya
dibuat bedengan-bedengan dan dilakukan pemberian pupuk kandang dengan
cara disebar, Kemudian dicangkul kembali agar pupuk menyatu dengan
tanah. Bedengan dirapikan dan diangin-anginkan selama dua minggu agar
teradi proses oksidasi (pengubahan) senyawa-senyawa beracun menjadi
senyawa yang tidak beracun.
Pemberian pupuk kimia dilakukan kira-kira 3-7 hari sebelum tanam.
Sebelum dilakukan pemupukan, bedengan disiram terlebih dahulu agar
memudahkan reaksi pupuk dalam tanah. Awalnya pupuk disebar tipis-tipis,
kemudian divlangi sampai dosis yang diberikan tersebar semuanya secara
merata. Bedengan yang telah diberi pupuk dicangkul kembali dan dirapikan,
baru disiram kembali dengan air
Cara penyemaian benih masih dilakukan dengan cara disebar di
tanah, setelah tumbuh empat helai daun (umur tiga minggu) baru dipindahkan
(dilakukan penenaman). Tanaman yang ditanam dalam satu hektar umumnya
tumbuh 80%, sehingga beberapa hari setelah tanam dilakukan penyulaman.
Pemeliharaan tanaman dilakukan dimulai sejak penanaman sampai panen
habis. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan, pengairan dan
pengendalian hama. Penyiangan dan pengairan dilakuken satu minggu
sekali, sedangkan pengendalian hama untuk tanaman cabai merah keriting di
Desa Sindangmekar tidak dilakukan secara berkala, hanya pada saat49
penanaman dan setelah panen dilakukan penyemprotan. Selain itu
pengendalian hama mengikuti kondisi tanaman. Bila tanaman terserang
hama baru disemprot, bila tidak maka tanaman tersebut dibiarkan
Memasuki bulan keempat buah telah dapat dipetik dan biasanya
selama 12-16 kali tergantung cuaca. Bila waktu panen pada musim hujan
maka panen dapat dilakukan sampai 16 kali karena pemasakan buah lambat,
tetapi bila waktu panen pada bulan kemarau panen hanya dapat dilakukan
paling banyak 12 kali karena buah cepat matang. Alat yang dibutuhkan dalam
kegiatan panen hanyalah ember sebagai wadah penampung sementara hasil
petikan dan karung sebagai wadah untuk mengangkut.BAB VI
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI, SALURAN
PEMASARAN DAN MARJIN PEMASARAN
6.1 Pendapatan Usahatani Cabai merah keriting
Usahatani cabai merah keriting di Desa Sindangmekar termasuk
kedalam usahatani komersial (commercial farm) karena tujuan dari kegiatan
usahatani cabai merah keriting di daerah ini adalah untuk memperoieh
keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan usahatani cabai_merah
keriting ditentukan oleh hasil produksi, biaya yang dikeluarkan dan harga
yang terjadi di pasar. Untuk mendapat keuntungan yang maksimal, dari tiga
faktor tersebut petani hanya dapat mempengaruhi faktor hasi! produksi dan
biaya-biaya yang dikeluarkan dengan asumsi faktor harga tetap.
Pendapatan usahatani diperoleh dengan cara penerimaan dikurangi
dengan biaya total. Penerimaan didapatkan dari hasil kali antara jumlah
produksi dengan harga yang berlaku. Biaya total terdiri atas biaya tunai dan
biaya diperhitungkan, dimana biaya tunai terdiri dari komponen benih, pupuk
kimia, pupuk kandang, Kapur, pestisida, ZPT, tenaga kerja luar keluarga,
bambu, rafia serta pajak. Sedangkan biaya diperhitungkan terdiri deri tenaga
kerja dalam keluarga, penyusuten alat dan sewa tanah.
Analisis pendapatan usahatani cabai merah keriting di Desa
Sindangmekar disajikan pada Tabel 9. Pendapatan atas biaya tunai dan51
pendapatan atas biaya total yang dihasilkan usahatani cabai merah keriting
per hektar di Desa Sindangmekar masing-masing sebesar Rp. 20.077.260
dan Rp. 17.131.413, Berdasarkan nilai pendapatan tersebut maka usahatani
cabai merah keriting di Desa Sindangmekar dapat dikatakan menguntungkan.
Keadaan menguntungkan ini dapat pula ditunjukkan dengan _nilai
perbandingan antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya yang
dikeluarkan (R/C rasio). Berdasarkan Tabel 9, R/C rasio yang diperolen
petani adalah sebesar 2,14 yang berarti setiap pengeluaran petani sebesar
Rp. 1 akan mendapat imbalan penerimaan sebesar Rp. 2,14. Nilai R/C yang
lebih dari satu ini menunjukkan bahwa usahateni cabai merah keriting efisien
untuk diusahaken Karena penerimaan yang dihasilkan lebih besar daripada
biaya yang dikeluarkan. Kriteria R/C ini penting untuk dijadikan penilaian
dalam pengambilan keputusan usahatani suatu komoditi termasuk untuk
melihat kemungkinan pengembangannya.52
Tabel 9. Analisis Rata-rata Pendapatan Usahatani Cabai Merah
Keriting Per Hektar di Desa Sindangmekar dalam Satu
Musim Tanam
Komponen. Jumlah Fisik [Harga Satuan (Rp)| Persentase
Penerimaan (Ka) 10714,30, 3,000
Pengeluaran
‘A. Biaya Tun
1. Benih (ampiop) 122 46,000 | 561,200 [3.74
2, Pupuk
a, Urea (kg) 1960 7,200 | _236,200 [1.67
b.ZA (kg) 327.0 7,200 [392,400 | 2,61
e. KCI (ka) 1940 7,800 | 349,200 |__ 2.33
‘4. TSP (ka) 276.0 7,600 [_447,600 [2,94
‘e. NPK (kg) 44.0 3,500 {154,000 | 1,08
#,P. Kandang (karung) |_270.6 |" 6.000] 1,263,420 [8.42
3. Kapur (ka) 255.0 4,300] 331,500 2,21
4, Pestiside 3.375.710 | 22.49
5.Z°T 521,210| 3.47
6. TKLK
a. HAW 3109 6000 | 7,665,500 [12.43
b. KP, 216.7 710,000 [2,166,900 [14.43
7, Bambu (batang) 148 7.500 [ 117,000 [0,74
'&. Refia (kg) 58 3000] 46,720 [0.31
‘9. Pajak 250,000 |_1.67
Total Biaya Tunal 77,065,640 | _ 80,36
5. Biaya Diperhitungkan
1 TKDK
a. HKW. 60,1800, 6000 | 361,080 | 2.47
bLHKP. 91,310,0 70,000 | _973,100 | 6,08
2, Penyusutan alat 971,667 | 6,47
3. Sewa tanah 700,000 | 4,65
Total Biaya Diperhitungkan 945,847 | 19,62
. Biaya Total 75,077,487 | 100,00
'D. Pendapatan atas biaya tunal 20,077,260
E, Pendapatan atas biaya total T7,134,413
FUG atas Biaya Tunai 2,86
G. RIC atas Biaya Total 21453
6.1.1 Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani dihitung dari hasil perkalian antara jumiah hasil
produksi dan harga. Rata-rata produksi cabai merah keriting satu pohon
adalah 0,625 kg dengan populasi satu hektar sebanyak 17.142,88 pohon.
Sehingga total produksi usahatani cabai merah Keriting ini adalah 10.714,3
kg. Nilai ini merupakan nilai optimal yang didapatkan oleh petani bila tanaman
yang ditanam tumbuh sebanyak 80%, tidak mengalami kegagalan panen dan
harga yang beriaku cukup stabil. Harga yang digunakan adalah harga yang
terjadi pada saat penelitian dilakukan
Petani cabai merah keriting di Desa Sindangmekar menjual cabai
merah Keritingnya dengan harga rata-rata Rp. 3.000 per kilogram sehingga
besamya penerimaan usahatani cabai merah keriting ini seluruhnya sebesar
Rp. 32.142.900. Harga tertinggi yang terjadi sebesar Rp. 5.200 dan harga
terendah sebesar Rp. 2.500. Perbedaan harga ini disebabkan perbedaan
kualitas cabai yang dijual. Cabai dengan harga tertinggi memiliki cirl-citi
diameter kecil, keras, wamna dan panjang seragam. Sedangkan cabai dengan
harga yang rendah memilki ciri-ciri diameter agak besar, lunak (lebih cepat
membusuk bila disimpan agak lama), warna dan panjang tidak seragam serta
buah tidak utuh (patah akibat panen yang tidak sempurna atau pengemasan
yang melebihi kapasitas). Harga yang terjadi selama penelitian merupakan
harga pasar karena petani tidak dapat menentukan harga, dan saat panen di
daerah ini berbarengan dengan panen di daerah lain sehingga supply cabai
merah keriting di pasaran banyak.54
6.1.2 Pengeluaran Usahatani
Pengeluaran dalam usahatani meliputi biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan. Biaya tunai adalah sejumlah uang yang dibayarkan untuk
pembelian barang dan jasa dalam usahatani, sedang biaya diperhitungkan
adalah nilai pemakaian barang dan jasa yang dihasilkan dan berasal dari
usahatani itu sendiri.
Biaya tunai dalam usahatani cabai merah keriting di Desa
Sindangmekar meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable
cost). Biaya tetap adalah biaya untuk sarana produksi yang dipakai dalam
produksi dan tidak langsung mempengaruhi jumlah produksi, dalam hal ini
yang termasuk biaya tetap petani di Desa Sindangmekar adalah upah tenaga
kerja dari luar keluarga dan pajak atas lahan yang digunakan.
Biaya variabel adalah biaya untuk sarana produksi yang dipakai dalam
proses produksi yang langsung mempengaruhi jumlah produksi dan
penggunaannya habis terpakai dalam satu kali proses produksi, Dalam hal ini
yang termasuk biaya variabel usahatani cabai merah keriting di Desa
Sindangmekar adalah biaya benih, pupuk kimia (urea, ZA, KCI, TSP dan
NPK), pupuk kandang, kapur, pestisida, ZPT, bambu, serta rafia, Sedangken
biaya diperhitungkan adalah biaya yang seharusnya dikeluarkan selama
produksi tetapi tidak dikeluarkan. Biaya yang diperhitungkan meliputi tenaga
kerja dalam keluarga, penyusutan alat dan sewa tanah.55
a. Biaya Tunai
Biaya tunai terdiri atas pengeluaran untuk sarana produksi, tenaga
kerja luar keluarga, dan pajak atas lahan yang digunakan. Penggunaan
sarana produksi meliputi benlh, pupuk kimia (urea, ZA, KCl, TSP dan NPK),
pupuk kandang, Kapur, pestisida, ZPT, bambu dan rafia, Tenaga kerja luar
keluarga merupakan pengeluaran terbesar yang dikeluarkan petani yaitu
sebesar Rp. 4.032.480 atau sebesar 26,86% dari total pengeluaran.
Pestisida yang digunakan petani terdiri dari fungisida, insektisida,
nematisida dan bakterisida. Rincian penggunaan pestisida ini dapat dilihat
pada tabel 10. Biaya yang dikeluarkan untuk insektisida sebesar Rp.
2.399.380 dan merupakan pengeluaran terbesar yang dikeluarkan petani
untuk pestisida. Penggunaan pestisida dilakukan jika terdapat tanda-tanda
serangan hama atau penyakit dan untuk tindakan pencegahan terhadap
hama maupun penyakit yang mungkin timbul. Hama yang paling dominan
menyerang adalah kutu thrips (Thrips parvispinus Kary). Tanaman yang
terserang hama ini memiliki ciri-ciri daun tanaman menjadi kering, bercak-
bereak kuning dan pertumbuhannya kerdil. Untuk mengatasi hama ini, petani
di Desa Sindangmekar biasanya menggunakan insektisida pegasus 500 SC.
Sedangkan penyakit yang sering menyerang adalah penyakit patek yang
disebabkan oleh cendawan atau jamur Colletrotrichum capsici atau
Gloesporium piperatum. Cendawan C. capsici menginfeksi cabai_merah
ketiting dengan membentuk bercak hitam kecoklatan yang kemudian meluas
menjadi busuk lunak. Bila serangan hama berlanjut, buah cabai cenderung56
kering dan mengkerut. Sementara cendawan G. piperatum mulai menyerang
cabai sejak buah masih hijau dan menyebabkan mati ujung (die back). Buah
cabai yang terserang cendawan ini tampak berbintik-bintik kuning yang akan
membesar membentuk seperti lingkaran konsentris. Untuk mengatasi
serangan penyakit ini petani pada umumnya menggunakan insektisida
Dithane M-45. Ketersediaan dana bagi pestisida harus selalu ada mengingat
serangan hama dan penyakit tidak dapat ditunda dalam pengobatannya
karena mengakibatkan serangan cepat menular pada tanaman lainnya.
Secara keseluruhan, petani di Desa Sindangmekar mengeluarkan
biaya untuk benih sebesar Rp. 561.200 atau sebesar 3,74%. Benih_ yang
digunakan adalah varietas lokal dengan harga per bungkusnya sebesar Rp.
46.000. Benih yang dibeli berasal dari toko/pasar atau kios saprotan yang
ada, hal ini dikarenakan KUD yang ada tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Sarana produksi lain yang digunakan petani dalam usahatani cabal
merah keriting adalah kapur sebanyak 255 kg dengan jumiah total sebesar
Rp. 331.500 atau sebesar 2,21% dari total pengeluaran. Penggunaan bambu
sebagai penopang pohon dalam satu hektar dibutuhkan sebanyak 14,8
batang dengan jumiah total Rp. 111.000 atau 0,74% dari biaya total.
Sedangkan rafia yang digunakan untuk mengikat tanaman dalam Iuasan satu
hektar dibutuhkan sebanyak 5,8 kg dengan total biaya Rp. 46.720 atau 0,31%
dari biaya total. Pajak yang dikeluarkan atas tanah yang digunakan Rp.
250.000 per hektar per tahun.87
Tabel 10. Nilai Rata-rata Penggunaan Pestisida Usahatani Cabai
Merah Keriting per Hektar di Desa Sindangmekar
dalam Satu Musim Tanam
Komponen Jumlah_| Harga (Rp) |_Nilai (Rp)
IA. Fungisida
1, Dithane M-45 (bks) TAT 46,000 329,820
2. Antrakol 70 WP (bks)_| 8,17 50,000 408,500
3. Score 250 EC (bks) 0,15 31,400 4,710
B. Insektisida
1, Pegasus 500 Sc(bi) | 10,18 32,000 325,120
2. Pounce 20 E (It) 2,25 19,000 42,750
3. Rugby 10 (kg) 3,63 27,000 98,010
4. Dursban 20 (It) 482 70,000 337,400
6. Rokap (kg) 9.65 50,000 482,500
6. Curacron_ 500 EC (tt) 3,16 240,000 758,400
7. Pospo-N (It) 8.88 40,000 355,200
C. Nematisida
Furadan (kg) 98 16,000 756,800
D. Bakterisida
Agrimicin (bt!) 3,06 25,000 76,500
jJumlah 3,375,710
b. Penggunaan Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan sumber daya manusia pengelola atau
penggerak dari faktor produksi lainnya untuk menghasilkan output atau
produk yang diharapkan. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani
cabai merah keriting di Desa Sindangmekar terdiri dari tenaga kerja dalam
keluarga dan tenaga kerja lar keluarga. Tenaga kerja luar kelvarga
dikategorikan sebagai biaya tunai dan biaya tetap (fixed cost) karena selalu
digunakan dan habis dipakai dalam satu musim tanam,
Tenaga kerja luar keluarga merupakan tenaga kerja harian yaitu
tenaga kerja yang diupah per hari yang terdiri dari pria dan wanita. Waktu58
kerja untuk tenaga kerja pria dimulai pada pukul 06.30 sampai dengan pukul
18.00 dengan waktu istirahat selama satu jam yaitu pada pukul 12.00-13.00,
sedangkan waktu kerja untuk tenaga kerja wanita dimulai pada pukul 07.00
sampai dengan pukul 12,00. Terdapat perbedaan upah antara tenaga kerja
pria dan tenaga kerja wanita, upah untuk tenaga kerja pria sebesar Rp.
10.000 per orang per hari dan untuk tenaga kerja wenita Rp. 6.000 per orang
per hari sehingga rata-rata upah yang harus dikeluarkan sebesar Rp. 8.000
per orang per hari. Dengan tingkat upah tersebut petani mengeluarkan rata
rata biaya tenaga kerja luar keluarga sebesar Rp. 4.032.480 atau sebesar
26,86% dari total biaya. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga yang
digunakan petani cabai merah keriting disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga
Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa
‘Sindangmekar untuk Satu Musim Tanam
Kegiatan. KW [Upah (Rp)[Jumiah (Rpy|_HKP_[Upah (Rp) [Jumiah (Ri
Pencangkulan 2,13 | 10,000] 621,300
[Pembuatan bedengan| 26.14 | 10,000 | 261,400
IPengapuran dan 75,57 | 10,000 155,700
Ipemupukan
[Penyemaian bibit
[Pengangkutan dan | 22,67 | 6,000 137,220 | 30,42 [~ 10,000 |” 304,200
lpenanaman
Penyulaman 7,33 | 6,000 | 343,980
Penyiangan, 749_| 6,000 | 894,000
Penyiraran 357_| 10,000 |" 35,700
[Penyemprotan, 74,04 | 10,000 | 140,400
[Panen Bi7e | 6,000 | 490,380 | 44,62 | 10.000 |" 448,200
[Jumlah 7,865,580 2,166,900
[Total 4,032,48059
Dari tabel diatas terlihat bahwa pengeluaran yang besar untuk tenaga
kerja wanita adalah pada saat penyiangan dan panen masing-masing yaitu
sebesar Rp. 894,000 dan Rp. 490.380. Besarnya tenaga kerja wanita yang
digunakan saat penyiangan Karena gulma dan rumputsrumput liar mudah
tumbuh di areal penanaman cabai sehingga penyiangan harus selalu
dilakukan. Sedangkan kegiatan yang banyak menyerap tenaga kerja pria
adalah saat pengolahan tanah/pencangkulan dengan total upah yang
dikeluarkan sebesar Rp. 821.300.
Biaya yang diperhitungkan untuk tenaga kerja dalam keluarga adalah
sebesar Rp. 1.274.180 untuk setiap hektar per musim tenam. Biaya tenaga
kerja dalam keluarga tersebut dihitung berdasarkan jumlah kerja hari kerja
anggota keluarga yang terlibat dalam usahatani dikali upah tenaga kerja yang
biasa digunakan, Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga juga dibedakan
antara tenaga kerja wanita dan tenaga kerja pria. Kegiatan yang banyak
menyerap tenaga kerja wanita adalah saat penyiangan sebanyak 33,69 hari
kerja wanita. Sedangkan kegiatan yang banyak menyerap tenaga kerja pria
adalah pada saat penyiraman sebanyak 36,75 hari kerja pria. Kegiatan
penyiaraman ini dilakukan mulai dari penyemaian benih sampai dengan
panen terakhir. Penyiraman sangat penting untuk tanaman cabai merah
keriting Karena selama masa hidupnya air merupakan unsur vital. Air
berperan sebagai pembawa unsur-unsur hara dari dalam tanah ke seluruh
bagian tanaman ataupun pembawa hasil fotosintesis dari daun ke seluruh
bagian tanaman. Tenaga kerja dalam keluarga disajikan pada Tabel 12.60
Tabel 12. Nilai Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Dalam
Keluarga Petani
Sindangmekar
Cabai Merah Keriting di Desa
iKegiatan TKW [Upah (Ro) Jumiah (Rp)[ HKP_[Upah (Rp)/Jumiah (Ro)
[Pencangkulan 8.42 [10,000 | 84,200
Pembuatan bedengan’ 6,58 | 10,000 | 65,800
[Pengapuran dan 4,79 | 10,000 [17,900
pemupukan
[Penyemaian bibit 753_| 70,000 [15,300
Pengangkutan dan | 2.25 | 6 000{ 13.500] 2,26 | 10,000 |” 22,500
nanaman
Penyulaman 408 | 6000 | 24,480
Penyiangan. 33,69| 6,000 [202,140
Penyiraman 36,75 | 10,000 | 367,500
Penyemprotan 13,83 | 10,000 [138,300
Panen 20,16| _6000{ 120,960 | 20.16 [10,000 [201,600
[Jumiah "364,080 ‘913,100
[Total 7,274,180
c. Penyusutan Alat
Nilai penyusutan bangunan dan alat dihitung berdasarkan metode
garis lurus, yaitu nilai beli (biaya pembuatan bangunan atau alat) dikurangi
nilai akhir dibagi umur ekonomis bangunan atau alat. Nilai akhir bangunan
dan alat dianggap nol karena diasumsikan bangunan dan alat tidak dapat
digunakan sama sekali apabila umur ekonomisnya sudah habis dalam
produksi dan tidak laku lagi bila dijual kembali. Nilai total penyusutan
bangunan dan alat yang digunakan dalam usahatani cabai merah keriting per
hektar dalam satu musim tanam di Desa Sindangmekar adalah sebesar Rp.
971.667. Biaya penyusutan bangunan dan alat dapat dilihat pada Tabel 13.61
Tabel 13. Nilai Rata-rata Penyusutan Alat yang Digunakan
Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa
Sindangmekar untuk Satu Musim Tanam
Peralatan Jumlah fisik] Harga Beli | Nilai Umur Penyusutan
| (Rp) | (Rp)__| ekonomis (th) (Ro)
Saung 2 7,500,000 {3,000,000} 8 375,000
(Sprayer 4 225,000 _| 900,000 5 180,000,
[Cangkul 5 100,000 | 500,000 3 166,667
IParang 4 | 25,000 | 100,000 |" 3 33,333
Ember 8 5,000 | 40,000 1 40,000
Kored 5 25,000 | 125,000 3 41,687
lAtat
Pelubang | 6 25,000 _| 150,000 3 50,000
[Embrat 5 35,000 _| 175,000 3 58,333
IGolok 2 40,000 [80,000 3 26,687
\Nilai total penyusutan alat : 971,667
Dari tabel diatas terlihat bahwa dalam berusahatani cabai_merah
keriting di Desa Sindangmeker, alat yang paling banyak digunakan adalah
ember yaitu alat penampung buah sementara pada saat panen. Dengan
jumlah kepemilikan rata-rata sebanyak 8 buah dan umur ekonomis selama
satu tahun sehingga penyusutannya sebesar Rp. 40.000 per tahun. Umur
ekonomis ember hanya satu tahun karena ember hanya dapat digunakan
pada satu musim tanam dan setelah itu tidak dapat digunakan lagi dan dijual.
Sedangkan alat yang sedikit dimiliki petani dalam berusahatani cabai
merah keriting di Desa Sindangmekar adalah saung dan golok. Petani rata-
rata memiliki dua buah saung dalam luasan satu ha, dengan nilai sebesar Rp.
750,000 per buah dan umur ekonomis selama 8 tahun maka nila
penyusutannya sebesar Rp. 375.000 per tahun. Rata-rata golok yang dimiliki( 62)
petani juga berjumiah dua buah dengan harga beli sebesar Rp. 40.000,
sehingga penyusutannya sebesar Rp. 26.667 per tahun.
62 Saluran Pemasaran
Aktivitas selanjutnya setelah kegiatan usahatani adalah kegiatan
pendistribusian hasil dari petani ke tangan konsumen. Pendistribusian hasil
ini _melibatkan beberapa lembaga pemasaran, yang meliputi pedagang
pengumpul, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Petani yang ada di
Desa Sindangmekar memiliki empat pola pemasaran dalam menyalurkan
komoditi cabai merah keritingnya, yaitu:
Saluran 1: [Potani || Pedagang Pengumpul |p| Pedagang Grosir
—>| Pedagang Pengecer |_| Konsumen
Saluran 2: | Peteni Ly! Pedagang Pengumput |»! Padagang Grosir
—»| Pedagang Pengecer > Konsumen
Saluran3:| Petani |p| Pedagang Grosir |p} Pedagang Pengecer
—») Konsumen
Saluran 4: | Peteni |g] Pedagang Pengecer |_»} Konsumen63
Di Desa Sindangmekar tidak terdapat saluran pemasaran yang
langsung dari petani ke konsumen. Hal ini dikarenakan hampir semua
penduduk memiliki tanaman cabai merah keriting walaupun hanya satu atau
dua pohon yang biasanya ditanam di pekarangan rumah mereka masing-
masing. Saluran pemasaran ini dapat juga dilinat pada Gambar 3.
4 3
Petani
2
¥ 1
Pedagang Pengumpul
¥
>| Pedagang Pengecer |¢ | Pedagang Grosir
Konsumen
Gambar 3. Saluran Pemasaran Cabai Merah Keriting di Desa
Sindangmekar
6.2.1. Saluran Pemasaran 4
Saluran Pemasaran 1 merupakan saluran pemasaran yang paling
banyak digunakan petani cabai merah keriting di Desa Sindangmekar, yaitu
sebanyak 14 orang (46,67 %). Alasan petani_ menggunakan saluran
pemasaran ini antara lain karena diberi bantuan modal oleh pedagang
pengumpul (5 orang atau 35,71%), petani ingin cepat mendapatkan uang64
tunai karena didesak oleh kebutuhan (6 orang atau 64,08%) dan pedagang
pengumpul lebih cepat datang kepada petani dibanding yang lain sementara
petani tidak mau menyimpan terlebih dahulu hasil panennya karena khawatir
ada kerusakan dan penyusutan (3 orang atau 21%).
Petani_ yang diberi bantuan modal oleh pedagang pengumpul secara
otomatis hasil panennya akan dijual kepada pemberi bantuan tersebut
Pedagang pengumpul yang berada di Desa Sindangmekar selalu membeli
cabai merah keriting setiap musim panen kepada petani, Pada awal panen,
pedagang pengumpul datang kepada petani untuk secara langsung
memesan atau membeli cabai merah_ keriting kepada petani. Harga yang
berlaku adalah harga yang sedang terjadi di pasaran berdasarkan informasi
dari pasar induk atau informasi dari pedagang pengumpul lainnya melalui
telepon.
Cara pembelian cabai dari petani oleh pedagang pengumpul adalah
dengan cara tunai. Transaksi biasanya dilakukan di rumah petani. Setelah
panen cabai dibawa ke rumah petani dan pada hari yang sama dibawa
pedagang pengumpul, kemudian disortir. Hasil sortiran di grading lagi
menjadi dua kelas, yaitu kelas super dan kelas biasa. Dari pedagang
pengumpul, cabai dibawa bersama sayuran lainnya dengan menggunakan
truk atau mobil colt untuk dijual ke pedagang grosir di pasar induk Kramat
Jati, Pedagang pengumpul menjual tunai kepada pedagang grosir yang
sudah menjadi langganannya. Pedagang pengecer membeli cabai merah
keriting dari pedagang grosir dengan cara datang langsung ke pasar induk.65
Pedagang pengecer ini biasanya berasal dari Pasar Jatinegara, Pasar Cikini,
Pasar Anyar Bogor dan sebagainya. Pedagang pengecer berbelanja cabai
merah keriting bersama dengan sayuran lain.
6.2.2, Saluran Pemasaran 2
Pada saluran pemasaran ini terdapat empat orang petani (13,33%).
Petani menanam dan memanen sendiri tanpa bantuan modal dari manapun.
Setelah panen petani menjual hasilnya kepada pedagang pengumpul tanpa
kegiatan penyortiran, Penjualan ini dilakukan secara tunai dengan
menggunakan kemasan berupa karung. Satu karung memiliki kapasitas
35 kg. Setelah sampai di tangan pedagang pengumpul baru dilakukan
penyortiran. Hasil sortiran dibagi menjadi dua, yang baik dipasarkan ke pasar
induk Kramat Jati, sedangkan sisanya dijual ke pedagang pengecer.
Pedagang pengecer yang membeli hasil sortiran ini biasanya pedagang
pengecer lokal yang ada di sekitar tempat tinggal pedagang pengumpul.
Pembelian dilakukan dengan cara tunai.
6.2.3, Saluran Pemasaran 3
Penjualan hasil usahatani cabai merah keriting di desa Sindangmekar
tidak selalu dilakukan kepada pedagang pengumpul. Petani pada saluran ini
menjual cabai merah keriting hasil panennya langsung ke pedagang grosir di
pasar induk Kramat Jati, Sebagian petani membawa cabal hasil panennya
menggunakan truk sendiri atau dititipkan kepada petani lain yang akanmenjual hasil panennya ke pasar induk Kramat Jati. Biasanya bila dititipkan
kepada petani lain, cabai merah keriting disatukan dengan sayuran lainnya.
Cabai merah keriting yang dipasarkan ke pasar induk ini merupakan cabai
merah keriting yang baik kualitasnya dan dikemas dengan menggunakan
kardus yang masing-masing memiliki kapasitas 30 kg. Sesampainya di pasar
induk Kramat Jati cabai dijual kepada pedagang grosir yang telah menjadi
langganan dan dapat langsung menerima pembayaran sesuai dengan
jumlah yang dijuainya.
6.2.4, Saluran Pemasaran 4
Petani yang memakai saluran pemasaran ini berjumlah lima orang
atau 16,67%. Cabai merah keriting yang diperjualbelikan dalam saluran
pemasaran ini adalah cabai merah_keriting sisa hasil sortir yang kurang baik
kualitasnya, biasanya cabai merah Keriting demikian dijual dalam jumlah yang
lebih sedikit dibanding jumlah cabai keriting yang dijual ke lembaga
pemasaran yang lain. Pembelian cabai merah keriting oleh pedagang
pengecer dilakukan di rumah petani sehingga petani tidak perlu
mengeluarkan biaya transportasi. Pedagang pengecer datang langsung, ke
petani dan memibeli cabai merah keriting secara tunai. Pedagang pengecer
yang membeli cabai ini adalah pedagang pengecer yang berdagang di pasar
Wanaraja.67
63 Fungsi-fungsi Pemasaran
Dalam kegiatan pemasaran cabai merah keriting, lembaga-lembaga
pemasaran yang terlibat seperti petani, pedagang pengumpul, pedagang
grosir di pasar induk Kramat Jati dan pedagang pengecer melaksanakan
fungsi-fungsi pemasaran berupa fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi
fasilitas. Pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran cabai merah keriting di Desa
Sindangmekar dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Pelaksanaan Fungsi Pemasaran oleh Lembaga
Pemasaran Cabai Merah Keriting di Desa
Sindangmekar
Lembaga Fungsi Pemasaran | Aktivitas
Pemasaran
Petani pada | Pertukaran Penjualan
saluran Fisik 7
pemasaran | dan | Fasiltas 7
i
Petani pada | Perfukaran Penjualan
saluran Fisik Pengemasan,
pemasaren ll pengangkutan
dan IV Fasiitas_ Sortasi, pembiayaan
| Pedagang | Pertukaran Pembelian, penjualan
| pengumpul | Fisik Pengangkutan,
pengemasan
Fasitas Sortasi, _ pembiayaan,
penanggungan —_resiko,
_____|informasi pasar _
Pedagang Grosir | Pertukaran Pembelian, penjualan
Fisk Pengemasen,
penyimpanan
Fasiitas Penanggungan _resiko,
mbiayaan, grading, |
asi pasar |
Pedagang Pertukaran Pembelian, penjualan
Pengecer Fisik Pengemasan,
penyimpanan,
pengangkutan
Fasilitas Penanggungan _resiko,
informasi pasar68
6.3.1. Petani
Petani pada saluran pemasaran 1 dan 2 menjual cabai merah_keriting
hasil panennya kepada pedagang pengumpul yang datang ke kebun saat
petani panen. Harga yang diterima petani lebih rendah dari harga pasaran,
hal ini dikarenakan pedagang pengumpul yang membeli cabai merah keriting
dari petani tersebut memberi bantuan modal sehingga cabai hasil panen pasti
dijual kepada pedagang pengumpul yang memberi bantuan modal tersebut
dengan harga berapa pun sebagai balas budi. Selain itu petani tidak ingin
menyimpan hasil panennya agak lama karena khawatir rusak dan menyusut
dan petani ingin cepat mendapatkan uang tunai. Hal ini dilakukan atas dasar
kepercayaan satu sama lain karena mereka telah terikat tali kekeluargaan
yang cukup erat. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani pada kedua
saluran pemasaran hanyalah sebatas pada fungsi pertukaran, yaitu
melakukan transaksi penjualan di kebun kepada pedagang pengumpul.
Sedangkan petani pada saluran pemasaran 3 dan 4 dalam
memasarkan hasil panennya melaksanakan fungsi pertukaran, fisik dan
fasilitas. Fungsi pertukaran yaitu melakukan transaksi penjualan dengan
pedagang grosir dan pedagang pengecer. Fungsi fisik yang dilakukan petani
yaitu pengemasan cabai merah keriting dengan menggunakan kardus yang
memiliki kapasitas 30 kg dan plastik yang memiliki kapasitas 5 — 10 kg.
Fungsi fasilitas yang dilakukan antara lain sortasi, pembiayaan serta
informasi harga dan pasar.69
Sebelum cabai dipasarkan, petani pada saluran 3 dan 4 melakukan
sortasi. Kegiatan ini menggunakan beberapa orang tenaga kerja dengan
upah perorang sebesar Rp. 100. Petani juga mencari informasi berapa harga
yang terjadi dan yang akan terjadi di pasaran dengan menanyakan kepada
pedagang grosir di pasar induk Kramat Jati.
Cabai merah keriting hasil panen langsung dijual oleh petani. Tidak
ada proses penyimpanan karena jika disimpan petani khawatir kualitas cabai
yang telah dipanen akan turun yang mengakibatkan harganya juga turun,
selain itu petani juga khawatir cabai akan susut yang mengakibatkan
penerimaan tidak sama dengan saat menjual cabai langsung setelah panen.
6.3.2. Pedagang pengumpul
Fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang pengumpul adalah fungsi
pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran berupa pembelian dan
penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan dan pengangkutan, sedangkan
fungsi fasilitas berupa sortasi, pembiayaan dan penanggungan resiko serta
informasi pasar. Pedagang pengumpul tidak hanya membeli cabai merah
keriting dari Desa Sindangmekar saja tetapi juga dari desa lain bersama
dengan sayuran lain. Pedagang pengumpul yang membeli cabai merah
keriting dari Desa Sindangmekar melakukan transaksi secara tunai. Rata-
rata cabai merah_keriting yang dibeli pedagang pengumpul ini berkapasitas
1000 kg. Modal yang digunakan untuk membeli cabai merah keriting
merupakan modal sendiri.70
Pedagang pengumpul melakukan sortasi cabai dengan cara
memisahkan cabai yang baik dan yang tidak. Cabai yang baik memiliki ciri-ciri
kecil, keras, wara dan panjang seragam. Cabai hasil sortiran ini kemudian
dibawa ke pasar induk Kramat Jati. Sedangkan hasil sortiran yang kurang
baik dijual ke pengecer. Penyusutan yang harus ditanggung oleh pedagang
pengumpul biasanya ‘berkisar 10% dari jumlah total yang dibelinya dari
petani. Pedagang pengumpul juga harus menanggung resiko apabila cabai
yang dijuainya ke pasar induk Kramat Jati ternyata kurang baik atau
berkurang karena pencurian di perjalanan. Cabai yang kurang baik biasanya
dibuang.
Sebelum membawa cabai ke pasar induk, pedagang pengumpul
terlebih dahulu mencari informasi berapa harga cabai di pasaran dengan
menanyakan kepada sesama pedagang pengumpul atau pedagang grosir di
pasar induk. Biaya yang harus dikeluarkan pedagang pengumpul adalah
biaya tenaga kerja untuk melakukan sortasi, ongkos angkut sampai ke pasar
induk, kemasan penyusutan sebesar 7% dan komisi untuk pedagang grosir.
6.3.3. Pedagang Grosir
Pedagang grosir di pasar induk Kramat Jati melakukan fungsi
pemasaran berupa fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Pedagang grosir ini
didatangi olen pedagang pengumpul dan petani yang telah menjadi
langganannya. Penentuan harga didasarkan pada hasil tawar menawar
antara pedagang grosir dengan petani dan pedagang pengumpul,
berdasarkan kualitas cabai yang dijual dan juga didasarkan padanm
ketersediaan atau penawaran cabai merah keriting di pasaran. Jika
penawaran cabai merah keriting di pasaran berlebih maka harga akan
cenderung turun, sedangkan jika penawaran cabai merah keriting di pasaran
kurang maka harga akan cenderung naik.
Fungsi pertukaran selain pembelian dari petani dan pedagang
pengumpul adalah penjualan kepada konsumen. Konsumen yang membeli
cabai merah keriting adalah pedagang pengecer yang berasal dari seluruh
pasar yang ada di jakarta. Biasanya pengecer rata-rata membeli cabai merah
keriting dari pasar induk Kramat Jati sebanyak 50 kg per hari. Pembelian dari
pedagang grosir dikemas dengan menggunakan kardus dengan kapasitas
per kardus sebanyak 30 kg.
Bongkar muat dilakukan ketika cabai merah keriting baru datang dari
petani/ pedagang pengumpul, setelah itu dilakukan sortasi dan grading untuk
menentukan harga jual. Hasil dari grading, cabai dibagi menjadi tiga kelas.
Kelas satu memilki ciri-ciri ukuran, warna dan panjang seragam, tidak patah
(sempurna). Sedangkan kelas dua memiliki cir-ciri wama seragam tetapi
ukuran dan panjang tidak seragam, dalam satu buah cabai ada yang patah
sedikit. Kelas tiga cirinya ukuran, warna dan panjang tidak seragam.
Penyusutan yang terjadi setelan penyortiran dilakukan berkisar 10%
dari jumlah total pembelian, biaya penyusutan ini seluruhnya ditanggung
pedagang grosir . Biaya tain yang ditanggung pedagang grosir adalah biaya
tenaga kerja tetap yang diupah harian, pembelian tunai dari petani dan
pedagang pengumpul, biaya bongkar muat, retribusi dan pajak.72
6.3.4, Pengecer
Pengecer merupakan lembaga pemasaran yang langsung
berhubungan dengan konsumen akhir cabai merah keriting. Pengecer dalam
penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu pengecer yang membeli cabai dari
pedagang grosir yang ada di pasar induk Kramat jati (pengecer dari pasar di
wilayah Jakarta) dan pengecer yang membeli cabai langsung dari pedagang
pengumpul dan petani yang ada di pasar lokal Garut
Pengecer membeli_ cabai dengan mendatangi pasar induk, pedagang
pengumpul dan petani. Transaksi pembelian dilakukan secara tunai, begitu
juga penjualan kepada konsumen. Perbedaan harga terjadi diantara dua
lokasi tersebut yang disebabkan oleh perbedaan kualitas cabai’ yang dijual
dan perbedaan biaya transportasi yang dikeluarkan. Penentuan harga
pengecer berasal dari informasi harga baik dari pedagang grosir, pengecer
lain ataupun dari konsumen.
6.4 Struktur Pasar
Struktur pasar diidentifikasi dari jumlah penjual dan pembeli yang
terlibat dengan pelaku pasar, kebebasan untuk keluar masuk pasar yang
dialami oleh para pelaku pasar, sifat produk yang diperjualbelikan dan
informasi pasar yang diperoleh. Uraian mengenai struktur pasar yang
dihadapi oleh para pelaku pasar dalam pemasaran cabai merah keriting di
Desa Sindangmekar adalah sebagai berikut :73
6.4.1. Petani
Struktur pasar yang dihadapi petani cabai merah keriting mendekati
oligopsoni, dimana jumlah pedagang pengumpul sebagai pembeli terbatas
sedangkan petani cabai merah Keriting banyak, selain itu hasil panen dari
petani selalu dijual kepada pedagang pengumpul yang sama. Komoditi yang
diperjualbelikan bersifat homogen yaitu cabai merah keriting.
Usahatani cabai merah keriting termasuk sulit untuk dimasuki. Hal ini
dikarenakan selama usahatani cabai merah keriting diperiukan modal secara
terus menerus apalgi jika tanaman mudah terserang hama dan penyakit
Petani memiliki kedudukan yang lemah dalam menentukan harga
Petani dalam hal ini hanya bertindak sebagai penerima harga, sehingga
walaupun proses transaksi secara tawar menawar tetapi pada akhimya
petani tetap merupakan sebagai penerima harga. Informasi tentang harga
yang diperoleh petani adalah dari pasar induk Kramat Jati dan pedagang
pengumpul serta petani lain.
6.4.2. Pedagang pengumpul
Pedagang pengumpul menghadapi struktur pasar yang mengarah ke
bentuk ofigopsoni. Hal ini dicirikan dengan jumlah pedagang pengumpul yang
banyak dan jumlah pedagang grosir di pasar induk Kramat Jati terbatas.
Untuk memasuki pasar ini, diperlukan modal yang cukup besar yang
digunakan untuk membeli cabai dari petani dan menanggung resiko dan
biaya-biaya operasional lain yang harus dikeluarkan selama cabai yang dibeli
dari petani belum laku terjual. Sehingga bagi pedagang pengumpul yang14
memiliki modal kecil, faktor modal ini dapat menjadi suatu hambatan dalam
memasuki pasar ini.
Produk yang diperjualbelikan masih bersifat homogen, yaitu cabai
merah keriting. Pedagang pengumpul termasuk pihak penerima harga
dimana harga yang menjadi patokan adalah harga dari pasar induk Kramat
Jati. Informasi tentang harga diperoleh pedagang pengumpul dari pasar induk
Kramat Jati dan sesama pedagang pengumpul
6.4.3, Pedagang Grosir
Pedagang grosir menghadapi struktur pasar yang mengarah ke bentuk
pasar oligopoli. Struktur pasar ini dapat dilihat dari sedikitnya jumlah
pedagang grosir di pasar induk Kramat Jati dibanding jumiah pengecer yang
datang untuk membeli. Hambatan bagi pendatang baru dalam memasuki
pasar terletak pada modal dan pengalaman. Modal digunakan untuk biaya
operasional_sedangkan pengalaman digunakan untuk mengantisipasi
fluktuasi harga dan cara menjalin hubungan baik dengan pelanggan.
Penentuan harga ditakukan secara tawar menawar dengan patokan harga
dari pedagang grosir. Selain itu juga didasarkan pada kualitas cabai yang
diperjualbelikan. Komoditas cabai yang diperjualbelikan di pasar induk
Kramat Jati sudah heterogen, cabai yang banyak dijual adalah cabal merah
keriting, cabai rawit dan hot chill. Informasi pasar didapatkan dari mekanisme
pasar, pembeli atau pedagang grosir lainnya.75
6.4.4, Pengecer
Struktur pasar yang dihadapi oleh pengecer adalah pasar persaingan
monopolistik dimana jumtah pengecer banyak dimbangi dengan jumlah
pembeli yang banyak pula. Dalam struktur pasar seperti ini terdapat
persaingan antara pengecer yang satu dengan pengecer yang lain. Pengecer
dapat mempengaruhi pembeli dalam mempromosikan penjualan cabainya,
misalnya dalam hal kualitas.
Cabai yang diperdagangkan bersifat heterogen yang terdiri dari
berbagai jenis. Pengecer tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga,
tetapi harga tetap ditentukan melalui proses tawar menawar. Informasi harga
didapatkan dari pedagang grosir dan pengecer lainnya.
6.5 Perilaku Pasar
Perilaku pasar dapat diidentifikasi dengan mengamati praktek
pembelian dan penjualan, sistem penentuan harga dan kerjasama diantara
lembaga pemasaran.
6.5.1 Praktek Pembelian dan Penjualan
‘Sebagian besar petani melakukan penjualan cabai merah keriting hasil
panennya kepada pedagang pengumpul (18 orang atau 60%). Transaksi jual
beli ini dilakukan di kebun petani saat panen berlangsung. Harga yang terjadi
didasarkan pada kesepakatan dua pihak dan kualitas cabal. Sebanyak 7
orang atau 23,33% petani menjual cabai merah keritingnya langsung ke
grosir. Transaksi terjadi di pasar induk Kramat Jati dengan harga yang78
terbentuk berdasarkan mekanisme pasar dan kualitas cabai. Sedangkan
sisanya (5 orang atau 16,67%) petani menjual cabai merah keritingnya
langsung ke pengecer. Transaksi terjadi di rumah petani sehingga petani
tidak mengeluarkan biaya transportasi agar cabai sampai di tangan pengecer.
Jumiah cabai merah keriting yang dikonsumsi atau dibagikan kepada
kerabatnya sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah cabai merah keriting
yang dijual, biasanya cabai yang demikian adalah cabai hasil sisa sortiran
atau yang kurang baik kualitasnya.
6.5.2. Sistem Penentuan Harga
Sistem penentuan harga cabai merah_keriting yang terjadi diantara
pelaku pasar yaitu secara tawar menawar dan ditentukan oleh lembaga
pemasaran yang lebih tinggi. Kecuali pada transaksi antara pedagang grosir
dengan pengecer sistem penentuan harga cabai ditentukan oleh pedagang
grosir pasar induk Kramat Jati. Pasar induk Kramat jati bertindak sebagai
pemberi harga sehingga dapat dijadikan sebagai penentu harga yang terjadi.
Petani pada saluran pemasaran 1 dan 2 bertindak sebagai penerima
harga dimana harga yang terjadi adalah harga yang dibawa oleh pedagang
pengumpul. Pada saluran pemasaran 3 dan 4 harga terbentuk dari tawar
menawar dan harga pembelian didasarkan pada kesepakatan antara pelaku-
pelaku pasar. Petani akan menetapkan harga yang berlaku di tingkat
lembaga pemasaran berdasarkan informasi harga dari pasar induk.
Informasi harga berupa harga yang akan terjadi pada hari ini dan
perkiraan harga yang akan terjadi esok harinya. Informasi ini disampalkan7
oleh pedagang grosir pada malam hari sebelum transaksi untuk pengiriman
esok harinya. Informasi ini akan diteruskan kepada pedagang pengumpul dan
petani lainnya. Proses penentuan harga lebih banyak ditentukan oleh
pedagang grosir. Cara pembayaran yang terjadi di tiap lembaga pemasaran
adalah tunai.
6.5.3, Kerjasama antar Lembaga Pemasaran
Dalam pengangkutan cabai ke pasar induk, kerjasama antara
pedagang pengumpul selalu dilakukan. Hal ini didasarkan oleh adanya
kerjasama yang sehat atas dasar kekeluargaan yang sudah terjalin cukup
lama. Kerjasama antara pedagang pengumpul dengan pedagang grosir dapat
dilhat dari kontinuitas pasokan cabai dari pedagang pengumpul kepada
pedagang grosir yang sama, Begitu pula yang terjadi antara petani dengan
pedagang grosir telah terjalin kerjasama yang cukup erat karena petani
tersebut telah menjadi langganan tetapnya. Kerjasama antara petani dan
pedagang pengumpul dapat dilihat dari adanya pedagang pengumpul yang
memberi bantuan pinjaman modal kepada petani dalam berusahatani cabai
merah keriting. Pembayaran yang dilakukan di tiap lembaga pemasaran ini
selalu tunai.
6.6 Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang terjadi pada setiap
lembaga pemasaran. Besarnya marjin pemasaran dihitung dengan
menjumlahkan biaya-biaya pemasaran yang terjadi dengan besarnya78
keuntungan pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam jalur
pemasaran tersebut. Marjin pemasaran dapat pula diperoleh dari selisih
antara harga pembelian dan harga penjualan pada lembaga tersebut. Uraian
tentang marjin dalam pemasaran cabai merah keriting di Desa Sindangmekar
disajikan pada Tabel 15.
Dari tabel tersebut terlihat saluran 3 dan 4 merupakan saluran
terpendek dibandingkan dengan keempat saluran lainnya, marjin terkecil
didapat oleh saluran pemasaran 4 yaitu sebesar Rp. 1.914,27/kg (58,09%).
Hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan kecil dan cabai yang
diperjualbelikan merupakan cabai yang Kurang baik kualitasnya. Sedangkan
saluran 3 mengeluarkan marjin terbesar yaitu Rp. 8.164,27/kg (85,94%),
tetapi cabai yang diperjualbelikan memiliki kualitas yang bagus. Jika dilihat
dari persentase bagian harga yang diterima petani, saluran 3 sudah cukup
tinggi yaitu sebesar 54,74%. Sehingga dari pendeknya saluran pemasaran,
kualitas cabai yang diperdagangkan dan persentase bagian harga yang
diterima petani maka saluran pemasaran 3 dapat dikatakan efisien.‘abel 15, Analisis Marjin Saluran Pemasaran Cabai Merah Keriting di Desa Sindangmekar
79
No Uraian Salurant] % [Saluran 2] % [Saturand[ % | Saluran4| %
7 ETANT
Biaya Usahatani 1395,73 | 16,70 | 10573 | 22.26 | 1295,73 | 1408 | 139573 | 41,10
[Marin biava 499.28 | 1.74 [199.28 | 232 | e919 [939 | 309 | 9.49
‘Karung 1428 | 018 | 14,28 | 0,24
Kardus 2333 | 088
Plastik | 464
‘Upah tenaga kerja v5 | 156 | 125 | 208 | vs | 132 | 125 [3.85
“Transportasi 350 | 579
Penyusutan 10% 703.57 | 141 | 19357 | 411
[Margin keuntungan 1274,98 | 1554 | 127499 | 21.25 | 2072.97 [31.29 | 256 | 26,33
[Marin total (4) 1414.27 | 17,68 | 141427 | 23,57 | 3864.27 | 4058 | 1164.27 | 35,82
|Harga jual 2750 | 34,38 | 2750 | 45,83 {5200 | 5474 | 2500 | 76,92
2 | Pedagang Pengumpul
Harga bell 2750 | 3438 | 2750 | 45.63
[Marin biaya’ 22583 | 11.57 | 399,16 | 565
Kerasan 3333 | 104 | 13.39 | 0.22
‘Upah tenaga keria so | 063 | 50 | 083
Transportasi 450 | 5.63 | 63,33 _| 1.99
Penyusutan 7% 7925 _| 241 | 1925 | 321
‘Komisi 150 _| 1.88
[Manin keuntungan ear? [780 | s0e4 | 605
[Marin total (2) 7550_| 1938 | 750 | 125
[Marga jual 4300 | 53.75 | 9500 | 68,33
3 [PEDAGANG GROSIR
Harga bel 4300 | $8.75 5200 | 54,74
Manin biaya 479,87 | 6,00 570 | 6,00
Upan tenaga kena 25 [0,31 25 | 0.26
Penyusutan 10% 430 | 5.38 520 [547
Bongkar muat 10 [0.13 oon
Retabusi 3 | 0,04 3 0.08
Pajek Tig [0.15 19 | 012
[Marin keuntungan 345 __| 10.56 730 | 7.69
[Manin total () 1325 | 16.56 7300 | 13.88
[Marga jual 5625 | 70,31 500 | 66.42
4 PENGEGER
Harga bel exs_[ Tosi | 3600__| 58.33 | 6500 | 68,42 | 2600 | 76.92
[Marin biaya os _| 0.38 | 458 | 763 | 738_| v.77 | 37a | 11,63,
Plastik 8 04 é 013 é eos | 8 | 025
‘Upah tonagakega | 100 | 1.25 | too | 1,67 | 100 | 1.05 [100 {3.08
“Transportash 80 1 40__| 067 |__80 | 084 | 50 | 1,54
Penyusutan 8% 450__| 563 | 260 | 467 | 620 | sa7 | 200 | 6,16
Bongkar muat vo [013 | 10 | o17 | 10 {0.11
Retribusi 20 | 028 | 20 | 033 | 20 | o21 | 20 | 0.62
Marj keuntungan Gor | 21,34 | 2042 [3403 | 2262 [ aaer | 372_| 11.45
Marin total (4) 2a75_| 2969 | _2500__| 41,67 | 3000 | 31.58 [750 | 23.08
Harga jual ‘g000 | 100,00{ 6000 | 100,00 9500 | 100,00] 3250 | 100,00,
TOTAL BIAVA 222,98 | 27,66 | 936.04 | 15.61 | 2,604 | 27,03 | 687 | 21,13
TOTAL KEUNTUNGAN| 4451,20 | 85,64 | 372763 | 62,13 | 5,965 | 62,78 | 4,228 | 37,78
[MARJIN (1+2+3+a) | 6004,27 | 03,30 | 466427 | 77,74 | 8164.27 | 05,94 | 1914,27 | 58,9080
6.6.1. Saluran Pemasaran 1
Pada saluran pemasaran 1 ini, petani mengeluarkan biaya usahatani
sebesar Rp. 1.335,75 dan biaya pemasaran Rp. 139,28. Biaya pemasaran
meliputi karung kapasitas 35 kg seharga Rp. 500 yang berarti biaya per
kilogram cabai sebesar Rp. 14,28 dan biaya tenaga kerja untuk mengangkut
sebesar Rp. 4.375 per orang per karung. Petani pada saluran pemasaran ini
mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 1.274,99 yang merupakan
keuntungan terkecil yang diterima petani dibandingkan dengan saluran
pemasaran lainnya. Dengan harga jual sebesar Rp. 2.750 maka petani
mendapatkan marjin sebesar Rp. 1. 414,27.
Pedagang pengumpul memperjualbelikan cabai sebanyak 1.000 kg
setiap harinya. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul sebesar Rp.
925,83 yang terdiri dari Rp. 50 untuk upah tenaga kerja yang melakukan
penyortiran dan pengangkutan, Rp. 83,33 untuk kemasan (kardus dengan
kapasitas 30 kg), Rp. 450 untuk transportasi, penyusutan sebesar Rp. 192,5
dan komisi untuk pedagang grosir sebesar Rp. 150. Hasil sortiran di tingkat
pedagang pengumpul dikemas dalam kardus. Hasil sortiran ini biasanya akan
susut sebanyak 7% dari jumlah total yang dibeli dari petani. Setelah disortir,
cabai diangkut dengan menggunakan mobil colt bersama dengan sayuran
lain dengan ongkos per kilogram sebesar Rp. 450.
Pedagang grosir membeli cabai dari pedagang pengumpul dengan
harga Rp. 4.300 per kilogram. Kapasitas cabai yang diperjualbelikan di pasar81
induk rata-rata sebanyak 5.000 kg per hari. Untuk itu pedagang grosir
mengeluarkan biaya sebesar Rp. 479,87 yang terdiri dari biaya bongkar
muat, upah tenaga kerja, retribusi, kemasan penyusutan sebesar 10% dan
pajak. Penyusutan di tingkat pedagang grosir merupakan penyusutan
terbesar dibandingkan dengan penyusutan di lembaga pemasaran lain dalam
saluran pemasaran ini kerena adanya resiko rusak dalam perjalanan dan
rusaknya cabai selama dalam penyimpanan sebelum cabai habis terjual.
Pengecer memperjualbelikan cabai sekitar 50 kg per harinya. Biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp. 668 untuk setiap kilogram cabai merah keriting yang
dibelinya, Biaya tersebut terdiri dari Rp. 80 untuk transportasi, Rp. 10 untuk
biaya bongkar muat, retribusi sebesar Rp. 20, upah tenaga kerja untuk
pengangkutan Rp. 100, kemasan Rp. 8 dan penyusutan 8% atau sebesar Rp.
450.
Keuntungan berturut-turut yang didapatkan oleh pedagang pengumpul,
pedagang grosir dan pengecer adalah masing-masing sebesar Rp. 624,17,
Rp. 845 dan Rp. 1.707, Dari lembaga-lembaga pemasaran yang
menggunakan saluran pemasaran ini, pedagang pengumpul memperoleh
keuntungan terkecil dibandingkan dengan lembaga lainnya. Hal ini
dikerenakan biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul agar cabai dari
petani sampai ke pedagang grosir tinggi.
Farmer share yang diterima petani sebesar 34,38%. Total biaya
pemasaran yang terjadi pada saluran pemasaran pertama adalah sebesar
Rp. 2.21298 dimana biaya paling besar dikeluarkan oleh pedagang82
Pengumpul sebesar Rp. 925,83. Total keuntungan pada saluran 1 Rp.
4.451,29 dengan keuntungan terbesar didapat oleh pengecer yaitu sebesar
Rp. 1.707. Sedangkan total marjin sebesar Rp. 6.664,27 dengan marjin
terbesar didapatkan juga oleh pengecer.
6.6.2. Saluran Pemasaran 2
Petani pada saluran pemasaran ini menjual cabai sama dengan petani
pada saluran 1 yaitu sebesar Rp. 2.750. Biaya pemasaran yang dikeluarkan
petani pada saluran pemasaran ini sama dengan biaya pemasaran yang
dikeluarkan oleh petani pada saluran pertama. Di tingkat pedagang
pengumpul, biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 339,16. Besarnya biaya
yang dikeluarkan pedagang pengumpul pada saluran pemasaran kedua
berbeda dengan biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul pada
saluran pemasaran pertama. Hal ini dikarenakan pedagang pengumpul pada
saluran pemasaran kedua tidak mengeluarkan biaya untuk komisi, biaya
untuk kemasan dan transportasi pun lebih kecil dibandingkan biaya yang
dikeluarkan oleh pedagang pengumpul pada saluran pemasaran pertama.
Keciinya biaya transportasi disebabkan jarak antara pedagang pengumpul
dengan pasar tempat pedagang pengecer membeli tidak terlalu jauh.
Pedagang pengumpul langsung menjual cabai merah Keriting pada pengecer
sebesar Rp. 3.500 per kilogram dengan kapasitas ratarata per harinya
sebanyak 50 kg. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer antara lain
untuk transportasi sebesar Rp. 40, bongkar muat Rp. 10, retribusi Rp. 20,83
upah tenaga kerja untuk mengangkut sebesar Rp. 100, kemasan Rp. 8 dan
penyusutan sebesar 8% atau Rp. 280, sehingga total biaya yang dikeluarkan
oleh pengecer sebesar Rp. 458.
Dengan keuntungan yang didapat sebesar Rp. 2.042, pengecer
menjual cabai kepada konsumen dengan harga Rp. 6.000 per kilogramnya.
Total biaya pada saluran pemasaran ini sebesar Rp. 936,44, total keuntungan
Rp. 3.727,83 dan total marjin Rp. 4.664,27. Marjin terbesar tetap didapatkan
oleh pengecer sebesar Rp. 2.500. Sedangkan farmer share pada saluran
pemasaran ini lebih besar dari saluran pertama yaitu sebesar 45,83%
sebagai akibat perbedaan biaya transportasi dan tidak adanya sister komisi
di tingkat pedagang pengumpul.
6.6.3. Saluran Pemasaran 3
Pada saluran pemasaran ini petani menjual cabai merah keriting
dengan harga rata-rata Rp. 5.200 per kilogram kepada pedagang grosir.
Biaya yang dikeluarkan petani adalah sebesar Rp. 891,9. Biaya ini terdiri dari
biaya untuk kemasan yang digunakan untuk mengangkut cabai yaitu kardus
dengan masing-masing kapasitas 30 kg sebesar Rp. 83,33, upah tenaga
kerja untuk pengangkutan Rp. 125, biaya transportasi sebesar Rp. 550 dan
penyusutan sebesar Rp. 133,57. Pengangkutan ke pasar induk dilakukan
oleh petani dengan menggunakan colt berkapasitas 4 ton bersama sayuran
lain. Karena pengangkutan dilakukan oleh petani maka resiko penyusutan
atau kerusakan selama perjalanan dari petani menuju pasar induk ditanggung84
oleh petani. Keuntungan yang diperoleh petani yang menggunakan saluran
ini merupakan keuntungan terbesar apabila dibandingkan dengan
keuntungan petani pada ketiga saluran pemasaran lainnya. Tingginya tingkat
keuntungan tersebut disebabkan tingginya harga yang terjadi pada saluran
ini
Biaya yang dikeluarkan pedagang grosir adalah Rp. 25 untuk upah
tenaga kerja, Rp. 10 untuk bongkar muat, Rp. 3 untuk retribusi, penyusutan
10% atau sebesar Rp. 520 dan pajak Rp. 14,9 sehingga biaya total yang
dikeluarkan pedagang grosir sebesar Rp. 570 per kilogram cabai merah
keriting. Biaya penyusutan merupakan biaya terbesar yang harus dikeluarkan
pedagang grosir, hal ini dikarenakan pedagang grosir menanggung
penyusutan dan kerugian cabai yang membusuk selama waktu penyimpanan
sampai cabai laku terjual. Keuntungan yang diperoleh pedagang grosir
sebesar Rp. 730 dengan marjin Rp. 1.300
Pengecer sebagai pembeli cabai merah_keriting dari pedagang grosir
membeli cabai merah keriting dengan harga Rp. 6.500 sedang biaya yang
dikeluarkan pengecer sebesar Rp.738. Keuntungan yang diperoleh sebesar
Rp. 2.262 dan marjin Rp. 3.000 sehingga harga jual cabai di tingkat pengecer
sebesar Rp. 9.500. Total marjin dalam saluran pemasaran ini merupakan
total marjin terbesar dibandingkan dengan marin tiga saluran pemasaran
lainnya. Harga jual akhir pun dalam pemasaran ini merupakan harga jual
tertinggi yaitu Rp. 9.500. Hal ini lebih dikarenakan kualitas cabai yang
diperjualbelikan lebih baik dibandingkan saluran pemasaran lain sebagai85
akibat beberapa kali penyortiran. Farmer share yang diterima petani pada
saluran pemasaran ini sebesar 54,74%.
6.6.4. Saluran Pemasaran 4
Saluran pemasaran ini merupakan saluran pemasaran cabai merah
keriting paling pendek yang ada di Desa Sindangmekar. Harga yang terjadi
pada saluran pemasaran ini di tingkat petani adalah Rp. 2.500 yang
merupakan harga terendah. Petani menjual cabai hasil panennya ke
pengecer yang ada di pasar lokal Garut. Kapasitas rata-rata yang dijual
adalah sebanyak 30 kg dengan biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh
petani sebesar Rp. 309. Biaya terbesar yang dikeluarkan petani adalah untuk
penyusutan sebesar Rp. 133,57 (4,11%). Cabai yang dijual merupakan cabai
hasilsortiran atau cabai yang rusak sebagai akibat tidak sempurnanya
proses pemanenan, Walaupun kualitas cabai yang dijual tidak terlalu baik
namun petani masin mendapat keuntungan sebesar Rp. 856 dari setiap
kilogram cabai yang dijual. Farmer share yang diterima petani adalah farmer
share terbesar yaitu sebesar 76,92%.
Pengecer mengeluarkan biaya sebesar Rp. 378 untuk satu kilogram
cabai yang dibeli dari petani. Pengecer yang membeli cabai ke petani datang
langsung sehingga biaya transportasi dan penyusutan ditanggung pengecer,
masing-masing sebesar Rp. 50 dan Rp. 200. Pengecer menjual cabai
tersebut kepada konsumen dengan harga Rp. 3.250. Total biaya yang
dikeluarkan saluran pemasaran ini merupakan yang paling kecil yaitu sebesar86
Rp. 687. Begitu pula dengan total keuntungan dan total marjin yang masing-
masing sebesar Rp. 1.228 dan Rp. 1.914,27.BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.4. Kesimpulan
Usahatani cabai merah keriting di lokasi penelitian merupakan mata
pencaharian sebagian petani, sehingga dilakukan secara kontinu. Jenis yang
ditanam oleh petani adalah cabai merah keriting dengan varietas lokal.
Usahatani cabai merah keriting ini menguntungkan dengan nilai RIC rasio
lebih dari satu dan nilai pendapatan usahatani yang positif. Total biaya rata-
rata usahatani per hektar sebesar Rp. 14.311.487. Komponen pengeluaran
terbesar dalam berusahatani cabai merah keriting di Desa Sindangmekar
adalah upah tenaga kerja dan sarana produksi. Dengan produksi sebesar
0,625 kg per pohon, maka rata-tata produksi cabai merah keriting di Desa
Sindangmekar adalah sebanyak 10.714,3 kg per hektar. Harga rata-rata
cabai merah keriting yang terjadi pada saat penelitian sebesar Rp. 3.000 per
kilogram. Berdasarkan harga dan total produksi yang diperoleh maka
penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp. 32.142.900 per hektar.
Berdasarkan nilai pendapatan dan biaya diperoleh masing-masing nilai
RIC atas biaya tunai sebeser 2,14 yang artinya setian Rp. 1 yang dikeluarkan
akan diperoleh penerimaan sebesar Rp. 2,14. Nilai R/C rasio yang lebih
besar dari satu ini menunjukkan bahwa usahatani ini menguntungkan untuk
diusahakan.88
Saluran pemasaran cabai merah keriting yang ada di Desa
Sindangmekar adalah:
Saluran 1: | Petani |p| Pedagang Pengumpul | »[ Pedagang Grosir
—>| Pedagang Pengecer |! Konsumen
Saluran 2: | Petani |_| Pedagang Pengumpul |»[ Pedagang Grosir
—»| Pedagang Pengecer |_y/ Konsumen
Saluran 3:| Petani |p| Pedagang Grosir |p| Pedagang Pengecer
Saluran 4:| Petani |p} Pedagang Pengecer |_| Konsumen
Saluran pemasaran yang paling banyak digunakan oleh petani adalah
saluran pemasaran 1 yaitu sebanyak 14 orang (16,67%). Saluran pemasaran
ini digunakan petani dengan alasan pedagang pengumpul memberi bantuan
modal, petani tidak ingin menyimpan cabai yang dapat mengakibatkan
turunnya harga dan petani ingin cepat mendapatkan uang tunai
Setiap lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran melaksanakan
fungsi-fungsi pemasaran yang berupa fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas.
Kecuali petani pada saluran pemasaran 1 dan 2 yang hanya melaksanakan
fungsi pertukaran berupa penjualan. Kegiatan pascapanen yang dilakukan
adalah penyortiran, pengemasan, penggradingan dan pengangkutan.89
Struktur pasar yang dihadapi oleh para pelaku pasar yang ada dalam
saluran pemasaran ini adalah petani dan pedagang pengumpul menghadapi
struktur pasar yang mengarah ke bentuk oligopsoni, pedagang grosir
menghadapi struktur pasar oligopoli dan pengecer menghadapi struktur pasar
persaingan.
Petani menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul,
pedagang grosir atau langsung ke pengecer. Keseluruhan_transaksi
dilakukan secara tunai. Harga yang terjadi pada awalnya secara tawar
menawar, ditentukan oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi dan kualitas
cabai. Informasi harga didapat dari pedagang grosir yang diteruskan ke
pedagang pengumpul dan petani
Kerjasama antar lembaga pemasaran cukup baik. Hal ini ditunjukkan
oleh pemberian bantuan modal oleh pedagang pengumpul untuk petani,
kerjasama antar pedagang pengumpul dalam pengangkutan cabai ke pasar
induk Kramat Jati dan hubungan kekeluargaan yang sudah terjalin cukup
lama.
Marjin pemasaran yang terbentuk didasarkan pada saluran pemasaran
yang ada. Saluran pemasaran 3 memiliki nilai marjin yang paling besar
karena mempunyai komponen biaya pemasaran yang paling tinggi. Biaya
pemasaran yang paling tinggi didominasi oleh biaya transportasi dan
penyusutan yang masing-masing sebesar Rp. 550 dan Rp. 520. Farmer
share yang diterima petani sudah cukup tinggi. Marjin pemasaran yang90
rendah dan farmer share yang tinggi yang diterima oleh petani ditunjukkan
oleh saluran pemasaran yang pendek.
7.2 Saran
a
Komponen pengeluaran terbesar yang dikeluarkan petani adalah
penggunaan tenaga kerja luar keluarga, dengan demikian disarankan
agar petani lebih memaksimalkan penggunaan tenaga kerja dalam
keluarga.
. Disarankan agar petani menggunakan saluran pemasaran 3 karena
merupakan saluran yang efisien, juga melalui saluran pemasaran ini
disarankan agar petani melakukan kerjasarma dengan petani lain
dalam hal penyampaian barang dari petani ke pasar induk sehingga
biaya transportasi yang terjadi dapat ditekan.DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, W dan T Agoes Soetiarso. 1999. Strategi Petani dalam Pengelolaan
Resiko pada Usahatani Cabai. Jurnal Hortikultura Volume 8 No 4;
Hal 1299-1311. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta.
Andrianto, Nizam. 2000. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor
Produksi dan Pendapatan Usahatani Cabai (Studi Kasus di Desa
Kerawang Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat). Skripsi. Jurusan jlmu-
ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Armiati, et al. 1995. Tanaman Tomat, Kubis dan Kacang Panjang pada Lahan
diantara Tanaman Mangga di Sulawesi Selatan. Jumal Hortikultura
Volume 5 No 1; Hal 96-101. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Pusat Penelitan dan Pengembangan Hortikultura.
Jakarta
Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut. 2000. Garut dalam Angka 2000.
Garut.
Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik Harga Produsen Sektor Pertanian di
Indonesia (Producer Price Statistics of Agriculture Sector in
Indonesia) 1996-2000. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Dahl, Dale and Jerome W. Hammond. 1977. Market and Prices Analisis.
Mc.Graw Hill Inc. United States.
Departemen Pertanian. 2002. Program dan Rencana Operasional
Pembangunan Agribisnis Berbasis Hortikultura. 2002. Departemen
Pertanian. Jakarta.
Desa Sindangmekar. 2002. Monografi Desa Sindangmekar.
Dewi P M, Ratri. 1994. Analisis Produksi dan Pemasaran Salak Pondoh
(Salacca edulis R) Studi Kasus di Desa Bangunkerto, Kecamatan
Turi Kabupaten Sleman DI Yogya. Skripsi. Jurusan IImu-ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat. 2001. Laporan
Tahunan 2000. Bandung.92
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1998. Buletin
Informasi Harga Sayur Mayur. Edisi Agustus 1998. Pusat Informasi
Pemasaran Tanaman Pangan dan Hortikultura. Direktorat Bina
Usahatani dan Pengolahan Hasil. Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan dan Hortikultura. Departemen Pertanian. Jakarta.
Gitosudarmo, _H_ Indriyo. 1994, Manajemen Pemasaran. Edisi Pertama.
BPFE. Yogyakarta
Hemanto, Fadholi, 1993. Ilmu Usahatani. Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Irani, Edli.1998. Analisis Integrasi Pasar Komoditi Cabai merah keriting di
Pulau Jawa. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Kantor Penyuluhan Pertanian Kabupaten Garut. 2002. Programa Penyuluhan
Pertanian BPP Kecamatan Wanaraja Tahun 2002. Garut
Kohl, Richard L dan W. David Downey. 1972. Marketing of Agricultural Prices.
The Macmillan Company. New York.
Kotler, Philip. 1993. Manajemen Pemasaran (Analisis, Perencanaan,
Implementasi dan Pengendalian), Volume Dua. Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Limbong, W H dan P Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan
7 \imu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Muslikh, 2000. Analisis Sistem Tataniaga Cabai Rawit Merah di DK! Jakarta
Skripsi.Jurusan llmu-iimu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. IPB. Bogor.
Pertiwi, Inti, 2000. Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran
abai merah keriting (Studi Kasus di Desa Cisarua Kabupaten
Sukabumi Jawa Barat). Skripsi. Jurusan llmu-iimu Sosial Ekonomi
Pertanian, Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Prajnanta, Final. 1995. Agribisnis Cabai merah keriting Hibrida, Penebar
‘Swadaya. Jakarta.
. 1999. Mengatasi Permasalahan Bertanam Cabai. Penebar
‘Swadaya. Jakarta.93
Rosliani, Rini, 1997. Pengaruh Pemupukan dengan Pupuk Majemuk Makro
Berbentuk Tablet terhadap Pertumbuhan dan Hasil Cabai merah
keriting. Jura! Hortikultura Volume 7 No 3; Hal 773-780. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura. Jakarta.
Saragih, Bilmar. 2001. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai merah keriting
(Studi Kasus di Desa Karawang Kecamatan Sukabumi Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Ilmu-iimu Sosial Ekonomi
Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Soeharjo, A dan Dahlan Patong. 1973. Sendi-sendi Pokok llmu Usahatani.
Departemen ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. IPB. Bogor.
Soekartawi, et al. 1986. IImu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan
i. Petani Kecil. Penerbit Ul-Press. Jakarta.
Sumirah. 1994. Analisis Usahatani, Pemasaran dan Kelayakan Finansial
Pengolahan kapas di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Skripsi.
Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian.
IPB. Bogor.
Venessa, Moira. 2001. Analisis Kelayakan Pengusahaan Paprika Hidroponik.
Skripsi. Jurusan limu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. IPB. Bogor.
Widia, Heru Surahmat. 2000. Analisis Saluran Pemasaran Paprika Hidroponik
di Desa Cigugur Girang Kecamatan Parongpong Kabupaten
Bandung. Skripsi. Jurusan llmu-iimu Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
www.bi.go.id/sipuk/im/ind/cabai_merah/pemasaran.htmLAMPIRANLampiran 1. Peta Wilayah Kecamatan Wanaraja
KECAMATAN
BANYURESMI yz
KECAMATAN
SUKAWENING.
KABUPATEN TASIK
KECAMATAN
KARANGPAWITAN
SKALA 1:125000
KETERANGAN :
1. Desa Linggamukti 12. Desa Wanamekar
2. Desa Sukalaksana 13. Desa Wanaraja
3. Desa Cigadog 14. Desa Wanajaya
4. Desa Tenjonagara 15, Desa Sindangratu
5. Desa Sukamenak 16. Desa Babakanloa
6. Desa Sukahurip 17. Desa Sukarasa
7. Desa Sindangmekar 18. Desa Cimaragas
8, Desa Sukaratu 49. Desa Cihuni
9. Desa Tegalpanjang 20. Desa Citangtu_
40. Desa Sadang 21. Desa Wanasari
22. Desa Sukamulya
ineneneaa 23. Desa Karangsari
9495
Lampiran 2. Tanaman Percobaan PT Tanindo Subur Prima di Desa
Sindangmekar