Anda di halaman 1dari 113
A [ok 490% ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN CABAI MERAH KERITING Di Desa Sindangmekar Kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut, Jawa Barat Oleh : ELLY NURLIAH A07498102 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 RINGKASAN ELLY NURLIAH. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Cabai Merah Keriting Di Desa Sindangmekar Kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dibawah bimbingan TANT! NOVIANTI. Cabai merupakan komoditas sayuran yang banyak dibutuhkan, tidak hanya kebutuhan dalam neger! seja tetapi juga luar negeri. Permintaan dalam negeri mencakup permintaan untuk rumah tangga dan industri, Saat ini Indonesia masih mengimpor komoditas cabai, hal ini menunjukkan bahwa permintaan akan cabai di dalam negeri masih belum dapat dipenuhi oleh petani. Salah satu daerah sentra produksi terbesar di Jawa Barat adalah Kabupaten Garut. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pendapatan usahatani cabai._merah keriting, menganalisis pola saluran pemasaran cabai merah keriting, menganalisis pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran, menganalisis struktur dan perilaku pasar serta menganalisis sebaran marjin pemasaran komoditas cabai merah keriting. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah memberikan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kasus, pemilinan fokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung kepada petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang eceran. Responden petani berjumiah 30 orang, pedagang pengumpul sebanyak 6 orang, pedagang grosir sebanyak 3 orang dan pedagang eceran sebanyak 9 orang. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian DT | Jawa Barat dan hasil penelitian sebelumnya. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2002. Dari penelitian diperoleh bahwa hasil produksi cabai merah keriting petani dalam satu musim tanam untuk luasan satu hektar sebesar 10714,3 kg. Harga jual rata-rata yang terjadi di tingkat petani adalah sebesar Rp. 3.000, sehingga total penerimaan sebesar Rp. 32.142.900. Biaya tunai terbesar yang dikeluarkan adalah untuk tenaga kerja luar keluarga sebesar Rp. 4.032.480 atau sebesar 26,86%. Biaya tunal terbesar kedua adalah pestisida sebesar Rp. 3.375.710 atau sebesar 22,49%. Selain biaya tunai, dihitung pula biaya diperhitungkan yang terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat dan sewa tanah. Besamya biaya komponen- komponen ini masing-masing sebesar Rp. 1.274.180, Rp. 971.667 dan Rp. 700.000. Petani memperoleh pendapatan atas biaya total sebesar Rp. 17.131.413 per hektar dengan R/C yang diperoleh sebesar 2,14. Saluran pemasaran cabai merah keriting yang ada di Desa Sindangmekar berjumlah empat saluran, Saluran pemasaran ini melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang meliputi pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Saluran yang paling dominan cipilin petani adalah saluran pemasaran 1 yaitu sebanyak 14 orang atau 46,67 persen. Setiap lembaga pemasaran umumnya melaksanakan fungsi- fungsi pemasaran yang sama seperti fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjuaian, fungsi fisik berupa pengemasan dan pengangkutan, dan fungsi fasilitas berupa sortasi, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Setiap lembaga pemasaran menghadapi struktur pasar yang berbeda Struktur pasar yang dihadapi oleh petani dan pedagang pengumpul mendekati oligopsoni. Sedangkan pedagang grosir menghadapi_struktur pasar yang mengarah ke bentuk pasar oligopoli dan struktur pasar yang dihadapi oleh pengecer adalah pasar persaingan monopolistik. Marjin pemasaran yang terbentuk didasarkan pada saluran yang ada. aluran pemasaran 3 mempunyai nilai marjin total paling tinggi, dengan marjin tertinggi didapatkan oleh petani. Farmer share yang diterima petant sudah cukup tinggi yaitu sebesar 76.92% yang dicapai oleh saluran pemasaran 4. Marjin pemasaran yang rendah dan farmer share yang tinggi yang diterima oleh petani ditunjukkan oleh saluran pemasaran yang pendek Komponen pengeluaran terbesar yang dikeluarkan petani adalah penggunaan tenaga kerja luar keluarga, dengan demikian disarankan agar petani lebih memaksimalkan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga. Disarankan agar petani menggunakan saluran pemasaran 3 karena memiliki nilai efisiensi yang tinggi, juga melalui saluran pemasaran ini disarankan agar petani melakukan kerjasama dengan petani lain dalam hal penyampaian barang dari petani ke pasar induk sehingga biaya transportasi yang terjadi dapat ditekan. JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama 2 Elly Nurliah NRP = A07498102 Program Studi Agribisnis Judul : Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemaseran Cabai Merah Keriting Di Desa Sindangmekar, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. NIP ; 132 206 249 é Mengetahui, Ketua Jurusaf lifu-imu Sosial Ekonomi Pertanian NIP : 131 284 865 Tanggal lulus : 29 Mei 2002 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar merupakan karya sendiri yang belum pemah diajukan sebagai karya imiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Bogor, Mei 2002 Elly Nurliah 07498102 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN CABAI MERAH KERITING Di Desa Sindangmekar Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat Oleh > ELLY NURLIAH 407498102 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA PERTANIAN Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Ibu E. Sumartini dan Bapak Maman Hermanto, SIP. Dilahirkan di Bandung pada tanggal 27 September 1980. Penulis ulus dari Sekolah Dasar Negeri Budi Mulya Ill pada tahun 1992, kemudian menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Cimahi pada tahun 1995. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 2 Cimahi dan pada tahun yang sama mendapat kesempatan belajar i Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada Jurusan IImu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Agribisnis. KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Cabai Merah Keriting’ ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempuma, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun, Semoga skripsi ini berguna bagi pembaca dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi. Bogor, Mei 2002 penulis UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sedalam- dalamnya kepada : 1. Ibu Tanti Novianti, SP sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan banyak dukungan, bimbingan dan pengarahan selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. 2. Ibu Ir, Rita Nurmalina Suryana, MS sebagai dosen penguji utama. 3. Ibu Ir. Harmini, MSi sebagai dosen moderator dalam seminar dan penguji urusan komdik. 4. Mamah, Bapak, Aa Wahyu dan Denny yang telah banyak membantu dan telah memberikan banyak dukungan moril dan doa sehingga skripsi ini selesai. 5. Mas Haryo, terima kasih atas doa, dorongan, dukungan, kesabaran dan kesetiaannya selama ini 6. Keluarga Woeryanto, Bapak, Ibu, Mas Bima, Mba Lela, Ridhani dan Diva terimakasih untuk semuanya. 7. Keluarga di Garut, Uwa that sekeluarga, Uwa Ajid sekeluarga, Uwa Entang sekeluarga dan Uwa Amin sekeluarga atas perhatiannya selama penulis melakukan penelitian 8 Sahabat-sahabatku, Sinta, Rina akhwat, Elin, Rina Rosel, Novita, Dona, Lina, Harini, Eka, dan Nina terimakasih atas persahabatannya selama ini. 9. Rekan-rekan team voli, in in, Habzah, lin, Indah, dan seluruh rekan- rekan AGB ’35, terimakasih atas kekompakannya. 40. Vina, Pipit, Ningrum, Arta, Rima, Lisa, Endang dan Mona serta rekan- rekan di TS-1 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 41. Semua pihak yang terkait yang tidak bisa disebutkan satu persatu. DAFTAR IS! Halaman KATA PENGANTAR ix DAFTAR TABEL ........... xiv DAFTAR GAMBAR ...... xvi DAFTAR LAMPIRAN xvii BAB | PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah eer Fee 40 1.3 Tujuan Penelitian .. 11 1.4 Kegunaan Penelitian 12 BAB I! TINJAUAN PUSTAKA ..... 13 2.1 Komoditas Cabai 13 2.2 Penelitian Terdahulu 14 BAB Ill KERANGKA PEMIKIRAN ... 20 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ..... 20 3.1.1 Pendapatan Usahatani - (20) 3.1.2 Teori Pemasaran 23 3.1.3 Lembaga dan Saluran Pemasaran ........... oF 26 3.1.4 Struktur Pasar .......... 29 3.1.5 Perilaku Pasar ...... 31 3.1.6 Marjin Pemasaran ..... 31 34 3.2. Kerangka Operasional ... BAB IV METODE PENELITIAN .... 36 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..... 36 4.2 Metode Penarikan Contoh .. 36 4.3 Metode Pengumpulan Data 37 4.4 Metode Pengolahan dan Anaiisis Data bebe 38 4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani 38 4.4.2 Analisis Struktur Pasar ... 40 4.4.3 Analisis Perilaku Pasar 40 4.4.4 Analisis Marjin Pemasaran .. 4 BAB V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN .... 42 5.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam ... 42 5.2 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian .....cccncssesss 43 5.3 Sarana dan Prasarana serta Lembaga Pendukung ..vewroen 44 5.4 Karakteristik Petani Cabai ..... 45 5.5 Gambaran Umum Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa Sindangmekar 47 BAB VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI, SALURAN PEMASARAN DAN MARJIN PEMASARAN .. 50 6.1 Pendapatan Usahatani Cabai Merah Keriting ........ 50 6.1.1. Penerimaan Usahatani 53 6.1.2, Pengeluaran Usahatani 54 6.2 Saluran Pemasaran ... 62 6.2.1, Saluran Pemasaran 4 63 6.2.2, Saluran Pemasaran 2 65 6.2.3. Saluran Pemasaran 3... 65 6.2.4, Saluran Pemasaran 4 66 6.3 Fungsi-fungsi Pemasaran... 67 6.3.1. Petani 68 6.3.2, Pedagang Pengumpul 6.3.3, Pedagang Grosir 6.3.4. Pengecer ..... 6.4 Struktur Pasar 6.4.1. Petani ... 6.4.2. Pedagang Pengumpul ... 6.4.3, Pedagang Grosir... 6.4.4, Pengecer .... 6.5 Perilaku Pasar... 6.5.1. Praktek Pembelian dan Penjualan ...... 6.5.2. Sistem Penentuan Harga .... 6.5.3. Kerjasama antar Lembaga Pemasaran .......-.s. eee 6.6 Marjin Pemasaran .... 6.6.1. Saluran Pemasaran 1 ... 6.6.2. Saluran Pemasaran 2 6.6.3. Saluran Pemasaran 3 .. 6.6.4, Saluran Pemasaran 4. BAB Vil KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 7.2 Saran ..... DAFTAR PUSTAKA .. LAMPIRAN ... 69 70 72 72 73 73 74 75 7 75 76 7 7 80 82 83 85 87 87 90 ot 94 DAFTAR TABEL No Teks Halaman 4. Luas Areal, Luas Panen dan Produksi Cabai Merah Tahun 1996-2000 di Jawa Barat... 3 2. Luas Tanam, Luas Penen dan Produksi Sayuren di Jawa Barat Tahun 2000 .... 7 See eae 5 3. Rata-rata Harga Produsen Cabai Merah di Jawa Barat Tahun 1996-2000. eo aa eben ae 6 4. Trend Produksi Komoditas Cabai Merah di Kecamatan Wanaraja ..... Eee at 7 5, Luas Tanam, Luas Panen dan Luas Produksi Komoditi Utama di Kecamatan Wanaraja Tahun 2001 9 6. Karakteristik Struktur Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Pembeli 30 7. Struktur Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di Desa Sindangmekar, 2002 ...........:0::c2eee iH aah 43 8. Jumlah Penduduk Desa Sree Berdasarkan Mata Pencaharian, 2002 aaah a 44 9. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Merah Per Hektar di Desa Sindangmekar dalam Satu Musim Tanam 52 10. Nilai Penggunaan Pestisida Usahatani Cabai merah Keriting di Desa Sindangmekar dalam Satu Musim Tanam ........ 87 41. Nilai Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Cabai Merah di Desa Sindangmekar untuk Satu Musim Tanam ... 58 12, \Nilei Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Petani Cabai Merah di Desa Sindangmekar ... Hic 60 43. Nilai Penyusutan Alat yang Digunakan Usahatani Cabai Merah di Desa Sindangmekar Untuk Satu Musim Tanam ......... 61 xiv 14, 15, Pelaksanaan Fungsi Pemasaran oleh Lembaga Pemasaran cabai Merah Keriting di Desa Sindangmekar Marin Saluran Pemasaren Cabai Merah Kerting of Desa Sindangmekar . ase 67 79 No. DAFTAR GAMBAR Teks Halaman Hubungan antara Fungsi-fungsi Pertama dan Turunan Terhadap Marjin Tataniaga dan Nilai Tataniaga .... 33 Kerangka operasional .jujccscseusesiseutsnenennennn 36 Saluran Pemasaran Cabai Merah Keriting di Desa Sindangmekar coe 68 DAFTAR LAMPIRAN No Teks Halaman 1. Peta Wilayah Kecamatan Wanaraja ........ 94 2. Tanaman Percobaan PT Tanindo Subur Prima di Desa Sindangmekar..........- c 95 BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan kebijakan sistem pemerintahan yang bersifat lebih desentralistis dengan otonomi di tingkat Kabupaten, —pendekatan pembangunan hortikultura mengalami perubahan, dari sentralistis ke otonomi daerah (desentralisasi), dari pendekatan target produksi komoditas ke pembangunan sistem dan usaha agribisnis, dari pembangunan subsektor kepada pembangunan wilayah. Pengembangan agroindustri sebagai fokus sentra pembangunan perekonomian untuk memacu pertumbuhan ekonomi khususnya di pedesaan tidak terlepas dari upaya pemanfaatan sumber wilayah secara optimal (Hadiwigeno, 1991 dalam Armiati et al, 1995). Sejalan dengan hal ini perlu dikembangkan usaha untuk mendukung pengembangan agroindustri yang diselaraskan dengan kondisi sumberdaya spesifik pada tiap-tiap wilayah. Salah satu kebijaksanaan pemerintah terhadap sektor pertanian Khususnya subsektor tanaman pangan dan hortikultura adalah penerapan Panca Bakti Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura yang meliputi : (1) Peningkatan gizi; (2) Peningkatan pendapatan; (3) Peningkatan kesempatan kerja; (4) Substitusi impor dan (5) Pengembangan ekspor (Arintadisastra, 1997 dalam Bilmar, 2001). Dalam rangka penanggulangan krisis ekonomi tahun 1996 juga pemerintah mencanangkan program untuk meningkatkan sumbangan subsektor hortikultura yang dikenal dengan “Gema Hortina 2003" atau Gerakan Mandiri Hortikultura Tropika Nusantara 2003 (Moira, 2000). Sektor horfikultura saat ini mengalami perkembangan cukup pesat. Tanaman hortikultura sangat besar peranannya dalam menunjang usaha pemerintah untuk meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi impor dan melestarikan sumberdaya alam. Komoditas hortikultura yang berorientasi pada pasar domestik maupun cekspor memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung pertumuhan ekonomi nasional. Cabai merah keriting sebagai salah satu komodites horfikultura merupakan tanaman yang cukup penting di indonesia. Berbagai macam makanan di indonesia memerlukan cabai sebagai salah satu bahan utama. Selain berguna sebagai penyedap masakan, cabai juga mengandung zat-zat gizi yang sangat diperlukan untuk kesehatan manusia. Cabai mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe), vitamin-vitamin dan senyawa alkaloid seperti capsaicin, flavonoid dan minyak esensial. Pemanfaatan cabai merah keriting tidak hanya dalam bentuk buah segar, tetapi buah yang sudah kering pun masih dapat dimanfaatkan menjadi bentuk serbuk yang daya tahannya lebih lama dibandingkan dalam bentuk buah segar. Luas areal, luas panen dan produksi cabai merah keriting tahun 4996-2000 di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Luas Areal, Luas Panen dan Produksi Cabai merah keriting Tahun 1996-2000 di Jawa Barat Tahun | Luas Areal (ha) | Luas Panen (ha) | Produksi (ton) | 1996 19.779 19.811 235.211 | 1997 19.355 17.807 235.424 | 1998 16.703 16.734 130.499 1999 30.604 30.302 328.501 2000 21.128 21.908 356.768 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan DT | Jabar, 2002 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa luas areal tanaman cabai merah keriting mengalami penurunan tahun 1997, 1998 dan tahun 2000. Penurunan ini disebabkan oleh cuaca yang kurang mendukung dengan adanya kemarau panjang, biaya sarana produksi yang tinggi dan harga cabai yang rendah. Sedangkan kenaikan luas areal tanaman cabai merah keriting terjadi pada tahun 1999 sebesar 14.101 atau sebesar 45,77% yang mengakibatkan kenaikan luas panen sebesar 30.302 ha. Kenaikan ini disebabkan oleh harga cabai yang tinggi Sedangkan produksi dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2000 terus mengalami kenaikan, kecuali pada tahun 1998 yang mengalami penurunan produksi sebesar 104.925 ton atau sebesar 44,56%. Pada umumnya kenaikan ini disebabkan oleh penerapan teknologi budidaya yang dapat meningkatkan jumlah produksi dan menekan biaya-biaya produksi. (Dinas Pertanian Tanaman Pangan DT | Jaber, 2002). Sedangkan penurunan disebabkan oleh kegagalan panen, fluktuasi perubahan tingkat harga yang tidak stabil dibanding dengan peningkatan harga-harga input pertanian seperti pupuk dan benih yang mengakibatkan petani menelantarkan dan tidak merawat tanamannya serta rendahnya tingkat pengetahuan petani dalam budidaya (Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1998) Permintaan masyarakat terhadap cabai terus meningkat. Konsumsi rata-rata cabai untuk rumah tangga di Jawa sebesar 5,937 gramvkapita/hari Sedangkan berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura tahun 1994, rataan hasil cabai di Indonesia masih tergolong rendah yakni sekitar 4,3 ton/ha (Rosliani, 1997). Dibidang industri pun cabal mempunyai peluang yang cukup terbuka, dimana permintaan rata-rata untuk keperluan industri pada tahun 2000 sebesar 264.100 ton dan diperkirakan akan terus meningkat (werw.bi.go.id/sipuk/im/ind/cabai_merah/pemasaran. htm). Selain mengisi permintaan dalam negeri, kini cabai juga telah banyak diekspor baik dalam bentuk cabai segar/dingin, cabai kering dan saus cabai Ekspor tertinggi terjadi pada tahun 1992, sebesar 623.878 kg. Sedangkan ekspor cabai ering pada tahun 1996 adalah 36.174 kg dengan nilai US $ 12.117 dan meningkat lebih besar dibandingkan dengan cabai segar, yakni mencapai 485.450 kg per September 1996 dengan nilai US $ 2.145.235. Di sisi lain, Indonesia juga mengimpor berbagai jenis cabai dan cabai olahan dari berbagai negara. Volume impor cabai dari berbagai negara tersebut cukup berfluktuasi. Dalam dua tahun terakhir, angka impor cabei mengalami penurunan, dan pada tahun 1996 mencapai 1.788.760 kg. Kondisi ini menunjukkan bahwa kebutuhan cabai/cabai olahan di dalam negeri masih belum dapat di penuhi oleh petani (industri cabai di Indonesia). Jawa Barat sebagai salah satu sentra sayuran di Pulau Jawa menghasitkan berbagai macam komoditi sayuran diantaranya cabai yang jumlah produksinya terbesar kedua setelah kentang. Luas tanam, luas panen dan produksi berbagai komoditi sayuran yang dihasilkan di Jawa Barat selama tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Sayuran di Jawa Barat Tahun 2000 No |Jenis Tanaman | Luas tanam | Luas Panen | Produksi : (ha) | _tha) (ton) 1 | Kentang 25.263 | 28.695 | 509.971 2 | Cabai 23.939 | 26.255 365.173 3.|Kacang panjang | 21.161 21.553 155.073 4 | Kubis 18.445 19.322 451.647 5 | Ketimun 17.144 | 16.946 216.51 6 | Petsai 14.958 18.472 | 221.229 7 | Bawang daun 14.857 14.829 160.823 8 | Bawang merah 13.244 13.267 100.228 9 | Tomat 12.424 13.444 288.773 10 | Kacang merah 10.594 10.438 55.290 44 | Buncis 7.874 8.163 99.106 12 | Kangkung 7.810 5.804 80.954 43 | Terung 7.058 7.462 79.556 14 | Wotel 6.212 6.699 414,801 15 | Bayam 5.647 5.429 40.776 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan DT | Jabar, 2000 Harga cabai merah keriting ditentukan oleh pasar. Dari kegiatan pemasaran cabai merah keriting di Jawa dapat dijumpai empat pengendali harga yang berperan yaitu Pasar Induk Kramat Jati, pedagang pengumpul yang terdekat dengan para produsen, pedagang pengumpul yang mampu memasarkan lebih lanjut ke pasar yang terdekat dengan konsumen dan industri pengolah yang mendasarkan harga beli bahan —baku pada komponen haga pokok —penjualan produk ~—_olahannya (www. bi.go.id/sipuk/m/ind/cabai_merah/pemasaran.htm). Perkembangan harga cabai merah keriting per Kuintal di tingkat produsen di Jawa Barat selama lima tahun dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Rata-rata Harga Produsen Cabai merah keriting Per Kuintal di Jawa Barat Tahun 1996-2000 Tahun Harga rata-rata (Rp) 7996 200.656,85 1997 241.575,59 71998 419,049,52 [ 1999 604.759,19 2000 658.816,29 Sumber : BPS, 2001 Dari tabel di atas, harga cabai merah keriting di tingkat produsen dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2000 terus mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan jumlah cabai yang diperdagangkan semakin meningkat dan kualitas cabai yang diperdagangkan semakin baik (BPS, 2001) Komoditas cabai sebagai komoditas dengan produksi terbesar setelah kentang di Jawa Barat berasal dari berbagai wilayah, salah satunya dari Kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut. Trend produksi komoditas cabai merah keriting selama lima tahun di Kecamatan Wanaraja dapat dilinat pada Tabel 4. Tabel 4. Trend Produksi Komoditas Cabai merah keriting di Kecamatan Wanaraja Tahun Jumiah Produksi (ton) 1997 4.950 1998 7977 1999 5.899 2000 5.245 2004 4.800 ‘Sumber. Dinas Pertanian Kab. Garut, 2001 Dari jumlah produksi selama lima tahun, kenaikan produksi hanya terjadi pada tahun 1998, sedangkan pada tahun berikutnya produksi di Kecamatan ini menurun. Kenaikan pada tahun 1998 dipicu oleh harga cabei merah keriting di pasaran yang melonjak sehingga banyak petani yang berspekulasi mendapatkan keuntungan di tahun berikutnya. Tahun 1999 sampai dengan tahun 2001 produksi cabai merah keriting menurun, hal ini dikarenakan wilayah ini pada tahun-tahun tersebut difokuskan sebagai sentra produksi padi, kacang kedelai dan jagung sehingga lahan yang digunakan untuk menanam cabai menjadi lebih sedikit. Di Kecamatan Wanaraja sendiri, cabai merah keriting termasuk komoditi utama tetapi menempati urutan ketigabelas. Di kecamatan ini, padi sawah dan padi gogo merupakan komoditi utama pertama dan kedua, setelahnya komoditi palawija yang terdiri dari kacang kedelai, jagung, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar dan disusul oleh komoditi sayuran. Komoditi padi sawah menempati urutan pertama dengan lahan yang digunakan untuk budidaya seluas 4.255 ha atau 45,35% dari luas total. Sedangken lahan yang digunakan untuk budidaya cabai merah keriting seluas 315 ha atau sebesar 3, 38% dari luas total. Kecamatan Wanaraja selain sebagai sentra produksi cabai merah keriting juga merupakan daerah sentra produksi komoditi kacang kedelai dan jagung yang masing-masing menggunakan lahan seluas 2.083 ha atau sebesar 22,35% dan 1.684 ha atau sebesar 18,07%. Luas tanam, luas panen dan produksi komoditi utama di Kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Luas Tanam, Luas Panen dan Luas Produksi Komoditi Utama di Kecamatan Wanaraja Tahun 2001 No| Komoditi | Luas Tanam | Luas Panen Produksi (ha) (ha) (ton) 1 | Padi Sawah 4.255 4.871 321. 486 2 | Kacang Kedelai 1.684 1.868 1.895 3 | Jagung 2083. | (‘1.723 14.499,5 [4 |KacangTanah | 333 328 45, 92 8 | Ubi Kayu 554 1.134 396, 90 6 | Ubi Jalar 72 “129 5.160 7 | Kacang Merah 232 435 3.4132 8 | Bawang Merah 644 590 5.605 9 | Bawang Daun’ 140 193 2895 | 10 | Kubis 487 |e 16.175 71 | Kentang 379 746 18.650 12 | Peisai 147 119 2.380 13 | Cabai merah 315 320 480 44 | Tomat A ~~ 98 141 2.820 45 | Terung 9 2 ode 16 | Buncis 13 5 37,8 77 | Kangkung 2 4 60 Sumber - BPP Kecamatan Wanaraja, 2002 1.2 Perumusan Masalah Cabai (Capsicum annuum L) adalah komoditas penting di Indonesia yang mempunyai prospek cerah dalam upaya meningkatkan taraf hidup petani. Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang luas, sehingga dapat dibudidayakan pada berbagai ekosistem yang berbeda. “Kini, program pengembangan usahatani cabai merah keriting tidak lagi semata-mata ditujukan untuk meningkatkan produksi per hektar tetapi lebih ditekankan kepada pencapaian sasaran peningkatan pendapatan petani. Cabai dalam proses produksinya membutuhkan banyak modal, sedangkan banyak petani yang berusahatani_cabai merupakan petani kecil sehingga modal merupakan salah satu kendala yang dihadapi dalam pengembangan usahatani komoditas ini. Sistem pemasaran cabai yang ada selama ini belum memberikan insentif yang besar bagi peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini disebabkan harga yang tidak menentu karena perubahan harga yang terjadi setiap saat, sehingga pendapatan petani pun mengalami perbedaan yang mencolok pada setiap musim tanam. Hal tain yang terjadi adalah bahwa marjin pemasaran yang diterima oleh berbagai lembaga pemasaran tidak merata, dimana petani menerima harga yang rendah sedangkan dilain pihak, konsumen membayar lebih mahal. Mengembangkan sistem pemasaran akan mendorong kelancaran arus produksi cabai merah keriting dari produsen ke konsumen yang pada gilirannya akan menggairahkan petani untuk berproduksi, karena selama ini " yang terjadi di lapangan adalah pasar ditentukan oleh pedagang perantara maupun pedagang pengumpul dengan harga yang mereka tentukan sendiri, dan petani menjual produknya dengan harga tersebut (price taker). Jadi, usaha peningkatan produktivitas dan pengembangan cabai merah keriting dipengaruhi oleh perbaikan dalam sistem pemasaran (Bilmar, 2001). Dari permasalahan yang ada, maka masalah yang ekan dijawab melalui peneltian ini adalah : 4, Bagaimana tingkat pendapatan yang diperoleh petani pada usahatani cabai merah keriting? 2. Bagaimana rasio penerimaan atas biaya (R/C) pada tingkat pendapatan petani? 3. Bagaimana sistem pemasaran, saluran pemasaran dan sebaran marjin pemasaran cabai merah keriting yang terjadi pada setiap lembaga pemasaran? 1.3Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah 4. Menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh petani dalam usahatani cabai merah keriting 2. Menganalisis rasio penerimaan atas biaya (R/C) pada tingkat pendapatan dari petani cabai merah keriting 2 3. Menganalisis sistem pemasaran, saluran pemasaran dan sebaran marjin pemasaran komoditas cabai merah keriting pada setiap lembaga pemasaran. 1.4Kegunaan Penelitian ‘Adapun kegunaan peneiitian ini adalah : 1. Bagi petani, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi dalam berusahatani dan memilin saluran pemasaran sehingga lebih mampu mencapai tujuan 2. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan sehubungan dengan usahatani dan pemasaran cabai merah keriting. BABII TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komoditas Cabai Menurut Pickersgill (1989) dalam Inti (2000) terdapat lima spesies cabai, yaitu Capsicum annuum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense, Capsicum bacctum dan Capsicum pubescens. Diantara kelima spesies tersebut yang memiliki potensi ekonomi adalah Capsicum annuum (cabal besar) dan Capsicum frutescens. Kedua spesies ini banyak dibudidayakan di Indonesia. Berdasarkan sifat buahnya terutama bentuk buah, cabai besar dapat digolongkan dalam tiga tipe yaitu cabai merah keriting, cabal keriting dan paprika. Sedangkan menurut Prajnanta (1995), cabai merah keriting terdiri dari cabai hibrida dan nonhibrida. Cabai hibrida juga mempunyai beberapa varietas yaitu varietas hot beauty (457), varietas hero (459), varietas long chili (456), varietas ever fiavor (462), varietas passion (451) dan lain-lain. Sebagai salah satu komoditas hortikultura yang dapat ditanam pada dataran rendah dan dataran tinggi, cabai memiliki manfaat yang sangat beragam dari pembangkit selera makan sampai obat yang berkhasiat untuk penyakit tertentu. Tanaman cabai paling sesuai di budidayakan pada tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu porus serta kaya 14 akan bahan organik. Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara yang baik, unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Sedangkan pH tanah yang sesuai untuk tanaman cabai berkisar antara 5,5-6,8 dengan pH optimum 6-6,5. Tanaman cabai juga memerlukan air yang merupakan unsur vital bagi keberhasilan tanaman cabai. Air yang diperlukan berasal dari mata air atau sumber air bersih. Air yang bersih akan membawa mineral serta unsur hara yang diperiukan tanaman. Air berfungsi sebagai pelarut unsur hara yang terdapat di dalam tanah, sebagai media pengangkut unsur hara tersebut ke organ tanaman, serta pengisi cairan tubuh tanaman. Sedangkan dari faktor iklim, cabai cocok ditanam pada derah yang anginnya sedang, curah hujan berkisar antara 1500-2500 mm/tahun, intensitas cahaya matahari yang cukup yaitu antara 10-12 jam sehari, suhu 25°C-30°C dengan suhu optimal untuk pertumbuhan berkisar antara 24°C-28°C, serta kelembapan relatif 80% dan sirkulasi udara yang lancar. 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian tentang usahatani cabai telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Nizam (2000) yang menganalisis tentang efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani cabai merah keriting di Desa Karawang Kabupaten Sukabumi menyimpulkan bahwa kemiringan fahan mempengaruhi efisiensi_ penggunaan pupuk. Penerimaan usahatani untuk tiap lahan yang diusahakan adalah Rp. 36.467.200 dengan asumsi harga cabai merah keriting sebesar Rp. 2.200/kg. Penerimaan dari usahatani cabai merah keriting di Desa Karawang berdasarkan R/C rasio menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh petani dalam satu musim tanam masih baik. Kondisi optimal pada usahatani cabai merah keriting untuk variabel lahan adalah sebesar 1,67 ha; variabel benih 558,2 kg; variabel pupuk urea 918,38 kg; pupuk TSP 812,30 kg; pupuk KCI 752,12 kg; pupuk ZA 1.763,79 kg; pupuk NPK 809,70 kg; pupuk kandang 10.148,40 kg; tenaga kerja 346,81 hari kerja pria; Kapur pertanian 6,859,39 kg; pestisida padat 14,74 kg dan pada input variabel pestisida cair 2,69 liter. Inti (2000) yang menganalisis pendapatan usahatani dan saluran pemasaran cabai merah keriting di Desa Cisarua Kabupaten Sukabumi menyimpulkan bahwa rata-rata produktivitas pohon cabai merah keriting petani tradisional adalah 5, 308 ons per pohon. Pohon yang diperlakukan intensif menghasilkan cabai rata-rata 8 ons per pohon. Harga rata-rata yang terjadi di tingkat petani intensif sebesar Rp. §.055 per kg sedangkan di tingkat petani tradisional sebesar Rp. 2.027,78 per kg. Perbedaan harga jual ini disebabkan perbedaan kualitas cabai merah keriting. Cabai merah keriting yang dihasilkan petani tradisional kualitasnya lebih rendah dibandingkan cabai merah keriting petani intensif. Pendapatan atas biaya total petani intensif sebesar Rp. 41.304.919,82 dengan rasio R/C sebesar 1,31 lebih tinggi dibandingkan dengan petani tradisional yang hanya sebesar Rp. 8.334.882,77. 16 Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa saluran pemasaran cabai merah keriting adalah sebagai berikut: saluran1: | Petani |p{ Pedagang pengumpul }-} Pedagang Grosir -» Pengecer al Konsumen. Saluran2: | Petani | g[ Pedagang Grosic |y[ Pengecer |_,[ Konsumen Saluran 3: | Petani |{ Pedagang iokal [>| Pengecer [->} Konsumen Petani |p| Pedagang pengumpui | yl Pedagang lokal |p| Pengecer Saluran 4: p| Konsumen Petani |_| Konsumen Saluran 5: Saluran 1,4 dan 5 dilakukan oleh petani tradisional. Sedangkan saluran 2 dan 3 merupakan saluran yang dipilih oleh petani intensif. Saluran pemasaran cabai mera keriting yang paling dominan dipilin petani adalah saluran 2 (44,45 persen). Marjin pemasaran yang terbentuk didasarkan pada saluran yang ada. Saluran 2 memiliki marjin yang paling besar karena mempunyai Komponen biaya pemasaran yang tinggi. Biaya pemasaran yang tinggi ini didominasi oleh biaya penyusutan. Sebaran marjin pemasaran yang terbentuk merata diantara lembaga pemaseran, dan farmers share yang diterima petani sudah cukup tinggi. Marjin pemasaran yang rendah dan farmers share yang besar yang diterima oleh petani ditunjukkan oleh saluran pemasaran yang pendek. 7 Hasil penelitian yang dilakukan Bilmar (2001) tentang pendapatan usahatani cabai merah keriting di Desa Karawang Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa usahatani cabai merah keriting di daerah tersebut menguntungkan, dimana nitai R/C untuk petani tradisional 1,9 dan untuk petani modern 2,2. Total biaya rata-rata untuk petani tradisional sebesar Rp. 29.838.346,3 per hektar sedangkan untuk petani modern sebesar Rp. 28.998.598,5 per hektar. Rata-rata produksi cabai merah Keriting petani tradisional sebesar 10.332,5 kg per hektar dan harga rata-rata untuk petani tradisional Rp. 5.464,5 per kg sehingga pendapatannya sebesar Rp. 62.350. 213,2 per hektar. Sedangkan rata-rata produksi cabai merah keriting untuk petani modern 10.758,6 kg per hektar dan harga rate-ratanya Rp. 5.970 per kg sehingga pendapatan petani modern sebesar Rp. 33.51.614,7 per hektar. Rozfaulina (2000) juga melakukan penelitian tentang pendapatan dan usahatani cabai merah keriting di tiga desa di Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi dan hasiinya menunjukkan bahwa pendapatan usahatani cabai merah keriting di tiga desa tersebut —menunjukkan keuntungan yang tinggi (R/C >1) namun resikonya juga tinggi. Analisis sensitivitas dengan penurunan harga sebesar 64,5% akan menyebabkan kerugian bagi petani dengan asumsi faktor lain tetap, serta faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata (pada taraf nyata 1%) terhadap produksi di tiga desa tersebut adalah lahan, benih, pupuk ZA, pupuk TSP, pupuk KCI, kapur, tenaga kerja, obat-obatan padat dan obat-obatan cair. Sedangkan 18 faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata (pada taraf nyata 1%) adalah pupuk Urea, pupuk NPK dan borate. Penelitian tentang pemasaran juga telah banyak dilakukan, diantaranya Muslikh (2000) yang meneliti tentang sistem tataniaga cabai rawit merah di DKI Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses penyaluran tataniaga cabai rawit merah di DKI Jakarta melibatkan dua lembaga tataniaga, yaitu pedagang grosir dan pedagang pengecer. Struktur pasar cabai rawit merah di Pasar Induk Kramat Jati sebagai pedagang grosir cenderung tidak bersaing sempurna (aligopoll), sedang struktur pasar pada tingkat pengecer cenderung bersaing sempuma. Berdasarkan hasil analisis sebaran marjin tataniaga dapat diketahui bahwa sebaran marjin kurang merata. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Iriani (1998) tentang analisis integrasi pasar komoditi cabai merah keriting di Pulau Jawa menunjukkan bahwa perkembangan Iuas panen dan produksi cabai merah keriting di Propinsi Jawa Barat, Jawa tengah dan Jawa Timur berfluktuasi periodik. Untuk Propinsi Jawa Barat, faktor-faktor yang sangat mempengaruhi supply cabai merah keriting adalah luas panen, harga cabai merah keriting pada waktu yang lalu, dan harga bawang merah pada waktu yang lalu. Sedang untuk Jawa Tengah faktor yang sangat mempengaruhi supply cabai merah keriting adalah luas panen dan harga bawang merah pada waktu yang lalu. Supply untuk Propinsi. Daerah Istimewa Yogyakarta sangat dipengaruhi oleh luas panen dan harga bawang merah pada waktu 19 sebelumnya. Adapun untuk Propinsi Jawa Timur supply cabai merah keriting dipengaruhi oleh las panen dan produksi cabai merah keriting pada waktu sebelumnya. Hasil uji integrasi pasar menunjukkan nilai IMC dari masing- masing propinsi dengan pasar konsumen di Jakarta mempunyai nilai yang lebih kecil dari nilai IMC terhadap pasar konsumen pada masing-masing ibukota propinsi. Ini menunjukkan bahwa arus komoditi cabai merah keriting ke Jakarta lebih menguntungkan Sedangken penelitian ini dilakukan terhadap komoditi cabai_ merah keriting dengan alat analisis yang sama dengan penelitian sebelumnya, tetapi terdapat perbedaan waktu dan tempat. BABII KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis, 3.1.1 Pendapatan Usahatani Usahatani oleh Rivai dalam Hernanto (1993) didefinisikan sebagai organisasi dari alam, Kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Ketatalaksanaan organisasi itu sendiri_diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang-orang. Dengan demikian dapat diketahui bahwa usahatani terdiri atas manusia petani (bersama keluarganya), tanah (bersama fasilitas yang ada diatasnya seperti bangunan-bangunan, saluran air) dan tanaman ataupun hewan ternak. Soeharjo (1991), mendefinisikan usahatani sebagai wadah kegiatan produsen untuk menghasilkan produk primer dengan menggunakan empat faktor produksi yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan manajemen, Menurutnya pula, usahatani merupakan suatu subsistem dalam sistem agribisnis yang merupakan kegiatan pokok yang selanjutnya memiliki keterkaitan kedepan (forward finkage) dengan subsistem selanjutnya yaity agroindustri dan pemasaran. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), tujuan dari setiap petani dalam menjalankan usahataninya berbeda-beda. Apabila motif usahataninya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, baik dengan melalui atau 241 tanpa melalui peredaran uang, maka usahatani demikian disebut usahatani pencukup kebutuhan keluarga (subsistence farm). Bila motif usahatani didorong oleh keinginan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya maka usahatani yang demikian disebut usahatani komersial (commercial farm). Usahatani yang beik adalah usahatani yang bersifat produktif dan efisien yaitu mempunyai produktivitas tinggi dan bersifat kontinyu. Keberhasilan suatu usahatani tidak terlepas dari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Pertama adalah faktor di dalam usahatani (intern) itu sendiri yang meliputi petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga dan jumlah keluarga petani. Kedua yaitu faktor diluar usahatani (ekstem) yang meliputi ketersediaan sarana, angkutan dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan input usahatani, fasilitas kredit dan penyuluhan bagi petani. Bilmar (2001) mengemukakan bahwa berhasil tidaknya suatu usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh petani dalam mengelola suatu usahatani. Pendapatan dapat didefinisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Tentunya pendapatan yang diharapkan adalah pendapatan yang bemnilai positif ‘Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua Komponen pokok yaitu penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Kegunaan analisis ini adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang da 22 suatu kegiatan dan menggambarkan keadaan di masa yang akan datang dari perencanaan atau tindakan (Soeharjo dan Patong, 1973) Penerimaan usahatani adalah suatu nilai produk total dalam jangka waktu tertentu baik untuk dijual maupun untuk dikonsumsi sendiri. Penerimaan ini mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, untuk pembayaran dan yang disimpan. Penerimaan ini dinilai berdasarkan perkalian antara total produk dengan harga pasar yang berlaku. Sedangkan pengeluaran atau biaya usahatani merupakan nilai penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang dibebankan pada produk yang bersangkutan. Selain biaya tunai yang harus dikeluarkan ada pula biaya yang diperhitungkan, yaitu nilai pemakaian barang dan jasa yang dihasilkan dan berasal dari usahatani itu sendiri. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk memperhitungkan berapa sebenamya pendapatan kerja petani kalau modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan (Soekartawi et.al, 1986). Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan pengeluaran usahatani adalah nilai semua input yang habis terpakai dalam proses produksi tetapi tidak termasuk biaya tenaga Kerja keluarga. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang dibayar dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi, biaya untuk membayar tenaga kerja. Sedangkan pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenamya pendapatan kerja petani kalau bunga modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan (Soeharjo dan Patong, 1973). Selisin antara penerimaan dan pengeluaran usahatani disebut pendapatan usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor- faktor produksi. Karena itu pendapatan usahatani merupakan_ ukuran keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan keragaan beberapa usahatani. 3.1.2 Teori Pemasaran Pasar dalam pengertian pemasaran menurut Gitosudarmo (1994) adalah orang-orang ataupun organisasi yang mempunyai kebutuhan akan produk yang kita pasarkan dan mereka itu memiliki daya beli yang cukup guna memenuhi kebutuhan mereka itu. Menurut Hernanto (1993), pasar adalah ruang tempat bekerjanya kekuatan pembentuk harga dan terjadinya perpindahan hak milik, aktivitasnya ditentukan oleh berbagai jasa yang diberikan seperti grading, pengolahan, pengepakan, penyimpanan dan pengangkutan Dahl, Hammond, Kohl dan Downey (1977) mengatakan bahwa pemasaran merupakan serangkaian aktivitas bisnis dari lembaga pemasaran yang meliputi penyaluran (distribusi) dan pelayanan barang-barang yang dibutuhkan untuk menggerakkan produk atau input dari titik produksi sampai ke konsumen akhir. ‘Sedangkan Limbong, Sitorus dan Azzaino (1987) menyatakan bahwa pemasaran pertanian mencakup kegiatan yang berhubungan dengan 24 perpindahan hak milk dan fisik dari hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari produsen ke tangan konsumen. Kegiatan pemasaran termasuk kegiatan tertentu yang menghasitkan perubahan bentuk dari barang yang dimaksudkan untuk lebih memudahkan penyalurannya dan memberikan kepuasan kepada konsumen (Mubyarto, 1990 dalam Inti, 2000). Selanjutnya masih menurut Limbong dan Sitorus, kegiatan pemasaran merupakan kegiatan produktif karena memberikan kegunaan bentuk, waktu, tempat dan hak milik, Pemasaran menurut Kotler (1993) adalah suatu proses sosial dan manajerial yang mana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain. Kegiatan seperti pengembangan produk, penelitian, komunikasi, distribusi, penetapan harga dan layanan merupakan inti dari pemasaran. Konsep pemasaran menyatakan bahwa kunci untuk mencapai sasaran organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan pemberian kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dari yang dilakukan pesaing. Pemasaran dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang dan pendekatan yang berbeda. Seperti pendekatan fungsional atau fungsi pemasaran, pendekatan organisasional atau kelembagaan yang meliputi semua partisipan yang terlibat dan pendekatan subsistem komoditas yang menggabungkan kedua pendekatan sebelumnya. Dalam pendekatan subsistem Komoditas, analisis kelembagaan didasarkan pada identifikasi 25 saluran pemasaran utama. Dimana analisis mengenai saluran pemasaran tersebut menyediakan pengetahuan yang sistematis bagaimana arus barang dan jasa mengalir dari tik asal (produsen) sampai titik akhir (konsumen), Pendekatan ini meliputi analisis mengenai marjin dan biaya pemasaran. Kegiatan pemasaran meliputi berbagai macam fungsi : 1. 2 Fungsi pertukaran (Exchange function). Fungsi ini merupakan bentuk dari kegiatan jual beli yang terjadi antara penjual dengan pembelinya. Fungsi ini juga merupakan kegiatan yang memperiancar perpindahan hak milk dari barang/jasa_yang dipasarkan. Fungsi fisik. Merupakan semua kegiatan yang langsung berhubungan dengan barangljasa sehingga _menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu, Termasuk didalamnya kegiatan penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan. . Fungsi fasilitas (Fasilitating Function). Yaitu semua kegiatan yang dibutuhkan untuk memperiancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi ini terdiri dari + (1) Fungsi standarisasi dan grading; (2) Fungsi penanggungan resiko; (3) Fungsi pembiayaan dan (4) Fungsi informasi pasar. Fungsi penanggungan resiko adalah suatu fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran apabila tefjadi kerusakan pada barang yang bersangkutan dan perubahan harga, akan tetapi fungsi ini dapat dialinkan ke lembaga lain yaitu lembaga asuransi (Sumirah, 1994). 3.1.3 Lembaga dan Saluran Pemasaran Pihak-pihak yang melaksanakan fungsi pemasaran disebut lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran diartikan juga sebagai suatu badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang pemasaran, mendistribusikan barang dari produsen sampai konsumen melalui proses perdagangan. ‘Ada tiga pihak dalam lembaga pemasaran, dimana yang satu dengan yang lainnya mempunyai kepentingan yang berbeda, yaitu petani sebagai produsen selalu menginginkan penghasilan yang lebih baik dan wajar, lembaga pemasaran sebagai pedagang yang menginginkan keuntungan yang lebih tinggi, serta konsumen akhir yang menginginkan harga yang relatit rendah. Lembaga pemasaran pada dasamya harus berfungsi dalam memberikan pelayanan kepada pembeli maupun komoditi itu sendiri (Saefuddin, 1983 dalam Heru, 2000). Lembaga-lembaga tersebut akan melakukan fungsiungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Lembaga ini melakukan pengangkutan barang dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen, juga berfungsi sebagai sumber informasi mengenai suatu barang atau jasa. Kotler (1993) mendefinisikan saluran pemasaran sebagai kumpulan organisasi yang saling tergantung satu sama lainnya yang terlibat dalam a7 proses penyediaan sebuah produk atau pelayanan untuk digunakan atau dikonsumsi. Menurutnya pula seperangkat lembaga pemasaran yang melakukan semua fungsi pemasaran disebut saluran pemasaran, saluran pemasaran diartikan sebagai jejak penyaluran barang dari produsen ke konsumen. Dengan adanya jarak antara produsen dan konsumen maka proses penyaluran produk dari produsen ke konsumen sering melibatkan beberapa perantara mulai dari produsen sendiri, lembaga-lembaga perantara sampai ke konsumen akhir. Dalam proses penyaluran selalu mengikutsertakan keterlibatan berbagai pihak, keterlibatan tersebut bisa dalam bentuk perorangan maupun kelembagaan, perserikatan atau perseroan. Produsen memiliki peranan utama dalam menghasilkan barang-barang dan sering melakukan sebagian kegiatan pemasaran. Saluran pemasaran sangat penting terutama dalam melihat tingkat harga pada masing-masing lembaga pemasaran dan harga jual Komoditi di pasaran. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses penyaluran barang dari produsen ke konsumen akan semakin besar perbedaaan harga komoditi tersebut di tingkat produsen, dan akan semakin besar pula harga yang harus dibayar oleh konsumen akhir. Pada bidang pertanian yang umumnya sering dirugikan adalah petani produsen. Keadaaan ini disebabkan besamya biaya pemasaran. Untuk mengatasi hal ini diperiukan usaha menekan biaya pemasaran, misalnya dengan cara membentuk suatu lembaga (seperti KUD) yang dapat 28 menyalurkan komoditas yang dihasilkan petani dengan harga yang sesuai dan sekaligus menjamin kesejahteraan petani, hal lain yang dapat dilakukan adalah memperkecil profit marjin dari lembaga pemasaran yang ada. Biaya pemasaran yang tinggi bisa disebabkan berbagai faktor, seperti sarana dan prasarana transportasi, daerah produksi yang tersebar, kelemahan modal petani, adanya pungutan resmi, kekuatan tawar menawar yang tidak seimbang (Mubyarto, 1989 dalam Ratri, 1994). Dalam memilih pola saluran pemasaran ada faktor penting yang harus dipertimbangkan (Limbong dan Sitorus, 1987) yaitu : 1. Pertimbangan pasar yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup potensi pembeli, goegrafi pasar, kebiasaan pembeli dan volume pesanan. 2. Pertimbangan barang yang meliputi nilai barang per unit, berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar. 3. Pertimbangan intern perusahaan yang meliputi besarnya modal dan sumber permodalan, pengalaman manajemen, _ pengawasan, penyaluran dan pelayanan. 4, Pertimbangan terhadap lembaga dalam rantai pemasaran yang meliputi segi kemampuan lembaga perantara dan kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan perusahaan. 29 3.1.4. Struktur Pasar Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk, serta syarat- syarat masuk (Limbong dan Sitorus, 1987). Struktur pasar menunjukkan secara deskripfif jumlah perusahaan atau partisipan yang ada, dominan atau tidaknya perusahaan-perusahaan, sifat produk dan pangsa pasar yang dikuasai akan menentukan market conduct (perilaku pasar) yaitu keputusan atau strategi pemasaran yang akan dipakai, kebijaksanaan harga dan lain- lain. Struktur pasar dicirikan oleh : (1) konsentrasi pasar; (2) diferensiasi produk dan (3) kebebasan keluar masuk pasar. Struktur pasar sangat penting dalam analisis pemasaran karena melalui analisis struktur pasar secara otomatis akan dapat dijelaskan bagaimana perilaku partisipan yang terlibat (market conduct) dan akan menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari struktur dan perilaku pasar yang ada dalam sistem pemasaran tersebut. Kotler (1993) mengklasifikasikan pasar menjadi dua macam struktur pasar berdasarkan sifat dan bentuknya yaitu : (1) pasar bersaing sempuma dan (2) pasar tidak bersaing sempuma. Suatu pasar dapat digolongkan kedalam pasar bersaing sempurna jika memenuhi cir-ciri antara lain : terdapat banyak jumlah pembeli maupun penjual, pembeli dan penjual hanya menguasai sebagian kecil dari barang atau jasa yang dipasarkan sehingga tidak dapat mempengaruhi harga pasar (penjual dan pembeli berperan 30 sebagai price taker), barang atau jasa yang dipasarkan bersifat homogen, serta penjual dan pembeli bebas keluar masuk pasar. Sedangkan pasar bersaing tidak sempurna dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pembeli dan sisi penjual. Dari sisi pembeli terdiri dari pasar monopsoni, oligopsoni dan sebagainya. Dari sisi penjual terdiri dari pasar persaingan monopolistik, pasar monopoli, oligopoli, duopoli dan sebagainya. Karakteristik masing-masing pasar dapat dilihat pada Tabel 6. Struktur Pasar Berdasarkan Sudut Penjual [No Karakteristik ‘Struktur Pasar | Jumlah Sifat produk | Sudut penjual | Sudut pembeli | perusahaan | | 7 |Banyak |Homogen | Persaingan Persaingan : murni_ muri 2 |Banyak | Diferensiasi_ | Persaingan Persaingan monopolistik __| monopolistik_| 3 | Sedikit Homogen | Oligopoli muri | Oligopsoni mumi 4 | Sedikit Diferensiasi | Oligopolt Otigopsoni diferensiasi diferensiasi 5 | Satu Unik | Monopoli ‘Monopoli Sumber: Dahl dan Hammond, 1977. 31 3.1.5 Perilaku Pasar Perilaku pasar adalah pola tingkah laku dari lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga serta kerjasama antar lembaga pemasaran. Menurut Azzaino (1981) dalam Heru (2000), perilaku pasar adalah pola tindak tanduk pedagang beradaptasi dan mengantisipasi setiap keadaan pasar. Salah satu aspek penting perilaku perusahaan besar yang mempunyai kekuatan pasar untuk memperoleh keuntungan adalah menekan ketidakpastian (uncertainly) dalam pasar. Bentuk-bentuk perilaku pasar untuk menghindari ketidakpastian tersebut diantaranya : (1) adanya harga oligopolis, (2) pangsa pasar stabil, (3) tingkat pertumbuhan pasar yang stabil, (4) Komposisi angkatan kerja dan tenaga kerja yang stabil, (5) adanya penggabungan (merjer) konglomerat dan diversifikasi, (6) terjadi integrasi vertikal antar perusahaan, dan (7) membuat kriteria investasi usaha. 3.4.6 Marjin Pemasaran Besarnya biaya pemasaran akan mempengaruhi marjin keuntungar yang didapat oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam kegiatan pemasaran. Secara ideal, suatu sistem pemasaran harus dapat memberikan kepuasan kepada produsen (petani), lembaga pemasaran yang terlibat dan konsumen akhir melalui mekanisme yang efisien dalam perasaran. Untuk melihat efisiensi dan efektivitas pemasaran digunakan analisis_marjin 32 pemasaran. Marjin pemasaran tersebut terbagi atau tersebar diantara petani dan produsen, pedagang perantara sampai ke konsumen. Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen yang terdiri dari biaya dan keuntungan pemasaran. Marjin pemasaran pada umumnya dianalisis pada komoditas yang sama (Limbong dan Sitorus, 1987). Sedangkan menurut Tomek (1982) dalam Ratri (1994), marjin pemasaran didefinsikan sebagai : (1) Perbedaan antara harga yang dibayar oleh konsumen atau (2) nilai keseluruhan jasa pemasaran yang merupakan hasil dari permintaan dan penawaran jasa-jasa tersebut. Marjin juga didefinisikan sebagai perbedaan nilai fisik suatu barang pada lembaga pemasaran yang berbeda. Berdasarkan pendapat tersebut, marjin pemasaran dapat diartikan sebagai penjumlahan semua biaya pemasaran yang dikeluarkan selama proses penyaluran suatu barang dari produsen ke konsumen ditambah keuntungan yang diperolen dari komoditi yang diusahakan. Marjin pemasaran (marketing margin) adalah harga yang dibiayai oleh konsumen dikurangi harga yang diterima oleh produsen (Sarma, 4986). Besarnya marjin berbeda-beda antara produk satu dengan produk lainnya, karena jasa pemasaran yang berbeda. Marjin pemasaran terdiri dari biaya untuk menyalurkan atau memasarkan dan keuntungan lembaga pemasaran. Tinggi rendahnya marjin pemasaran biasanya dipakai untuk 33 mengukur efisiensi sistem pemasaran suatu barang. Menurut Sarma (1986) sistem pemasaran yang baik (efisien) harus memenuhi dua syarat, yaitu: 1) Mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen ke konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya. 2) Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar oleh konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang itu. Marjin pemasaran hanya menunjukkan perbedaan harga dan tidak menunjukkan jumlah produk yang dipasarkan. Marjin pemasaran dapat digambarkan sebagai jarak vertikal antara kurva permintaan dan kurva penawaran tingkat petani (produsen) dengan tingkat lembaga pemasaran yang terlibat atau tingkat pengecer yang terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Konsep marjin pemasaran dapat dilihat pada Gambar 1. Harga s sr st Pr Marin | NMP Pr or or Jumlsh (Q) Ont Gambar 4. Hubungan antara Fungsi-fungsi Pertama dan Turunan Terhadap Marjin Tataniaga dan Nilai Tataniaga ‘Sumber : Dahl dan Hammond, 1877 Keterangan : Pee Pr: Sf: Sr Df: Dr harga di tingkat petani harga di tingkat pengecer kurva penawaran di tingkat petani : kurva penawaran di tingkat pengecer kurva permintaan di tingkat petani kurva permintaan di tingkat pengecer Qr,f: jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer (Pr-Pf) : marjin pemasaran (Pr-Pf) x Qr,f : Nilai marjin pemasaran (NMP) 3.2 Kerangka Operasional Penelitian tentang analisis usahatani dan marjin pemasaran cabai merah keriting diawali dengan penilaian pendapatan usahatani yang merupakan selisih antara penerimaan dan biaya yang terjadi. Pendapatan disini mencakup pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan usahatani diukur dengan mengurangkan penerimaan usahatani cabai yang dinilai dari total nilai produk yang dihasilkan dikali jumlah fisik output dengan harga yang terjadi dan alokasi biaya usahatani yang meliputi biaya sarana produksi yang habis terpakai, biaya penyusutan alat-alat produksi, biaya tenaga kerja, pajak dan lain-lain. Kemudian pendapatan ini dibandingkan dengan biaya yang terjadi (RIC) untuk mengetahui efisiensi usahatani ini. Bila nilai RIC lebih besar dari 35 satu maka usahatani ini efisien untuk dilaksanakan, tetapi bila nilai R/C lebih kecil dari satu berarti usahatani ini tidak efisien untuk dilaksanakan. Kegiatan pemasaran cabai melibatkan petani sebagai produsen, pedagang pengumpul dan pedagang perantara. Dari rantai pemasaran ini dihitung marjin pemasarannya pada berbagai tingkat/lembaga pemasaran, marjin pemasaran diketahui dari harga jual dan harga beli yang terjadi. Kerangka operasional ini dapat dilihat pada Gambar 2. aii - Efisiensi Usahatani_ Isahatani Petani_[—?) pendapatan. biaya > keumtungan Pemasaran Petani + = Pedagang Pedagang grosir Pengecer Gambar 2. Kerangka operasional BAB IV METODE PENELITIAN 41, Lokasi dan Waktu penelitian Penelitian tentang analisis usahatani dan pemasaran cabai merah keriting dilakukan di Desa Sindangmekar, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Sindangmekar merupakan sentra produksi terbesar cabai merah keriting di Kabupaten Garut dan juga merupakan desa sasaran program kerja balai penyuluhan pertanian Kecamatan Wanaraja dalam peningkatan produksi cabai merah keriting. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2002. 4.2, Metode Penarikan Contoh Pemilihan responden petani dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik acak sederhana (simple random sampling) pada populasi petani cabal merah keriting agar tiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilin menjadi sampel. Teknik ini digunakan karena penguasaan lahan di lokasi penelitian cukup homogen. Jumlah petani yang dijadikan responden adalah sebanyak 30 orang, sedangkan penentuan responden pedagang mengikuti arus komoditas cabai dari petani sebagai produsen sampai ke tangan konsumen akhir. Responden pedagang terdiri dari pedagang 37 pengumpul sebanyak 6 orang yang merupakan pembeli cabai merah keriting keriting dari seluruh petani responden, pedagang grosir sebanyak 3 orang yang mewakili pembeli cabai merah keriting Keriting petani responden di pasar induk Kramat Jati, dan pengecer 9 orang. 4.3. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data pimer diperoleh dengan melakukan wawaneara langsung kepada petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang eceran dengan menggunakan daftar pertanyaan dalam bentuk kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya dan mengadakan pengamatan langsung pada kegiatan usahatani di lokasi penelitian. Jenis data primer di tingkat petani antara lain : karakteristik petani yang meliputi nama, umur, pendidikan, pengalaman bertani, lus lahan garapan, input produksi yang digunakan, output yang dihasilkan, harga input dan output yang berlaku pada tingkat usahatani cabai dan pemasaran yang dilakukan petani, Data yang dibutuhkan untuk analisis pemasaran yaitu saluran pemasaran, biaya yang dikeluarkan dan keuntungan dari setiap lembaga pemasaran. ‘Sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Garut, Badan Pusat Statistik, penelitian sebelumnya dan literatur lainnya. 38 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif, Analisis yang dilakukan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis struktur pasar, analisis perilaku pasar dan analisis marjin pemasaran. 4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Usahatani adalah suatu kegiatan ekonomi yang ditujukan untuk menghasilkan output (penerimaan) dengan input fisik, tenaga kerja dan modal sebagai korbanannya. Penerimaan total adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu. Pengeluaran total usahatani adalah semua nilai input yang dikeluarkan dalam proses produksi. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran (Soekartawi, ef al, 1986). Rumus penerimaan total, biaya dan pendapatan adalah : TR = PyxQy TC = TFC +TVC n=TR-TC Dimana : TR = total penerimaan usahatani TC} total biaya usahatani x = pendapatan atau keuntungan usahatani Py = harga output Qy = jumiah output 39 TFC = total biaya tetap TVC = total biaya variabel /Pengeluaran total dapat dibedakan menjadi dua yaitu_pengeluaran tetap dan tidak tetap (variabel). Pengeluaran/biaya\. variabel adalah pengeluaran yang tidak digunakan untuk proses produksi tertentu dan jumlahnya berubah sebanding dengan besamya produksi seperti biaya pengeluaran tenaga kerja. Sedangkan pengeluaran (tétap)adalah pengeluaran yang tidak tergantung kepada besamya produksi seperti biaya penyusutan alat-alat pertanian, pajak dan sebagainya. Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa_ yang ditafsirkan dengan lamanya modal dipakai. Metode yang digunakan ini adalah metode garis lurus. Metode ini digunakan karena jumlah penyusutan alat tiap tahunnya dianggap sama dan diasumsikan tidak laku bila dijual. Rumus yang digunakan yaitu : Biaya penyusutan = ND=Ns Dimana : Nb : nilai pembelian (Rp) Ns: tafsiran nilai sisa (Rp) 1: jangka usia ekonomis (tahun) ‘Suatu usaha dikatakan efisien secara ekonomis dari usaha lain bila rasio output terhadap inputnya lebih menguntungkan dari usaha lain. Return and Cost Ratio (RIC ratio) merupakan perbandingan antara nilai output 40 terhadap inputnya atau perbandingan antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. Dalam penelitian ini, setelah diketahui keuntungan dari usahatani cabai merah keriting kemudian — keuntungan dibandingkan dengan menggunakan RIC rasio dengan rumus R/C ratio= Jumlah penerimaan (Ro! 60 209 212 424 961 Total 2.096 2.281 4377 100 Struktur mata pencaharian penduduk Desa Sindangmekar didominasi oleh petani, dimana dari 1.020 orang, yang bermata pencaharian sebagai petani pangan berjumlah 44,1% (450 orang), petani kebun 25,9% (264 orang), peternak 19,6% (200 orang) dan lain-lain 10,4% (106 orang). Tabel 8. Jumlah Penduduk Desa Sindangmekar Berdasarkan Mata Pencaharian, 2002 Jenis Mata Pencaharian | Jumiah (orang) | Persentase Petani pangan 450 44,1 Petani kebun 264 25,9 Peternak 200 19,6 Lain-lain 106 10,4 Jumiah 74.020 ~—«| «100 5.3 Sarana dan Prasarana Serta Lembaga Pendukung Jalan menuju Desa Sindangmekar adalah jalan aspal yang dapat dilakukan oleh kendaraan roda dua sampai dengan truk. Angkutan umum sebagai sarana transportasi tersedia setiap waktu. Sarana transportasi untuk kelancaran pemasaran hasil produksi pertanian yang dibutuhkan umumnya berjalan cukup baik. Sarana pendidikan yang tersedia terdiri dari 4 Sekolah Dasar dan 1 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Sarana lain yang tersedia di desa ini adalah 2 buah kios saprotan, 1 buah huler dan 1 buah bengkel Dalam menjalin komunikasi diantara petani, dibentuk kelompok tani Di Desa Sindangmekar terdapat 5 kelompok tani, yaitu Kelompok Mekartani |, Mekartani Il, Mekartani Ill, Mekartani IV dan Mekartani V. Kelompok tani ini dibagi menjadi 3 buah kelompok tani pemula dan 2 kelompok tani lanjut. 45 Kegiatan kelompok tani tidak hanya sebatas sebagai tempat musyawarah petani dalam mengatasi permasalahan dalam pertanian tetapi kelompok tani-kelompok tani tersebut melakukan kemitraan dengan pihak luar baik dengan pemerintah, koperasi maupun swasta. Pihak swasta yang telah dan sedang menjalin kemitraan dengan kelompok tani di Desa Sindangmekar diantaranya PT Oriental Seed, PT BASF dan PT Tanindo Subur Prima. Seperti pada saat penelitian dilakukan, kemitraan antara kelompok tani Mekartani Ill dengan PT Tanindo Subur Prima sedang dilakukan. Pola kemitraan ini adalah bantuan modal dan benih selama satu tahun untuk tanaman cabai merah keriting. Selain itu pula PT Tanindo Subur Prima melakukan percobaan penanaman varietas baru cabai hibrida di lahan seluas 0,28 ha. 5.4 Karakteristik Petani Cabai Petani yang dipilin sebagai responden berasal dari dua kelompok tani yang khusus bertani cabai merah keriting yaitu kelompok tani Mekar Tani Itt dan Kelompok Mekar Tani IV. Hal ini dimaksudkan agar data yang didapatkan merupakan data aktual. Hampir semua petani responden bermata pencaharian sebagai petani saja, hanya satu orang petani yang selain bermata pencaharian sebagai petani cabai merah keriting juga mempunyai perusahaan percetakan bata yang berbahan baku tanah. Sebagian besar meta pencaharian penduduk di desa ini adalah bertani. Pola tanam yang dilakukan oleh petani cabai ini adalah monokultur 46 dan tumpangsari. Pola tanam monokultur dilakukan oleh petani yang mengusahakan cabai merah keriting dengan alasan ingin mendapatkan hasil yang optimal, sedangkan pola tanam tumpangsari biasanya dilakukan antara tanaman cabai merah keriting dengan tanaman lainnya seperti kacang kedelai dan jagung. Alasan petani menanam tanaman cabai secara tumpangsari adalah berusahatani cabai merah keriting memerlukan modal selama tanaman tersebut produktif, sehingga dengan bertanam secara tumpangsari diharapkan dapat menambah modal. Dilihat dari tingkat pendidikan, petani di Desa Sindangmeker umumnya masih berpendidikan rendah. Dari 30 orang petani yang dijacikan responden sebanyak 53,3% tamat SD (16 orang), 40% tamat SMP (12 orang) dan 6,67% tamat SMA (2 orang), sehingga dalam berusahatani cabai merah keriting mereka mengandalkan pengalaman yang didapat dari orang tuanya. Umur petani yang dijadikan responden berkisar antara 28-68 tahun dengan rata-rata umur 45 tahun, sedangkan rata-rata pengalaman mereka dalam berusahatani cabai merah keriting 4,8 tahun. Walaupun demikian, hasil dari usahatani cabai merah keriting yang dijalankan oleh mereka cukup berhasil. Hal ini dapat dilihat dari jumlah keuntungan yang dapat dicapai dalam waktu satu musim tanam. Sedangkan apabila dilihat dari luas lahan, pemilikan lahan petani responden berkisar antara 0,14-1,68 ha dengan rata-rata kepemilikan lahan 0,653 ha. Petani responden yang memiliki lahan < 0,5 ha berjumlah 10 orang 47 (83,33%), 19 orang (63,33%) memiliki lahan seluas 0,5-1 ha dan yang memiliki lahan lebih dari 1 ha berjumiah 1 orang (3,33%).. 5.5 Gambaran Umum Usahatani Cabai merah keriting di Desa Sindangmekar Cabai merah keriting merupakan salah satu komoditi unggulan di Desa Sindangmekar setelah kacang kedelai dan jagung. Pola tanam usahatani cabai merah keriting tidak dilakukan secara terus menerus, tetapi digilir dengan tanaman tain seperti jagung atau kacang kedelai. Setelah panen cabaiterakhir (petik ke 12 atau ke 16), pohon cabai ditebang kemudian diganti oleh tanaman tain. Sarana produksi yang umumnya dipakai dalam usahatani ini adalah benih dengan varietas lokal, pupuk kimia (urea, ZA, KCI, NPK dan TSP), pupuk kandang (kotoran ayam atau kotoran kambing), insektisida, termasuk tenaga kerja baik yang berasal dari dalam keluarga maupun yang berasal dari luar keluarga, Usahatani cabai merah keriting dimulai dengan pengolahan tanah yang meliputi pencangkulan dan pembuatan bedengan. Pengolahan tanah sampai siap tanam membutuhkan waktu selama kurang lebih satu bulan. Lahan yang digunakan untuk menanam cabai di Desa Sindangmeker merupakan lahan bekas menanam kacang kedelai atau jagung sehingga dalam pengolahan untuk persiapan menanam cabai merah keriting tidak periu dilakukan pembajakan 48 Sebelum lahan dicangkul, lahan perlu digenangi air selama satu hari satu malam agar lebih mudah, kemudian setelah dicangkul _didiamkan selama satu minggu. Apabila lahan telah dicangkul seluruhnya, selanjutnya dibuat bedengan-bedengan dan dilakukan pemberian pupuk kandang dengan cara disebar, Kemudian dicangkul kembali agar pupuk menyatu dengan tanah. Bedengan dirapikan dan diangin-anginkan selama dua minggu agar teradi proses oksidasi (pengubahan) senyawa-senyawa beracun menjadi senyawa yang tidak beracun. Pemberian pupuk kimia dilakukan kira-kira 3-7 hari sebelum tanam. Sebelum dilakukan pemupukan, bedengan disiram terlebih dahulu agar memudahkan reaksi pupuk dalam tanah. Awalnya pupuk disebar tipis-tipis, kemudian divlangi sampai dosis yang diberikan tersebar semuanya secara merata. Bedengan yang telah diberi pupuk dicangkul kembali dan dirapikan, baru disiram kembali dengan air Cara penyemaian benih masih dilakukan dengan cara disebar di tanah, setelah tumbuh empat helai daun (umur tiga minggu) baru dipindahkan (dilakukan penenaman). Tanaman yang ditanam dalam satu hektar umumnya tumbuh 80%, sehingga beberapa hari setelah tanam dilakukan penyulaman. Pemeliharaan tanaman dilakukan dimulai sejak penanaman sampai panen habis. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan, pengairan dan pengendalian hama. Penyiangan dan pengairan dilakuken satu minggu sekali, sedangkan pengendalian hama untuk tanaman cabai merah keriting di Desa Sindangmekar tidak dilakukan secara berkala, hanya pada saat 49 penanaman dan setelah panen dilakukan penyemprotan. Selain itu pengendalian hama mengikuti kondisi tanaman. Bila tanaman terserang hama baru disemprot, bila tidak maka tanaman tersebut dibiarkan Memasuki bulan keempat buah telah dapat dipetik dan biasanya selama 12-16 kali tergantung cuaca. Bila waktu panen pada musim hujan maka panen dapat dilakukan sampai 16 kali karena pemasakan buah lambat, tetapi bila waktu panen pada bulan kemarau panen hanya dapat dilakukan paling banyak 12 kali karena buah cepat matang. Alat yang dibutuhkan dalam kegiatan panen hanyalah ember sebagai wadah penampung sementara hasil petikan dan karung sebagai wadah untuk mengangkut. BAB VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI, SALURAN PEMASARAN DAN MARJIN PEMASARAN 6.1 Pendapatan Usahatani Cabai merah keriting Usahatani cabai merah keriting di Desa Sindangmekar termasuk kedalam usahatani komersial (commercial farm) karena tujuan dari kegiatan usahatani cabai merah keriting di daerah ini adalah untuk memperoieh keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan usahatani cabai_merah keriting ditentukan oleh hasil produksi, biaya yang dikeluarkan dan harga yang terjadi di pasar. Untuk mendapat keuntungan yang maksimal, dari tiga faktor tersebut petani hanya dapat mempengaruhi faktor hasi! produksi dan biaya-biaya yang dikeluarkan dengan asumsi faktor harga tetap. Pendapatan usahatani diperoleh dengan cara penerimaan dikurangi dengan biaya total. Penerimaan didapatkan dari hasil kali antara jumlah produksi dengan harga yang berlaku. Biaya total terdiri atas biaya tunai dan biaya diperhitungkan, dimana biaya tunai terdiri dari komponen benih, pupuk kimia, pupuk kandang, Kapur, pestisida, ZPT, tenaga kerja luar keluarga, bambu, rafia serta pajak. Sedangkan biaya diperhitungkan terdiri deri tenaga kerja dalam keluarga, penyusuten alat dan sewa tanah. Analisis pendapatan usahatani cabai merah keriting di Desa Sindangmekar disajikan pada Tabel 9. Pendapatan atas biaya tunai dan 51 pendapatan atas biaya total yang dihasilkan usahatani cabai merah keriting per hektar di Desa Sindangmekar masing-masing sebesar Rp. 20.077.260 dan Rp. 17.131.413, Berdasarkan nilai pendapatan tersebut maka usahatani cabai merah keriting di Desa Sindangmekar dapat dikatakan menguntungkan. Keadaan menguntungkan ini dapat pula ditunjukkan dengan _nilai perbandingan antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan (R/C rasio). Berdasarkan Tabel 9, R/C rasio yang diperolen petani adalah sebesar 2,14 yang berarti setiap pengeluaran petani sebesar Rp. 1 akan mendapat imbalan penerimaan sebesar Rp. 2,14. Nilai R/C yang lebih dari satu ini menunjukkan bahwa usahateni cabai merah keriting efisien untuk diusahaken Karena penerimaan yang dihasilkan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Kriteria R/C ini penting untuk dijadikan penilaian dalam pengambilan keputusan usahatani suatu komoditi termasuk untuk melihat kemungkinan pengembangannya. 52 Tabel 9. Analisis Rata-rata Pendapatan Usahatani Cabai Merah Keriting Per Hektar di Desa Sindangmekar dalam Satu Musim Tanam Komponen. Jumlah Fisik [Harga Satuan (Rp)| Persentase Penerimaan (Ka) 10714,30, 3,000 Pengeluaran ‘A. Biaya Tun 1. Benih (ampiop) 122 46,000 | 561,200 [3.74 2, Pupuk a, Urea (kg) 1960 7,200 | _236,200 [1.67 b.ZA (kg) 327.0 7,200 [392,400 | 2,61 e. KCI (ka) 1940 7,800 | 349,200 |__ 2.33 ‘4. TSP (ka) 276.0 7,600 [_447,600 [2,94 ‘e. NPK (kg) 44.0 3,500 {154,000 | 1,08 #,P. Kandang (karung) |_270.6 |" 6.000] 1,263,420 [8.42 3. Kapur (ka) 255.0 4,300] 331,500 2,21 4, Pestiside 3.375.710 | 22.49 5.Z°T 521,210| 3.47 6. TKLK a. HAW 3109 6000 | 7,665,500 [12.43 b. KP, 216.7 710,000 [2,166,900 [14.43 7, Bambu (batang) 148 7.500 [ 117,000 [0,74 '&. Refia (kg) 58 3000] 46,720 [0.31 ‘9. Pajak 250,000 |_1.67 Total Biaya Tunal 77,065,640 | _ 80,36 5. Biaya Diperhitungkan 1 TKDK a. HKW. 60,1800, 6000 | 361,080 | 2.47 bLHKP. 91,310,0 70,000 | _973,100 | 6,08 2, Penyusutan alat 971,667 | 6,47 3. Sewa tanah 700,000 | 4,65 Total Biaya Diperhitungkan 945,847 | 19,62 . Biaya Total 75,077,487 | 100,00 'D. Pendapatan atas biaya tunal 20,077,260 E, Pendapatan atas biaya total T7,134,413 FUG atas Biaya Tunai 2,86 G. RIC atas Biaya Total 214 53 6.1.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani dihitung dari hasil perkalian antara jumiah hasil produksi dan harga. Rata-rata produksi cabai merah keriting satu pohon adalah 0,625 kg dengan populasi satu hektar sebanyak 17.142,88 pohon. Sehingga total produksi usahatani cabai merah Keriting ini adalah 10.714,3 kg. Nilai ini merupakan nilai optimal yang didapatkan oleh petani bila tanaman yang ditanam tumbuh sebanyak 80%, tidak mengalami kegagalan panen dan harga yang beriaku cukup stabil. Harga yang digunakan adalah harga yang terjadi pada saat penelitian dilakukan Petani cabai merah keriting di Desa Sindangmekar menjual cabai merah Keritingnya dengan harga rata-rata Rp. 3.000 per kilogram sehingga besamya penerimaan usahatani cabai merah keriting ini seluruhnya sebesar Rp. 32.142.900. Harga tertinggi yang terjadi sebesar Rp. 5.200 dan harga terendah sebesar Rp. 2.500. Perbedaan harga ini disebabkan perbedaan kualitas cabai yang dijual. Cabai dengan harga tertinggi memiliki cirl-citi diameter kecil, keras, wamna dan panjang seragam. Sedangkan cabai dengan harga yang rendah memilki ciri-ciri diameter agak besar, lunak (lebih cepat membusuk bila disimpan agak lama), warna dan panjang tidak seragam serta buah tidak utuh (patah akibat panen yang tidak sempurna atau pengemasan yang melebihi kapasitas). Harga yang terjadi selama penelitian merupakan harga pasar karena petani tidak dapat menentukan harga, dan saat panen di daerah ini berbarengan dengan panen di daerah lain sehingga supply cabai merah keriting di pasaran banyak. 54 6.1.2 Pengeluaran Usahatani Pengeluaran dalam usahatani meliputi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa dalam usahatani, sedang biaya diperhitungkan adalah nilai pemakaian barang dan jasa yang dihasilkan dan berasal dari usahatani itu sendiri. Biaya tunai dalam usahatani cabai merah keriting di Desa Sindangmekar meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap adalah biaya untuk sarana produksi yang dipakai dalam produksi dan tidak langsung mempengaruhi jumlah produksi, dalam hal ini yang termasuk biaya tetap petani di Desa Sindangmekar adalah upah tenaga kerja dari luar keluarga dan pajak atas lahan yang digunakan. Biaya variabel adalah biaya untuk sarana produksi yang dipakai dalam proses produksi yang langsung mempengaruhi jumlah produksi dan penggunaannya habis terpakai dalam satu kali proses produksi, Dalam hal ini yang termasuk biaya variabel usahatani cabai merah keriting di Desa Sindangmekar adalah biaya benih, pupuk kimia (urea, ZA, KCI, TSP dan NPK), pupuk kandang, kapur, pestisida, ZPT, bambu, serta rafia, Sedangken biaya diperhitungkan adalah biaya yang seharusnya dikeluarkan selama produksi tetapi tidak dikeluarkan. Biaya yang diperhitungkan meliputi tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat dan sewa tanah. 55 a. Biaya Tunai Biaya tunai terdiri atas pengeluaran untuk sarana produksi, tenaga kerja luar keluarga, dan pajak atas lahan yang digunakan. Penggunaan sarana produksi meliputi benlh, pupuk kimia (urea, ZA, KCl, TSP dan NPK), pupuk kandang, Kapur, pestisida, ZPT, bambu dan rafia, Tenaga kerja luar keluarga merupakan pengeluaran terbesar yang dikeluarkan petani yaitu sebesar Rp. 4.032.480 atau sebesar 26,86% dari total pengeluaran. Pestisida yang digunakan petani terdiri dari fungisida, insektisida, nematisida dan bakterisida. Rincian penggunaan pestisida ini dapat dilihat pada tabel 10. Biaya yang dikeluarkan untuk insektisida sebesar Rp. 2.399.380 dan merupakan pengeluaran terbesar yang dikeluarkan petani untuk pestisida. Penggunaan pestisida dilakukan jika terdapat tanda-tanda serangan hama atau penyakit dan untuk tindakan pencegahan terhadap hama maupun penyakit yang mungkin timbul. Hama yang paling dominan menyerang adalah kutu thrips (Thrips parvispinus Kary). Tanaman yang terserang hama ini memiliki ciri-ciri daun tanaman menjadi kering, bercak- bereak kuning dan pertumbuhannya kerdil. Untuk mengatasi hama ini, petani di Desa Sindangmekar biasanya menggunakan insektisida pegasus 500 SC. Sedangkan penyakit yang sering menyerang adalah penyakit patek yang disebabkan oleh cendawan atau jamur Colletrotrichum capsici atau Gloesporium piperatum. Cendawan C. capsici menginfeksi cabai_merah ketiting dengan membentuk bercak hitam kecoklatan yang kemudian meluas menjadi busuk lunak. Bila serangan hama berlanjut, buah cabai cenderung 56 kering dan mengkerut. Sementara cendawan G. piperatum mulai menyerang cabai sejak buah masih hijau dan menyebabkan mati ujung (die back). Buah cabai yang terserang cendawan ini tampak berbintik-bintik kuning yang akan membesar membentuk seperti lingkaran konsentris. Untuk mengatasi serangan penyakit ini petani pada umumnya menggunakan insektisida Dithane M-45. Ketersediaan dana bagi pestisida harus selalu ada mengingat serangan hama dan penyakit tidak dapat ditunda dalam pengobatannya karena mengakibatkan serangan cepat menular pada tanaman lainnya. Secara keseluruhan, petani di Desa Sindangmekar mengeluarkan biaya untuk benih sebesar Rp. 561.200 atau sebesar 3,74%. Benih_ yang digunakan adalah varietas lokal dengan harga per bungkusnya sebesar Rp. 46.000. Benih yang dibeli berasal dari toko/pasar atau kios saprotan yang ada, hal ini dikarenakan KUD yang ada tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sarana produksi lain yang digunakan petani dalam usahatani cabal merah keriting adalah kapur sebanyak 255 kg dengan jumiah total sebesar Rp. 331.500 atau sebesar 2,21% dari total pengeluaran. Penggunaan bambu sebagai penopang pohon dalam satu hektar dibutuhkan sebanyak 14,8 batang dengan jumiah total Rp. 111.000 atau 0,74% dari biaya total. Sedangkan rafia yang digunakan untuk mengikat tanaman dalam Iuasan satu hektar dibutuhkan sebanyak 5,8 kg dengan total biaya Rp. 46.720 atau 0,31% dari biaya total. Pajak yang dikeluarkan atas tanah yang digunakan Rp. 250.000 per hektar per tahun. 87 Tabel 10. Nilai Rata-rata Penggunaan Pestisida Usahatani Cabai Merah Keriting per Hektar di Desa Sindangmekar dalam Satu Musim Tanam Komponen Jumlah_| Harga (Rp) |_Nilai (Rp) IA. Fungisida 1, Dithane M-45 (bks) TAT 46,000 329,820 2. Antrakol 70 WP (bks)_| 8,17 50,000 408,500 3. Score 250 EC (bks) 0,15 31,400 4,710 B. Insektisida 1, Pegasus 500 Sc(bi) | 10,18 32,000 325,120 2. Pounce 20 E (It) 2,25 19,000 42,750 3. Rugby 10 (kg) 3,63 27,000 98,010 4. Dursban 20 (It) 482 70,000 337,400 6. Rokap (kg) 9.65 50,000 482,500 6. Curacron_ 500 EC (tt) 3,16 240,000 758,400 7. Pospo-N (It) 8.88 40,000 355,200 C. Nematisida Furadan (kg) 98 16,000 756,800 D. Bakterisida Agrimicin (bt!) 3,06 25,000 76,500 jJumlah 3,375,710 b. Penggunaan Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan sumber daya manusia pengelola atau penggerak dari faktor produksi lainnya untuk menghasilkan output atau produk yang diharapkan. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani cabai merah keriting di Desa Sindangmekar terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja lar keluarga. Tenaga kerja luar kelvarga dikategorikan sebagai biaya tunai dan biaya tetap (fixed cost) karena selalu digunakan dan habis dipakai dalam satu musim tanam, Tenaga kerja luar keluarga merupakan tenaga kerja harian yaitu tenaga kerja yang diupah per hari yang terdiri dari pria dan wanita. Waktu 58 kerja untuk tenaga kerja pria dimulai pada pukul 06.30 sampai dengan pukul 18.00 dengan waktu istirahat selama satu jam yaitu pada pukul 12.00-13.00, sedangkan waktu kerja untuk tenaga kerja wanita dimulai pada pukul 07.00 sampai dengan pukul 12,00. Terdapat perbedaan upah antara tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita, upah untuk tenaga kerja pria sebesar Rp. 10.000 per orang per hari dan untuk tenaga kerja wenita Rp. 6.000 per orang per hari sehingga rata-rata upah yang harus dikeluarkan sebesar Rp. 8.000 per orang per hari. Dengan tingkat upah tersebut petani mengeluarkan rata rata biaya tenaga kerja luar keluarga sebesar Rp. 4.032.480 atau sebesar 26,86% dari total biaya. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga yang digunakan petani cabai merah keriting disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa ‘Sindangmekar untuk Satu Musim Tanam Kegiatan. KW [Upah (Rp)[Jumiah (Rpy|_HKP_[Upah (Rp) [Jumiah (Ri Pencangkulan 2,13 | 10,000] 621,300 [Pembuatan bedengan| 26.14 | 10,000 | 261,400 IPengapuran dan 75,57 | 10,000 155,700 Ipemupukan [Penyemaian bibit [Pengangkutan dan | 22,67 | 6,000 137,220 | 30,42 [~ 10,000 |” 304,200 lpenanaman Penyulaman 7,33 | 6,000 | 343,980 Penyiangan, 749_| 6,000 | 894,000 Penyiraran 357_| 10,000 |" 35,700 [Penyemprotan, 74,04 | 10,000 | 140,400 [Panen Bi7e | 6,000 | 490,380 | 44,62 | 10.000 |" 448,200 [Jumlah 7,865,580 2,166,900 [Total 4,032,480 59 Dari tabel diatas terlihat bahwa pengeluaran yang besar untuk tenaga kerja wanita adalah pada saat penyiangan dan panen masing-masing yaitu sebesar Rp. 894,000 dan Rp. 490.380. Besarnya tenaga kerja wanita yang digunakan saat penyiangan Karena gulma dan rumputsrumput liar mudah tumbuh di areal penanaman cabai sehingga penyiangan harus selalu dilakukan. Sedangkan kegiatan yang banyak menyerap tenaga kerja pria adalah saat pengolahan tanah/pencangkulan dengan total upah yang dikeluarkan sebesar Rp. 821.300. Biaya yang diperhitungkan untuk tenaga kerja dalam keluarga adalah sebesar Rp. 1.274.180 untuk setiap hektar per musim tenam. Biaya tenaga kerja dalam keluarga tersebut dihitung berdasarkan jumlah kerja hari kerja anggota keluarga yang terlibat dalam usahatani dikali upah tenaga kerja yang biasa digunakan, Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga juga dibedakan antara tenaga kerja wanita dan tenaga kerja pria. Kegiatan yang banyak menyerap tenaga kerja wanita adalah saat penyiangan sebanyak 33,69 hari kerja wanita. Sedangkan kegiatan yang banyak menyerap tenaga kerja pria adalah pada saat penyiraman sebanyak 36,75 hari kerja pria. Kegiatan penyiaraman ini dilakukan mulai dari penyemaian benih sampai dengan panen terakhir. Penyiraman sangat penting untuk tanaman cabai merah keriting Karena selama masa hidupnya air merupakan unsur vital. Air berperan sebagai pembawa unsur-unsur hara dari dalam tanah ke seluruh bagian tanaman ataupun pembawa hasil fotosintesis dari daun ke seluruh bagian tanaman. Tenaga kerja dalam keluarga disajikan pada Tabel 12. 60 Tabel 12. Nilai Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Petani Sindangmekar Cabai Merah Keriting di Desa iKegiatan TKW [Upah (Ro) Jumiah (Rp)[ HKP_[Upah (Rp)/Jumiah (Ro) [Pencangkulan 8.42 [10,000 | 84,200 Pembuatan bedengan’ 6,58 | 10,000 | 65,800 [Pengapuran dan 4,79 | 10,000 [17,900 pemupukan [Penyemaian bibit 753_| 70,000 [15,300 Pengangkutan dan | 2.25 | 6 000{ 13.500] 2,26 | 10,000 |” 22,500 nanaman Penyulaman 408 | 6000 | 24,480 Penyiangan. 33,69| 6,000 [202,140 Penyiraman 36,75 | 10,000 | 367,500 Penyemprotan 13,83 | 10,000 [138,300 Panen 20,16| _6000{ 120,960 | 20.16 [10,000 [201,600 [Jumiah "364,080 ‘913,100 [Total 7,274,180 c. Penyusutan Alat Nilai penyusutan bangunan dan alat dihitung berdasarkan metode garis lurus, yaitu nilai beli (biaya pembuatan bangunan atau alat) dikurangi nilai akhir dibagi umur ekonomis bangunan atau alat. Nilai akhir bangunan dan alat dianggap nol karena diasumsikan bangunan dan alat tidak dapat digunakan sama sekali apabila umur ekonomisnya sudah habis dalam produksi dan tidak laku lagi bila dijual kembali. Nilai total penyusutan bangunan dan alat yang digunakan dalam usahatani cabai merah keriting per hektar dalam satu musim tanam di Desa Sindangmekar adalah sebesar Rp. 971.667. Biaya penyusutan bangunan dan alat dapat dilihat pada Tabel 13. 61 Tabel 13. Nilai Rata-rata Penyusutan Alat yang Digunakan Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa Sindangmekar untuk Satu Musim Tanam Peralatan Jumlah fisik] Harga Beli | Nilai Umur Penyusutan | (Rp) | (Rp)__| ekonomis (th) (Ro) Saung 2 7,500,000 {3,000,000} 8 375,000 (Sprayer 4 225,000 _| 900,000 5 180,000, [Cangkul 5 100,000 | 500,000 3 166,667 IParang 4 | 25,000 | 100,000 |" 3 33,333 Ember 8 5,000 | 40,000 1 40,000 Kored 5 25,000 | 125,000 3 41,687 lAtat Pelubang | 6 25,000 _| 150,000 3 50,000 [Embrat 5 35,000 _| 175,000 3 58,333 IGolok 2 40,000 [80,000 3 26,687 \Nilai total penyusutan alat : 971,667 Dari tabel diatas terlihat bahwa dalam berusahatani cabai_merah keriting di Desa Sindangmeker, alat yang paling banyak digunakan adalah ember yaitu alat penampung buah sementara pada saat panen. Dengan jumlah kepemilikan rata-rata sebanyak 8 buah dan umur ekonomis selama satu tahun sehingga penyusutannya sebesar Rp. 40.000 per tahun. Umur ekonomis ember hanya satu tahun karena ember hanya dapat digunakan pada satu musim tanam dan setelah itu tidak dapat digunakan lagi dan dijual. Sedangkan alat yang sedikit dimiliki petani dalam berusahatani cabai merah keriting di Desa Sindangmekar adalah saung dan golok. Petani rata- rata memiliki dua buah saung dalam luasan satu ha, dengan nilai sebesar Rp. 750,000 per buah dan umur ekonomis selama 8 tahun maka nila penyusutannya sebesar Rp. 375.000 per tahun. Rata-rata golok yang dimiliki ( 62) petani juga berjumiah dua buah dengan harga beli sebesar Rp. 40.000, sehingga penyusutannya sebesar Rp. 26.667 per tahun. 62 Saluran Pemasaran Aktivitas selanjutnya setelah kegiatan usahatani adalah kegiatan pendistribusian hasil dari petani ke tangan konsumen. Pendistribusian hasil ini _melibatkan beberapa lembaga pemasaran, yang meliputi pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Petani yang ada di Desa Sindangmekar memiliki empat pola pemasaran dalam menyalurkan komoditi cabai merah keritingnya, yaitu: Saluran 1: [Potani || Pedagang Pengumpul |p| Pedagang Grosir —>| Pedagang Pengecer |_| Konsumen Saluran 2: | Peteni Ly! Pedagang Pengumput |»! Padagang Grosir —»| Pedagang Pengecer > Konsumen Saluran3:| Petani |p| Pedagang Grosir |p} Pedagang Pengecer —») Konsumen Saluran 4: | Peteni |g] Pedagang Pengecer |_»} Konsumen 63 Di Desa Sindangmekar tidak terdapat saluran pemasaran yang langsung dari petani ke konsumen. Hal ini dikarenakan hampir semua penduduk memiliki tanaman cabai merah keriting walaupun hanya satu atau dua pohon yang biasanya ditanam di pekarangan rumah mereka masing- masing. Saluran pemasaran ini dapat juga dilinat pada Gambar 3. 4 3 Petani 2 ¥ 1 Pedagang Pengumpul ¥ >| Pedagang Pengecer |¢ | Pedagang Grosir Konsumen Gambar 3. Saluran Pemasaran Cabai Merah Keriting di Desa Sindangmekar 6.2.1. Saluran Pemasaran 4 Saluran Pemasaran 1 merupakan saluran pemasaran yang paling banyak digunakan petani cabai merah keriting di Desa Sindangmekar, yaitu sebanyak 14 orang (46,67 %). Alasan petani_ menggunakan saluran pemasaran ini antara lain karena diberi bantuan modal oleh pedagang pengumpul (5 orang atau 35,71%), petani ingin cepat mendapatkan uang 64 tunai karena didesak oleh kebutuhan (6 orang atau 64,08%) dan pedagang pengumpul lebih cepat datang kepada petani dibanding yang lain sementara petani tidak mau menyimpan terlebih dahulu hasil panennya karena khawatir ada kerusakan dan penyusutan (3 orang atau 21%). Petani_ yang diberi bantuan modal oleh pedagang pengumpul secara otomatis hasil panennya akan dijual kepada pemberi bantuan tersebut Pedagang pengumpul yang berada di Desa Sindangmekar selalu membeli cabai merah keriting setiap musim panen kepada petani, Pada awal panen, pedagang pengumpul datang kepada petani untuk secara langsung memesan atau membeli cabai merah_ keriting kepada petani. Harga yang berlaku adalah harga yang sedang terjadi di pasaran berdasarkan informasi dari pasar induk atau informasi dari pedagang pengumpul lainnya melalui telepon. Cara pembelian cabai dari petani oleh pedagang pengumpul adalah dengan cara tunai. Transaksi biasanya dilakukan di rumah petani. Setelah panen cabai dibawa ke rumah petani dan pada hari yang sama dibawa pedagang pengumpul, kemudian disortir. Hasil sortiran di grading lagi menjadi dua kelas, yaitu kelas super dan kelas biasa. Dari pedagang pengumpul, cabai dibawa bersama sayuran lainnya dengan menggunakan truk atau mobil colt untuk dijual ke pedagang grosir di pasar induk Kramat Jati, Pedagang pengumpul menjual tunai kepada pedagang grosir yang sudah menjadi langganannya. Pedagang pengecer membeli cabai merah keriting dari pedagang grosir dengan cara datang langsung ke pasar induk. 65 Pedagang pengecer ini biasanya berasal dari Pasar Jatinegara, Pasar Cikini, Pasar Anyar Bogor dan sebagainya. Pedagang pengecer berbelanja cabai merah keriting bersama dengan sayuran lain. 6.2.2, Saluran Pemasaran 2 Pada saluran pemasaran ini terdapat empat orang petani (13,33%). Petani menanam dan memanen sendiri tanpa bantuan modal dari manapun. Setelah panen petani menjual hasilnya kepada pedagang pengumpul tanpa kegiatan penyortiran, Penjualan ini dilakukan secara tunai dengan menggunakan kemasan berupa karung. Satu karung memiliki kapasitas 35 kg. Setelah sampai di tangan pedagang pengumpul baru dilakukan penyortiran. Hasil sortiran dibagi menjadi dua, yang baik dipasarkan ke pasar induk Kramat Jati, sedangkan sisanya dijual ke pedagang pengecer. Pedagang pengecer yang membeli hasil sortiran ini biasanya pedagang pengecer lokal yang ada di sekitar tempat tinggal pedagang pengumpul. Pembelian dilakukan dengan cara tunai. 6.2.3, Saluran Pemasaran 3 Penjualan hasil usahatani cabai merah keriting di desa Sindangmekar tidak selalu dilakukan kepada pedagang pengumpul. Petani pada saluran ini menjual cabai merah keriting hasil panennya langsung ke pedagang grosir di pasar induk Kramat Jati, Sebagian petani membawa cabal hasil panennya menggunakan truk sendiri atau dititipkan kepada petani lain yang akan menjual hasil panennya ke pasar induk Kramat Jati. Biasanya bila dititipkan kepada petani lain, cabai merah keriting disatukan dengan sayuran lainnya. Cabai merah keriting yang dipasarkan ke pasar induk ini merupakan cabai merah keriting yang baik kualitasnya dan dikemas dengan menggunakan kardus yang masing-masing memiliki kapasitas 30 kg. Sesampainya di pasar induk Kramat Jati cabai dijual kepada pedagang grosir yang telah menjadi langganan dan dapat langsung menerima pembayaran sesuai dengan jumlah yang dijuainya. 6.2.4, Saluran Pemasaran 4 Petani yang memakai saluran pemasaran ini berjumlah lima orang atau 16,67%. Cabai merah keriting yang diperjualbelikan dalam saluran pemasaran ini adalah cabai merah_keriting sisa hasil sortir yang kurang baik kualitasnya, biasanya cabai merah Keriting demikian dijual dalam jumlah yang lebih sedikit dibanding jumlah cabai keriting yang dijual ke lembaga pemasaran yang lain. Pembelian cabai merah keriting oleh pedagang pengecer dilakukan di rumah petani sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi. Pedagang pengecer datang langsung, ke petani dan memibeli cabai merah keriting secara tunai. Pedagang pengecer yang membeli cabai ini adalah pedagang pengecer yang berdagang di pasar Wanaraja. 67 63 Fungsi-fungsi Pemasaran Dalam kegiatan pemasaran cabai merah keriting, lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat seperti petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir di pasar induk Kramat Jati dan pedagang pengecer melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran berupa fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran cabai merah keriting di Desa Sindangmekar dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Pelaksanaan Fungsi Pemasaran oleh Lembaga Pemasaran Cabai Merah Keriting di Desa Sindangmekar Lembaga Fungsi Pemasaran | Aktivitas Pemasaran Petani pada | Pertukaran Penjualan saluran Fisik 7 pemasaran | dan | Fasiltas 7 i Petani pada | Perfukaran Penjualan saluran Fisik Pengemasan, pemasaren ll pengangkutan dan IV Fasiitas_ Sortasi, pembiayaan | Pedagang | Pertukaran Pembelian, penjualan | pengumpul | Fisik Pengangkutan, pengemasan Fasitas Sortasi, _ pembiayaan, penanggungan —_resiko, _____|informasi pasar _ Pedagang Grosir | Pertukaran Pembelian, penjualan Fisk Pengemasen, penyimpanan Fasiitas Penanggungan _resiko, mbiayaan, grading, | asi pasar | Pedagang Pertukaran Pembelian, penjualan Pengecer Fisik Pengemasan, penyimpanan, pengangkutan Fasilitas Penanggungan _resiko, informasi pasar 68 6.3.1. Petani Petani pada saluran pemasaran 1 dan 2 menjual cabai merah_keriting hasil panennya kepada pedagang pengumpul yang datang ke kebun saat petani panen. Harga yang diterima petani lebih rendah dari harga pasaran, hal ini dikarenakan pedagang pengumpul yang membeli cabai merah keriting dari petani tersebut memberi bantuan modal sehingga cabai hasil panen pasti dijual kepada pedagang pengumpul yang memberi bantuan modal tersebut dengan harga berapa pun sebagai balas budi. Selain itu petani tidak ingin menyimpan hasil panennya agak lama karena khawatir rusak dan menyusut dan petani ingin cepat mendapatkan uang tunai. Hal ini dilakukan atas dasar kepercayaan satu sama lain karena mereka telah terikat tali kekeluargaan yang cukup erat. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani pada kedua saluran pemasaran hanyalah sebatas pada fungsi pertukaran, yaitu melakukan transaksi penjualan di kebun kepada pedagang pengumpul. Sedangkan petani pada saluran pemasaran 3 dan 4 dalam memasarkan hasil panennya melaksanakan fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yaitu melakukan transaksi penjualan dengan pedagang grosir dan pedagang pengecer. Fungsi fisik yang dilakukan petani yaitu pengemasan cabai merah keriting dengan menggunakan kardus yang memiliki kapasitas 30 kg dan plastik yang memiliki kapasitas 5 — 10 kg. Fungsi fasilitas yang dilakukan antara lain sortasi, pembiayaan serta informasi harga dan pasar. 69 Sebelum cabai dipasarkan, petani pada saluran 3 dan 4 melakukan sortasi. Kegiatan ini menggunakan beberapa orang tenaga kerja dengan upah perorang sebesar Rp. 100. Petani juga mencari informasi berapa harga yang terjadi dan yang akan terjadi di pasaran dengan menanyakan kepada pedagang grosir di pasar induk Kramat Jati. Cabai merah keriting hasil panen langsung dijual oleh petani. Tidak ada proses penyimpanan karena jika disimpan petani khawatir kualitas cabai yang telah dipanen akan turun yang mengakibatkan harganya juga turun, selain itu petani juga khawatir cabai akan susut yang mengakibatkan penerimaan tidak sama dengan saat menjual cabai langsung setelah panen. 6.3.2. Pedagang pengumpul Fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan dan pengangkutan, sedangkan fungsi fasilitas berupa sortasi, pembiayaan dan penanggungan resiko serta informasi pasar. Pedagang pengumpul tidak hanya membeli cabai merah keriting dari Desa Sindangmekar saja tetapi juga dari desa lain bersama dengan sayuran lain. Pedagang pengumpul yang membeli cabai merah keriting dari Desa Sindangmekar melakukan transaksi secara tunai. Rata- rata cabai merah_keriting yang dibeli pedagang pengumpul ini berkapasitas 1000 kg. Modal yang digunakan untuk membeli cabai merah keriting merupakan modal sendiri. 70 Pedagang pengumpul melakukan sortasi cabai dengan cara memisahkan cabai yang baik dan yang tidak. Cabai yang baik memiliki ciri-ciri kecil, keras, wara dan panjang seragam. Cabai hasil sortiran ini kemudian dibawa ke pasar induk Kramat Jati. Sedangkan hasil sortiran yang kurang baik dijual ke pengecer. Penyusutan yang harus ditanggung oleh pedagang pengumpul biasanya ‘berkisar 10% dari jumlah total yang dibelinya dari petani. Pedagang pengumpul juga harus menanggung resiko apabila cabai yang dijuainya ke pasar induk Kramat Jati ternyata kurang baik atau berkurang karena pencurian di perjalanan. Cabai yang kurang baik biasanya dibuang. Sebelum membawa cabai ke pasar induk, pedagang pengumpul terlebih dahulu mencari informasi berapa harga cabai di pasaran dengan menanyakan kepada sesama pedagang pengumpul atau pedagang grosir di pasar induk. Biaya yang harus dikeluarkan pedagang pengumpul adalah biaya tenaga kerja untuk melakukan sortasi, ongkos angkut sampai ke pasar induk, kemasan penyusutan sebesar 7% dan komisi untuk pedagang grosir. 6.3.3. Pedagang Grosir Pedagang grosir di pasar induk Kramat Jati melakukan fungsi pemasaran berupa fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Pedagang grosir ini didatangi olen pedagang pengumpul dan petani yang telah menjadi langganannya. Penentuan harga didasarkan pada hasil tawar menawar antara pedagang grosir dengan petani dan pedagang pengumpul, berdasarkan kualitas cabai yang dijual dan juga didasarkan pada nm ketersediaan atau penawaran cabai merah keriting di pasaran. Jika penawaran cabai merah keriting di pasaran berlebih maka harga akan cenderung turun, sedangkan jika penawaran cabai merah keriting di pasaran kurang maka harga akan cenderung naik. Fungsi pertukaran selain pembelian dari petani dan pedagang pengumpul adalah penjualan kepada konsumen. Konsumen yang membeli cabai merah keriting adalah pedagang pengecer yang berasal dari seluruh pasar yang ada di jakarta. Biasanya pengecer rata-rata membeli cabai merah keriting dari pasar induk Kramat Jati sebanyak 50 kg per hari. Pembelian dari pedagang grosir dikemas dengan menggunakan kardus dengan kapasitas per kardus sebanyak 30 kg. Bongkar muat dilakukan ketika cabai merah keriting baru datang dari petani/ pedagang pengumpul, setelah itu dilakukan sortasi dan grading untuk menentukan harga jual. Hasil dari grading, cabai dibagi menjadi tiga kelas. Kelas satu memilki ciri-ciri ukuran, warna dan panjang seragam, tidak patah (sempurna). Sedangkan kelas dua memiliki cir-ciri wama seragam tetapi ukuran dan panjang tidak seragam, dalam satu buah cabai ada yang patah sedikit. Kelas tiga cirinya ukuran, warna dan panjang tidak seragam. Penyusutan yang terjadi setelan penyortiran dilakukan berkisar 10% dari jumlah total pembelian, biaya penyusutan ini seluruhnya ditanggung pedagang grosir . Biaya tain yang ditanggung pedagang grosir adalah biaya tenaga kerja tetap yang diupah harian, pembelian tunai dari petani dan pedagang pengumpul, biaya bongkar muat, retribusi dan pajak. 72 6.3.4, Pengecer Pengecer merupakan lembaga pemasaran yang langsung berhubungan dengan konsumen akhir cabai merah keriting. Pengecer dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu pengecer yang membeli cabai dari pedagang grosir yang ada di pasar induk Kramat jati (pengecer dari pasar di wilayah Jakarta) dan pengecer yang membeli cabai langsung dari pedagang pengumpul dan petani yang ada di pasar lokal Garut Pengecer membeli_ cabai dengan mendatangi pasar induk, pedagang pengumpul dan petani. Transaksi pembelian dilakukan secara tunai, begitu juga penjualan kepada konsumen. Perbedaan harga terjadi diantara dua lokasi tersebut yang disebabkan oleh perbedaan kualitas cabai’ yang dijual dan perbedaan biaya transportasi yang dikeluarkan. Penentuan harga pengecer berasal dari informasi harga baik dari pedagang grosir, pengecer lain ataupun dari konsumen. 6.4 Struktur Pasar Struktur pasar diidentifikasi dari jumlah penjual dan pembeli yang terlibat dengan pelaku pasar, kebebasan untuk keluar masuk pasar yang dialami oleh para pelaku pasar, sifat produk yang diperjualbelikan dan informasi pasar yang diperoleh. Uraian mengenai struktur pasar yang dihadapi oleh para pelaku pasar dalam pemasaran cabai merah keriting di Desa Sindangmekar adalah sebagai berikut : 73 6.4.1. Petani Struktur pasar yang dihadapi petani cabai merah keriting mendekati oligopsoni, dimana jumlah pedagang pengumpul sebagai pembeli terbatas sedangkan petani cabai merah Keriting banyak, selain itu hasil panen dari petani selalu dijual kepada pedagang pengumpul yang sama. Komoditi yang diperjualbelikan bersifat homogen yaitu cabai merah keriting. Usahatani cabai merah keriting termasuk sulit untuk dimasuki. Hal ini dikarenakan selama usahatani cabai merah keriting diperiukan modal secara terus menerus apalgi jika tanaman mudah terserang hama dan penyakit Petani memiliki kedudukan yang lemah dalam menentukan harga Petani dalam hal ini hanya bertindak sebagai penerima harga, sehingga walaupun proses transaksi secara tawar menawar tetapi pada akhimya petani tetap merupakan sebagai penerima harga. Informasi tentang harga yang diperoleh petani adalah dari pasar induk Kramat Jati dan pedagang pengumpul serta petani lain. 6.4.2. Pedagang pengumpul Pedagang pengumpul menghadapi struktur pasar yang mengarah ke bentuk ofigopsoni. Hal ini dicirikan dengan jumlah pedagang pengumpul yang banyak dan jumlah pedagang grosir di pasar induk Kramat Jati terbatas. Untuk memasuki pasar ini, diperlukan modal yang cukup besar yang digunakan untuk membeli cabai dari petani dan menanggung resiko dan biaya-biaya operasional lain yang harus dikeluarkan selama cabai yang dibeli dari petani belum laku terjual. Sehingga bagi pedagang pengumpul yang 14 memiliki modal kecil, faktor modal ini dapat menjadi suatu hambatan dalam memasuki pasar ini. Produk yang diperjualbelikan masih bersifat homogen, yaitu cabai merah keriting. Pedagang pengumpul termasuk pihak penerima harga dimana harga yang menjadi patokan adalah harga dari pasar induk Kramat Jati. Informasi tentang harga diperoleh pedagang pengumpul dari pasar induk Kramat Jati dan sesama pedagang pengumpul 6.4.3, Pedagang Grosir Pedagang grosir menghadapi struktur pasar yang mengarah ke bentuk pasar oligopoli. Struktur pasar ini dapat dilihat dari sedikitnya jumlah pedagang grosir di pasar induk Kramat Jati dibanding jumiah pengecer yang datang untuk membeli. Hambatan bagi pendatang baru dalam memasuki pasar terletak pada modal dan pengalaman. Modal digunakan untuk biaya operasional_sedangkan pengalaman digunakan untuk mengantisipasi fluktuasi harga dan cara menjalin hubungan baik dengan pelanggan. Penentuan harga ditakukan secara tawar menawar dengan patokan harga dari pedagang grosir. Selain itu juga didasarkan pada kualitas cabai yang diperjualbelikan. Komoditas cabai yang diperjualbelikan di pasar induk Kramat Jati sudah heterogen, cabai yang banyak dijual adalah cabal merah keriting, cabai rawit dan hot chill. Informasi pasar didapatkan dari mekanisme pasar, pembeli atau pedagang grosir lainnya. 75 6.4.4, Pengecer Struktur pasar yang dihadapi oleh pengecer adalah pasar persaingan monopolistik dimana jumtah pengecer banyak dimbangi dengan jumlah pembeli yang banyak pula. Dalam struktur pasar seperti ini terdapat persaingan antara pengecer yang satu dengan pengecer yang lain. Pengecer dapat mempengaruhi pembeli dalam mempromosikan penjualan cabainya, misalnya dalam hal kualitas. Cabai yang diperdagangkan bersifat heterogen yang terdiri dari berbagai jenis. Pengecer tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga, tetapi harga tetap ditentukan melalui proses tawar menawar. Informasi harga didapatkan dari pedagang grosir dan pengecer lainnya. 6.5 Perilaku Pasar Perilaku pasar dapat diidentifikasi dengan mengamati praktek pembelian dan penjualan, sistem penentuan harga dan kerjasama diantara lembaga pemasaran. 6.5.1 Praktek Pembelian dan Penjualan ‘Sebagian besar petani melakukan penjualan cabai merah keriting hasil panennya kepada pedagang pengumpul (18 orang atau 60%). Transaksi jual beli ini dilakukan di kebun petani saat panen berlangsung. Harga yang terjadi didasarkan pada kesepakatan dua pihak dan kualitas cabal. Sebanyak 7 orang atau 23,33% petani menjual cabai merah keritingnya langsung ke grosir. Transaksi terjadi di pasar induk Kramat Jati dengan harga yang 78 terbentuk berdasarkan mekanisme pasar dan kualitas cabai. Sedangkan sisanya (5 orang atau 16,67%) petani menjual cabai merah keritingnya langsung ke pengecer. Transaksi terjadi di rumah petani sehingga petani tidak mengeluarkan biaya transportasi agar cabai sampai di tangan pengecer. Jumiah cabai merah keriting yang dikonsumsi atau dibagikan kepada kerabatnya sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah cabai merah keriting yang dijual, biasanya cabai yang demikian adalah cabai hasil sisa sortiran atau yang kurang baik kualitasnya. 6.5.2. Sistem Penentuan Harga Sistem penentuan harga cabai merah_keriting yang terjadi diantara pelaku pasar yaitu secara tawar menawar dan ditentukan oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi. Kecuali pada transaksi antara pedagang grosir dengan pengecer sistem penentuan harga cabai ditentukan oleh pedagang grosir pasar induk Kramat Jati. Pasar induk Kramat jati bertindak sebagai pemberi harga sehingga dapat dijadikan sebagai penentu harga yang terjadi. Petani pada saluran pemasaran 1 dan 2 bertindak sebagai penerima harga dimana harga yang terjadi adalah harga yang dibawa oleh pedagang pengumpul. Pada saluran pemasaran 3 dan 4 harga terbentuk dari tawar menawar dan harga pembelian didasarkan pada kesepakatan antara pelaku- pelaku pasar. Petani akan menetapkan harga yang berlaku di tingkat lembaga pemasaran berdasarkan informasi harga dari pasar induk. Informasi harga berupa harga yang akan terjadi pada hari ini dan perkiraan harga yang akan terjadi esok harinya. Informasi ini disampalkan 7 oleh pedagang grosir pada malam hari sebelum transaksi untuk pengiriman esok harinya. Informasi ini akan diteruskan kepada pedagang pengumpul dan petani lainnya. Proses penentuan harga lebih banyak ditentukan oleh pedagang grosir. Cara pembayaran yang terjadi di tiap lembaga pemasaran adalah tunai. 6.5.3, Kerjasama antar Lembaga Pemasaran Dalam pengangkutan cabai ke pasar induk, kerjasama antara pedagang pengumpul selalu dilakukan. Hal ini didasarkan oleh adanya kerjasama yang sehat atas dasar kekeluargaan yang sudah terjalin cukup lama. Kerjasama antara pedagang pengumpul dengan pedagang grosir dapat dilhat dari kontinuitas pasokan cabai dari pedagang pengumpul kepada pedagang grosir yang sama, Begitu pula yang terjadi antara petani dengan pedagang grosir telah terjalin kerjasama yang cukup erat karena petani tersebut telah menjadi langganan tetapnya. Kerjasama antara petani dan pedagang pengumpul dapat dilihat dari adanya pedagang pengumpul yang memberi bantuan pinjaman modal kepada petani dalam berusahatani cabai merah keriting. Pembayaran yang dilakukan di tiap lembaga pemasaran ini selalu tunai. 6.6 Marjin Pemasaran Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang terjadi pada setiap lembaga pemasaran. Besarnya marjin pemasaran dihitung dengan menjumlahkan biaya-biaya pemasaran yang terjadi dengan besarnya 78 keuntungan pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam jalur pemasaran tersebut. Marjin pemasaran dapat pula diperoleh dari selisih antara harga pembelian dan harga penjualan pada lembaga tersebut. Uraian tentang marjin dalam pemasaran cabai merah keriting di Desa Sindangmekar disajikan pada Tabel 15. Dari tabel tersebut terlihat saluran 3 dan 4 merupakan saluran terpendek dibandingkan dengan keempat saluran lainnya, marjin terkecil didapat oleh saluran pemasaran 4 yaitu sebesar Rp. 1.914,27/kg (58,09%). Hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan kecil dan cabai yang diperjualbelikan merupakan cabai yang Kurang baik kualitasnya. Sedangkan saluran 3 mengeluarkan marjin terbesar yaitu Rp. 8.164,27/kg (85,94%), tetapi cabai yang diperjualbelikan memiliki kualitas yang bagus. Jika dilihat dari persentase bagian harga yang diterima petani, saluran 3 sudah cukup tinggi yaitu sebesar 54,74%. Sehingga dari pendeknya saluran pemasaran, kualitas cabai yang diperdagangkan dan persentase bagian harga yang diterima petani maka saluran pemasaran 3 dapat dikatakan efisien. ‘abel 15, Analisis Marjin Saluran Pemasaran Cabai Merah Keriting di Desa Sindangmekar 79 No Uraian Salurant] % [Saluran 2] % [Saturand[ % | Saluran4| % 7 ETANT Biaya Usahatani 1395,73 | 16,70 | 10573 | 22.26 | 1295,73 | 1408 | 139573 | 41,10 [Marin biava 499.28 | 1.74 [199.28 | 232 | e919 [939 | 309 | 9.49 ‘Karung 1428 | 018 | 14,28 | 0,24 Kardus 2333 | 088 Plastik | 464 ‘Upah tenaga kerja v5 | 156 | 125 | 208 | vs | 132 | 125 [3.85 “Transportasi 350 | 579 Penyusutan 10% 703.57 | 141 | 19357 | 411 [Margin keuntungan 1274,98 | 1554 | 127499 | 21.25 | 2072.97 [31.29 | 256 | 26,33 [Marin total (4) 1414.27 | 17,68 | 141427 | 23,57 | 3864.27 | 4058 | 1164.27 | 35,82 |Harga jual 2750 | 34,38 | 2750 | 45,83 {5200 | 5474 | 2500 | 76,92 2 | Pedagang Pengumpul Harga bell 2750 | 3438 | 2750 | 45.63 [Marin biaya’ 22583 | 11.57 | 399,16 | 565 Kerasan 3333 | 104 | 13.39 | 0.22 ‘Upah tenaga keria so | 063 | 50 | 083 Transportasi 450 | 5.63 | 63,33 _| 1.99 Penyusutan 7% 7925 _| 241 | 1925 | 321 ‘Komisi 150 _| 1.88 [Manin keuntungan ear? [780 | s0e4 | 605 [Marin total (2) 7550_| 1938 | 750 | 125 [Marga jual 4300 | 53.75 | 9500 | 68,33 3 [PEDAGANG GROSIR Harga bel 4300 | $8.75 5200 | 54,74 Manin biaya 479,87 | 6,00 570 | 6,00 Upan tenaga kena 25 [0,31 25 | 0.26 Penyusutan 10% 430 | 5.38 520 [547 Bongkar muat 10 [0.13 oon Retabusi 3 | 0,04 3 0.08 Pajek Tig [0.15 19 | 012 [Marin keuntungan 345 __| 10.56 730 | 7.69 [Manin total () 1325 | 16.56 7300 | 13.88 [Marga jual 5625 | 70,31 500 | 66.42 4 PENGEGER Harga bel exs_[ Tosi | 3600__| 58.33 | 6500 | 68,42 | 2600 | 76.92 [Marin biaya os _| 0.38 | 458 | 763 | 738_| v.77 | 37a | 11,63, Plastik 8 04 é 013 é eos | 8 | 025 ‘Upah tonagakega | 100 | 1.25 | too | 1,67 | 100 | 1.05 [100 {3.08 “Transportash 80 1 40__| 067 |__80 | 084 | 50 | 1,54 Penyusutan 8% 450__| 563 | 260 | 467 | 620 | sa7 | 200 | 6,16 Bongkar muat vo [013 | 10 | o17 | 10 {0.11 Retribusi 20 | 028 | 20 | 033 | 20 | o21 | 20 | 0.62 Marj keuntungan Gor | 21,34 | 2042 [3403 | 2262 [ aaer | 372_| 11.45 Marin total (4) 2a75_| 2969 | _2500__| 41,67 | 3000 | 31.58 [750 | 23.08 Harga jual ‘g000 | 100,00{ 6000 | 100,00 9500 | 100,00] 3250 | 100,00, TOTAL BIAVA 222,98 | 27,66 | 936.04 | 15.61 | 2,604 | 27,03 | 687 | 21,13 TOTAL KEUNTUNGAN| 4451,20 | 85,64 | 372763 | 62,13 | 5,965 | 62,78 | 4,228 | 37,78 [MARJIN (1+2+3+a) | 6004,27 | 03,30 | 466427 | 77,74 | 8164.27 | 05,94 | 1914,27 | 58,90 80 6.6.1. Saluran Pemasaran 1 Pada saluran pemasaran 1 ini, petani mengeluarkan biaya usahatani sebesar Rp. 1.335,75 dan biaya pemasaran Rp. 139,28. Biaya pemasaran meliputi karung kapasitas 35 kg seharga Rp. 500 yang berarti biaya per kilogram cabai sebesar Rp. 14,28 dan biaya tenaga kerja untuk mengangkut sebesar Rp. 4.375 per orang per karung. Petani pada saluran pemasaran ini mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 1.274,99 yang merupakan keuntungan terkecil yang diterima petani dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. Dengan harga jual sebesar Rp. 2.750 maka petani mendapatkan marjin sebesar Rp. 1. 414,27. Pedagang pengumpul memperjualbelikan cabai sebanyak 1.000 kg setiap harinya. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul sebesar Rp. 925,83 yang terdiri dari Rp. 50 untuk upah tenaga kerja yang melakukan penyortiran dan pengangkutan, Rp. 83,33 untuk kemasan (kardus dengan kapasitas 30 kg), Rp. 450 untuk transportasi, penyusutan sebesar Rp. 192,5 dan komisi untuk pedagang grosir sebesar Rp. 150. Hasil sortiran di tingkat pedagang pengumpul dikemas dalam kardus. Hasil sortiran ini biasanya akan susut sebanyak 7% dari jumlah total yang dibeli dari petani. Setelah disortir, cabai diangkut dengan menggunakan mobil colt bersama dengan sayuran lain dengan ongkos per kilogram sebesar Rp. 450. Pedagang grosir membeli cabai dari pedagang pengumpul dengan harga Rp. 4.300 per kilogram. Kapasitas cabai yang diperjualbelikan di pasar 81 induk rata-rata sebanyak 5.000 kg per hari. Untuk itu pedagang grosir mengeluarkan biaya sebesar Rp. 479,87 yang terdiri dari biaya bongkar muat, upah tenaga kerja, retribusi, kemasan penyusutan sebesar 10% dan pajak. Penyusutan di tingkat pedagang grosir merupakan penyusutan terbesar dibandingkan dengan penyusutan di lembaga pemasaran lain dalam saluran pemasaran ini kerena adanya resiko rusak dalam perjalanan dan rusaknya cabai selama dalam penyimpanan sebelum cabai habis terjual. Pengecer memperjualbelikan cabai sekitar 50 kg per harinya. Biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 668 untuk setiap kilogram cabai merah keriting yang dibelinya, Biaya tersebut terdiri dari Rp. 80 untuk transportasi, Rp. 10 untuk biaya bongkar muat, retribusi sebesar Rp. 20, upah tenaga kerja untuk pengangkutan Rp. 100, kemasan Rp. 8 dan penyusutan 8% atau sebesar Rp. 450. Keuntungan berturut-turut yang didapatkan oleh pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pengecer adalah masing-masing sebesar Rp. 624,17, Rp. 845 dan Rp. 1.707, Dari lembaga-lembaga pemasaran yang menggunakan saluran pemasaran ini, pedagang pengumpul memperoleh keuntungan terkecil dibandingkan dengan lembaga lainnya. Hal ini dikerenakan biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul agar cabai dari petani sampai ke pedagang grosir tinggi. Farmer share yang diterima petani sebesar 34,38%. Total biaya pemasaran yang terjadi pada saluran pemasaran pertama adalah sebesar Rp. 2.21298 dimana biaya paling besar dikeluarkan oleh pedagang 82 Pengumpul sebesar Rp. 925,83. Total keuntungan pada saluran 1 Rp. 4.451,29 dengan keuntungan terbesar didapat oleh pengecer yaitu sebesar Rp. 1.707. Sedangkan total marjin sebesar Rp. 6.664,27 dengan marjin terbesar didapatkan juga oleh pengecer. 6.6.2. Saluran Pemasaran 2 Petani pada saluran pemasaran ini menjual cabai sama dengan petani pada saluran 1 yaitu sebesar Rp. 2.750. Biaya pemasaran yang dikeluarkan petani pada saluran pemasaran ini sama dengan biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh petani pada saluran pertama. Di tingkat pedagang pengumpul, biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 339,16. Besarnya biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul pada saluran pemasaran kedua berbeda dengan biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul pada saluran pemasaran pertama. Hal ini dikarenakan pedagang pengumpul pada saluran pemasaran kedua tidak mengeluarkan biaya untuk komisi, biaya untuk kemasan dan transportasi pun lebih kecil dibandingkan biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul pada saluran pemasaran pertama. Keciinya biaya transportasi disebabkan jarak antara pedagang pengumpul dengan pasar tempat pedagang pengecer membeli tidak terlalu jauh. Pedagang pengumpul langsung menjual cabai merah Keriting pada pengecer sebesar Rp. 3.500 per kilogram dengan kapasitas ratarata per harinya sebanyak 50 kg. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer antara lain untuk transportasi sebesar Rp. 40, bongkar muat Rp. 10, retribusi Rp. 20, 83 upah tenaga kerja untuk mengangkut sebesar Rp. 100, kemasan Rp. 8 dan penyusutan sebesar 8% atau Rp. 280, sehingga total biaya yang dikeluarkan oleh pengecer sebesar Rp. 458. Dengan keuntungan yang didapat sebesar Rp. 2.042, pengecer menjual cabai kepada konsumen dengan harga Rp. 6.000 per kilogramnya. Total biaya pada saluran pemasaran ini sebesar Rp. 936,44, total keuntungan Rp. 3.727,83 dan total marjin Rp. 4.664,27. Marjin terbesar tetap didapatkan oleh pengecer sebesar Rp. 2.500. Sedangkan farmer share pada saluran pemasaran ini lebih besar dari saluran pertama yaitu sebesar 45,83% sebagai akibat perbedaan biaya transportasi dan tidak adanya sister komisi di tingkat pedagang pengumpul. 6.6.3. Saluran Pemasaran 3 Pada saluran pemasaran ini petani menjual cabai merah keriting dengan harga rata-rata Rp. 5.200 per kilogram kepada pedagang grosir. Biaya yang dikeluarkan petani adalah sebesar Rp. 891,9. Biaya ini terdiri dari biaya untuk kemasan yang digunakan untuk mengangkut cabai yaitu kardus dengan masing-masing kapasitas 30 kg sebesar Rp. 83,33, upah tenaga kerja untuk pengangkutan Rp. 125, biaya transportasi sebesar Rp. 550 dan penyusutan sebesar Rp. 133,57. Pengangkutan ke pasar induk dilakukan oleh petani dengan menggunakan colt berkapasitas 4 ton bersama sayuran lain. Karena pengangkutan dilakukan oleh petani maka resiko penyusutan atau kerusakan selama perjalanan dari petani menuju pasar induk ditanggung 84 oleh petani. Keuntungan yang diperoleh petani yang menggunakan saluran ini merupakan keuntungan terbesar apabila dibandingkan dengan keuntungan petani pada ketiga saluran pemasaran lainnya. Tingginya tingkat keuntungan tersebut disebabkan tingginya harga yang terjadi pada saluran ini Biaya yang dikeluarkan pedagang grosir adalah Rp. 25 untuk upah tenaga kerja, Rp. 10 untuk bongkar muat, Rp. 3 untuk retribusi, penyusutan 10% atau sebesar Rp. 520 dan pajak Rp. 14,9 sehingga biaya total yang dikeluarkan pedagang grosir sebesar Rp. 570 per kilogram cabai merah keriting. Biaya penyusutan merupakan biaya terbesar yang harus dikeluarkan pedagang grosir, hal ini dikarenakan pedagang grosir menanggung penyusutan dan kerugian cabai yang membusuk selama waktu penyimpanan sampai cabai laku terjual. Keuntungan yang diperoleh pedagang grosir sebesar Rp. 730 dengan marjin Rp. 1.300 Pengecer sebagai pembeli cabai merah_keriting dari pedagang grosir membeli cabai merah keriting dengan harga Rp. 6.500 sedang biaya yang dikeluarkan pengecer sebesar Rp.738. Keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 2.262 dan marjin Rp. 3.000 sehingga harga jual cabai di tingkat pengecer sebesar Rp. 9.500. Total marjin dalam saluran pemasaran ini merupakan total marjin terbesar dibandingkan dengan marin tiga saluran pemasaran lainnya. Harga jual akhir pun dalam pemasaran ini merupakan harga jual tertinggi yaitu Rp. 9.500. Hal ini lebih dikarenakan kualitas cabai yang diperjualbelikan lebih baik dibandingkan saluran pemasaran lain sebagai 85 akibat beberapa kali penyortiran. Farmer share yang diterima petani pada saluran pemasaran ini sebesar 54,74%. 6.6.4. Saluran Pemasaran 4 Saluran pemasaran ini merupakan saluran pemasaran cabai merah keriting paling pendek yang ada di Desa Sindangmekar. Harga yang terjadi pada saluran pemasaran ini di tingkat petani adalah Rp. 2.500 yang merupakan harga terendah. Petani menjual cabai hasil panennya ke pengecer yang ada di pasar lokal Garut. Kapasitas rata-rata yang dijual adalah sebanyak 30 kg dengan biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh petani sebesar Rp. 309. Biaya terbesar yang dikeluarkan petani adalah untuk penyusutan sebesar Rp. 133,57 (4,11%). Cabai yang dijual merupakan cabai hasilsortiran atau cabai yang rusak sebagai akibat tidak sempurnanya proses pemanenan, Walaupun kualitas cabai yang dijual tidak terlalu baik namun petani masin mendapat keuntungan sebesar Rp. 856 dari setiap kilogram cabai yang dijual. Farmer share yang diterima petani adalah farmer share terbesar yaitu sebesar 76,92%. Pengecer mengeluarkan biaya sebesar Rp. 378 untuk satu kilogram cabai yang dibeli dari petani. Pengecer yang membeli cabai ke petani datang langsung sehingga biaya transportasi dan penyusutan ditanggung pengecer, masing-masing sebesar Rp. 50 dan Rp. 200. Pengecer menjual cabai tersebut kepada konsumen dengan harga Rp. 3.250. Total biaya yang dikeluarkan saluran pemasaran ini merupakan yang paling kecil yaitu sebesar 86 Rp. 687. Begitu pula dengan total keuntungan dan total marjin yang masing- masing sebesar Rp. 1.228 dan Rp. 1.914,27. BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.4. Kesimpulan Usahatani cabai merah keriting di lokasi penelitian merupakan mata pencaharian sebagian petani, sehingga dilakukan secara kontinu. Jenis yang ditanam oleh petani adalah cabai merah keriting dengan varietas lokal. Usahatani cabai merah keriting ini menguntungkan dengan nilai RIC rasio lebih dari satu dan nilai pendapatan usahatani yang positif. Total biaya rata- rata usahatani per hektar sebesar Rp. 14.311.487. Komponen pengeluaran terbesar dalam berusahatani cabai merah keriting di Desa Sindangmekar adalah upah tenaga kerja dan sarana produksi. Dengan produksi sebesar 0,625 kg per pohon, maka rata-tata produksi cabai merah keriting di Desa Sindangmekar adalah sebanyak 10.714,3 kg per hektar. Harga rata-rata cabai merah keriting yang terjadi pada saat penelitian sebesar Rp. 3.000 per kilogram. Berdasarkan harga dan total produksi yang diperoleh maka penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp. 32.142.900 per hektar. Berdasarkan nilai pendapatan dan biaya diperoleh masing-masing nilai RIC atas biaya tunai sebeser 2,14 yang artinya setian Rp. 1 yang dikeluarkan akan diperoleh penerimaan sebesar Rp. 2,14. Nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu ini menunjukkan bahwa usahatani ini menguntungkan untuk diusahakan. 88 Saluran pemasaran cabai merah keriting yang ada di Desa Sindangmekar adalah: Saluran 1: | Petani |p| Pedagang Pengumpul | »[ Pedagang Grosir —>| Pedagang Pengecer |! Konsumen Saluran 2: | Petani |_| Pedagang Pengumpul |»[ Pedagang Grosir —»| Pedagang Pengecer |_y/ Konsumen Saluran 3:| Petani |p| Pedagang Grosir |p| Pedagang Pengecer Saluran 4:| Petani |p} Pedagang Pengecer |_| Konsumen Saluran pemasaran yang paling banyak digunakan oleh petani adalah saluran pemasaran 1 yaitu sebanyak 14 orang (16,67%). Saluran pemasaran ini digunakan petani dengan alasan pedagang pengumpul memberi bantuan modal, petani tidak ingin menyimpan cabai yang dapat mengakibatkan turunnya harga dan petani ingin cepat mendapatkan uang tunai Setiap lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran yang berupa fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Kecuali petani pada saluran pemasaran 1 dan 2 yang hanya melaksanakan fungsi pertukaran berupa penjualan. Kegiatan pascapanen yang dilakukan adalah penyortiran, pengemasan, penggradingan dan pengangkutan. 89 Struktur pasar yang dihadapi oleh para pelaku pasar yang ada dalam saluran pemasaran ini adalah petani dan pedagang pengumpul menghadapi struktur pasar yang mengarah ke bentuk oligopsoni, pedagang grosir menghadapi struktur pasar oligopoli dan pengecer menghadapi struktur pasar persaingan. Petani menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul, pedagang grosir atau langsung ke pengecer. Keseluruhan_transaksi dilakukan secara tunai. Harga yang terjadi pada awalnya secara tawar menawar, ditentukan oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi dan kualitas cabai. Informasi harga didapat dari pedagang grosir yang diteruskan ke pedagang pengumpul dan petani Kerjasama antar lembaga pemasaran cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh pemberian bantuan modal oleh pedagang pengumpul untuk petani, kerjasama antar pedagang pengumpul dalam pengangkutan cabai ke pasar induk Kramat Jati dan hubungan kekeluargaan yang sudah terjalin cukup lama. Marjin pemasaran yang terbentuk didasarkan pada saluran pemasaran yang ada. Saluran pemasaran 3 memiliki nilai marjin yang paling besar karena mempunyai komponen biaya pemasaran yang paling tinggi. Biaya pemasaran yang paling tinggi didominasi oleh biaya transportasi dan penyusutan yang masing-masing sebesar Rp. 550 dan Rp. 520. Farmer share yang diterima petani sudah cukup tinggi. Marjin pemasaran yang 90 rendah dan farmer share yang tinggi yang diterima oleh petani ditunjukkan oleh saluran pemasaran yang pendek. 7.2 Saran a Komponen pengeluaran terbesar yang dikeluarkan petani adalah penggunaan tenaga kerja luar keluarga, dengan demikian disarankan agar petani lebih memaksimalkan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga. . Disarankan agar petani menggunakan saluran pemasaran 3 karena merupakan saluran yang efisien, juga melalui saluran pemasaran ini disarankan agar petani melakukan kerjasarma dengan petani lain dalam hal penyampaian barang dari petani ke pasar induk sehingga biaya transportasi yang terjadi dapat ditekan. DAFTAR PUSTAKA Adiyoga, W dan T Agoes Soetiarso. 1999. Strategi Petani dalam Pengelolaan Resiko pada Usahatani Cabai. Jurnal Hortikultura Volume 8 No 4; Hal 1299-1311. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta. Andrianto, Nizam. 2000. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Cabai (Studi Kasus di Desa Kerawang Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat). Skripsi. Jurusan jlmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Armiati, et al. 1995. Tanaman Tomat, Kubis dan Kacang Panjang pada Lahan diantara Tanaman Mangga di Sulawesi Selatan. Jumal Hortikultura Volume 5 No 1; Hal 96-101. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitan dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut. 2000. Garut dalam Angka 2000. Garut. Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik Harga Produsen Sektor Pertanian di Indonesia (Producer Price Statistics of Agriculture Sector in Indonesia) 1996-2000. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Dahl, Dale and Jerome W. Hammond. 1977. Market and Prices Analisis. Mc.Graw Hill Inc. United States. Departemen Pertanian. 2002. Program dan Rencana Operasional Pembangunan Agribisnis Berbasis Hortikultura. 2002. Departemen Pertanian. Jakarta. Desa Sindangmekar. 2002. Monografi Desa Sindangmekar. Dewi P M, Ratri. 1994. Analisis Produksi dan Pemasaran Salak Pondoh (Salacca edulis R) Studi Kasus di Desa Bangunkerto, Kecamatan Turi Kabupaten Sleman DI Yogya. Skripsi. Jurusan IImu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat. 2001. Laporan Tahunan 2000. Bandung. 92 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1998. Buletin Informasi Harga Sayur Mayur. Edisi Agustus 1998. Pusat Informasi Pemasaran Tanaman Pangan dan Hortikultura. Direktorat Bina Usahatani dan Pengolahan Hasil. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. Departemen Pertanian. Jakarta. Gitosudarmo, _H_ Indriyo. 1994, Manajemen Pemasaran. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta Hemanto, Fadholi, 1993. Ilmu Usahatani. Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Irani, Edli.1998. Analisis Integrasi Pasar Komoditi Cabai merah keriting di Pulau Jawa. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Kantor Penyuluhan Pertanian Kabupaten Garut. 2002. Programa Penyuluhan Pertanian BPP Kecamatan Wanaraja Tahun 2002. Garut Kohl, Richard L dan W. David Downey. 1972. Marketing of Agricultural Prices. The Macmillan Company. New York. Kotler, Philip. 1993. Manajemen Pemasaran (Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian), Volume Dua. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Limbong, W H dan P Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan 7 \imu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Muslikh, 2000. Analisis Sistem Tataniaga Cabai Rawit Merah di DK! Jakarta Skripsi.Jurusan llmu-iimu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Pertiwi, Inti, 2000. Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran abai merah keriting (Studi Kasus di Desa Cisarua Kabupaten Sukabumi Jawa Barat). Skripsi. Jurusan llmu-iimu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Prajnanta, Final. 1995. Agribisnis Cabai merah keriting Hibrida, Penebar ‘Swadaya. Jakarta. . 1999. Mengatasi Permasalahan Bertanam Cabai. Penebar ‘Swadaya. Jakarta. 93 Rosliani, Rini, 1997. Pengaruh Pemupukan dengan Pupuk Majemuk Makro Berbentuk Tablet terhadap Pertumbuhan dan Hasil Cabai merah keriting. Jura! Hortikultura Volume 7 No 3; Hal 773-780. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta. Saragih, Bilmar. 2001. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai merah keriting (Studi Kasus di Desa Karawang Kecamatan Sukabumi Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Ilmu-iimu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Soeharjo, A dan Dahlan Patong. 1973. Sendi-sendi Pokok llmu Usahatani. Departemen ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Soekartawi, et al. 1986. IImu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan i. Petani Kecil. Penerbit Ul-Press. Jakarta. Sumirah. 1994. Analisis Usahatani, Pemasaran dan Kelayakan Finansial Pengolahan kapas di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Venessa, Moira. 2001. Analisis Kelayakan Pengusahaan Paprika Hidroponik. Skripsi. Jurusan limu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Widia, Heru Surahmat. 2000. Analisis Saluran Pemasaran Paprika Hidroponik di Desa Cigugur Girang Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung. Skripsi. Jurusan llmu-iimu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. www.bi.go.id/sipuk/im/ind/cabai_merah/pemasaran.htm LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Wilayah Kecamatan Wanaraja KECAMATAN BANYURESMI yz KECAMATAN SUKAWENING. KABUPATEN TASIK KECAMATAN KARANGPAWITAN SKALA 1:125000 KETERANGAN : 1. Desa Linggamukti 12. Desa Wanamekar 2. Desa Sukalaksana 13. Desa Wanaraja 3. Desa Cigadog 14. Desa Wanajaya 4. Desa Tenjonagara 15, Desa Sindangratu 5. Desa Sukamenak 16. Desa Babakanloa 6. Desa Sukahurip 17. Desa Sukarasa 7. Desa Sindangmekar 18. Desa Cimaragas 8, Desa Sukaratu 49. Desa Cihuni 9. Desa Tegalpanjang 20. Desa Citangtu_ 40. Desa Sadang 21. Desa Wanasari 22. Desa Sukamulya ineneneaa 23. Desa Karangsari 94 95 Lampiran 2. Tanaman Percobaan PT Tanindo Subur Prima di Desa Sindangmekar

Anda mungkin juga menyukai