Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Sistem keseimbangan merupakan sebuah sistem yang penting untuk
kehidupan manusia. Sistem keseimbangan membuat manusia mampu
menyadari kedudukan terhadap ruangan sekitar. Keseimbangan merupakan
sebuah sistem yang saling berintegrasi yaitu sistem visual,vestibular,
sistem propioseptik, dan serebelar. Gangguan pada sistem keseimbangan
tersebut akan menimbulkan berbagai keluhan, diantaranya berupa sensasi
berputar yang sering disebut vertigo
(Sjahrir, 2008).

Angka kejadian vertigo di Amerika Serikat berkisar 64 dari 100.000


orang, wanita cenderung lebih sering terserang (64%), kasus Benigna
Paroxysmal Positional Disease (BPPV) sering terjadi pada usia rata-rata
51-57 tahun, jarang pada usia 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala
(George, 2009). Menurut survey dari Department of Epidemiology, Robert
Koch Institute Germany pada populasi umum di Berlin tahun 2007,
prevalensi vertigo dalam 1 tahun 0,9%, vertigo akibat migren 0,89%,
untuk BPPV 1,6%, vertigo akibat Meniere’s Disease 0.51%. Pada suatu
follow up study menunjukkan bahwa BPPV memiliki resiko kekambuhan
sebanyak 50% selama 5 tahun. Di Indonesia, data kasus di R.S. Dr Kariadi
Semarang menyebutkan bahwa kasus vertigo menempati urutan ke 5 kasus
terbanyak yang dirawat di bangsal saraf. Keluhan vertigo sering muncul
pada berbagai kasus yang sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari
diantaranya pada kasus trauma kepala. Penyebab trauma kepala beragam,
antara lain akibat kecelakaan lalu lintas, olahraga, dan jatuh dari
ketinggian (Aboe, 2002). Meningkatnya mobilitas manusia khususnya di
kota besar mengakibatkan peningkatan frekuensi kasus trauma kepala yang
sering diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas. Trauma kepala pada
kecelakaan lalu lintas sering diakibatkan oleh benturan atau terpelanting
pada benda yang diam. Kemungkinan lain yang lebih jarang adalah kepala
tidak dapat bergerak akibat tertahan sesuatu kemudian mengalami
benturan dengan benda yang menggencetnya (Soemarmo, 2009).
Vertigo menjadi keluhan umum pasca trauma kepala dan atau cedera
leher.Trauma kepala juga diakui sebagai penyebab vertigo dan gangguan
umum dari sistem saraf. Vertigo muncul sebagai keluhan utama atau yang
lebih sering dikaitkan dengan gejala neurologis lainnya, tergantung dari
derajat keparahan trauma kepala. Pasien harus didiagnosis dengan cermat,
karena onset vertigo mungkin baru muncul beberapa minggu atau bulan
setelah trauma (Ernst A, Basta D, Clarce A, Seidl OR, Totd I, Scherer H,
2005).
Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai di kehidupan sehari-hari.
Vertigo merupakan keluhan dan bukan sebuah penyakit tetapi vertigo
dapat menjadi pertanda sebuah penyakit serius seperti kelainan pada otak.
Apabila tidak dilakukan penanganan yang tepat, akan sangat menganggu
kehidupan sehari-hari. (Anonim, 2007). Oleh karena itu, diperlukan
penelitian tentang hubungan trauma kepala ringan-sedang dengan vertigo.
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
b. Tujuan khusus

BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Vertere” suatu istilah dalam bahasa latin yang merupakan bahasa lain
dari vertigo, yang artinya memutar. Vertigo dalam kamus bahasa
diterjemahkan dengan pusing (Wahyono, 2007).
Definisi vertigo adalah gerakan (sirkuler atau linier), atau gerakan
sebenarnya dari tubuh atau lingkungan sekitarnya diikuti atau tanpa diikuti
dengan gejala dari organ yang berada di bawah pengaruh saraf otonom dan
mata (nistagmus) (Jenie, 2001).
Sedangkan menurut Gowers Kapita Selekta neurologi, 2005,
mendefinisikan vertigo adalah setiap gerakan atau rasa gerakan tubuh
penderita atau objek-objek disekitar penderita yang bersangkutan dengan
gangguan sistem keseimbangan (ekuilibrum).
2. Etiologi
Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui
organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini
memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vetigo bisa
disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang
menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri. Vertigo
juga bisa berhubungan dengan kelainan penglihatan atau perubahan
tekanan darah yang terjadi secara tibatiba. Penyebab umum dari vertigo:
(Israr, 2008)
1. Keadaan lingkungan
 Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
2. Obat-obatan
 Alkohol
 Gentamisin

3. Kelainan sirkulasi
 Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena
berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri
vertebral dan arteri basiler
4. Kelainan di telinga
 Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di
dalam telinga bagian dalam (menyebabkan benign paroxysmal
positional vertigo)
 Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri
 Herpes zoster
 Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
 Peradangan saraf vestibuler
 Penyakit Meniere
5. Kelainan neurologis
 Sklerosis multipel
 Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin,
persarafannya atau keduanya
 Tumor otak
 Tumor yang menekan saraf vestibularis.

5. Manifestasi Klinis
a. Pusing dengan perasaan berputar
b. Kadang timbul mual muntah
c. Kadang timbul nigtasmus
d. Tinitus
e. Fluktuasi pendengaran
6. Patofisiologi
Vertigo terjadi akibat dari perubahan posisi kepala yang cepat dan
tibat-tiba, biasanya akan dirasakan pusing yang sangat berat, yang
berlangsung bervariasi di semua orang, bisa lama atau hanya beberapa
menit sasja. Penderita kadang merasakan lebih baik jika berbaring diam
saja. Vertigo dapat berlangsung selama berhari-hari dan disertai dengan
mual muntah. Hasilnya pendertia akan merasa amat sangat panic dan
segera melarikan diri untuk berobat, tak jarang pasien seperti ini
ditemukan di unit gawat darurat. Vertigo disebabkan oleh pengendapan
kalsium di dalam salah satu alat penyeimbangan di dalam telinga, tetapi
sebagian besar penyebabnya belum dikethui hingga sekarang. Beberapa
dugaan yang dikemukakan oleh para ahli adalah, trauma pada alat
keseimbangan, infeksi, sisa pembedangan telinga, degenerative karena
usai dan kelainan pembuluh darah. Vertigo berbeda dengan dizziness,
suatu pengalaman yang mungkin pernah kita rasakan, yaitu kepala terasa
ringan saat akan berdiri. Sedangkan vertigo bisa lebih berat dari itu,
misalnya dapat membuat kita sulit untuk melangkah karena rasa berputar
yang mempengaruhi keseimbangan tubuh. Adanya penyakit vertigo
menandakan adanya gangguan system deteksi seseorang (Price, S.A., &
Wilson, L.M. 2006).
7. Pathway

8. Pemeriksaan penunjang
a. Tes Romberg yang dipertajam
Sikap kaki seperti tandem, lengan dilipat pada dada dan mata

kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dengan sikap

yang romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih


b. Tes Melangkah ditempat (Stepping Test)
Penderita disuruh berjalan ditempat dengan mata tertutup sebanyak 50

langkah. Kedudukan akhir dianggap abnormal jika penderita beranjak

lebih dari satu meter atau badan berputar lebih dari 30 derajat
c. Salah Tunjuk(post-pointing)
Penderita merentangkan lengannya, angkat lengan tinggi-tinggi

(sampai fertikal) kemudian kembali kesemula


d. Manuver Nylen Barang atau manuver Hallpike
Penderita duduk ditempat tidur periksa lalu direbahkan sampai kepala

bergantung dipinggir tempat tidur dengan sudut 300 kepala ditoleh

kekiri lalu posisi kepala lurus kemudian menoleh lagi kekanan pada

keadaan abnormal akan terjadi nistagmus


e. Tes Kalori = dengan menyemprotkan air bersuhu 300 ketelinga

penderita
f. Elektronistagmografi
Yaitu alat untuk mencatat lama dan cepatnya nistagmus yang timbul
g. Posturografi
Yaitu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi system visual, vestibular

dan somatosensorik.

9. Komplikasi
a. Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan
sistem syaraf dalam telinga. salah seorang dokter menyampaikan
bahwa ini adalah masalah kronis yang sangat fatal yang mana akan
menimbulkan beberapa gejala seperti vertigo, telinga berdengung,
gangguan pendengaran dan bisa juga ada rasa tekanan dalam telinga.
b. Trauma Telinga dan Labirintitis
Trauma telinga atau labirintitis adalah masalah pendengaran berupa
tuli mendadak yang terjadi karena hal lain seperti ledakan atau suara
yang menggangu telinga dalam waktu yang lama misalnya saat anda
dalam perjalanan panjang. Hal ini juga bisa menimbulkan
komplikasi vertigo bila sampai menimbulkan gangguan pada syaraf
telinga yang akhirnya anda akan merasakan sensasi berputar pada
pandangan mata.
c. Epidemic Atau Akibat Otitis Media Kronika
Epidemic Atau Akibat Otitis Media Kronika adalah masalah serius
yang terjadi karena ada peradangan pada telinga bagian tengah.
Masalah peradangan telinga ada 2 level mulai dari akut sampai
kronik. Yang jelas peradangan telinga bisa menimbulkan komplikasi
vertigo pada diri anda. Penyebabnya adalah bakteri yang merusak
telinga bagian dalam dan tengah seperti streptococcus
pneumoniaedan ditambah haemophilus influenzae serta moraxella
cattarhalis. Insya Allah anda bisa hubungi saya untuk pemesanan
black cummin untuk mengatasinya.
d. Penyakit Saraf Akustikus Serebelum Atau Sistem
Kardiovaskuler.
Penyebab komplikasi vertigo terakhir masih berhubungan dengan
syaraf. Penyakit syaraf akustikus serebelum dan sistem
kordiovaskuler jarang terjadi namun perlu anda lakukan pencegahan
berupa menghindari suara keras, musik rock dan hindari sesuatu
yang merusak telinga. Sering periksa ke dokter THT bila perlu.
10. Penatalaksanaan Medis dan keperawatan
a. Medis
Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian
anti biotika dan terapi simtomatik. Nistagmus perifer pada neurinitis
vestibuler lebih meningkat bila pandangan diarahkan menjauhi telinga
yang terkena dan nigtagmus akan berkurang jika dilakukan fiksasi
visual pada suatu tempat atau benda.
b. Keperawatan
1. Vertigo posisional Benigna (VPB)
Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi
pada sebagian besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada
pagi hari dan merupakan kagiatan yang pertama pada hari itu.
Penderita duduk dipinggir tempat tidur, kemudian ia merebahkan
dirinya pada posisinya untuk membangkitkan vertigo
posisionalnya. Setelah vertigo mereda ia kembali keposisi duduk
\semula. Gerakan ini diulang kembali sampai vertigo melemah atau
mereda. Biasanya sampai 2 atau 3 kali sehari, tiap hari sampai tidak
didapatkan lagi respon vertigo.
2. Obat-obatan
obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau fenergen dapat
digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu melakukan latihan
atau jika muncul eksaserbasi atau serangan akut. Obat ini menekan
rasa enek (nausea) dan rasa pusing. Namun ada penderita yang
merasa efek samping obat lebih buruk dari vertigonya sendiri. Jika
dokter menyakinkan pasien bahwa kelainan ini tidak berbahaya dan
dapat mereda sendiri maka dengan membatasi perubahan posisi
kepala dapat mengurangi gangguan.

11. Basic Promoting Physiology Of health (istirahat dan tidur)


a. Pengertian
1.) Istirahat
Secara umum, istirahat berarti suatu keadaan
tenang,relaks,tanpa tekanan emosional,dan bebas dari perasaan
gelisah. Jadi,beristirahat bukan berarti tidak melakukan aktivitas
sama sekali. Terkadang,berjalan-jalan di taman juga bias
dikatakan sebagai suatu bentuk istirahat. (Wahit Iqbal Mubarak
dan Nurul Chayatin. S.Kep ,2007).

Istirahat merupakan keadaan relaks tanpa adanya tekanan


emosional, bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi
juga kondisi yang membutuhkan ketenangan. Kata istirahat
berarti berhenti sebentar untuk melepaskan lelah, bersantai
untuk menyegarkan diri atau melepaskan diri dari segala hal
yang membosankan, menyulitkan bahkan menjengkelkan
(Hidayat, 2008).

Istirahat adalah suatu keadaan tenang, relaks tanpa stress


emosional, dan bebas dari ansietas. Oleh karena itu, istirahat
tidak selalu bermakna tidak selalu bermakna tidak beraktivitas;
pada kenyataannya, beberapa orang menemukan ketenangan
dari beberapa aktivitas tertentu seperti berjalan-jalan di udara
segar (Kozier, 2011).

2.) Tidur
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi
dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang,
dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan
yang cukup. Tidur ditandai dengan aktivitas fisik minimal,
tingkat kesadaran yang bervariasi, terjadi perubahan proses
fisiologis tubuh serta penurunan respon terhadap rangsangan dari
luar (Asmadi, 2008).

b. Fisiologi/pengaturan

Tidur terjadi dalam siklus yang diselingi periode terjaga. Sklus


tidur/terjaga umumnya mengikuti irama circadian atau 24 jam dalam
siklus siang/malam. Selain siklus tidur/terjaga, tidur sendiri terjadi
dalam tahapan yang berlangsung dalam suatu kondisi siklis. Ada
lima tahapan tidur. Tahap 1 hingga tahap 4 mengacu pada tidur
dengan gerakan mata tidak cepat (NREM- Non Rapid Eye
Movement) dan berkisar dari kedaan tidur sangat ringan di tahap 1
hingga keadaan tidur nyenyak di tahap 3 dan 4. Selama tidur NREM,
seseorang biasanya mengalami penurunan suhu, denyut, tekanan
darah, pernapasan, dan ketegangan otot.
Penurunan tuntutan fungsi tubuh dianggap melakukan tindakan
responsif, baik secara fisiologi maupun psikologi. Tahap 5 disebut
tidur dengan gerak mata cepat (REM- Rapid Eye Movement). Tahap
tidur REM dikarakterisasikan dengan meningkatnya level aktivitas
dibandingkan pada tahap NREM. Manfaat tidur REM berkaitan
dengan perbaikan dalam proses mental dan kesehatan emosi.
1. Non Rapid Eye Movement (NREM)
Terjadi kurang lebih 90 menit pertama setelah tertidur. Terbagi
menjadi empat tahapan yaitu:
a.) Tahap I
Merupakan tahap transisi dari keadaan sadar menjadi tidur.
Berlangsung beberapa menit saja, dan geombang otak menjadi
lambat. Tahap I ini ditandai dengan :
 Mata menjadi kabur dan rileks.
 Seluruh otot menjadi lemas.
 Kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan.
 Tanda-tanda vital dan metabolisme menurun.
 EEG: penurunan Voltasi gelombang-gelombang Alfa.
 Dapat terbangun dengan mudah.
 Bila terbangun terasa sedang bermimpi.
b.) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun.
Berlangsung 10-20 menit, semakin rileks, mudah terjaga, dan
gelombang otak menjadi lebih lambat. Tahap II ini ditandai
dengan :
 Kedua Bola mata berhenti bergerak.
 Suhu tubuh menurun.
 Tonus otot perlahan-lahan berkurang.
 Tanda-tanda vital turun dengan jelas.
 EEG: Timbul gelombang beta Frekuensi 15-18 siklus / detik
yang disebut gelombang tidur.
c.) Tahap III
Merupakan awal tahap tidur nyenyak. Tahap ini berlangsung
15-30 menit. Tahap III ini ditandai dengan:
 Relaksasi otot menyeluruh.
 Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur.
 EEG: perubahan gelombang Beta menjadi 1-2 siklus / detik.
 Sulit dibangunkan dan digerakkan.
d.) Tahap IV
Tahap Tidur Nyenyak, berlangsung sekitar 15-30 menit. Tahap
ini ditandai dengan :
 Jarang bergerak dan sangat sulit dibangunkan.
 Tanda-tanda vital secara signifikan lebih rendah dari pada
jam bangun pagi.
 Tonus Otot menurun (relaksasi total).
 Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30 %.
 EEG: hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan
frekwensi 1-2 siklus/detik.
 Gerak bola mata mulai meningkat.
 Terjadi mimpi dan terkadang tidur sambil berjalan serta
enuresis (mengompol).
2. Rapid Eye Movement (REM)
Tahap tidur yang sangat nyenyak. Pada orang dewasa REM
terjadi 20-25 % dari tidurnya. Tahap REM ditandai dengan:
 Bola mata bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari tahap-
tahap sebelumnya.
 Mimpi yang berwarna dan nyata muncul.
 Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah tidur
dimulai.
 Terjadi kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.
 Ditandai oleh respons otonom yaitu denyut jantung dan
pernapasan yang berfluktuasi, serta peningkatan tekanan darah
yang berfluktuasi.
 Metabolisme meningkat.
 Lebih sulit dibangunkan.
 Sekresi ambung meningkat.
 Durasi tidur REM meningkat dengan setiap siklus dan rata-rata
20 menit.
Ada pun Karakteristik tidur REM sebagai berikut:
a. Mata : Cepat tertutup dan terbuka.
b. Otot-otot : Kejang otot kecil, otot besar immobilisasi.
c. Pernapasan : tidur teratur, kadang dengan apnea.
d. Nadi : Cepat dan ireguler.
e. Tekanan darah : Meningkat atau fluktuasi.
f. Sekresi gaster : Meningkat.
g. Metabolisme : Meningkat, temperatur tubuh naik.
h. Gelombang otak : EEG aktif.
i. Siklus tidur : Sulit dibangunkan.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi


1.) Penyakit
Penyakit infeksi limpa, banyak tidur untuk mengatasi keletihan
2.) Latihan dan kelelahan
Keletihan akibat aktivitas yg tinggi dapat memerlukan lebih
banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yg telah
dikeluarkan
3.) Stres psikologis : Seseorang yang memiliki masalah
psikologis mengalami kegelisahan shg sulit untuk tidur
4.) Obat
Golongan obat diuretik menyebabkan seseorang insomnia,
antidepresan dapat menekan REM , kafein dapat meningkatkan
saraf simpatis menyebakan kesulitan untuk tidur
5.) Nutrisi : Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yg cukup dapat
mempercepat proses tidur
6.) Lingkungan : Lingkungan yang aman dan nyaman dapat
mempercepat proses tidur
7.) Motivasi : Motivasi merupakan suatu dorongan atau
keinginan seseorang untuk tidur.

8.) Nilai-nilai normal dan cara perhitungannya

TINGKAT JUMLAH
USIA
PERKEMBANGAN KEBUTUHAN TIDUR
0 – 1 bln Neonatus 14 – 18 jam/hari
1 – 18 bln Bayi 12 – 14 jam/hari
18 bln – 3 thn Anak 11 – 12 jam/hari
3 – 6 thn Prasekolah 11 jam/hari
6 – 12 thn Sekolah 10 jam/hari
12 – 18 thn Remaja 8,5 jam/hari
18 – 40 thn Dewasa muda 7– 8 jam/hari
40 – 60 thn Paruh baya 7 jam/hari
> 60 thn Dewasa tua 6 jam/hari
Potter & perry,2009
9.) Jenis Gangguan
a. Insomnia : Keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur
yang adekuat, baik kualitas maupun kuantitas dengan keadaan
tidur yang hanya sebentar.
b. Hipersomnia : Gangguan tidur dengan kriteria tidur
berlebihan, pada umumnya lebih dari 9 jam pada malam hari.
c. Parasomnia
Kumpulan beberapa penyakit yang dapat mengganggu pola tidur,
seperti somnambulisme (berjalan-jalan dalam tidur).
d. Enuresis
Buang air kecil yg tidak di sengaja pada waktu tidur atau
mengompol
e. Apnea tidur dan Mendengkur : Disebabkan krn adanya
rintangan dalam pengaliran udara di hidung & mulut pada waktu
tidur
f. Narcolepsi : Tidak dapat mengendalikan diri untuk tidur
g. Mengigau : mengigau dikategorikan dalam ggn tidur bila
terlalu sering dan diluar kebiasaan, mengigau terjadi sebelum
tidur REM
(potter&perry, 2009)
12. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat Tidur
1.) Pola tidur
Seperti jam berapa mulai tidur, biasanya bangun jam berapa dan
keteraturan pola tidur.
2.) Kebiasaan
Kebiasaan yang dilakukan menjelang tidur. Seperti membaca ,
buang air kecil, dan kegiatan lainnya.
3.) Gangguan tidur yang sering dialamiklien dan cara
mengatasinya.
4.) Kebiasaan tidur siang.
5.) Lingkungan tidur klien, seperti bagaimana kondisinya
bising,gelap, suhunya dingin, sepi.
6.) Peristiwa yang baru dialami klien dalam hidup.
7.) Status emosi dan mental klien, ansietas, stress yang dialami
klien.
8.) Perilaku deprivasi tidur yaitu manifestasi fisik dan perilaku
yang tibul sebagai akib at gangguan istirahat dan tidur seperti:
a.) Penampilan wajah seperti area gelap disekitar mata,
bengkak dikelopak mata, konjungtiva kemerahan, atau mata
terlihat cekung.
b.) Perilaku misalnya apakah klien mudah tersinggung,
selalu menguap, konsentrasi berkurang, dan terlihat bingung.
c.) Kelelahan misalnya tampak lelah, letih, atau lesu.
b. Gejala Klinis
Gejala klinik yang mungkin muncul seperti perasaan lelah, gelisah,
emosi, apatis, mata bengkak, kehitaman area mata, konjungtiva
merah dan mata perih, tidak fokus dan sakit kepala.

c. Penyimpangan Tidur
Kaji penyimpangan tidur seperti insomnia, somnambulisme,enuresis,
narkolepsi, night terrors:mendengkur, dan lain-lain.
d. Pemeriksaan Fisik
1.) Tingkat Energi
Kelelahan fisik terlihat lesu.
2.) Ciri-ciri diwajah
Mata sipit, mata bagian kelopak berubah, mata merah, wajah
tidak semangat.
3.) Ciri-ciri tingkah laku
Sering oleng atau sempoyongan, menggosok-gosok mata, bicara
lambat, sikap loyo.
( Doengoes, 2002)
13. Diagnosa Keperawatan
a. Insimnia
b. Deprivasi tidur
c. Kesiapan meningkatkan tidur
d. Gangguan tidur
(NANDA, 2015)

14. Rencana Perawatan

No Diagnosa NOC NIC


1. Insomnia Setelah dilakukan Peningkatan Tidur
tindakan keperawatan  monitor pola
selama ...x24 jam tidur pasien dan jumlah
diharapkan tidur dapat jam tidur pasien
 anjurkan klen
ditingkatkan dari level
untuk memantau pola
1 (sangat terganggu) ke
tidur
level 3 (cukup
 bantu
terganggu) dengan
meningkatkan jumlah
kriteria hasil:
jam tidur
a. Jam tidur  bantu klien untuk
b. Pola tidur
menghilangkan rasa
c. Kualitas tidur
d. Perasaan segar stress sebelum tidur
 kolaborasi
setelah tidur
e. nyeri dengan tim lain untuk
pemberian obat
2. Deprivasi tidur Setelah dilakukan Manajemen nyeri
tindakan keperawatan  obsevasiadanya
selama ...x24 jam petunjuk nonverbal
diharapkan nyeri: efek mengenai
yang menggangu dapat ketidaknyamanan.
 Gunakan strategi
di tingkatkan dari level
komunikasi terapeutik
2 (cukup berat) ke level
untuk mengetahui
4 (ringan) dengan
pengalaman nyeri dan
kriteria hasil:
sampaikan penerimaan
a. ketidaknyamana
pasien terhadap nyeri.
n
 Gali bersama
b. gangguan pada
aktivas hidup sehari- pasien faktor-faktor
hari yang dapat
c. gangguan
menurunkan dan
aktifitas fisik
meningkatkan nyeri.
 Ajarkan
penggunaan
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri.
 Kolaborasi
dengan tim lain untuk
pemberian obat.
3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan Manajemen Energi
 monitor
tindakan keperawatan
intake/asupan nutrisi
selama ...x24 jam
untuk mengetahui
diharapkan tingkat
sumber energi yang
kelelahan dapat di
didapat
tingkatkan dari level 2
 kaji status
(cukup berat) ke level 3
fisiologis pasien yang
(sedang) dengan kriteria
menyebabkan
hasil:
kelelahan sesuai
a. kelelahan
dengan konteks usia
b. kelesuan
c. sakit kepala dan perkembangan
d. kualitas istirahat  anjurkan periode
e. kualitas tidur
istirahat dan kegiatan
secara bergantian.
 Kolaborasi
dengan tim lain untuk
memenuhi kebutuhan
dan pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006). Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit.Vol.2. Jakarta: EGC.

Kang L S,. Pengobatan Vertigo dengan Akupunktur, Cermin Dunia Kedokteran


No. 144, Jakarta, 2004

Potter, Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik, Edisi 4, Volume 2. Jakarta:EGC
Hidayat, A. aziz. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Nanda ,2015. Diagnosa Keperawatan definisi&klasifikasi 2015-2017. Edisi 10.
Jakarta: Penerbit Buku kedokteran: EGC.

Moorhead, S. Dkk. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC) pengukuran


Outcome Kesehatan. Edisi keliama. Jakarta: ELSEVIER.

Bulechek,G.M. dkk. 2013. Nursing Intervensi Classification (NIC). Edisi keenam.


Jakarta: ELVIER.

Doenges, M.E., Mary. F.M & Alice.C.G.2001. Rencana Asuhan


Keperawatan:Pedoman Untuk Perencanaan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta:EGC.

Kozier, ERB, Berman, Snyder. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi
7 Volume 2. Jakarta: EGC.
Asmadi. 2008. Konsep Dasar keperawatan. Jakarta: EGC.
Israr, Y.A. 2008.Faculty of Medicine- University of Riau: Arifin Achmad general
Hospital of Pekanbaru.

Anda mungkin juga menyukai