Kelompok 3 Tampil 2
Kelompok 3 Tampil 2
SIMPUS
• Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) adalah suatu tatanan yang menyediakan
informasi untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam melaksanakan manajemen
puskesmas dalam mencapai sasaran kegiatan puskesmas (Depkes RI, 1997)
• SIMPUS adalah program aplikasi yang dikembangkan khusus dari puskesmas dan untuk
puskesmas dengan melihat kebutuhan dan kemampuan puskesmas dalam mengelola,
mengolah dan memelihara data-data yang ada.
SP2TP
• Sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas adalah kegiatan pencatatan dan
pelaporan data umum, sarana, tenaga dan upaya pelayanan kesehatan di puskesmas termasuk
puskesmas pembantu, yang ditetapkan melalui surat keputusan Menteri Kesehatan RI
No.63/Menkes/SK/II/1981.
A. Fungsi puskesmas
Puskesmas diharapkan dapat bertindak sebagai motivator, fasilitator dan turut serta memantau
terselenggaranya proses pembangunan di wilayah kerjanya agar berdampak positif terhadap
kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Hasil yang diharapkan dalam menjalankan fungsi
ini antara lain adalah terselenggaranya pembangunan di luar bidang kesehatan yang
mendukung terciptanya lingkungan dan perilaku sehat, serta memelihara kesehatan
masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan status kesehatan masyarakat
seoptimal mungkin.
Pasien Gawat
1. Pasien dengan kondisi gawat akan masuk di Ruang UGD 24 Jam yang tersedia. Petugas
Para medis akan memberikan tindakan kegawatdaruratan dengan di dampingi dokter
Umum.
2. Setelah memberikan tindakan medis, petugass UGD akan meregister pasien secara online,
baik itu anamnesa, maupun terapi obat yang di berikan sehingga dapat langsusng di
terima oleh petugas apotik.
3. Ruang UGD juga di lengkapi fasilitas obat-obatan sehingga saat pasien datang pada jam
malam, dapat langsung di berikan terapi pengobatan
Pasien bersalin
1. Pasien datang ke rumah bersalin 24 jam yang telah di sediakan di puskesmas Unaaha
dengan membawa kartu kepesertaan jaminan kesehatan atau kartu keluarga.
2. Petugas KIA yang terampil dan berpengalaman akan memberikan layanan kesehatan
KIA, baik itu pelayanan partus, Post partum maupun Neonatal.
3. Pasien akan di register secara online sehingga memudahkan petugas untuk
mendokumentasikan riwayat kesehatan, tindakan dan terapi yang di berikan.
PELAYANAN PASIEN DI POLI UMUM
• Visi, misi, dan tujuan Puskesmas belum dipahami sepenuhnya oleh pimpinan dan staf
Puskesmas. Hal ini dapat melemahkan komitmen, dukungan, dan keikutsertaan mereka
dalam mengembangkan fungsi Puskesmas. Mereka terperangkap oleh tugas-tugas rutin
yang bersifat kuratif yang kebanyakan dilakukan di dalam gedung Puskesmas. Akibatnya,
kegiatan Puskesmas di luar gedung yang bersifat promotif dan preventif kurang
mendapatkan perhatian.
• Upaya kesehatan masih menitikberatkan pada upaya kuratif dan belum menitikberatkan
pada upaya promotif dan preventif. Dengan kata lain belum berlandaskan pada paradigma
sehat;
• Beban kerja Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) kesehatan
kabupaten/kota terlalu berat. Pertama, karena rujukan kesehatan ke dan dari Dinas
kesehatan kabupaten/kota kurang berjalan. Kedua, karena Dinas kesehatan
kabupaten/kota yang sebenarnya bertanggung jawab penuh terhadap keberhasilan
pembangunan kesehatan secara menyeluruh di wilayah kabupaten/kota lebih banyak
melaksanakan tugas-tugas administratif;
• Sistem manajemen Puskesmas yakni perencanaan (P1) yang diselenggarakan melalui
mekanisme Perencanaan Mikro (microplanning) yang kemudian menjadi Perencanaan
Tingkat Puskesmas, penggerakan pelaksanaan (P2) yang diselengarakan melalui
mekanisme Lokakarya Mini (mini workshop) serta pengawasan, pengendalian, dan
penilaian (P3) yang diselenggarakan melalui Stratifikasi Puskesmas yang kemudian
menjadi Penilaian Kinerja Puskesmas, dengan berlakuknya otonomi daerah belum
ditindak lanjuti oleh beberapa kabupaten/kota;
• Pengelolaan Puskesmas, meskipun telah ditetapkan merupakan aparat daerah tetapi masih
masih terlalu bersifat sentralistis. Puskesmas dan daerah belum memiliki keleluasaan
menetapkan kebijakan program yang sesuai dg kebutuhan masy setempat, yang tentu saja
tidak sesuai lagi dengan era desentralisasi;
• Kegiatan yang dilaksanakan Puskesmas kurang berorientasi pada masalah dan kebutuhan
kesehatan masyarakat setempat. Setiap Puskesmas dimanapun berada menyelenggarakan
upaya kesehatan yang sama;
• Waktu kerja efektif pegawai Puskesmas di beberapa Puskesmas berlangsung antara jam
08.00 sampai dengan 11.00. Selama waktu tersebut, kegiatan mereka hanya melayani
masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas. Waktu antara jam 11.00 sampai dengan jam
14.00 belum dimanfaatkan secara optimal untuk mengembangkan peran mereka sebagai
petugas kesehatan masyarakat;
• Ketidakefisienan Puskesmas juga tampak dari pemanfaatan ruang rawat inap di beberapa
Puskesmas dengan tempat perawatan. Kurang tegasnya pemisahan antara tugas pokok
untuk melakukan perawatan pasien rawat inap dengan pelayanan kesehatan masyarakat
merupakan salah satu kendala pengembangan upaya kesehatan promotif dan preventif di
Pukesmas dengan tempat perawatan;
• Citra Puskesmas masih kurang baik, utamanya yang berkaitan mutu,penampilan fisik
Puskesmas kurang bersih dan nyaman, disiplin, profesionalisme, dan keramahan petugas
dalam pelayanan kesehatan yang masih lemah;
• Belum tersedianya sumber daya Puskesmas yang memadai seperti ketersediaan tenaga
belum sesuai standar ketenagaan Puskesmas dan penyebaran tidak merata, kemampuan
dan kemauan petugas belum memadai, penanggung jawab program Puskesmas belum
memiliki kemampuan manajerial program, pengembangan sumber daya tenaga kesehatan
tidak berorientasi pada kebutuhan Puskesmas atau program, namun seringkali merupakan
keinginan dari pegawai yang bersangkutan; kurangnya tanggung jawab, motivasi,
dedikasi, loyalitas dan kinerja petugas Puskesmas;
• Ketersediaan obat-obatan baik jenis maupun jumlahnya terbatas, alat kesehatan juga
kurang memadai, dana operasional maupun program sangat kurang dan hanya bersumber
dari persentase pengembalian retribusi Puskesmas dengan besaran yang bervariasi di
setiap kabupaten/kota; · Belum tersedianya data dan informasi registrasi vital tentang
kependudukan dan program kesehatan yang saheh dan akurat;
• Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan Puskesmas, belum ditunjang oleh rencana
operasional yang baik dan mengikut sertakan pegawai serta stakeholder Puskesmas,
sehingga pelaksanaan program dan upaya Puskesmas kurang berhasil dan berdayaguna;
• Manajemen Program Puskesmas belum dirumuskan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sebagai pedoman dan panduan Puskesmas;
• Kurangnya pembinaan dan bimbingan program dari Dinas kesehatan kabupaten/kota ;
• Kurangnya komitmen, dukungan, dan keikutsertaan lintas sektoral dalam program
kesehatan;
• Kurangnya komitmen dan dukungan stakeholders Puskesmas terhadap program
Puskesmas;
• Jumlah kader kesehatan masih kurang, tingginya drop out kader, adanya kejenuhan dari
kader, sulitnya mencari kader baru, kurangnya dana stimulasi kader, kurangnya sarana
kegiatan kader seperti buku pegangan kader, sarana pencatatan dan pelaporan kegiatan
kader dan sebaginya;
• Keterlibatan masyarakat yang merupakan andalan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
tingkat pertama belum dikembangkan secara optimal. Sampai saat ini Puskesmas kurang
berhasil menumbuhkan inisiatif dan rasa memiliki serta belum mampu mendorong
kontribusi sumber daya dari masyarakat dalam penyelenggaraan upaya Puskesmas;
• Sistem pembiayaan Puskesmas belum mengantisipasi arah perkembangan masa depan,
yakni sistem pembiayaan pra-upaya untuk pelayanan kesehatan perorangan;
• Puskesmas masih belum berhasil dalam menggali, menghimpun dan mengorganisasi
partisipasi masyarakat serta membina kemitraan dengan sektor lain yang terkait.
Sistem Pencatatan Tradisional adalah system pencatatan yang memiliki catatan masing-
masing dari setiap profesi atau petugas kesehatan, dimana dalam sistem ini masing-masing
disiplin ilmu (Dokter, Bidan, Perawat, Epidemiolog, Ahli Gizi dsb) mempunyai catatan sendiri –
sendiri secara terpisah. Keuntungan system ini adalah pencatatan dapat dilakukan secara lebih
sederhana. Kelemahan system ini adalah data tentang kesehatan yang terkumpul kurang
menyeluruh, koordinasi antar petugaskesehatan tidak ada dan upaya pelayanan kesehatan secara
menyeluruh dan tuntas sulit dilakukan.
Kondisi ini didasari oleh persepsi awal yang negatif dari masyarakat terhadap pelayanan
Puskesmas, misalnya anggapan bahwa mutu pelayanan yang terkesan seadanya, artinya
Puskesmas tidak cukup memadai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, baik dilihat
dari sarana dan prasarananya maupun dari tenaga medis atau anggaran yang digunakan untuk
menunjang kegiatannya sehari-hari. Sehingga banyak sekali pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat itu tidak sesuai dengan Standar Operating Procedure (SOP) yang telah ditetapkan.
Misalnya: sikap tidak disiplin petugas medis pada unit pelayanan puskesmas, yang dikeluhkan
masyarakat. Mereka selalu diperlakukan kurang baik oleh para petugas medis yang dinilai
cenderung arogan, berdalih terbatasnya persediaan obat-obatan pada puskesmas telah
menyebabkan banyak diantara pasien terpaksa membeli obat pada apotik.
Selain itu, tidak berjalannya tugas edukatif di Puskesmas yang berkaitan dengan
penyuluhan kesehatan yang sekaligus berkaitan dengan tugas promotif. Menurut masyarakat,
petugas puskesmas sangat jarang berkunjung, kalaupun ada, yaitu ketika keluarga mempunyai
masalah kesehatan seperti anggota keluarga mengalami gizi buruk atau penderita TB. Berarti
tugas ini lebih untuk memberikan laporan dan kuratif dibanding upaya promotif.
Kemudian, perawat puskesmas biasanya aktif dalam BP, puskesmas keliling, dan
puskesmas pembantu. Jelas dalam tugas tersebut, perawat melakukan pemeriksaan pasien,
mendiagnosa pasien, melakukan pengobatan pada pasien dengan membuat resep pada pasien.
Namun, ketika melakukan tugas tersebut tidak ada supervisi dari siapapun, khususnya
penanggung jawab dalam tindakan pengobatan/medis.