Fix
Fix
Indonesia
b. Singapura
Di Singapura berlaku undang-undang persaingan usaha Singapura (Singapore Competition
Act 2004 (Chapter 50B)). Sebelum berlakunya Competition Act 2004, tidak ada aturan yang
berkenaan terhadap larangan tindakan anti-kompetitif dalam sistem hukum di Singapura.
Tiga perkembangan yang signifikan dan terkait erat dengan perkembangan persaingan di
Singapura terjadi di antara tahun 2000 dan 2003 menjelang diberlakukannya Competition
Act 2004. Perkembangan pertama berkaitan dengan liberalisasi kebijakan yang dikenalkan
Singapura pada akhir dekade sebelumnya dalam berbagai sektor monopoli di perekonomian
sebelumnya. Perkembangan kedua melibatkan laporan yang dibuat oleh beberapa orang yang
ditunjuk oleh Pemerintah untuk menjadi Economic Review Committee yang membuat
beberapa rekomendasi tentang kebijakan nasional apa yang dibutuhkan oleh Singapura untuk
mencapai kemajuan ekonomi di milenium baru. Perkembangan ketiga membentuk bagian
penting dari latar belakang Hukum Persaingan Singapura yang baru, terhubung
dengan perjanjian bilateral.
Ketentuan pengecualian dan pembebasan yang diatur dalam undang-undang
persaingan usaha Singapura (Singapore Competition Act 2004 (Chapter 50B)) secara
eksplisit yaitu berjumlah dua belas kategori pengecualian dan pembebasan, yang terdiri dari
pemerintah dan suatu badan yang ditentukan oleh undang-undang, kepentingan ekonomi
umum, sesuai dengan persyaratan perundang-undangan, menghindari konflik dengan
kewajiban internasional, kebijakan publik, diatur dalam undang-undang lain, aktivitas
tertentu, clearing house, perjanjian vertikal, net economic benefit, pembebasan terhadap
merger tertentu, pembebasan terhadap kategori perjanjian tertentu (block exemption).
Selanjutnya pengecualian yang ditunjukkan dari Commission Competition of Singapore
Guidelines. Pada CCS Guidelines menunjukkan bahwa kebijakan hukum persaingan usaha
Singapura juga memberikan pengecualian terhadap usaha kecil dan menengah, penetapan
standar teknis. Berikutnya terdapat pengecualian yang diberikan secara implisit, yaitu
terhadap waralaba dan keagenan.
c. Malaysia
d. Thailand
Thailand (bersama dengan Indonesia pada tahun 1999) adalah salah satu negara ASEAN
yang pertama kali mengimplementasikan hukum persaingan. Pertumbuhan ekonomi yang
pesat yang terjadi di Thailand dari 1987 sampai 1990 , membuat struktur ekonomi di
Thailand berubah drastis. Oleh karena itu, Kementerian Perdagangan Thailand (MOC)
membentuk suatu Komite Kerja yang terdiri dari pejabat MOC dan profesor universitas
untuk memeriksa apakah Price Fixing yang ada dan Anti-Monopoly Act 1979 (PFA) masih
cocok untuk struktur ekonomi yang sudah melalui periode pertumbuhan yang luar biasa.
Prinsip-prinsip hukum Thailand mengenai isu-isu anti-persaingan diatur dalam Trade
Competition Act, BE 2542 Tahun 1999 (TCA). Inti dari TCA berfokus pada Bab III, Pasal
25-29 (Anti Monopoli).
e. Vietnam
Hukum Persaingan Vietnam diundangkan untuk pertama kalinya pada tanggal 9
November 2004 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2005 yaitu (The Law on Competition
(Law No. 27/2004)). Penerapan undang-undang ini selanjutnya berurusan dengan berbagai
masalah UU Persaingan secara lebih rinci. Semua bentuk pelanggaran UU Persaingan
ditangani oleh dua badan utama yaitu Vietnam Competition Authority (VCA) dan Vietnam
Competition Council (VCC). VCA merupakan sebuah departemen yang dibentuk di bawah
Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan didelegasikan untuk menerapkan lingkup
yang luas dari tugas dan wewenang.
Pada undang-undang persaingan usaha Vietnam (The Law on Competition (Law No.
27/2004)), tidak memberikan pengecualian terhadap perjanjian dan/atau perbuatan atau
sektor tertentu, namun undang-undang ini memberikan pembebasan terhadap perjanjian
tertentu dan konsentrasi pasar yang melebihi ambang batas. Dengan memenuhi kategori
selayaknya pengecualian pada negara-negara lain, yang secara eksplisit diatur yaitu UKM,
ekspor, standar teknis, merger tertentu, dan kategori perjanjian tertentu, serta secara implisit
yaitu kebijakan publik dan net economic benefit.
Kesimpulan : Bahwa berdasarkan analisis perbandingan kelima undang-undang persaingan
usaha maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa perbedaan yaitu, pertama beberapa
jenis kategori-kategori pengecualian atau pembebasan yang diatur, serta jumlah kategori
pengecualian atau pembebasan yang diberikan oleh setiap negara, kedua Indonesia hanya
mengatur mengenai pengecualian, Singapura, Malaysia, dan Thailand mengatur mengenai
pengecualian maupun pembebasan, Vietnam hanya mengatur mengenai pembebasan, ketiga
pengecualian di Indonesia seluruhnya disebutkan secara ekplisit dalam undang-undang
persaingan usahanya, Singapura mengatur secara eksplisit dalam undang-undang persaingan
usahanya dan mengatur pada pedoman komisi persaingan usahanya, serta mengatur secara
implisit atau secara tidak langsung melalui pengecualian lain yang telah ada, Malaysia,
Thailand, dan Vietnam mengatur secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usahanya
dan secara implisit atau secara tidak langsung melalui pengecualian lain yang telah ada,
keempat latar belakang yang menjadikan adanya pengecualian atau pembebasan pada suatu
negara, kelima adanya pengaturan pengecualian yang diatur secara rinci dan ada yang tidak
diatur secara rinci, keenam dalam kategori pengecualian yang sama, pengaturan di suatu
negara ada yang lebih luas mencakupnya, dan ada yang lebih sempit, ketujuh syarat-syarat
yang harus dipenuhi, sehingga kategori tersebut dapat dikecualikan atau dibebaskan.
http://repository.unair.ac.id/13773/12/12.%20Bab%202.pdf