Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN HIDRONEFROSIS

2.1 ANATOMI dan FISIOLOGI HIDRONEFROSIS

Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan melakukan
eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh. Selain mempunyai fungsi eliminasi, sistem
perkemihan juga mempunyai fungsi lainnya, yaitu sebagai berikut:

1. Meregulasi volume darah dan tekanan darah dengan mengeluarkan sejumlah cairan ke
dalam urine dan melepaskan eritropoietin, serta melepaskan renin.

2. Meregulasi konsentrasi plasma dari sodium, potasium, klorida, dan mengontrol


kuantitas kehilangan ion-ion lainnya ke dalam urine, serta menjaga batas ion kalsium dengan
menyintesis kalsitrol.

3. Mengonstribusi stabilisasi ph darah dengan mengontrol jumlah keluarnya ion hydrogen


dan ion bikarbonat ke dalam urine.

4. Menghemat pengeluaran nutrisi dengan memelihara ekskresi pengeluaran nutrisi


tersebut pada saat proses eliminasi produk sisa, terutama pada saat pembuangan nitrogen
seperti urea dan asam urat.

5. Membantu organ hati dalam mendetoksikasi racun selama kelaparan, deaminasi asam
amino yang dapat merusak jaringan.

Aktivitas sistem perkemihan dilakukan secara hati-hati untuk menjaga komposisi darah
dalam batas yang bisa diterima. Setiap adanya gangguan dari fisiologis di atas akan
memberikan dampak yang fatal.

Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Untuk menjaga
fungsi ekskresi, sistem perkemihan memiliki dua ginjal. Organ ini memproduksi urine yang
berisikan air, ion-ion, dan senyawa-senyawa solute yang kecil. Urine meninggalkan kedua
ginjal dan melewati sepasang ureter menuju dan ditampung sementara pada kandung kemih.
Proses ekskresi urine dinamakan miksi, terjadi ketika adanya kontraksi dari otot-otot kandung
kemih menekan urine untuk keluar melewati uretra dan keluar dari tubuh.

1. Ginjal

Secara anatomi, kedua ginjal terletak pada setiap sisi dari kolumna tulang belakang antara
T12 dan L3. Ginjal kiri terletak agak lebih superior dibanding ginjal kanan. Permukaan
anterior ginjal kiri diselimuti oleh lambung, pancreas, jejunum, dan sisi fleksi kolon kiri.
Permukaan superior setiap ginjal terdapat kelenjar adrenal.

Posisi dari kedua ginjal di dalam rongga abdomen dipelihara oleh

1) dinding peritoneum,
2) kontak dengan organ-organ visceral, dan

3) dukungan jaringan penghubung.

Ukuran setiap ginjal orang dewasa adalah panjang 10 cm; 5,5 cm pada sisi lebar; dan 3 cm
pada sisi sempit dengan berat setiap ginjal berkisar 150 gr.

Lapisan kapsul ginjal terdiri atas jaringan fibrous bagian dalam dan bagian luar. Bagian
dalam memperlihatkan anatomis dari ginjal. Pembuluh-pembuluh darah ginjal dan drainase
ureter melewati hilus dan cabang sinus renal. Bagian luar berupa lapisan tipis yang menutup
kapsul ginjal dan menstabilisasi struktur ginjal. Korteks ginjal merupakan lapisan bagian
dalam sebelah luar yang bersentuhan dengan kapsul ginjal. Medula ginjal terdiri atas 6-18
piramid ginjal. Bagian dasar piramid bersambungan dengan korteks dan di antara pyramid
dipisahkan oleh jaringan kortikal yang disebut kolum ginjal.

a. Nefron

Ada sekitar 1 juta nefron pada setiap ginjal dimana apabila dirangkai akan mencapai panjang
145 km. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh karena itu pada keadaan trauma
ginjal atau proses penuaan akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap dimana
jumlah nefron yang berfungsi akan menurun sekitar 10% setiap 10 tahun, jadi pada usia 80
tahun jumlah nefron yang berfungsi 40% lebih sedikit daripada usia 40 tahun. Penurunan
fungsi ini tidak mengancam jiwa karena perubahan adaptif sisa nefron dalam mengeluarkan
produk sisa yang tepat (Guyton, 1997 dalam buku Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).

Nefron terdiri atas glomerulus yang akan dilalui sejumlah cairan untuk difiltrasi dari darah
dan tubulus yang panjang dimana cairan yang difiltrasi diubah menjadi urine dalam
perjalanannya menuju pelvis ginjal.

Perkembangan segmen-segmen tubulus dari glomerulus ke duktus pengumpul. Setiap tubulus


pengumpul menyatu dengan tubulus-tubulus pengumpul lain untuk membentuk duktus yang
lebih besar.

Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus yang bercabang dan
beranastomosis, mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60 mmHg) bila
dibandingkan dengan jaringan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel
dan seluruh glomerulus dibungkus dalam kapsula Bowman.

Cairan yang difiltrasi dari kapiler gromerulus mengalir ke dalam kapsula Bowman dan
kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus
proksimal, cairan mengalir ke ansa Henle yang masuk ke dalam medulla renal. Setiap
lengkung terdiri atas cabang desenden dan asenden. Binding/ikatan cabang desenden dan
ujung cabang asenden yang paling rendah sangat tipis, oleh karena itu, disebut bagian tipis
dari ansa Henle. Ujung cabang asenden tebal merupakan bagian tebal yang pendek, yang
sebenarnya merupakan plak pada dindingnya, dan dikenal sebagai macula densa. Setelah
macula densa, cairan memasuki tubulus distal, yang terletak pada korteks renal, seperti
tubulus proksimal.

Tubulus ini kemudian dilanjutkan dengan tubulus rektus dan tubulus koligentes kortikal, yang
menuju ke duktus koligentes tunggal besar yang turun ke medulla dan bergabung membentuk
duktus yang lebih besar secara progresif yang akhirnya mengalir menuju pelvis renal melalui
ujung papilla renal.

Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen seperti yang digambarkan di atas,
tetapi tetap terdapat perbedaan, bergantung pada berapa dalamnya letak nefron pada massa
ginjal. Nefron yang memiliki glomerulus dan terletak di luar korteks disebut nefron kortikal;
nefron tersebut mempunyai ansa Henle pendek yang hanya menembus ke dalam medulla
dengan jarak dekat. Setiap segmen-segmen distal nefron bertanggung jawab terhadap (1)
reabsorpsi seluruh substrat organik yang masuk tubulus, (2) reabsorpsi 90% lebih dari air
yang difiltrasi, dan (3) sekresi air dan produk sisa ke tubulus yang hilang pada saat proses
filtrasi.

Kira-kira 20-30% nefron mempunyai gromerulus yang terletak di korteks renal sebelah dalam
dekat medulla dan disebut nefron jukstamedular. Nefron ini mempunyai ansa Henle yang
panjang dan masuk sangat dalam ke medulla. Pada beberapa tempat semua berjalan menuju
ujung papilla renal.

Struktur vaskular yang menyuplai nefron jukstamedular juga berbeda dengan yang menyuplai
nefron kortikal. Pada nefron kortikal, seluruh sitem tubulus dikelilingi oleh jaringan kapiler
peritubular yang luas. Pada nefron jukstamedular, arteriol eferen panjang akan meluas dari
gromerulus turun ke bawah menuju medulla bagian luar dan kemudian membagi diri menjadi
kapiler-kapiler peritubulus khusus yang disebut vasa rekta, yang meluas ke bawah menuju
medulla dan terletak berdampingan dengan ansa Henle. Seperti ansa Henle, vasa rekta
kembali menuju korteks dan mengalirkan isinya ke dalam vena kortikal.

b. Aliran Darah Ginjal

Ginjal menerima sekitar 1200 ml darah per menit atau 21% dari curah jantung. Aliran darah
yang sangat besar ini tidak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi yang berlebihan,
tetapi agar ginjal dapat secara terus menerus menyesuaikan komposisi darah. Dengan
menyesuaikan komposisi darah, ginjal mampu mempertahankan volume darah, memastikan
keseimbangan natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfat, dan ph, serta membuang produk-
produk metabolisme sebagai urea.

Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum bersama dengan ureter dan vena renalis,
kemudian bercabang-cabang secara progresif membentuk arteri interlobaris, arteri skuata,
asteri interlobularis (juga disebut arteri radialis), dan arteriol aferen, yang menuju ke kapiler
glomerulus dalam gromerulus dimana sejumlah besar cairan dan zat terlarut (kecuali protein
plasma) difiltrasi untuk memulai pembentukan urine.

Ujung distal kapiler dari setiap gromerulus bergabung untuk membentuk arteriol aferen, yang
menuju jaringan kapiler kedua, yaitu kapiler peritubular yang mengelilingi tubulus ginjal.

Sirkulasi ginjal ini bersifat unik karena memiliki dua bentuk kapiler, yaitu kapiler glomerulus
dan kapiler peritubulus, yang diatur dalam suatu rangkaian dan dipisahkan oleh arteriol
eferen yang membantu untuk mengatur tekanan hidrostatik dalam kedua perangkat kapiler.
Tekanan hidrostatik yang tinggi pada kapiler gromerulus (kira-kira 60 mmHg) menyebabkan
filtrasi cairan yang cepat, sedangkan tekanan hidrostatik yang lebih jauh lebih rendah pada
kapiler peritubulus (kira-kira 13 mmHg) menyebabkan reabsorpsi cairan yang cepat. Dengan
mengatur resistensi arteriol aferen dan eferen, ginjal dapat mengatur tekanan hidrostatik
kapiler glomerulus dan kapiler peritubulus, dengan demikian mengubah laju filtrasi
glomerulus dan/atau reabsorpsi tubulus sebagai respons terhadap kebutuhan homeostatic
tubuh (Guyton, 1997 dalam buku Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).

Kapiler peritubulus mengosongkan isinya ke dalam pembuluh sistem vena, yang berjalan
secara parallel dengan pembuluh arteriol dan secara progresif membentuk vena interlobularis,
vena arkuata, vena interlobaris, dan vena renalis yang meninggalkan ginjal di samping arteri
renalis dan ureter.

c. Pembentukan Urine

Kecepatan ekskresi berbagai zat dalam urine menunjukkan jumlah ketiga proses ginjal, yaitu
(1) filtrasi gromerulus, (2) reabsorpsi zat dari tubulus renal ke dalam darah, dan (3) sekresi
zat dari darah ke tubulus renal.

Pembentukan urine dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang bebas protein dari
kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali untuk
protein, difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula
Bowman hampir sama dengan dalam plasma. Ketika cairan yang telah difiltrasi ini
meninggalkan kapsula Bowman dan mengalir melewati tubulus, cairan diubah oleh
reabsorpsi air dan zat terlarut spesifik yang kembali ke dalam darah atau oleh sekresi zat-zat
lain dari kapiler peritubulus ked lam tubulus.

Produksi urine akan memelihara homeostasis tubuh dengan meregulasi volume dan
komposisi dari darah. Proses ini berupa ekskresi dan eliminasi dari berbagai larutan, terutama
hasil sisa metabolisme yang meliputi Urea, Kreatinin, Asam Urat.

Produk sisa harus diekskresi dalam larutan sehingga proses eliminasi juga akan mengalami
kehilangan air. Kedua ginjal mampu memproduksi konsentrasi urine dengan konsentrasi
osmotik 1200 sampai 1400 mOsm/L, melebihi empat kali konsentrasi plasma. Apabila kedua
ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan produk filtrasi dan filtrasi gromerulus,
kehilangan cairan yang banyak akan berakibat fatal dimana terjadi dehidrasi pada beberapa
jam kemudian. Untuk memenuhi hal tersebut, ginjal memerlukan tiga proses berbeda, yaitu
sebagai berikut:

1) Filtrasi. Pada saat filtrasi, tekanan darah akan menekan air untuk menembus membrane
filtrasi. Pada ginjal, membran filtrasi terdiri atas glomerulus, endothelium, lamina densa, dan
celah filtrasi.

2) Reabsorpsi. Reabsorpsi adalah perpindahan air dan larutan dari filtrate, melintasi epitel
tubulus dan ke dalam cairan peritubular. Kebanyakan material yang diserap kembali adalah
nutrient gizi yang diperlukan tubuh. Dengan kata lain, elektrolit, seperti ion natrium, klorida,
dan bikarbonat, direabsorpsi dengan sangat baik sehingga hanya sejumlah kecil saja yang
tampak dalam urine. Zat nutrisi tertentu, seperti asam amino dan glukosa, direabsorpsi secara
lengkap dari tubulus dan tidak muncul dalam urine meskipun sejumlah besar zat tersebut
difiltrasi oleh kapiler glomerulus.

3) Sekresi. Sekresi adalah transportasi larutan dari peritubulus ke epitel tubulus dan
menuju cairan tubulus. Sekresi merupakan proses penting sebab filtrasi tidak mengeluarkan
seluruh material yang dibuang dari plasma. Sekresi menjadi metode penting untuk membuang
beberapa material, seperti berbagai jenis obat yang dikeluarkan ke dalam urine.

Pada saat yang sama, kedua ginjal akan memastikan cairan yang hilang tidak berisi substrat
organik yang bermanfaat, seperti glukosa, asam amino yang banyak terdapat di dalam plasma
darah. Material yang berharga ini harus diserap kembali dan ditahan untuk digunakan oleh
jaringan lain.

Setiap proses filtrasi gromerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus diatur menurut
kebutuhan tubuh. Sebagai contoh, jika terdapat kelebihan natrium dalam tubuh, laju filtrasi
natrium meningkat dan sebagian kecil natrium hasil filtrasi akan direabsorpsi, menghasilkan
peningkatan ekskresi dalam urine.

Pada banyak zat, laju filtrasi dan reabsorpsi relatif sangat tinggi terhadap laju ekskresi. Oleh
karena itu, pengaturan yang lemah terhadap filtrasi atau reabsorpsi dapat menyebabkan
perubahan yang relatif besar dalam ekskresi ginjal. Sebagai contoh, kenaikan laju filtrasi
gromerulus (GFR) yang hanya 10% (dari 180 menjadi 198 liter/hari) akan menaikan volume
urine 13 kali lipat (dari 1,5 menjadi 19,5 liter/hari) jika reabsorpsi tubulus tetap konstan.

d. Filtrasi Gromerulus

Filtrasi glomerulus adalah proses dimana sekitar 20% plasma yang masuk ke kapiler
glomerulus menembus kapiler untuk masuk ke ruang intertisium, kemudian ke dalam kapsula
Bowman. Pada ginjal yang sehat, sel darah merah atau protein plasma hampir tidak ada yang
mengalami filtrasi.
Proses filtrasi menembus glomerulus serupa dengan yang terjadi pada proses filtrasi di
seluruh kapiler lain. Hal yang berbeda pada ginjal adalah bahwa kapiler glomerulus sangat
permeable terhadap air dan zat-zat terlarut yang berukuran kecil. Tidak seperti kapiler lain,
gaya yang mendorong filtrasi plasma menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsula
Bowman lebih besar daripada gaya yang mendorong reabsorpsi cairan kembali ke kapiler.
Dengan demikian, terjadi filtrasi bersih cairan ke dalam ruang Bowman. Cairan ini kemudian
masuk dan berdifusi ke dalam kapsula Bowman dan memulai perjalanannya ke seluruh
nefron. Pada glomerulus, adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotatik koloid pada
kedua sisi kapiler menyebabkan terjadinya perpindahan cairan.

2. Ureter

Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urine dari
pielum ginjal ke dalam kandung kemih. Pada orang dewasa, panjangnya kurang lebih 20 cm.
Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler
dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik (berkontraksi) guna mengeluarkan
urine ke kandung kemih.

Jika karena sesuatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urine, terjadi kontraksi otot polos yang
berlebihan yang bertujuan untuk mendorong / mengeluarkan sumbatan tersebut dari saluran
kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan
irama peristaltik ureter.

Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung
kemih. Normalnya ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa sentimenter menembus
kandung kemih yang disebut dengan ureter intramural kemudian berlanjut pada ureter
submukosa. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung
menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik urine dari kandung kemih saat
terjadi tekanan di kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik yang terjadi sepanjang ureter
akan meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus kandung kemih
membuka dan memberi kesempatan kandung urine mengalir ke dalam kandung kemih.

3. Kandung Kemih

Kandung kemih berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung urine, kandung kemih
mempunyai kapasitas maksimal, dimana pada orang dewasa besarnya adalah ±300-450 ml.
Pada saat kosong, kandung kemih terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat penuh
berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi.

Kandung kemih adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Pada dinding kandung kemih terdapat 2 bagian yang besar. Ruangan yang
berdinding otot polos adalah sebagai berikut:
a) Badan (korpus) merupakan bagian utama kandung kemih dimana urine berkumpul.

b) Leher (kolum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara
inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra.
Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena
hubungannya dengan uretra.

Serat-seratnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi dapat meningkatkan tekanan
dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg, dengan demikian, kontraksi otot
detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos
dari otot detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah
dari satu sel otot ke sel yang lain. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh
otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot yang berikutnya sehingga terjadi kontraksi seluruh
kandung kemih.

Pada dinding posterior kandung kemih, tepat di atas bagian leher dari kandung kemih,
terdapat daerah segitiga kecil yang disebut trigonum. Bagian terendah dari apeks trigonum
adalah bagian kandung kemih yang membuka menuju leher masuk ke dalam uretra posterior
dan kedua ureter memasuki kandung kemih pada sudut tertinggi di trigonum. Trigonum
sangat dikenal dengan mukosanya, yaitu lapisan paling dalam kandung kemih yang memiliki
testur paling lembut dibandingkan dengan lapisan-lapisan lainnya yang berlipat-lipat
berbentuk rugae. Masing-masing ureter pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara
oblique melalui otot detrusor dan kemudian melewati 1 sampai 2 sentimeter lagi di bawah
mukosa kandung kemih sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.

Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 sampai tiga sentimeter, dan dindingnya
terdiri atas otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastis. Otot pada
daerah ini disebut sfingter internal. Sifat tonusnya secara normal mempertahankan leher
kandung kemih dan uretra posterior agar kosong dari urine, dan oleh karena itu mencegah
pengosongan kandung kemih sampai pada saat tekanan puncak yang dilakukan oleh otot-otot
kandung kemih dalam mendorong urine keluar melalui uretra.

Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang mengandung
lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan otot lurik
yang berbeda dengan otot pada badan dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri atas otot
polos. Otot sfingter eksterna bekerja di bawah kendali sistem saraf volunter dan dapat
digunakan secara sadar untuk menahan miksi (berkemih) bahkan bila kendali involunter
berusaha untuk mengosongkan kandung kemih.

Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan medulla
spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan medulla spinalis segmen S2
dan S3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf motorik. Serta sensorik
mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra
posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan reflex
yang menyebabkan kandung kemih melakukan kontraksi pada proses miksi.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini
berakhir pada sel ganglion yang terletak dalam dinding kandung kemih, saraf postganglion
pendek, kemudian mempersarafi otot detrusor.

Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung
kemih. Hal yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal
menuju sfingter eksternus kandung kemih, yang mempersarafi dan mengontrol sfingter otot
lurik pada sfingter. Selain itu, kandung kemih juga menerima saraf simpatis dari rangkaian
simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama hubungan dengan segmen L2 medula
spinalis. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit
memengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui
saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada
beberapa keadaan terasa nyeri.

4. Uretra

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari kandung kemih melalui proses
miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra
anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.

Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan kandung
kemih dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior
dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh system
simpatik sehingga pada saat kandung kemih penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra
eksterna terdiri atas otot bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai
dengan keinginan seseorang. Pada saat BAK, sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat
menahan urine.

Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23-25
cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih
sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu
bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat dan uretra pars membranasea. Pada bagian
posterior lumen uretra prostatika, terdapat suatu tonjolan veromontanum, dan di sebelah
proksimal dan distal dari verumontanum ini terdapat Krista uretralis. Bagian akhir dari vas
deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat di pinggir kiri dan kanan verumontanum,
sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang terbesar di
uretra prostatika.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Abad ke-16 hingga abad ke-18 tercatat insiden tertinggi penderita batu saluran kemih yang
ditemukan diberbagai negara di Eropa. Berbeda dengan eropa, di negara-negara berkembang
penyakit batu ini masih ditemukan hingga saat ini, misalnya Indonesia, Thailand, India,
Kamboja, dan Mesir.

Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap kandung kemih yang
mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi pada
parenkim ginjal. Epidemiologi dari penyakit hidronefrosis yaitu di Semarang terdapat 51,9
dari 10.000 penduduk yang menderita atau mengidap hidronefrosis. Sedangkan di Rumah
Sakit dr. Soetomo Surabaya angka kejadiannya yaitu pria : wanita = 5:1, usia yang terkena
hidronefrosis rata-rata pada usia 41,5 tahun.

2.3 PENGERTIAN HIDRONEFROSIS

Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap kandung kemih yang
mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi
hebal pada parenkim ginjal (Price, 1995: 818).

Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis ureter yang dihasilkan oleh obstruksi aliran keluar urin
oleh batu atau kelainan letak arteria yang menekan ureter sehingga pelvis membesar dan
terdapat destruksi progresif jaringan ginjal (Gibson, 2003).

Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua ginjal akibat
adanya obstruksi. Obstruksi pada aliran normal urine menyebabkan urine mengalir balik,
sehingga tekanan diginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih,
tekanan baik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter
akibat adanya batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal saja yang rusak (Smeltzer &
Brenda, 2001).

Hidronefrosis merupakan suatu keadaan pelebaran dari pelvis ginjal dan kalises. Adanya
hidronefrosis harus dianggap sebagai respons fisiologis terhadap gangguan aliran urine.
Meskipun hal ini sering disebabkan oleh proses obstruktif, tetapi dalam beberapa kasus,
seperti megaureter sekunder untuk refluks pralahir, sistem pengumpulan mungkin membesar
karena tidak adanya obstruksi (Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2012).

Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih dapat
mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal dan ureter yang dapat
mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal (Sylvia, 1995).

2.4 ETIOLOGI HIDRONEFROSIS

Menurut Parakrama & Clive (2005) penyebab yang bisa mengakibatkan hidronefrosis adalah
sebagai berikut:

1. Hidronefrosis unilateral: obstruksi pada salah satu sisi saluran kemih pada umumnya
disebabkan oleh proses patologik yang letaknya proksimal terhadap kandung kemih. Keadaan
ini berakibat hidronefrosis dan dapat menyebabkan atrofi serta kehilangan fungsi salah satu
ginjal tanpa menyebabkan gagal ginjal. Penyebab obstruksi unilateral adalah:
a. Obstruksi taut ureteropelvik-kelainan ini umum ditemukan. Pada beberapa pasien
memang terdapat obstruksi anatomik-paling sering adalah arteria renalis aberen yang
menekan ureter bagian atas-sebagian besar kasus bersifat idiopatik (hidronefrosis idiopatik).

Pada pasien ini didapatkan obstruksi fungsional pada taut ureteropelvik dengan lumen paten.
Kelainan kongenital pada inervasi atau otot ureteropelvik telah diduga sebagai penyebab, dan
kelainan ini dapat disembuhkan dengan pengangkatan regio tersebut dan reanatomosis secara
bedah. Pada kasus ini didapatkan obstruksi berat dan dilatasi progresif pelvis ginjal
(hidronefrosis) di atas taut ureteropelvik. Ureter masih normal. Akibat pada ginjal bervariasi.

Pada pasien dengan pelvis ginjal ekstrarenal, pelebaran masif menghasilkan massa kistik
yang sangat besar pada hilum ginjal yang dapat terlihat sebagai massa abdomen. Pada
keadaan ini, peningkatan tekanan di dalam ginjal kurang dibandingkan bila pelvis berada
intrarenal, dan distensi akan menyebabkan pembesaran sistem pelviokalise dan selanjutnya
atrofi ginjal.

b. Penyakit ureter kongenital-kelainan kongenital ureter yang lain dapat menyebabkan


hidronefrosis unilateral. Keadaan ini meliputi ureter ganda, ureter bifida, dan kelainan otot
ureter yang menyebabkan penebalan dinding ureter (megaureter). Ureterokel merupakan
pelebaran kistik bagian terminal ureter yang disebabkan oleh stenosis kongenital orifisium
ureter pada dinding kandung kemih. Ureter terminal kistik tersebut umumnya menonjol ke
dalam lumen kandung kemih. Walaupun kelainan ureter ini dapat terjadi pada masa anak,
sebagian besar ditemukan secara kebetulan atau menimbulkan gejala pada usia dewasa.

c. Penyakit ureter didapat-kelainan ini umum ditemukan dan meliputi (1) obstruksi lumen
oleh batu, bekuan darah, atau kerak papila ginjal yang nekrotik; (2) penyebab mural, seperti
striktur fibrosa dan neoplasma; (3) tekanan ekstrinsik terhadap ureter pada fibrosis
retroperitoneum dan neoplasma retroperitoneum.

d. Striktur fibrosa dapat terjadi setelah peradangan, tuberkulosis, atau cedera ureter yang
sebagian besar disebabkan oleh pembedahan pelvis pada kanker genokologi. Lesi neoplasma
(baik primer maupun metastasis) jarang mengenai ureter secara primer. Yang lebih sering
terjadi adalah keganasan retroperitoneum dan pelvis yang menginfiltrasi ureter pada saat
menyebar. Ureter juga dapat mengalami obstruksi pada bagian terminal yang masuk kedalam
kandung kemih. Kanker kandung kemih sering menimbulkan komplikasi hidronefrosis
unilateral.

2. Hidronefrosis bilateral:

a. Di sebelah distal kandung kemih, penyebab tersering adalah hiperplasia prostat pada
pria usia lanjut. Adanya katup uretra posterior kongenital juga dapat menyebabkan
hidronefrosis bilateral pada anak usia muda. Pada pasien paraplegia dengan kandung kemih
neurogenik biasanya juga didapatkan hidronefrosis bilateral.

b. Penyebab yang mengenai kedua ureter mencakup fibrosis retroperitoneum dan


keganasan.

c. Disfungsi otot ureter yang timbul pada masa kehamilan (mungkin akibat efek
progesteron pada otot polos) juga dapat menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis ringan.

Menurut Kimberly (2011) penyebab dari hidronefrosis adalah sebagai berikut:

a. Hiperplasia Prostat Benigna (BPH)

b. Striktur uretra

c. Batu ginjal

d. Striktur atau stenosis ureter atau saluran keluar kandung kemih

e. Abnormalitas kongenital

f. Tumor kandung kemih, ureter, atau pelvis

g. Bekuan darah

h. Kandung kemih neurogenik

i. Ureterokel

j. Tuberkulosis

k. Infeksi gram negatif

Sedangkan menurut David Ovedoff (2002) penyebab dari hidronefrosis adalah sebagai
berikut:

a. Tekanan membalik akibat obstruksi congenital.

b. Obstruksi pada perbatasan ureteropelvis (uretropelvic junction), penyempitan ureter


atau kompresi ekstrinsik didapat.

c. Batu atau neoflasma dalam ureter pada perbatasan ureteropelvis dalam vesika, pada
leher kandung kemih, atau prostat.

d. Berkaitan dengan terapi radiasi atau fibrosis retroperitoneal.

e. Menyebabkan atoni, fibrosis, dan hilangnya daya peristaltik.


f. Atrofi parenkim ginjal, terutama tubulus kemudian tekanan kembali ke tubulus
proksimal dan glomerolus.

2.5 TANDA dan GEJALA HIDRONEFROSIS

Menurut David Ovedoff (2002) tanda dan gejala hidernefrosis adalah:

a. Nyeri dan pembengkakan di daerah pinggang

b. Kolik menunjukan adanya batu

c. Demam dan menggigil bila terjadi infeksi

d. Mungkin terdapat hipertensi

e. Beberapa penderita tidak menunjukan gejala

Menurut smeltzer & Brenda, 2001 Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara
bertahap. Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadi
infeksi maja disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akan terjadi. Hematuri
dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal kena maka tanda dan gejala gagal ginjal
kronik akan muncul, seperti:

a. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium).

b. Gagal jantung kongestif.

c. Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi).

d. Pruritis (gatal kulit).

e. Butiran uremik (kristal urea pada kulit).

f. Anoreksia, mual, muntah, cegukan.

g. Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.

h. Amenore, atrofi testikuler.

2.6 PATOFISIOLOGI

Obstruksi total akut ureter pada binatang percobaan menyebabkan pelebaran mendadak dan
peningkatan tekanan lumen bagian proksimal tempat obstruksi. Filtrasi glomerulus tetap
berlangsung dengan peningkatan filtrasi pada tubulus dan penumpukan cairan di ruang
interstisium. Peningkatan tekanan interstisium menyebabkan disfungsi tubulus. Kerusakan
nefron ireversibel terjadi dalam waktu kira-kira 3 minggu. Pada obstruksi parsial, kerusakan
ireversibel terjadi dalam waktu yang lebih lama dan bergantung pada derajat obstruksi.

Sebagian besar penyebab obstruksi saluran kemih yang diuraikan diatas menyebabkan
obstruksi parsial lambat terhadap aliran urine. Keadaan ini menyebabkan hidronefrosis dan
atrofi korteks ginjal progresif akibat kerusakan nefron yang berlangsung selama berbulan-
bulan atau bahkan tahunan. Hanya hidronefrosis bilateral yang dapat menyebabkan gagal
ginjal. Statis urine akibat obstruksi meningkatakan insidensi pielonefritis akut dan
pembentukan batu saluran kemih yang keduanya dapat memperberat obstruksi.

Obstruksi ureter akut oleh batu, bekuan darah, atau kerak papila renalis akan menyebabkan
kolik ureter akibat peningkatan peristalsis ureter. Kolik ureter merupakan nyeri intermitten
yang sering kali sangat berat pada sudut ginjal posterior dan menjalar disekitar pinggang
(flank) menuju daerah pubis. obstruksi unilateral kronis biasanya asimtomatik bahkan pada
obstruksi total dan umumnya berlanjut dengan kerusakan ginjal permanen sebelum terdeteksi.
Obstruksi parsial bilateral kronis memberikan gambaran gagal ginjal kronis progresif,
meliputi hipertensi, kegagalan fungsi tubulus (poliuria, asidosis tubulus renalis, dan
hiponatremia), dan timbulnya batu saluran kemih atau pielonefritis akut. Penanganan pasien
tersebut dapat mengembalikan fungsi tubulus menjadi normal bila dilakukan secara dini.
Obstruksi bilateral total meneyebabkan gagal ginjal akut tipe pascaginjal dan selanjutnya
dengan cepat menuju ekmatian bila tidak segera dikoreksi. Oleh karena itu, keadaan ini
termasuk kegawatdaruratan medis (Kimberly, 2011).

Sedangkan menurut Vinay Kumar, dkk (2007) Obstruksi bilateral total menyebabkan anoria,
yang menyebabkan pasien segera berobat. Apabila obstruksi terletak dibawah kandung
kemih, gejala dominant adalah keluhan peregangan kandung kemih. Secara paradoks,
obstruksi bilateral inkomplit menyebabkan poliuria bukan oliguria, akibat terganggunya
kemampuan tubulus memekatkan urin dan hal ini dapat menyamarkan sifat asli kelainan
ginjal. Sayangnya, hidronefrosis unilateral dapat tetap asintomatik dalam jangka lama,
kecuali apabila ginjal yang lain tidak berfungsi karena suatu sebab. Ginjal yang membesar
sering ditemukan secara tidak sengaja pada pemerksaan fisik rutin. Kadang-kadang penyebab
dasar hidronefrosis, seperti kalkulus ginjal atau tumor obstruktif, menimbulkan gejala yang
secara tidak langsung menimbulkan perhatian ke hifronefrosis. Dihilangkanya obstruksi
dalam beberapa minggu biasanya memungkinkan pemulihan total fungsi, namun seiring
dengan waktu perubahan menjadi ireversibel.

2.7 KOMPLIKASI

Menurut Kimberly (2011) penyakit hidronefrosis dapat menyebabkan komplikasi sebagai


berikut:

a. Batu ginjal

b. Sepsis
c. Hipertensi renovaskuler

d. Nefropati obstruktif

e. Infeksi

f. Pielonefritis

g. Ileus paralitik

2.8 PENATALAKSANAAN

Tujuannya adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab dari hidronefrosis


(obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan serta melindungi fungsi ginjal.Untuk
mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan nefrostomi atau tipe disertasi
lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti mikrobial karena sisa urin dalam kaliks akan
menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan mengangkat lesi
obstrukstif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu fungsi ginjal rusak parah dan
hancur maka nefrektomi (pengangkatan ginjal) dapat dilakukan (Smeltzer dan Bare, 2002).

1. Pada hidronefrosis akut:

a. Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang hebat, maka air
kemih yang terkumpul diatas penyumbatan segera dikeluarkan (biasanya melalui sebuah
jarum yang dimasukkan melalui kulit).

b. Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu, maka bisa
dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu.

2. Hidronefrosis kronis diatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi penyumbatan


air kemih. Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui pembedahan dan
ujung-ujungnya disambungkan kembali.

a. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan fibrosa.

b. Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan pembedahan
untuk melepaskan ureter dan menyambungkannya kembali di sisi kandung kemih yang
berbeda.

c. Jika uretra tersumbat, maka pengobatannya meliputi:

a) Terapi hormonal untuk kanker prostat

b) Pembedahan

d. Melebarkan uretra dengan dilator.


2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Beberapa prosedur digunakan utnuk mendiagnosis hidronefrosis:

1) Urinalisis :

a. Warna, kejernihan & bau urine

b. Keasaman (Ph) & berat jenis urine

c. Protein, glukosa, badan keton dalam urine

d. Sedimen urine : Erytrosit, leukosit, silinder, kristal, pus & bakteri

2) Blood Study :

a. Complete blood count :

b. Leukosit : meningkat pada infeksi, peritonitis

c. Erytrosit, HB, HMT : menurun pada CKD

d. Protein serum : menurun pada nepritis

e. Uric acid : meningkat pd kerusakan fungsi renal,kerusakan absorbsi tubuler.

f. BUN (Blood Urea Nitrogen) : meningkat pada glomerulonefritis, obstruksi tubuler,


obstruksi uropati, sindrome nefrotik

g. Kreatinin serum : meningkat pada insufisiensi ren

3) Imaging Studies:

a. CT scan renal & MRI (Magnetic Resonance Imaging) : tehnik non invasif
untukmemberikan gambaran penampang ginjal & saluran kemih yang sangat jelas

b. IVP (intravenous Pyelogram) : visualisasi ginjal,ureter& vesika urinaria dg


memasukanmedia kontras radiopaquemelalui intra vena kmd dilakukan foto rontgent

c. Voiding Cystourethrogram :

a) Memasukkan medium kontras ke dalambladder dengan tekanan syringe kemudian


dilakukan pengambilan gambar dengan fluoroskopi.

b) Dilakukan pada pasien infeksi saluran kemih, striktur uretra /katup, BPH,
vesikoureteral refluk

d. USG : Mengetahui akumulasi cairan,massa, malformasi, perubahan ukuran organ(renal


hypertropi), urinary obstruksi, lesi renal (abces, kista, batuginjal)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIDRONEFROSIS

3.1 Pengkajian

A. Identitas Klien

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Agama :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Status kawin :

B. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat pasien terdahulu mungkin pernah mengalami penyakit batu ginjal, tumor,
pembesaran prostat, ataupun kelainan kongenital.

2. Riwayat Kesehtan Sekarang

Riwayat kesehatan sekarang ialah status kesehatan klien saat ini seperti klien berkemih
sedikit tergantung periode penyakit, nyeri saat berkemih, nyeri panggul.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga pasien ada yang menderita penyakit polikistik ginjal herediter, diabetes mellitus,
serta penyakit ginjal yang lain.

C. Pola Kebutuhan Dasar Manusia

1. Aktivitas dan istirahat

Kelelahan, kelemahan, malaise.

2. Integritas ego

Faktor stress, perasaan tidak berdaya, menolak cemas, marah.


3. Elimasi

Penurunan frekuensi, oliguri, anuri, perubahan warna urin.

4. Makanan/cairan

Penurunan berat badan karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah.

5. Nyeri/kenyamanan

Nyeri abdomen, nyeri tulang rusuk dan tulang panggul, gelisah, distraksi tergantung derajat
keparahan.

6. Interaksi sosial

Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasa.

7. Persepsi diri

Kurangnya pengetahuan, gangguan body image.

8. Sirkulasi

Peningkatan tekanan darah, kulit hangat dan pucat.

D. Pemeriksaan Fisik

1. Kulit:

I: Warna kulit sawo matang

P: turgor cukup

2. Kepala:

Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.

3. Mata:

Conjungtiva merah muda, sclera putih, pupil bulat, isokor, reflek cahaya (+/+).

4. Telinga:

Simetris, serumen (+/+) dalam batas normal.

5. Hidung: simetris, septum di tengah, selaput mucosa basah.

6. Mulut: gigi lengkap, bibir tidak pucat, tidak kering

7. Leher: trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar, kelenjar tiroid tidak
membesar, tekanan vena jugularis tidak meningkat.
8. Thorax :

a. Jantung: Ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas jantung dalam batas
normal, S1>S2, regular, tidak ada suara tambahan.

b. Paru-paru: Tidak ada ketinggalan gerak, vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan tidak
ada, sonor seluruh lapangan paru, suara dasar vesikuler seluruh lapang paru, tidak ada suara
tambahan.

9. Abdomen :

I: Perut datar, tidak ada benjolan

A: Bising usus biasanya dalam batas normal.

P: Timpani seluruh lapang abdomen

P: ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, tidak teraba massa.

Pada pasien dengan hidronefrosis berat, palpasi ginjal dapat teraba. Dengan hidronefrosis
bilateral, edema ekstremitas bawah dapat terjadi. Sudut kostovertebral pada satu sisi yang
terekena sering lembut. Adanya kembung pada kandung kemih yang teraba jelas menambah
bukti bahwa adanya obstruksi saluran kemih.

10. Ekstremitas Superior: tidak ada deformitas, tidak ada oedema, tonus otot cukup. Inferior :
deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-), sianois (-), oedema (-), tonus otot cukup.

E. Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium

a. Urinalisis. Pyura menunjukkan adanya infeksi. Hematuria mikroskopik dapat


menunjukkan adanya batu atau tumor.

Volume: <400 ml/ hari dalam 24-28jam setelah ginjal rusak.

Warna: Kotor, terdapat sedimen kecoklatan yang menunjukkan adanya darah, mioglobin,
dan porfirin.

b. Hitung jumlah sel darah lengkap: leukositosis mungkin menunjukkan infeksi akut.

c. Kimia serum: hidronefrosis bilateral dan hidroureter dapat mengakibatkan peningkatan


kadar BUN dan kreatinin. Selain itu, hiperkalemia dapat menjadi kondisi yang mengancam
kehidupan.

2. radiodiagnostik

a. USG/CR abdomen
Ultrasonografi adalah metode yang cepat, murah, dan cukup akurat untuk mendeteksi
hidronefrosis dan hidroureter, namun, akurasi dapat bergantung pada pengguna.
Ultrasonografi umumnya berfungsi sebagai tes skrining pilihan untuk menetapkan diagnosis
dan hidronefrosis.

b. IVP

Pyelography intravena berguna untuk mengidentifikasi keberadaan dan penyebab


hidronefrosis dan hidroureter. Intraluminal merupakan penyebab paling mudah yang dapat
diidentifikasi berdasarkan temuan IVP

c. Renogram / RPG

d. Poto thorax

3. ECG

3.2 Analisa Data

DATA

PATOFISIOLOGI

MASALAH

Do:

Klien tampak meringis

Pernafasan klien cepat

Tamnpak gelisah

Skala nyeri klien 8

Ds:

Klien mengatakan nyeri di bagian pinggang


Obstuksi akut

Kolik renalis/nyeri pinggang

Nyeri Akut

Do:

Urin klien kurang dari 400 ml/ hari dalam 24-28jam

Warna urin klien kotor (ccoklat)

Ds:

Klien mengatakan urinnya yang keluar sedikit

Obstruksi aliran urin

Sediktnya urin yang keluar

Gangguan Pola Eliminasi Urin

Do:

Klie tampak lemah dan lesu

Klien tampak pucat

Ds:

Klien mengatakan badannya letih

Klien mengatakan mudah lelah

Obstruksi aliran urin

Gangguan ginjal

Ginjal tidak bis menghasilkan eritropoeitin


Produksi eritrosit i

Anemia

Letih, lelah, lesu, pucat

Pei aktivitas

Intoleransi Aktivitas

Do:

Nafas klien berbau ammonia

Ds:

Klien mengatakan tidak mau makan

Klien merasa mual dan muntah

Obstruksi aliran urin

Kerusakan ginjal

Kegagalan ginjal membuang limbah metabolic

Pe# ureum dalam darah

Di sis. Pencernaan
Anoreksia, mual, muntah

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3.3 Diagnosa

A. Nyeri akut b/d patologis penyakit

B. Gangguan pola eliminasi urin b/d sedikitnya urin yang keluar

C. Intoleransi aktifitas b/d penurunan aktivitas

D. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual, muntah

3.4 Intervensi

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Nyeri akut b/d patologis penyakit

NOC :

Pain level

Pain control

KH :

- Mampu mengontrol nyeri


- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dgn menggunakan manajemen nyeri

- Mampu mengenali nyeri

- Menyatakan rasa nyamansetelah nyeri berkurang

NIC :

- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,


frk, kulitas, dan factor presipitasi

- Observasi reaksi nonverbal

- Kaji kultur yang mempengaruhi nyeri

- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

- Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri

- Kaji tipe dan sumber nyeri

- Berikan analgetik

- Lakuakn pengobatan non farmakologik

Gangguan pola eliminasi urin b/d sedikitnya urin yang keluar

NIC

urinary elimination

urinary continuece

kriteria hasil:

intake cairan dalam rentang normal

kantung kemih secara penuh

tdak ada residu urine > 100-200cc

balance cairan seimbang

NIC:

- Memenatau asupan dan keluaran

- Memntau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusimeransang reflex
kandung kemih

- Masukan kateter kemih

- Menyediakan penghapusan privasi


Intoleransi aktifitas b/d penurunan aktivitas

NIC

alergiy conservation

self care:ADL

kriteria hasil:

- Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah nadi dan
pernafasan

- mampu melakukan aktivitas sehari-hari

Energy management

- Obserpasi adanya batasan klien dalam beraktivitas

- kaji adnya faktor yang menyebabbkan kelelahan

- monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat

- monitor akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebih

Activity terapy

- bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

- bantu untuk memilih aktivitas konsisiten yang sesuai dengan kemamuan fisik dan
psikologis

- bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas

- kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medic dalam merencanakan program terapi yang
tepat

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual, muntah

NIC

Nutritional status: food and fluid intake

KH:

- adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan


- mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

- adanya keinginan untuk makan

- yakinkan diet yang dimakan klien mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

Nutrition management

- kaji adanya alergi makanan

- kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

- yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat

- monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

Nutrition monitring

- berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

- kalaborosi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien

- BB pasien dalam batas normal

- monitor adanya penurunan berat badan

- onitor lingkungan selama makan

- monitor mual dan muntah

- monitor kalori dan intake nutrisi


BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua ginjal akibat
adanya obstruksi. Obstruksi pada aliran normal urine menyebabkan urine mengalir balik,
sehingga tekanan diginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih,
tekanan baik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter
akibat adanya batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal saja yang rusak (Smeltzer &
Brenda, 2001).

Menurut David Ovedoff (2002) penyebab dari hidronefrosis adalah sebagai berikut:

1. Tekanan membalik akibat obstruksi congenital.

2. Obstruksi pada perbatasan ureteropelvis (uretropelvic junction), penyempitan ureter


atau kompresi ekstrinsik didapat.

3. Batu atau neoflasma dalam ureter pada perbatasan ureteropelvis dalam vesika, pada
leher kandung kemih, atau prostat.

4. Berkaitan dengan terapi radiasi atau fibrosis retroperitoneal.

5. Menyebabkan atoni, fibrosis, dan hilangnya daya peristaltik.

6. Atrofi parenkim ginjal, terutama tubulus kemudian tekanan kembali ke tubulus


proksimal dan glomerolus.

Menurut David Ovedoff (2002) tanda dan gejala hidernefrosis adalah:

1. Nyeri dan pembengkakan di daerah pinggang

2. Kolik menunjukan adanya batu


3. Demam dan menggigil bila terjadi infeksi

4. Mungkin terdapat hipertensi

5. Beberapa penderita tidak menunjukan gejala

Tujuan dari rencana keperawatan adalah diharapkan pada evaluasi didapatkan penurunan
stimulus nyeri, penurunan risiko infeksi pascabedah, penurunan kecemasan, dan
mempersiapkan klien secara optimal untuk dilakukan pembedahan.

Untuk intervensi pada masalah keperawatan pemenuhan informasi, ketidakseimbangan


nutrisi, perubahan pola miksi, dan kecemasan dapat disesuaikan pada masalah yang sama
pada pasien batu ginjal.

Untuk intervensi pada masalah keperawatan risiko tinggi infeksi, dapat disesuaikan dengan
masalah yang sama pada pasien trauma ginjal.

Hasil yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi keperawatan adalah sebagai berikut
(1) Penurunan skala nyeri, (2) Tidak terjadi infeksi pada luka pascabedah, (3) Asupan nutrisi
terpenuhi, (4) Terpenuhinya informasi kesehatan, (5) Kecemasan berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Vol. 2, ed. 7. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika

Price, Sylvia A, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa :
Peter Anugerah. Edisi 4, Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth.
Alih Bahasa : Agung Waluyo (et al). Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai