Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

STRUKTUR GEOLOGI

4.1 Struktur Geologi Regional

Daerah penelitian terpetakan dalam Lembar Majene dan Bagian Barat

Palopo yang termasuk dalam Mandala Geologi Sulawesi Barat (Sukamto, 1975

dalam Djuri, Sudjatmiko, S. Bachri dan Sukido, 1998). Mandala ini dicirikan oleh

batuan sedimen laut dalam berumur Kapur – Paleogen yang kemudian berkembang

menjadi batuan gunungapi bawah laut dan akhirnya gunungapi darat di akhir

Tersier. Batuan terobosan granitan berumur Miosen – Pliosen juga mencirikan

mandala ini. Sejarah tektoniknya dapat diuraikan mulai dari Zaman Kapur , yaitu

saat Mandala Geologi Sulawesi Timur bergerak ke Barat mengikuti gerakan

tunjaman landai ke barat di bagian Timur Mandala Sulawesi Barat. Penunjaman ini

berlangsung hingga hingga Miosen Tengah, saat kedua mandala tersebut bersatu

pada akhir Miosen Tengah sampai Pliosen terjadi pengendapan sedimen molase

secara tak selaras di atas seluruh mandala geologi di Sulawesi, serta terjadi

terobosan batuan granitan di Mandala Geologi Sulawesi Barat. Pada Plio-Pliosen

seluruh daerah Sulawesi terdeformasi. Di daerah pemetaan deformasi diduga telah

mengakibatkan terbentuknya lipatan dengan sumbu berarah Baratlaut – Tenggara,

serta sesar naik dengan bidang sesar miring ke Timur. Setelah itu seluruh daerah

Sulawesi terangkat dan membentuk bentangalam seperti sekarang ini (Djuri,

Sudjatmiko, S. Bachri dan Sukido, 1998).

70
71

4.2 Struktur Geologi Daerah Penelitian

Pembahasan mengenai struktur geologi pada lokasi daerah penelitian

menjelaskan tentang pola struktur geologi, identifikasi jenis struktur, umur dari

struktur yang dihubungkan dengan stratigrafi daerah penelitian dan interpretasi

mekanisme gaya yang menyebabkan terjadinya struktur pada daerah penelitian.

Penentuan struktur geologi yang bekerja pada daerah penelitian berdasarkan data

struktur primer dan data struktur sekunder serta interpretasi kontur pada peta

topografi.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan yang dilakukan di lapangan maka

diperoleh data penciri struktur berupa data kekar dan cermin sesar. Melalui data

penciri struktur yang ditemukan di lapangan tersebut maka dapat diasumsikan

struktur geologi yang berkembang pada darah penelitian berupa:

1. Struktur lipatan

2. Struktur kekar

3. Struktur sesar

4.2.1 Struktur Lipatan

Lipatan merupakan suatu bentuk distorsi dari volume material yang

ditunjukan dalam bentuk pelengkungan atau sekumpulan lengkungan pada suatu

unsur garis dan bidang (Hansen, 1971 dalam Ragan, 1973).

Bentuk pelengkungan yang terjadi pada suatu benda atau material tersebut

disebabkan oleh dua mekanisme (Asikin, 1979), yaitu buckling dan bending.
72

 Buckling (melipat) adalah lipatan yang disebabkan gaya tekanan yang arahnya

sejajar permukaan lempeng.

 Bending (pelengkungan) adalah pelengkungan yang arah gayanya tegak lurus

permukaan lempeng.

Struktur lipatan pada daerah penelitian dapat interpretasi dengan mengamati

kondisi kedudukan batuan setelah itu melakukan rekonstruksi dengan

menggunakan penampang sayatan untuk mengenali jenis lipatan yang berkembang

pada daerah penelitian dengan melakukan korelasi antara kedudukan batuan yang

satu dengan kedudukan batuan yang lain sehingga dapat diketahui hubungan antara

perlapisan batuan dan jenis lipatannya. Gejala struktur lipatan pada suatu daerah

penelitian dapat dikenali dengan melihat variasi kedudukan dan foliasi batuan,

kemudian direkonstruksi dengan menggunakan penampang sayatan untuk melihat

kondisi perlipatan (Billings, 1968).

Analisa terhadap pembentukan lipatan berdasarkan teori kekandasan

batuan, bahwa pembentukan lipatan merupakan bagian dari suatu fase deformasi

plastis pada batuan. Pada fase ini batas anyal dari suatu benda/batuan telah tercapai

atau terlampaui maka sebagian dari dimensi batuan akan terubah secara kekal

sehingga membentuk perlipatan. Struktur lipatan pada suatu daerah penelitian dapat

dikenali dengan melihat kedudukan batuan.

Pada daerah penelitian dihasilkan pengukuran kedudukan batuan yaitu

batulempung, batupasir, batugamping, breksi vulkanik, tufa kasar dan tufa halus

memperlihatkan kedudukan perlapisan batuan yang relatif hampir sama dengan

arah penyebaran dari arah barat laut ke tenggara. Secara umum pengukuran
73

kedudukan batuan yaitu strike antara N 1100E – N155 0E dengan besarnya dip

antara 240 - 750. Berdasarkan hasil pengukuran kedudukan batuan dan pengamatan

langsung dilapangan, maka dapat diinterpretasi bahwa struktur lipatan yang

berkembang pada daerah penelitian berupa lipatan homoklin (Gambar 4.1 dan

Gambar 4.2)

Gambar 4.1 Kenampakan kedudukan batuan pada perselingan


batupasir dan batulempung dengan arah penyebaran
relatif barat laut - tenggara. Difoto ke arah N 176oE
pada stasiun MA/63.

Gambar 4.2 Kenampakan kedudukan batugamping dengan arah


penyebaran relatif barat laut - tenggara. Difoto ke arah
N 185oE pada stasiun MA/52.
74

4.2.2 Struktur Kekar

Batuan secara karakteristik merekah oleh retakan-retakan halus yang

dikenali sebagai kekar. Kekar merupakan rekahan pada batuan dimana tidak ada

atau sedikit sekali mengalami pergeseran (Billings,1968). Kekar dapat disebabkan

oleh gejala tektonik maupun nontektonik. Jika suatu batuan terus mengalami gaya

hingga melebihi batas elastisitasnya, maka akan terbentuk struktur kekar pada

batuan tersebut.

Gambar 4.3 Kekar pada litologi Tufa stasiun 10 di daerah Tontonan


dengan arah foto N 178o E.

Kekar ini pada umumnya memiliki bukaan antara 0.1 cm - 2 cm, dan

beberapa rekahan telah terisi mineral kalsit. Jarak antara kekar antara lain 2 cm -30

cm, dimana kekar-kekarnya tampak saling berpotongan. Kekar tersebut secara

genetis merupakan kekar gerus atau shear joint.

Untuk menentukan arah tegasan utama yang bekerja dan mengontrol

struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian maka dilakukan

pengambilan data kekar berupa pengukuran kedudukan sebanyak 40 kali pada

stasiun 10. Pengambilan sampel kekar sebanyak ini dilakukan agar data kekar yang
75

telah diukur dapat mewakili singkapan yang dijumpai. Semakin banyak pasangan

kekar yang diukur, maka akan semakin mewakili populasi kekar pada setiap

singkapan. Setelah itu, dilakukan analisis data kekar menggunakan aplikasi

stereonet. Adapun hasil analisa data kekar tersebut sebagai berikut.

Tabel 4.1 Hasil pengukuran kedudukan kekar pada stasiun 10 di daerah Tontonan

Strike/dip Strike/dip Strike/dip


No No No
(N...OE/) (N...OE/) (N...OE/)
1 60/73 15 225/62 29 200/65
2 10/67 16 250/63 30 280/56
3 250/76 17 252/75 31 220/31
4 245/71 18 145/73 32 340/31
5 250/73 19 245/43 33 310/75
6 270/63 20 225/43 34 308/65
7 275/65 21 225/75 35 112/77
8 300/47 22 231/56 36 258/68
9 272/47 23 65/83 37 160/51
10 265/65 24 355/42 38 175/81
11 330/30 25 345/75 39 270/63
12 340/46 26 330/27 40 272/48
13 203/72 27 265/51
14 250/63 28 137/81
Berikut ini merupakan hasil analisis data kekar dengan menggunakan

metode streografis (aplikasi stereonet) dari pengambilan data kekar stasiun 10.

N N N N

σ1
σ2
1

σ3
1

A B C D

Gambar 4.4 Hasil pengukuran kekar pada stasiun 10 daerah Tontonan; A. Plane kekar; B. Pole dari
plane (bidang) kekar; C. Kontur populasi data kekar; D. Analisis tegasan utama.
76

Berdasarkan hasil pengolahan data kekar dalam stereonet memperlihatkan

arah tegasan pada stasiun 10 Berarah Relatif Barat Laut ke Tenggara dengan

tegasan utama maksimum ( σ1) (N3310 E/120 ), tegasan utama menengah (σ2) (N720

E/430 ), dan tegasan utama minimum (σ3) (N 2300 E/440 ).

4.2.2 Struktur Sesar

Sesar atau patahan adalah suatu bidang rekahan atau zona rekahan yang

telah mengalami pergeseran (Ragan, 2009). Pergeseran yang terjadi menyebabkan

adanya perpindahan bagian-bagian dari blok-blok yang berhadapan sepanjang

bidang patahan tersebut. Berdasarkan teori kekandasan batuan, bahwa batuan akan

pecah bila melampaui batas plastisnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa

terjadinya struktur sesar akibat berlanjutnya gaya kompresi yang membentuk

struktur geologi sebelumnya. Sedangkan menurut Asikin (1979), sesar atau fault

merupakan rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran sehingga terjadi

perpindahan antara bagian yang saling berhadapan, dengan arah yang sejajar

dengan bidang patahan.

Berdasarakan pergerakan relatif dan jenis gaya yang menyebabkannya,

struktur sesar terbagi atas tiga (Billings, 1968), yaitu :

1. Sesar naik, merupakan sesar yang hanging wall-nya relatif bergerak naik

dan diakibatkan oleh gaya kompresi.

2. Sesar normal, merupakan sesar yang hanging wall-nya relatif bergerak

turun, diakibatkan oleh gaya tension.


77

3. Sesar geser, merupakan sesar dimana kedua blok yang patah bergerak secara

mendatar, diakibatkan oleh gaya kompresi, terbagi atas sesar geser

menganan (dekstral) dan sesar geser mengiri (sinistral).

Berbagai klasifikasi struktur sesar telah banyak dikemukakan oleh

berbagai ahli geologi struktur dengan dasar klasifikasi yang berlainan. Salah satu

jenis klasifikasi struktur sesar yang lazim digunakan adalah klasifikasi dinamik

Anderson (1951) dalam Mc Clay (1987) yang didasarkan pada arah pergerakan

relatif (relative movement) serta gaya yang menyebabkan terjadinya sesar (Gambar

4.3). Dengan menggunakan dasar klasifikasi ini maka struktur sesar dibagi menjadi

3 (tiga) jenis yaitu :

1. Sesar naik (reverse fault) adalah sesar yang hanging wallnya relatif

bergerak naik yang disebabkan oleh gaya kompresi.

2. Sesar geser (wrench fault) adalah sesar dimana blok yang patah bergeser

secara mendatar. Sesar ini disebabkan oleh gaya koppel dan kompresi.

3. Sesar turun (normal fault) adalah sesar yang hanging wallnya relatif

bergerak ke arah turun yang disebabkan oleh gaya tension (tarikan).

Gambar 4.5 Macam – macam kekar berdasarkan arah pergerakan relatifnya menurut
Anderson (1951) dalam Mc Clay (1987)
78

Anderson (1951 dalam Ragan 2009) mengklasifikasikan sesar berdasarkan

fakta bahwa tidak ada tegasan shear (Shearing Stress) yang dapat terbentuk pada

permukaan bumi, salah satu dari tegasan utama (1, 2, atau 3) harus tegak lurus

dengan permukaan bumi, sementara dua yang lain tegak lurus. Secara sederhana

Anderson menjelaskan pembagian klasifikasinya sebagai berikut:

1. Sesar normal, 1 berarah vertikal, sementara 2 dan 3 berarah horisontal,

dengan arah jurus kemiringan bidang sesar (dip) mendekati 60o.

2. Sesar geser, memiliki 2 sangat vertikal, sementara 1 dan 2 horisontal,

dalam hal ini Anderson menggambarkan bidang sesar vertikal dengan arah

pergerakan sesar horisontal.

3. Sesar Berbalik/Naik, memiliki 3 vertikal sementara 1 dan 2 horisontal,

bidang sesar diperkirakan memiliki arah jurus kemiringan sebesar 30o

mendekati horisontal. (Gambar 4.4)

Gambar 4.6 Ilustrasi asumsi teori Anderson untuk prediksi sesar dan
Stereogram yang menggambarkan struktur dinamik
asumsi dari teori Anderson untuk analisis sesar.
79

Keberadaan struktur sesar dapat dikenali melalui indikasi atau ciri

berdasarkan kenampakan secara langsung di lapangan, kenampakan morfologi,

serta interpretasi pada peta topografi. Sedangkan pada pengamatan singkapan di

lapangan, struktur sesar dicirikan oleh gawir sesar atau bidang sesar, cermin sesar,

breksi sesar, perubahan kedudukan batuan, dan pergeseran batas litologi. Selain itu

terdapat stuktur penyerta sesar berupa kekar gerus (shear fracture), kekar tarik

(gash fracture) dan drag fold.

Dari kenampakan morfologi secara langsung di lapangan serta pada peta

topografi, struktur sesar dapat ditunjukkan oleh adanya pelurusan sungai, terdapat

mata air, pergeseran punggung bukit (offset ridges), serta perbandingan kerapatan

kontur yang mencolok. Data yang didapatkan di lapangan kemudian dipadukan

dengan dan hasil analisa arah tegasan utama yang bekerja di daerah penelitian

dengan menggunakan proyeksi stereonet. Selain itu identifikasi struktur juga harus

tetap mengacu terhadap setting tektonik regional yang mempengaruhi daerah

penelitian.

Berdasarkan hasil analisa terhadap data lapangan berupa data primer

ataupun data sekunder serta korelasi terhadap tektonik regional maka sesar yang

bekerja pada daerah penelitian berupa sesar geser. Adapun penamaan sesar pada

daerah penelitian didasarkan pada nama geografis daerah yang dilalui sesar

tersebut.

Berdasarkan pengolahan data kekar yang dilakukan dengan menggunakan

aplikasi stereonet yang di korelasikan dengan principal stress oleh Anderson (1951)
80

dan terhadap data yang dijumpai di lapangan serta korelasi terhadap tektonik

regional, maka struktur sesar yang bekerja pada daerah penelitian berupa sesar

geser. Untuk mempermudah pembahasan maka sesar ini diberi nama berdasarkan

nama geografis daerah yang dilaluinya, yaitu Sesar Geser Batu Noni.

Sesar ini dijumpai melewati Satuan Breksi Vulkanik dan Satuan

Batugamping. Adapun ciri yang dijumpai di lapangan yang mengidentifikasikan

keberadaan struktur sesar geser adalah adanya perubahan kedudukan batuan

sepanjang garis sesar, mata air, bidang sesar, pelurusan aliran sungai, terdapat zona

hancuran yang dilalui oleh garis sesar, dan breksi sesar di sekitar garis sesar.

Sesar Geser Batu Noni (data kekar stasiun 10) berarah Barat Laut ke

Tenggara yang dicirikan dengan arah tegasan utama maksimum (σ1) N 3310 E

bersifat horizontal, arah tegasan utama menengah (σ2) N 720 E bersifat vertikal

dan arah tegasan utama minimum (σ3) N 3200 E bersifat horizontal, yang di

hubungkan dengan klasifikasi sesar Anderson (1951). Berdasarkan hasil

pengolahan data kekar tersebut dan terhadap data yang dijumpai di lapangan, maka

struktur sesar yang bekerja pada daerah ini berupa sesar geser yang relatif

menganan (dekstral).

Dalam penentuan umur sesar berdasarkan gejala-gejala struktur geologi

yang terdapat pada daerah penelitian dan berdasarkan umur batuan yang lebih muda

yang dilalui yaitu Satuan Breksi Vulanik yang berumur Oligossen Atas, sehingga

dapat disimpulkan bahwa umur pembentukan Sesar Geser Batu Noni adalah post

Oligosen Atas.
81

Gambar 4.7 Kenampakan mata air di daerah Batunoni difoto relatif ke arah
N2400E.

Gambar 4.8 Zona hancuran di daerah Tontonan difoto relatif ke arah N3200
82

Gambar 4.9 Kenampakan Breksi Sesar pada litologi Batugamping di


daerah Batu Noni difoto relatif ke arah N850E.

Gambar 4.10 Kenampakan bidang sesar pada litologi Bresi Vulkanik di


daerah Batu Noni difoto relatif ke arah N2850E
83

4.3 Mekanisme Struktur Geologi Daerah Penelitian

Pembentukan dan perkembangan struktur geologi pada daerah penelitian

banyak dipengaruhi oleh stuktur regional, yang sejarah tektoniknya dimulai dari

Zaman Kapur, yaitu saat Mandala Geologi Sulawesi Timur bergerak ke Barat

mengikuti gerakan tunjaman landai ke Barat di bagian Timur Mandala Sulawesi

Barat. Di daerah pemetaan pencenangaan ini diduga telah mengakibatkan

terbentuknya lipatan dengan sumbu berarah Barat Laut – Tenggara, serta sesar naik

dengan bidan sesar miring ke Timur. Setelah itu seluruh daerah Sulawesi terangkat

dan membentuk bentangalam seperti sekarang ini (Sukamto, 1975).

Untuk mengetahui mekanisme struktur daerah penelitian, maka data-data

dan hasil analisa struktur diinterpretasikan, kemudian hasil interpretasi itu

dihubungkan dengan teori Reidel dalam Mc.Clay 1987, (Gambar 4.9) karena hal

ini akan memudahkan kita dalam menarik kesimpulan mengenai struktur yang

bekerja pada daerah penelitian.

Gambar 4.11 Mekanisme terjadinya sesar berdasarkan


Model Reidel dalam Mc.Clay, 1987
84

Adapun mekanisme pembentukan struktur pada daerah penelitian ini dapat

dijabarkan sebagai berikut :

1. Tahapan pembentukan struktur geologi pada daerah penelititan diawali pada

kala Eosen Tengah. Akibat adanya gaya kompresi dengan tegasan maksimum

(σ1) (N3310 E) berarah Barat Laut ke Tenggara yang bekerja terus-menerus

sehingga satuan batuan pada daerah penelitian mengalami fase deformasi

elastis dan selanjutnya fase ini terlewati akibat gaya yang terus bekerja

menyebabkan batuan pada daerah ini mengalami retakan dan hasil retakannya

itulah yang disebut kekar.

2. Selanjutnya tekanan yang bekerja terus berlanjut, sehingga batuan melewati

fase deformasi elastis dan memasuki fase deformasi plastis, yaitu fase retakan

batuan yang telah terjadi sebelumnya mengalami perpindahan tempat atau

pergeseran atau yang lazim disebut Sesar Geser Batu Noni berarah tenggara

ke Barat Laut yang bersifat destral (menganan). (Gambar 4.10)

Gambar 4.12 Mekanisme pembentukan sesar geser Batu Noni dengan arah tegasan
utama maksimum barat laut-tenggara.

Anda mungkin juga menyukai