Anda di halaman 1dari 17

A.

ANATOMI DAN FISIOLOGI HATI/HEPAR


Hepar terletak sebagian besar di regio hypocondrium dextra dan epigastrium hingga regio
hypocondriaca sinistra. Hepar terdiri 2 facies, yaitu facies diaphragmatica, mengarah ke anterior, superior
dan posterior, dan facies visceralis, mengarah ke inferior. (Anonim, 2009 dan )

Facies diaphragmatica
1. Berbentuk kubah, halus, terletak di facies inferior diaphragma
2. Berhubungan dengan recessus subphrenicus dan recessus hepatorenalis
3. Recessus subphrenicus ; memisahkan facies diaphragmatica hepatis dari diaphragma. Dibagi menjadi
area dextra et sinistra oleh ligamen falciforme hapatis (struktur yang berasal dari mesogastrium ventralis
pada saat embryo)
4. Recessus hepatorenalis : bagian dari cavitas peritonealis di sisi kanan diantara hepar dan ren dan
glandula suprarenalis dextra

Hepar melekat ke dinding anterior abdomen melalui ligamen falciforme hepatis. Sebagian besar ditutupi
oleh peritoneum visceralis kecuali area kecil yang menghadap diaphragma (bare area). Terdapat lipatan
tambahan peritoneum yang menghungkan hepar dengan ventriculs (ligamen hepatogastrica), dengan
duodenum (ligamen hepatoduodenalis), dengan diaphragma (ligamen triangularis dextra et sinistra dan
ligamen coronarius anterior et posterior). Hepar dibagi menjadi lobus dexter et sinister, lobus caudatus,
dan lobus quadratus. (Anonim, 2009)
Hati mempunyai 2 aliran darah; dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatis dan dari aorta
melalui arteri hepatica. Darah dari vena porta dan arteri hepatica bercampur dan mengalir melalui hati
dan akhirnya terkumpul dalam v. hepatica dextra dan sinistra, yang bermuara ke dalam v. cava. Beberapa
titik anastomosis portakava terhadap darah pintas di sekitar hati pada sirosis hepatis yang bermakna
klinis, yaitu v. esophageal, v. paraumbilikalis, dan v. hemoroidalis superior. (Price, Sylvia et al, 2005)
Lobuli hepar berbentuk prisma polygonal, pada potongan melintang tampak sebagai hexagon, bagian
pusat terdapat vena sentralis dan sudut-sudut luar lobuli terdapat canalis portae. Pada canalis portae
mengandung jaringan pengikat yang didalamnya terdapat portal triads. (Bagian Histologi, 2009)
Anatomi dan Histologi Vesika Felea
Vesica fellea berupa kantong, berbentuk seperti buah peer, terletak di facies visceralis hepar di lobus
dexter di dalam fossa antara lobus hepatis dexter dan lobus quadratus. Terdiri atas fundus, corpus, dan
collum. Vesika Fellea menerima bilus dari hepar, menyimpan dan memekatkannya.
Secara histologis, dinding vesika terdiri dari 3 lapisan, yaitu tunika mukosa, tunika muskularis, dan
tunika serosa. Tunika serosa membentuk lipatan-lipatan. Permukaan lipatan ini dibatasi dengan
epithelium dan langsung meluas ke dalam lamina propria dan lapisan muskuler. Lipatan ini disebut Sinus
Rokitansky Asehoff. Tunika muskularis merupakan lapisan otot polos. Sedangkan pada tunika serosa
merupakan jaringan pengikat longgar. Di sini juga terdapat duktus dari Luschka.
Fungsi utama hati/ hepar:
1. Pembentukan dan ekskresi empedu
2. Metabolisme karbohidrat, protein, steroid dan lemak
3. Penimbunan vitamin dan mineral
4. Detoksifikasi
5. Gudang darah dan filtrasi

Fungsi utama dari kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.
Metabolisme bilirubin normal terjadi dalam beberapa langkah seperti di berikut ini:
1. Heme dari hemoglobin diubah menjadi bilirubin tak terkonjugasi.
2. Bilirubin tak terkonjugasi yang dibawa ke hepar berikatan dengan albumin.
3. Ambilan protein karier hepatik (Y dan Z) hepatik bilirubin tak terkonjugasi setelah disosiasi dari
albumin.
4. Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat untuk menghasilkan bilirubin glukuronida/ bilirubin
terkonjugasi, yang menjadi larut dalam air dan dapat diekskresi.
5. Ekskresi bilirubin terkonjugasi ke dalam kanalikulus empedu.
6. Pasase bilirubin terkonjugasi ke bawah cabang biliaris.
7. Reduksi bilirubin terkonjugasi menjadi urobilinogen oleh bakteri usus.
8. Sirkulasi enterohepatik bilirubin tak terkonjugasi dan urobilinogen.
9. Ekskresi urobilinogen dan bilirubin terkonjugasi dalam ginjal.
B. DEFINISI
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya
dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis
dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H, 2002).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis
sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan
ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).

C. ETIOLOGI
Penyebab Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada dua penyebab yang
dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis hati, apalagi
setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan
penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati
sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan
perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A
2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara
akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan
kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol.
Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun peminum yang bertahun-tahun
mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim hati.

3. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya hemokromatosis,
yaitu:
a. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan
penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya
sirosis hati.

D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan
nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda,
gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga
yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral.
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini
menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan
hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap
berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi
fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah
terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini
bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan
fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan
makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen.
Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta
menyebar ke parenkim hati.

PATHWAY
SIROSIS HEPATIS

Laennec Sirosis Post Nekrotik Sirosis Biliari C Cardiac Sirosis

Alkohol Kurang nutrisi Post akut virus hepatitis Primer Sekunder 1.Penyakit
B&C, intoksikasi kimia, 1.Stastis 1.Obstruksi autoventrikel
Konsumsi protein infeksi empedu kronik duktus empedu 2.Percarditis
Menurun pd duktus intra biliar hati 3.Gagal
1. Toksik langsung hepatikus cardio pulmonal
pada sel hati 2. Tidak diketahui
2. Akumulasi lemak Hati mengecil, timbul penyebabnya
pada hati nodul besar dan kecil 3. Proses autoimun Awal : warna gelap
yg dikelilingi dan pd hati karena
dipisahkan oleh jaringan pendarahan dan
Menekan aktifitas parut berselang dengan edema cairan
Dehidrogenasi alkohol jaringan parenkim
1. Terbentuk jaringan
kolagen
2. Timbul nodul kecil yang Lanjut : kapsul hati
merusak struktur normal menebal& terjadi
nodul

Reaksi radang pada hati

Gangguan aliran darah dan limfe

Disfungsi hati NEKROSIS

Perubahan metabolisme Penurunan sintesa Penurunan kemampuan hepar Gangguan metabolisme


1. Lemak Keletihan faktor pembekuan utk detoksifikasi bahan berbahaya

Intoleransi
Aktivitas Penurunan Eksresi Penurunan
2.Karbohidrat Kadar gula darah Metabolisme bilirubin cairan empedu
Tidak stabil Tidak mampu bilirubin
3. Protein Sintesa globulin Komplikasi mengubah amonia
Menurun Hematologi menjadi ureum Hiperbilirubin Dark Warna pekat
Sintesa albumin urine pd feses
Menurun 1..Memar Ggn. Metabolisme Jaundice
2. Hemoragi amonia
Pritein plasma Gangguan Konsep Diri
Menurun Asites
Edema Kelebihan Volume Cairan
4. Penurunan
Metab lemak,KH,protein Hipoglikemia Ketidakseimbangan Nutrisi
5. Penurunan matabolisme Malnutrisi
Vit K & FE Rontoknya rambut dada&pubis
6. Gangguan metabolisme steroid

Estrogen meningkat Palmar eritema, Testosteron menurun ADH& aldosteron Androgen Estrogen meningkat
Spider angioma meningkat menurun
Gangguan mens Atrofi testis
Edema
Gangguan Integritas Ginecomastis
E. GEJALA DAN TANDA KLINIS
1. GEJALA
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang mulai rusak
fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri
lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas) . Pada chirrosis terjadi
kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang
difus.
2. TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita
penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap
bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada
60 % penderita selama perjalanan penyakit
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki (edema)
dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus .
Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi
garam dan air.
c. Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm,
dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas nilai normal.
Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita
dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan
kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen empedu
rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi
sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –kadang dalam bentuk
makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali.
Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi
hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang sudah disertai
tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada
orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat
disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari.9 Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL38. Jumlah
albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis
39
protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar
asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati
secara dini.
2. Sarana Penunjang Diagnostik
a. Radiologi ; Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan fototoraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
b. Ultrasonografi : Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati,
termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada
tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada
fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular.
Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi) : Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis
hati akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil
dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran
limpa.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori). Bila ada asites
diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif
diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada
tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati
II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh.
Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme
protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik
dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak
hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai cabang
dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang mengandung alkohol.
Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah :
1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-500 mg perhari),
kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan
membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik berupa
spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3 – 4
hari tidak terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi medikamentosa
yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun merupakan cara pengobatan asites yang
tergolong kuno dan sempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak
kembali dicoba untuk digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila disertai dengan infus
albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan
dekstran 70 % Walaupun demikian untuk mencegah pembentukan asites setelah parasentesis,
pengaturan diet rendah garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/hari. Hati-hati bila
cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat, dapat mencetuskan ensefalopati hepatis.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Aktivitas dan istirahat : kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.
2. Sirkulasi : Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik, kanker
(malfungsi hati menimbulkan gagal hati), Distrimia, bunyi jantung ekstra (S3, S4).
3. Eliminasi : Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan atau tidak ada
bising usus, Feces warna tanah liat, melena, urin gelap, pekat.
4. Nutrisi : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima, Mual, muntah, Penurunan
berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan, Edema umum pada jaringan, Kulit
kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma spider, Nafas berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
5. Neurosensori : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental,
perubahan mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
6. Nyeri : Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer, Perilaku berhati-
hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.
7. Respirasi : Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, Ekspansi paru terbatas
(asites), Hipoksia
8. Keamanan : Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik, ekimosis, petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
9. Seksualitas : Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada,
bawah lengan, pubis).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan
2. Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis
3. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi yang terganggu
5. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan
gastrointestinal.
6. Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme pembekuan dan
gangguan dalam proses detoksifikasi obat.
7. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang membesar serta nyeri tekan dan
asites)
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.
9. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan peningkatan kadar
ammonia
10. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi pengembangan toraks akibat
aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks

C. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan NOC NIC Rasional
Intoleransi Tujuan: Peningkatan energi dan 1. Tawarkan diet tinggi 1. Memberikan kalori bagi
aktivitas partisipasi dalam aktivitas kalori, tinggi protein tenaga dan protein bagi
berhubungan Kriteria Hasil: (TKTP). proses penyembuhan.
dengan kelelahan Melaporkan peningkatan
dan penurunan 2. Berikan suplemen vitamin 2. Memberikan nutrien
kekuatan dan kesehatan pasien.
berat badan (A, B kompleks, C dan K) tambahan.
 Merencanakan aktivitas untuk 3. Motivasi pasien untuk 3. Menghemat tenaga pasien
memberikan kesempatan istirahat melakukan latihan yang sambil mendorong pasien
yang cukup. diselingi istirahat untuk melakukan latihan
 Meningkatkan aktivitas dan dalam batas toleransi
4. Motivasi dan bantu pasien
latihan bersamaan dengan pasien.
untuk melakukan latihan
bertambahnya kekuatan. dengan periode waktu yang4. Memperbaiki perasaan
sehat secara umum dan
 Memperlihatkan asupan nutrien ditingkatkan secara
percaya diri
yang adekuat dan menghilangkan bertahap
alkohol dari diet.
Perubahan suhu Tujuan: Pemeliharaan suhu tubuh 1. Catat suhu tubuh secara 1. Memberikan dasar untuk
tubuh: yang normal teratur. deteksi hati dan evaluasi
hipertermia Kriteria Hasil: 2. Motivasi asupan cairan intervensi.
berhubungan  Melaporkan suhu tubuh yang 3. Lakukan kompres dingin
dengan proses normal dan tidak terdapatnya atau kantong es untuk 2. Memperbaiki kehilangan
inflamasi pada gejala menggigil atau perspirasi. menurunkan kenaikan suhu cairan akibat perspirasi
sirosis  Memperlihatkan asupan cairan tubuh. serta febris dan
yang adekuat. 4. Berikan antibiotik seperti meningkatkan tingkat
yang diresepkan. kenyamanan pasien.
5. Hindari kontak dengan 3. Menurunkan panas
infeksi. melalui proses konduksi
6. Jaga agar pasien dapat serta evaporasi, dan
beristirahat sementara suhu meningkatkan tingkat
tubuhnya tinggi. kenyaman pasien.
4. Meningkatkan
konsentrasi antibiotik
serum yang tepat untuk
mengatasi infeksi.
5. Meminimalkan resiko
peningkatan infeksi, suhu
tubuh serta laju metabolik.
6. Mengurangi laju
metabolik.
Gangguan Tujuan: Memperbaiki integritas 1. Batasi natrium seperti 1. Meminimalkan
integritas kulit kulit dan proteksi jaringan yang yang diresepkan. pembentukan edema.
yang mengalami edema. 2. Berikan perhatian dan
berhubungan Kriteria Hasil: perawatan yang cermat 2. Jaringan dan kulit yang
dengan  Memperlihatkan turgor kulit pada kulit. edematus mengganggu
pembentukan yang normal pada ekstremitas dan3. Balik dan ubah posisi suplai nutrien dan sangat
edema. batang tubun. pasien dengan sering. rentan terhadap tekanan
 Tidak memperlihatkan luka 4. Timbang berat badan dan serta trauma.
pada kulit. catat asupan serta haluaran 3. Meminimalkan tekanan
 Memperlihatkan jaringan yang cairan setiap hari. yang lama dan
normal tanpa gejala eritema, 5. Lakukan latihan gerak meningkatkan mobilisasi
perubahan warna atau peningkatan secara pasif, tinggikan edema.
suhu di daerah tonjolan tulang. ekstremitas edematus.
 Mengubah posisi dengan 6. Letakkan bantalan busa 4. Memungkinkan perkiraan
sering. yang kecil dibawah tumit, status cairan dan
maleolus dan tonjolan pemantauan terhadap
tulang lainnya. adanya retensi serta
kehilangan cairan dengan
cara yang paling baik.
5. Meningkatkan mobilisasi
edema.
6. Melindungi tonjolan
tulang dan meminimalkan
trauma jika dilakukan
dengan benar.
Gangguan Tujuan: Memperbaiki integritas 1. Observasi dan catat derajat 1. Memberikan dasar untuk
integritas kulit kulit dan meminimalkan iritasi ikterus pada kulit dan deteksi perubahan dan
berhubungan kulit sklera. evaluasi intervensi.
dengan ikterus Kriteria Hasil:
dan status  Memperlihatkan kulit yang utuh 2. Lakukan perawatan yang 2. Mencegah kekeringan
imunologi yang tanpa terlihat luka atau infeksi. sering pada kulit, mandi kulit dan meminimalkan
terganggu  Melaporkan tidak adanya tanpa menggunakan sabun pruritus.
pruritus. dan melakukan masase 3. Mencegah ekskoriasi kulit
dengan losion pelembut akibat garukan.
 Memperlihatkan pengurangan
(emolien).
gejala ikterus pada kulit dan
3. Jaga agar kuku pasien
sklera.
selalu pendek.
 Menggunakan emolien dan
menghindari pemakaian sabun
dalam menjaga higiene sehari-
hari.
Perubahan status Tujuan: Perbaikan status nutrisi 1. Motivasi pasien untuk 1. Motivasi sangat penting
nutrisi, kurang Kriteria Hasil: makan makanan dan bagi penderita anoreksia
dari kebutuhan  Memperlihatkan asupan suplemen makanan. dan gangguan
tubuh makanan yang tinggi kalori, tinggi
berhubungan protein dengan jumlah memadai. 2. Tawarkan makan makanan gastrointestinal.
dengan anoreksia  Mengenali makanan dan dengan porsi sedikit tapi
2. Makanan dengan porsi
dan gangguan sering. kecil dan sering lebih
minuman yang bergizi dan
gastrointestinal. ditolerir oleh penderita
diperbolehkan dalam diet. 3. Hidangkan makanan yang
anoreksia.
menimbulkan selera dan
 Bertambah berat tanpa menarik dalam 3.Meningkatkan selera makan
memperlihatkan penambahan penyajiannya. dan rasa sehat.
edema dan pembentukan asites.
4. Pantang alkohol. 4. Menghilangkan makanan
 Mengenali dasar pemikiran dengan “kalori kosong”
mengapa pasien harus makan 5. Pelihara higiene oral
dan menghindari iritasi
sedikit-sedikit tapi sering. sebelum makan.
lambung oleh alkohol.
 Melaporkan peningkatan selera 6. Pasang ice collar untuk 5. Mengurangi citarasa yang
makan dan rasa sehat. mengatasi mual.
tidak enak dan
 Menyisihkan alkohol dari dalam 7. Berikan obat yang merangsang selera makan.
diet. diresepkan untuk
mengatasi mual, muntah, 6. Dapat mengurangi
 Turut serta dalam upaya frekuensi mual.
diare atau konstipasi.
memelihara higiene oral sebelum 7. Mengurangi gejala
makan dan menghadapi mual. 8. Motivasi peningkatan
gastrointestinal dan
asupan cairan dan latihan
 Menggunakna obat kelainan perasaan tidak enak pada
jika pasien melaporkan
gastrointestinal seperti yang perut yang mengurangi
konstipasi.
diresepkan. selera makan dan
9. Amati gejala yang keinginan terhadap
 Melaporkan fungsi membuktikan adanya makanan.
gastrointestinal yang normal perdarahan gastrointestinal.
dengan defekasi yang teratur. 8. Meningkatkan pola
 Mengenali gejala yang dapat defekasi yang normal dan
dilaporkan: melena, pendarahan mengurangi rasa
yang nyata. tidakenak serta distensi
pada abdomen.
9. Mendeteksi komplikasi
gastrointestinal yang
serius.
Resiko cedera Tujuan: Pengurangan resiko Amati setiap feses yang Memungkinkan deteksi
berhubungan cedera dieksresikan untuk perdarahan dalam traktus
dengan hipertensi Kriteria Hasil: memeriksa warna, gastrointestinal.
portal, perubahan  Tidak memperlihatkan adanya konsistensi dan jumlahnya.
mekanisme perdarahan yang nyata dari traktus Dapat menunjukkan
pembekuan dan gastrointestinal. Waspadai gejala ansietas, tanda-tanda dini
gangguan dalam  Tidak memperlihatkan adanya rasa penuh pada perdarahan dan syok.
proses kegelisahan, rasa penuh pada epigastrium, kelemahan
detoksifikasi obat. epigastrium dan indikator lain Mendeteksi tanda dini
dan kegelisahan. yang membuktikan
yang menunjukkan hemoragi serta Periksa setiap feses dan adanya perdarahan.
syok. muntahan untuk Menunjukkan perubahan
 Memperlihatkan hasil mendeteksi darah yang pada mekanisme
pemeriksaan yang negatif untuk tersembunyi. pembekuan darah.
perdarahan tersembunyi Amati manifestasi
gastrointestinal. Memberikan dasar dan
hemoragi: ekimosis, bukti adanya hipovolemia
 Bebas dari daerah-daerah yang epitaksis, petekie dan dan syok.
mengalami ekimosis atau perdarahan gusi.
pembentukan hematom. Meminimalkan resiko
Catat tanda-tanda vital perdarahan dan mengejan.
 Memperlihatkan tanda-tanda dengan interval waktu
vital yang normal. tertentu. Memudahkan insersi
kateter kontraumatik
 Mempertahankan istirahat dalam Jaga agar pasien tenang untuk mengatasi
keadaan tenang ketika terjadi dan membatasi perdarahan dengan segera
perdarahan aktif. aktivitasnya. pada pasien yang cemas
 Mengenali rasional untuk Bantu dokter dalam dan melawan.
melakukan transfusi darah dan memasang kateter untuk Memungkinkan deteksi
tindakan guna mengatasi tamponade balon esofagus. reaksi transfusi (resiko ini
perdarahan. Lakukan observasi selama akan meningkat dengan
 Melakukan tindakan untuk transfusi darah pelaksanaan lebih dari
mencegah trauma (misalnya, dilaksanakan. satu kali transfusi yang
menggunakan sikat gigi yang diperlukan untuk
Ukur dan catat sifat, waktu
lunak, membuang ingus secara mengatasi perdarahan
serta jumlah muntahan.
perlahan-lahan, menghindari aktif dari varises
terbentur serta terjatuh, 10. Pertahankan pasien dalam esofagus)
menghindari mengejan pada saat keadaan puasa jika
Membantu mengevaluasi
defekasi). diperlukan.
taraf perdarahan dan
 Tidak mengalami efek samping11. Berikan vitamin K seperti kehilangan darah.
pemberian obat. yang diresepkan.
10. Mengurangi resiko aspirasi
 Menggunakan semua obat 12. Dampingi pasien secara isi lambung dan
seperti yang diresepkan. terus menerus selama meminimalkan resiko
 Mengenali rasional untuk episode perdarahan. trauma lebih lanjut pada
melakukan tindakan penjagaan 13. Tawarkan minuman dingin esofagus dan lambung.
dengan menggunakan semua obat. lewat mulut ketika 11. Meningkatkan pembekuan
perdarahan teratasi (bila dengan memberikan
diinstruksikan). vitamin larut lemak yang
14. Lakukan tindakan untuk diperlukan untuk
mencegah trauma : mekanisme pembekuan
darah.
a. Mempertahankan
lingkungan yang aman. 12. Menenangkan pasien yang
merasa cemas dan
b. Mendorong pasien untuk memungkinkan
membuang ingus secara pemantauan serta deteksi
perlahan-lahan. terhadap kebutuhan pasien
c. Menyediakan sikat gigi selanjutnya.
yang lunak dan 13. Mengurangi resiko
menghindari penggunaan perdarahan lebih lanjut
tusuk gigi. dengan meningkatkan
d. Mendorong konsumsi vasokontriksi pembuluh
makanan dengan darah esofagus dan
kandungan vitamin C yang lambung.
tinggi. 14. Meningkatkan keamanan
e. Melakukan kompres pasien.
dingin jika diperlukan.a. Mengurangi resiko
f. Mencatat lokasi tempat trauma dan perdarahan
perdarahan. dengan menghindari
g. Menggunakan jarum kecil cedera, terjatuh,
terpotong, dll.
ketika melakukan
penyuntikan. b. Mengurangi resiko
15. Berikan obat dengan hati- epistaksis sekunder akibat
hati; pantau efek samping trauma dan penurunan
pemberian obat. pembekuan darah.
c. Mencegah trauma pada
mukosa oral sementara
higiene oral yang baik
ditingkatkan.
d. Meningkatkan proses
penyembuhan
e. Mengurangi perdarahan
ke dalam jaringan dengan
meningkatkan
vasokontriksi lokal.
f. Memungkinkan deteksi
tempat perdarahan yang
baru dan pemantauan
tempat perdarahan
sebelumnya.
g. Meminimalkan
perambesan dan
kehilangan darah akibat
penyuntikan yang berkali-
kali.
15. Mengurangi resiko efek
samping yang terjadi
sekunder karena
ketidakmampuan hati
yang rusak untuk
melakukan detoksifikasi
(memetabolisasi) obat
secara normal.
Nyeri kronis Tujuan: Peningkatan rasa 1. Pertahankan tirah baring 1. Mengurangi kebutuhan
berhubungan kenyamanan ketika pasien mengalami metabolik dan melindungi
dengan agen Kriteria Hasil: gangguan rasa nyaman hati.
injuri biologi (hati Mempertahankan tirah baring pada abdomen.
yang membesar dan mengurangi aktivitas ketika 2. Mengurangi iritabilitas
serta nyeri tekan nyeri terasa. 2. Berikan antipasmodik dan traktus gastrointestinal
dan asites) sedatif seperti yang dan nyeri serta gangguan
 Menggunakan antipasmodik diresepkan. rasa nyaman pada
dan sedatif sesuai indikasi dan 3. Kurangi asupan natrium abdomen.
resep yang diberikan.
dan cairan jika
 Melaporkan pengurangan rasa 3. Memberikan dasar untuk
diinstruksikan.
nyeri dan gangguan rasa nyaman mendeteksi lebih lanjut
pada abdomen. kemunduran keadaan
pasien dan untuk
 Melaporkan rasa nyeri dan
mengevaluasi intervensi.
gangguan rasa nyaman jika terasa.
4. Meminimalkan
 Mengurangi asupan natrium pembentukan asites lebih
dan cairan sesuai kebutuhan lanjut.
hingga tingkat yang diinstruksikan
untuk mengatasi asites.
 Merasakan pengurangan rasa
nyeri.
 Memperlihatkan pengurangan
rasa nyeri.
 Memperlihatkan pengurangan
lingkar perut dan perubahan berat
badan yang sesuai.
Kelebihan Tujuan: Pemulihan kepada volume1. Batasi asupan natrium dan1. Meminimalkan
volume cairan cairan yang normal cairan jika diinstruksikan. pembentukan asites dan
berhubungan Kriteria Hasil: edema.
dengan asites dan Mengikuti diet rendah natrium2. Berikan diuretik,
pembentukan dan pembatasan cairan seperti suplemen kalium dan 2. Meningkatkan ekskresi
edema. yang diinstruksikan. protein seperti yang cairan lewat ginjal dan
dipreskripsikan. mempertahankan
 Menggunakan diuretik, keseimbangan cairan serta
suplemen kalium dan protein 3. Catat asupan dan haluaran
elektrolit yang normal.
sesuai indikasi tanpa mengalami cairan.
4. Ukur dan catat lingkar 3.
efek samping. Menilai efektivitas terapi
dan kecukupan asupan
 Memperlihatkan peningkatan perut setiap hari.
cairan.
haluaran urine. 5. Jelaskan rasional
pembatasan natrium dan 4. Memantau perubahan
 Memperlihatkan pengecilan cairan. pada pembentukan asites
lingkar perut. dan penumpukan cairan.
 Mengidentifikasi rasional 5. Meningkatkan
pembatasan natrium dan cairan. pemahaman&kerjasama
pasien dlm menjalani
&melaksanakan
pembatasan cairan.
Perubahan proses Tujuan: Perbaikan status mental 1. Batasi protein makanan 1. Mengurangi sumber
berpikir Kriteria Hasil: seperti yang diresepkan. amonia (makanan sumber
berhubungan  Memperlihatkan perbaikan protein).
dengan status mental. 2. Berikan makanan sumber
kemunduran karbohidrat dalam porsi 2. Meningkatkan asupan
 Memperlihatkan kadar amonia
fungsi hati dan kecil tapi sering. karbohidrat yang adekuat
serum dalam batas-batas yang
peningkatan untuk memenuhi
normal. 3. Berikan perlindungan
kadar amonia. kebutuhan energi dan
terhadap infeksi.
 Memiliki orientasi terhadap “mempertahankan”
waktu, tempat dan orang. 4. Pertahankan lingkungan protein terhadap proses
agar tetap hangat dan bebas pemecahannya untuk
 Melaporkan pola tidur yang dari angin. menghasilkan tenaga.
normal.
5. Pasang bantalan pada 3. Memperkecil resiko
 Menunjukkan perhatian penghalang di samping terjadinya peningkatan
terhadap kejadian dan aktivitas di tempat tidur. kebutuhan metabolik lebih
lingkungannya.
6. Batasi pengunjung. lanjut.
 Memperlihatkan rentang 7. Lakukan pengawasan 4. Meminimalkan gejala
perhatian yang normal. keperawatan yang cermat menggigil karena akan
untuk memastikan meningkatkan kebutuhan
 Mengikuti dan turut serta
keamanan pasien. metabolik.
dalam percakapan secara tepat.
Melaporkan kontinensia fekal 8. Hindari pemakaian 5. Memberikan

preparat opiat dan perlindungan kepada
dan urin.
barbiturat. pasien jika terjadi koma
 Tidak mengalami kejang.
9. Bangunkan dengan hepatik dan serangan
interval. kejang.
6. Meminimalkan aktivitas
pasien dan kebutuhan
metaboliknya.
7. Melakukan pemantauan
ketat terhadap gejala yang
baru terjadi dan
meminimalkan trauma
pada pasien yang
mengalami gejala konfusi.
8. Mencegah penyamaran
gejala koma hepatik dan
mencegah overdosis obat
yang terjadi sekunder
akibat penurunan
kemampuan hati yang
rusak untuk
memetabolisme preparat
narkotik dan barbiturat.
9. Memberikan stimulasi
kepada pasien dan
kesempatan untuk
mengamati tingkat
kesadaran pasien.
Pola napas yang Tujuan: Perbaikan status 1. Tinggalkan bagian kepala1. Mengurangi tekanan
tidak efektif pernapasan tempat tidur. abdominal pada diafragma
berhubungan KriteriaHasil: dan memungkinkan
dengan asites dan Mengalami perbaikan status 2. Hemat tenaga pasien. pengembangan toraks dan
restriksi pernapasan. 3. Ubah posisi dengan ekspansi paru yang
pengembangan  interval.
Melaporkan pengurangan maksimal.
toraks akibat gejala sesak napas. 4. Bantu pasien dalam
aistes, distensi 2. Mengurangi kebutuhan
abdomen serta  Melaporkan peningkatan menjalani parasentesis atau metabolik dan oksigen
adanya cairan tenaga dan rasa sehat. torakosentesis. pasien.
dalam rongga  Memperlihatkan frekuensi a. Berikan dukungan dan 3. Meningkatkan ekspansi
toraks respirasi yang normal (12- pertahankan posisi selama (pengembangan) dan
18/menit) tanpa terdengarnya menjalani prosedur. oksigenasi pada semua
suara pernapasan tambahan. b. Mencatat jumlah dan sifat bagian paru).
 Memperlihatkan cairan yang diaspirasi. 4. Parasentesis dan
pengembangan toraks yang penuhc. Melakukan observasi torakosentesis (yang
tanpa gejala pernapasan dangkal. terhadap bukti terjadinya dilakukan untuk
batuk, peningkatan dispnu mengeluarkan cairan dari
 Memperlihatkan gas darah
yang normal. atau frekuensi denyut nadi. rongga toraks) merupakan
tindakan yang
 Tidak mengalami gejala
menakutkan bagi pasien.
konfusi atau sianosis. Bantu pasien agar bekerja
sama dalam menjalani
prosedur ini dengan
meminimalkan resiko dan
gangguan rasa nyaman.
a. Menghasilkan catatan
tentang cairan yang
dikeluarkan dan indikasi
keterbatasan
pengembangan paru oleh
cairan.
b. Menunjukkan iritasi
rongga pleura dan bukti
adanya gangguan fungsi
respirasi oleh
pneumotoraks atau
hemotoraks (penumpukan
udara atau darah dalam
rongga pleura).

DAFTAR PUSTAKA

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby
Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002, NANDA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai