Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini kanker merupakan penyakit penyebab kematian tertinggi di seluruh dunia,

diperkirakan 7,5 juta orang meninggal akibat kanker setiap tahunnya, diantara

banyaknya jenis kanker yang ada di dunia, kanker payudara adalah salah satu jenis

kanker yang paling tinggi jumlah penderitanya pada kaum wanita, disamping kanker

mulut rahim. Data menyebutkan bahwa insiden kanker payudara diperkirakan sebesar

38 per 100.000 perempuan, jumlah ini lebih besar dibanding dengan insiden kanker

leher rahim yakni 16 per 100.000 perempuan (Kemenkes RI, 2015). Menurut (Desen,

2011) kanker adalah istilah yang digunakan pada tumor yang ganas, tumor yang

tumbuh dengan pesat dan menginfiltrasi jaringan disekitar serta bermanifestasi dan

bila tidak mendapat terapi efeknya akan menyebabkan kematian.

Menurut World Health Organization (WHO) dalam (Fact Sheet,2012) menyebutkan

bahwa pada tahun 2008 dari 7,6 juta kematian di dunia yang terjadi akibat penyakit,

13% kematian tersebut disebabkan oleh kanker dan 458 ribu adalah kasus kanker

payudara. Berdasarkan data Globocan, (2012) diketahui terdapat 14.067.894 kasus

baru kanker dan 8.201.575 kematian akibat kanker diseluruh didunia.

Globocan (2012)menyebutkan bahwakanker payudara menempati urutan kelima

sebagai penyebab kematian akibat kanker. Kemenkes, RI (2015) menyebutkan data

1
statistik yang diperoleh mencapai 522.000 kasus kematian didunia, kanker payudara

merupakan jenis kanker tertinggi yang terjadi pada perempuan, diperkirakan ada 1,67

juta kasus baru yang terdiagnosis pada tahun 2012 (25% dari semua jenis kanker).

Pada tahun 2013 kanker payudara merupakan penyakit kanker dengan prevalensi

tertinggi di Indonesia dibanding jenis kanker lain, yakni sebesar 0.5%. RS Dharmais

mencatat dalam rentang waktu 4 tahun terakhir, kanker payudara menempati urutan

pertama kunjungan pasien kerumah sakit untuk menjalani pengobatan, untuk angka

kejadian kanker payudara tertinggi ditempati oleh D.I. Yogyakarta yang mencapai

2,4%, dan jumlah kasus mencapai 4.325, sedangkan angka kejadian kanker payudara

di Lampung mencapai 0,3%, dan jumlah kasus mencapai 1.148 (Kemenkes RI, 2015).

Kanker payudara merupakan jenis kanker yang sering didiagnosis pada wanita

Amerika, berada diperingkat kedua setelah kanker paru untuk mortalitas kanker.

(Black, and Hawks, 2014). Bentuk utama terapi penyembuhan kanker adalah operasi,

kemoterapi, terapi hormon, bioterapi, dan radiasi. Biasanya terapi – terapi tersebut

mengakibatkan efek jangka panjang yang tidak diharapkan pada jaringan dan organ

tubuh serta mengganggu tingkat kualitas kehidupan baik dalam bentuk kecil maupun

besar (IOM, 2006 dalam buku (Potter, and perry, 2010)). Terapi yang diterima

penderita kanker biasanya memberikan efek samping berupa mual & muntah,

kerontokan rambut/alopesia, stomatitis dan rasa lelah akibat kanker/Cancer-related

fatigue (Buku ajar keperawaan medical bedah (Smeltzer, dan Bare, 2013)).

2
Keluhan paling sering pada penderita kanker yang sering ditemui adalah rasa lelah

akibat kanker/Cancer-Related Fatigue (CRF) (Potter, and perry, 2010). Dari berbagai

efek pengobatan tersebut banyak pasien kanker lebih terganggu akibat timbulnya

fatigue dari pada nyeri kanker itu sendiri (Yeo et al., 2012 dalam skripsi Wahyuni,

dkk (2012)). Cancer-Related Fatigue (CRF) merupakan gejala yang sering ditemui

pada pasien kanker atau dapat pula efek samping dari pengobatan kanker, fatigue

yang berhubungan dengan kanker/Cancer Related Fatigue (CRF) berbeda dengan

fatigue yang dialami oleh individu normal, fatigue pada penderita kanker tidak akan

hilang walau telah beristirahat dan tidur cukup (Stone & Minton, 2008 dalam

Wahyuni et al, 2012). Efek Cronic-related fatigue memberikan dampak pada yang

sangat berpengaruh pada kualitas hidup pasien, penurunan motivasi dan pada proses

pengobatan yang akan dijalaninya. Perlu adanya solusi yang ditawarkan untuk

menangani masalah ini, salah satunya dengan melakukan penelitian tentang terapi

yang efektif untuk mengurangi Cronic-related fatigue, salah satu terapi yang bisa

dijadikan solusi adalah terapi Walking Exercise/olahraga berjalan.

Studi penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni, Sudiana, dan Mariyati (2012) pada 10

responden dengan Ca mammae di RSUD, Gresik dengan menggunakan metode

Quasi-Eksperimen, didapatkan hasil bahwa Walking Exercise dapat menurunkan

fatigue cukup bermakna pada pasien Ca mammae, dimana hasil CRF scale pada pre

test berbeda dengan skore post test dari case group (p=0.043). penelitian yang

dilakukan oleh Wahyuni membuktikan bahwa exercise, terutama Walking exercise

3
program memberikan efek yang baik terhadap penurunan efek Cronic-related

Fatigue, dengan efektifnya penggunaan WEP maka therapy dimungkinkan untuk

diterapkan pada pasien lain yang sama – sama menjalani pengobatan kanker payudara

untuk menurunkan efek dari Cronic-related Fatigue.

Studi penelitian yang dilakukan oleh Knols, et all (2005) dengan menggunakan

metode 34 uji klinis acak/Thirty-Four randomized clinical trials (RCTs) dan

percobaan klinis terkontrol, diperoleh hasil bahwa olahraga fisik ringan seperti

berjalan kaki/Walking Exercise pada pasien kanker memiliki efek yang baik untuk

mengurangi kelelahan, meningkatkan motivasi, dan mengurangi efek kanker lainya.

Latihan fisik ringan yang dilakukan secara rutin akan memberikan banyak manfaat

untuk meningkatkan mood dan rasa percaya diri, serta manfaat lain seperti membantu

mengurangi efek pengobatan seperti kelemahan/fatigue, pain, mual dan muntah

(Christie, 2014).

Physical Exercise digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kebugaran fisik dan

keesejahteraan psikologi pasien kanker selama/setelah pengobatan salah satunya

dengan menerapkan Walking exercise Program (WAP) (Knols, et all, 2005). Program

Walking Exercise yang dikembangkan didasarkan pada prinsip frekuensi, durasi,

intensitas, dan aktifitas yang disarankan oleh The Amerika College of Sports

Medicane (ASCM). Hasil Penelitian menunjukan bahwa berolahraga cukup efektif

untuk menurunkan Cronic-related Fatigue/CRF, diantaranya olahraga yang cukup

efektif dalam memberikan manfaat adalah Walking, hasil penelitian yang menunjukan

4
bahwa olahraga secara signifikan menguragi Cronic-related Fatigue/CRF dengan

menggunakan 18 responden yang menghasilkan (P˂.001) (Borneman, Tami 2013).

Perawat sebagai lini terdepan pemberi pelayanan kesehatan dan tentunya paling

memahami keadaan pasien, penting memberikan penerapan ini untuk diambil

manfaatnya bagi pasien, sehingga angka harapan hidup dan menurunnya Fatigue

pada pasien bisa meningkat. Atas dasar inilah, dan besarnya manfaat dari Walking

Exercisse Program dalam menurunkan Cronic Related Fatigue/CRF pada pasien Ca

mammae maka saya tertarik untuk menerapkan terapi ini pada pasien Ca mammae

yang sedang menjalani pengobatan kanker di RSAM Bandar lampung, sehingga efek

keletihan/fatigue dapat ditangani dengan baik, dan meningkatnya motivasi serta

kualitas hidup klien.

1.2 Batasan masalah

Masalah penerapan karya tulis ini dibatasi pada intervensi penerapan dengan Walking

Exercise Program pada klien Ca mammae untuk menurunkan Cronic Related Fatigue

di RSAM Provinsi Lampung.

1.3 Rumusan masalah

Meneliti keefektifan dari Walking Exercise Program pada Pasiean yang menjalani

pengobatan kanker payudara. Diantara salah satu efek dari penyakit kanker adalah

Cronic-related Fatigue/CRF yang timbul karena penyakit kanker ataupun efek

5
samping dari pengobatan kanker itu sendiri. Hal ini menjadi penting untuk diteliti dan

dinilai karena sejumlah alasan. Alasan pertama Cronic-related Fatigue/CRF oleh

seseorang yang mengalami kanker sangat berpengaruh pada seluruh aspek

kehidupannya, kebanyakan pasien kanker tidak melaporkan adanya kelelahan, namun

hal ini sangat berimbas pada kualitas hidupnya terutama pada progress kesembuhan

pasien dengan kanker payudara. Alasan kedua perawat memiliki peranan yang amat

penting dalam membantu pasien dengan kanker untuk menilai tingkat kelelahan dan

menentukan pilihan program terbaik untuk mengatasi efek dari kanker, salah satunya

dengan Walking Exercise Program yang memberikan manfaat cukup baik untuk

mengurangi Fatigue/kelelahan pada pasien kanker, dengan berbagai alasan tersebut

peneliti tertarik untuk meneliti efektifitas Walking Exercise Program untuk

menurukan Cronic-related Fatigue pada pasien Ca mammae di RSAM Bandar

Lampung sebagai salah satu intervensi yang baik untuk menurukan Fatigue pada

pasien Ca mammae (Wahyuni, Sudiana, dan Mariyati, 2012).

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui efektifitas penerapan Walking Exercise Program terhadap


penurunan Cronic-related Fatigue pada pasien Ca mammae.

1.4.2 Tujuan Khusus


1.4.2.1 diketahuinya skala Cronic Related Fatigue sebelum menerapkan
Walking-exercise Program pada pasien Ca mammae.
1.4.2.2 diketahuinya skala Cronic Related Fatiguesesudah
menerapkanWalking-exercise Program pada pasien Ca mammae.

6
1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Rumah Sakit

Dapat digunakan sebagai informasi dalam pelayanan keperawatan pasien


yang mengalami kelemahan/fatigue dalam menjalani pengobatan Ca
mammae.

1.5.2 Bagi perawat

Sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dalam melakukan asuhan


keperawatan dengan intervensi Walking Exercise Teraphy pada pasien yang
mengalami kelemahan/fatigue pada pasien Ca mammae.

1.5.3 Bagi peneliti

Untuk meningkatkan wawasan dan menambah pengalaman bagi peneliti


dalam melaksanakan dan menerapkan walking exercise teraphy pada pasien
yang mengalami kelelahan/fatigue pada saat menjalani pengobatan Ca
mammae.

1.5.4 Bagi pasien

Berbagai penelitian membuktikan bahwa Walking Exercise Teraphy


memberikan efek yang baik untuk menurunkan kelemahan pada pasien Ca
mammae yang menjalani pengobatan.

1.5.5 Bagi pengembangan ilmu

Dapat dijadikan bahan oleh penelitian selanjutnya dalam melakukan


penelitian pelaksanaan Walking Exercise Therapy yang mengalami
kelemahan/fatigue pada pasien Ca mammae.

7
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep cancer

Cancer adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan

mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat

dan tidak terkendali. Cancer terjadi karena adanya perubahan genetik (mutasi DNA)

yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan pemulihan sel (Hejmandi, Momna

2016 dalam Nugroho, 2016). Sel cancer bersifat tidak terkontrol, berakibat pada

pertumbuhan dan proliferasi yang tidak terkendali. Apabila proliferasi yang tidak

terkendali tersebut dibiarkan, maka akan menyebar ke organ lainnya dan berakibat

fatal (Hejmandi, Momna 2016 dalam Nugroho, 2016). Cancer adalah penyakit genetik

yang sangat kompleks dengan penyebab utamanya adalah faktor lingkungan, dimana

agen penyebab cancer (carsinogen) bisa dijumpai di makanan dan air, udara, bahan-

bahan kimia dan juga sinar matahari, yang mana manusia selalu bersinggungan atau

kontak dengan material-material tersebut (Alison, Malcolm, 2010 dalam

Nugroho,2016).

2.1.1 Definisi Kanker Payudara.

Kanker payudara adalah penyakit dimana sel-sel (kanker) yang ganas terdeteksi

dalam jaringan payudara. Sel – sel kanker ini kemudian menyebar didalam jaringan

atau organ tubuh dan kebagian tubuh yang lain (Kartika, 2013). Menurut

Wikipedia.org menyatakan kanker payudara adalah kanker yang terjadi pada wanita,

8
namun masih mungkin diderita oleh pria walaupun kemungkinannya hanya 1 %. Putri

(2009) menyatakan kanker payudara adalah kelompok penyakit, dimana sel tumbuh

berkembang, berubah, dan menduplikasi diri diluar kendali, kanker payudara merujuk

pada perkembangbiakan sel abnormal yang muncul pada jaringan payudara. Satu

kelompok akan membelah secara cepat dan membentuk benjolan atau massa jaringan

ekstra. Massa ini disebut tumor. Tumor dapat bersifat ganas (malignant, cancerous)

atau jinak (benign, non cancerous). Tumor yang bersifat ganas akan menyusup dan

menghancurkan jaringan tubuh yang sehat. Satu kelompok sel dalam sebuah tumor

juga dapat pecah dan menyebar dari satu bagian tubuh yang lain disebut metastases,

kanker payudara merujuk pada tumor ganas yang telah berkembang dari sel – sel

yang ada di dalam payudara (Putri, 2009).

2.1.2 Etiologi

Cancer merupakan sel baru yang terbentuk karena adanya faktor penyebab tertentu

dan terjadi melalui proses karsinogenesis, yaitu suatu proses pembentukan neoplasma

atau tumor (Micheal, Lam, 2006 dalam Nugroho, 2016). Knols, et all (2005) dalam

Nugraha (2016) menjelaskan karsinogenesis memerlukan waktu tahunan dan

tergantung pada beberapa faktor tumor dan klien. Agen penyebab cancer yang disebut

karsinogen mengubah perilaku sel normal menjadi tidak terkontrol, tumbuh cepat, sulit

mati, dan terus mengalami regenerasi dan mampu berpindah jauh dari jaringan awalnya.

Sel normal yang berubah menjadi sel neoplastik kemudian tumbuh dan berkembang

9
membentuk sekumpulan sel baru yang memiliki sifat otonom serta menunjukkan perilaku

keganasan dengan melakukan invasi terhadap sel-sel lain yang sehat.

Smeltzer, dan Bare (2013) menyatakan tidak ada satupun penyebab spesifik dari

kanker payudara, namun factor genetic, hormonal, dan kemungkinan kejadian

lingkungan dapat menunjang terjadinya kanker payudara. Factor genetic banyak

berkaitan dengan faktor risiko kanker payudara, perubahan genetic ini termasuk

perubahan atau mutasi dalam gen normal, dan perubahan protein baik yang menekan

ataupun meningkatkan perkembangan kanker payudara. Hormone steroid yang

dihasilkan oleh ovarium mempunyai peranan penting dalam kanker payudara. Dua

hormone ovarium utama – estradiol dan progeteron – mengalami perubahan dalam

lingkungan seluler, yang dapat mempengaruhi faktor pertumbuhan bagi kanker

payudara. Smeltzer, dan Bare (2013) menyatakan ada beberapa faktor – faktor risiko

kanker payudara diantaranya :

2.1.3.1 Faktor keturunan/genetic dari pasien.

2.1.3.2 Menarke dini. Risiko kanker payudara meningkat pada wanita yang

mengalami menstruasi sebelum usia 12 tahun.

2.1.3.3 Nulipara dan usia maternal lanjut saat kelahiran anak pertama. Wanita yang

mempunyai anak pertama setelah usia 30 tahun mempunyai risiko dua kali

lipat untuk mengalami kanker payudara dibanding wanita yang mempunyai

anak pertama mereka pada usia sebelum 20 tahun.

10
2.1.3.4 Menapause pada usia lanjut. Menopause setelah usia 50 tahun meningkatkan

risiko untuk mengalami risiko kanker payudara.

2.1.3.5 Riwayat penyakit payudara jinak. Wanita yang mempunyai tumor payudara

disertai perubahan epitel proliferative mempunyai risiko dua kali lipat untuk

mengalami kanker payuadara; wanita dengan hyperplasia tipikal mempunyai

risiko empat kali lipat untuk mengalami penyakit ini.

2.1.3.6 Pemajanan terhadap radiasi ionisasi setelah masa pubertas dan sebelum usia

30 tahun berisiko hampir dua kali lipat.

2.1.3.7 Obesitas – risiko terendah diantara wanita pascamenopause.

2.1.3.8 Kontrasepsi oral. Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral berisiko tinggi

terkena penyakit ini. Namun, risiko tinggi ini akan berkurang dengan cepat

setelah penghentian medikasi.

2.1.3.9 Terapi penggantian hormon.

2.1.3.10 Masukan alcohol, walaupun hanya sedikit memungkinkan peningkatan

risiko kanker payudara pada pengguna alcohol, namun akan meningkat pada

wanita yang mengkonsumsi alcohol tiga kali sehari.

Sedangkan Kartika, dan Erni (2013) juga menyebutkan beberapa faktor – faktor

risiko lainnya seperti :

1. Usia

Insiden kanker payudara meningkat sesuai pertambahan umur. Penyakit ini paling

sering didiagnosis pada wanita umur lebih dari 50 tahun. Wanita usia lanjut Iebih

11
beresiko terkena kanker payudara. Kanker payudara sering terjadi pada wanita

berusia 60 tahun dan jarang terjadi sebelum terjadinya menopause.

2. Riwayat Keluarga dan Faktor Genetik

Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita

yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan

resiko keganasan pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Pada

studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen

tertentu. Apabila terdapat BRCA 1 (breast cancer) yaitu suatu gen kerentanan

terhadap kanker payudara, probabilitas untuk terjadinya kanker payudara sebesar

60 % pada usia 50 tahun dan 85 % pada umur 70 tahun.

3. Faktor Reproduksi

Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan resiko terjadinya kanker

payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause pada umur

terlalu tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Resiko kanker meningkat

apabila menstruasi mulai (menarche) pada umur yang muda (11-12 tahun) dan

berlangsung pada umur sekitar 55 tahun. Kemungkinan terjadinya perubahan

“mutagenik” dari fase intermedial ke 33, fase malignant adalah lebih tinggi

apabila sikius menstruasi benlangsung lebih dari 30 tahun.

4. Penggunaan Hormon

Hormon berperan penting dalam kejadian kanker payudara. Penelitian

menunjukkan adanya hubungan antara derajat hormon seks wanita (estrogen)

dengan meningkatnya resiko kejadian kanker payudara. Ada beberapa studi

12
menunjukkan peningkatan 40% risiko terutama pada wanita tua yang menerima

premarin dalam jangka panjang. Kombinasi estrogen dan progesteron untuk

mengurangi risiko kanker endometrium tidak mengurangi untuk kanker payudara.

5. Diet dan Berat Badan

Konsumsi makanan yang tinggi lemak hewani sudah lama dikaitkan dengan risiko

kanker payudara, sekalipun belum bisa dibuktikan. Obesitas mempunyai efek

perangsang pada perkembangan kanker payudara. Estrogen disimpan dalam

jaringan adipose (jaringan lemak).

Beberapa kanker payudara adalah reseptor estrogen positif (ER+), artinya bahwa

estrogen menstimulasi pertumbuhan sel-sel kanker payudara. Maka makin banyak

jaringan adipose, makin banyak estrogen yang mengikat ER+ sel-sel kanker. Pada

wanita post menopause, androgen dalam jaringan adipose dapat berubah menjadi

estrogen dan bisa menstimulasi pertumbuhan sel-sel kanker.

6. Minum alkohol

Penelitian menemukan wanita peminum alkohol mengalanni resiko lebih besar

mengalami kanker payudara

7. Aktivitas fisik yang rendah

Wanita yang tidak pemah melakukan aktivitas setiap hari memiliki resiko tinggi

mengalami kanker payudara. Dengan melakukan aktivitas fisik setiap hari dapat

menurunkan resiko terjadinya kanker payudara dengan mencegah kelebihan berat

badan serta obesitas.

8. Penyakit fibrokistik

13
Pada wanita dengan adenosis fibroadenoma dan fibrosis tidak ada peningkatan

resiko kanker payudara. Pada hiperplasis dan papiloma resiko meningkat hingga

1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hyperplasia atipil resiko hingga 5 kali.

9. Radiasi

Eksposur dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas meningkatkan

terjdinya resiko kaker payudara Dan beberapa penelitian yang dilakukan

disimpulkan bahwa resiko kanker radiasi berhubungan secara linier dengan dosis

dan umur saat terjadinya eksposur.

2.1.4 Patofisiologi Kanker Payudara

Kanker payudara sering terjadi pada wanita diatas 40-50 tahun, merupakan penyakit

yang mempunyai banyak faktor terkait dan tergantung pada lokasi jaringan terserang.

Etiologi tidak dapat ditemukan dengan pasti. Ada tiga faktor yang mendukung yaitu

hormon, virus dan genetik. Kanker payudara dapat menjalar langsung pada struktur

tubuh terdekat atau berjarak oleh emboli sel kanker yang dibawa melalui kelenjar

getah bening atau pembuluh darah. Kelenjar getah bening di axial, supra clavicula

atau mediastinal merupakan tempat penyebaran pertama, sedangkan struktur tubuh

lain adalah paru, hati, tulang belakang dan tulang pelvis. Diagnose dini sangat

diperlukan untuk keberhasilan pengobatan dan prognosa penyakit ini tergantung dari

luasnya daerah yang diserang. Taufan Nugroho menjelaskan patofisiologi kanker

payudara sebagai berikut :

1) Fase insiasi

14
Pada tahap insiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetic sel yang

memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik ini disebabkan

oleh suatu agent yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia,

virus, radiasi atau sinar matahari. Tidak semua sel memiliki kepekaan yang

sama terhadap suatu karsinogen, bahkan gangguan fisik menahun bisa

membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan.

2) Fase promosi

Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah

menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan

berpengaruh oleh promosi, karena ini diperlukan beberapa faktor untuk

terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).

3) Maligna konversi

Sekelompok sel mulai tumbuh secara tidak terkendali, menginvasi dan

merusak jaringan disekitarnya. Fase maligna ini mempunyai laju pertumbuhan

dan perkembangan pembuluh darah yang lebih banyak daripada jaringan

normal. Pertumbuhan maligna terjadi pada kanker disertai dengan invasi atau

penyerangan jaringan sekitar dan metastasis kesisi yang jauh (Masriadi,

2016).

2.1.5 Tanda dan Gejala Kanker Payudara

Pada tahap awal, gejala kanker payudara tak terlihat. Biasanya penderita tidak

merasakan sakit dan tidak ada tanda-tanda sama sekali (Kartika, Erni 2013)

15
Inilah sebabnya mengapa banyak orang yang terlambat menyadari kehadiran kanker

payudara.

Beberapa ciri-ciri yang perlu diperhatikan antara lain:

2.1.4.1 Banjolan kecil pada payudara.

Benjolan ini biasanya tidak nyeri dan ukurannya kecil. Tapi lama – lama

membesar dan menempel pada kulit serta menimbulkan perubahan warna

pada putting susu atau kulit payudara.

2.1.4.2 Eksema atau erosi pada putting.

Selanjutnnya kulit atau putting tertarik kedalam (retraksi), warna pink atau

kecoklatan sampai menjadi eodema yang menyebabkan menjadi seperti

kulit jeruk, mengkerut dan menjadi ulkus. ulkus membesar dan mendalam

hingga bisa merusak payudara. Busuk dan berdarah, cirri lain diantaranya

perdarahan pada putting, nyeri bila tumor sudah membesar, pembesaran

pada daerah ketiak yaitu kelenjar geth bening, terjadi pembengkakan pada

lengan, dan bila tak tertangani dengan baik akan terjadi penyebaran kanker

ke seluruh tubuh.

2.1.4.3 Nipple discharge atau keluarnya cairan.

Keluarnya cairan yang tidak wajar dan spontan dari putting atau disebut

dengan nipple discharge. Cirri cairan ini adalah cairan berdarah encer,

warna merah atau coklat, keluar sendiri tampa dipijit. Keluar terus menerus

pada satu payudara (unilateral) dan cairan selain air susu.

16
2.1.5 Tahapan kanker payudara

Smeltzer, dan Bare (2013) menyatakan tahapan klinik yang paling banyak digunakan

untuk kanker payudara adalah system klasifikasi TNM yang mengevaluasi ukuran

tumor, jumlah nodus limfe yang terkena, dan bukti adanya metastasis yang jauh.

System klasifikasi TNM diadaptasi oleh The American Joint Committee On Cancer

Staging And End Result Reporting.

Pentahapan patologi didasarkan pada histologi memberikan prognosis yang lebih

akurat. Tahap – tahap nya diantara :

1) Tahap I terdiri atas tumor yang kurang dari 2 cm, tidak mengenai nadus limfe,

dan tidak terdeteksi adanya metastasis.

2) Tahap II terdiri atas tumor yang lebih besar dari 2 cm tapi kurang dari 5 cm,

dengan nodus limfe tidak terfiksasi negative atau positif, dan tidak terdeteksi

adanya metastasis.

3) Tahap III terdiri atas tumor yang lebih besar dari 5 cm, atau tumor yang lebih

besar dari 5 cm, atau tumor dengan sembarang ukuran yang menginvasi kulit

atau dinding, dengan nodus limfe terfiksasi positif dalam area klavikular, dan

tampa bukti adanya metastasis.

4) Tahap IV terdiri atas tumor dalam sembarang ukuran, dengan nodus limfe

normal atau kankerosa, dan adanya metastasis.

17
2.1.6 Perkembangan kanker

2.1.6.1 Stadium I (Stadium dini)

Besarnya tumor tidak lebih dari 2 – 2,5 cm, dan tidak dapat mendapat

penyebaran (metastase) pada kelenjar getah bening ketiak. Pada stadium I

ini, kemungkinan penyembuhan secara sempurna adalah 70 %. Untuk

memeriksa ada atau tidak metastase ke bagian tubuh yang lain, harus

diperiksa di laboratorium.

2.1.6.2 Stadium II

Tumor sudah lebih besar dari 2,25 cm dan sudah terjadi metastase pada

kelenjar getah bening diketiak. Pada stadium ini, kemungkinan untuk

sembuh hanya 30 – 40 % tergantung dari luasnya penyebaran sel kanker.

Pada stadium I dan II biasanya dilakukan operasi untuk mengangkat sel –

sel kanker yang ada pada seluruh bagian penyebaran, dan setelah operasi

dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel – sel kanker

yang tertinggal.

2.1.6.3 Stadium III

Tumor ini sudah cukup besar, sel kanker telah menyebar ke seluruh

tubuh, dan kemungkinan untuk sembuh tinggal sedikit. Pengobatan

payudara sudah tidak ada artinya lagi. Biasanya pengobatan hanya

dilakukan penyinaran dan kemoterapi (pemberian obat yang dapat

18
membunuh sel kanker). Kadang dapat dilakukan operasi pengangkatan

bagian payudara yang sudah parah.

2.1.7 Konsep fatigue pada klien cancer (cancer related fatigue)

2.1.7.1 Definisi Fatigue

Kelelahan terkait kanker adalah salah satu yang paling umum Gejala

yang dialami oleh pasien yang menerima kemoterapi dan / atau terapi

radiasi (Borneman, 2014). Cancer-related fatique adalah suatu perasaan

subyektif tentang kelelahan secara fisik, emosi dan atau kognitif yang

berhubungan dengan penyakit cancer atau terapi cancer yang

mengganggu aktivitas harian dan fungsi normal (Enderson, et all, 2010

dalam thesis Nugroho, 2016). Kondisi tersebut digambarkan sebagai

perasaan yang tidak berdaya atau kurang energi untuk melakukan sesuatu

hal yang diinginkan atau dibutuhkan (Amerika Cancer Sosiety, Fatigue in

people with cancer, 2014). Cancer Related Fatigue seringkali terjadi

sebelum klien tersebut terdiagnosa cancer (Alison, Cancer Encydopedia

Of Life Science, Artikel 2007). Cancer memburuk ketika sedang dalam

proses pengobatan dan masih akan terus berlangsung berbulan-bulan,

bahkan bertahun-tahun setelah pengobatan berakhir (White Plains, 2007

dalam thesis Nugroho, 2016)

19
2.1.7.2 Faktor yang memperberat Cancer-related Fatigue.

Mekanisme patofisiologi yang menyebabkan terjadinya cancer related

fatigue belum jelas, namun ada beberapa penelitian yang memberikan

evidence tentang faktor-faktor yang mungkin berperan terhadap

timbulnya cancer related fatigue (Elisabeth, et all, 2013 dalam thesis

Nugroho, 2016) Menurut American Cancer Society, faktor-faktor yang

berkontribusi dan ikut memperberat timbulnya fatigue pada klien

cancer adalah: cancer itu sendiri, pengobatan cancer, anemia, nyeri,

stress emosional, gangguan tidur, obat-obatan tertentu (anti depresan,

obat tidur), komplikasi dengan penyakit lain, status nutrisi yang buruk,

kurangnya olahraga, alkohol dan obat-obatan rekreasional (American

Cancer Sosiety, Fatigue in People with Cancer, 2014) Predisposisi

terjadinya fatigue pada klien cancer terdiri dari 2 faktor, yaitu faktor

fisiologis dan psikososial Faktor fisiologis meliputi: Terapi kanker

(kemoterapi, radioterapi, pembedahan); gangguan sistemik (anemia, infeksi);

gangguan tidur dan penggunaaan obat-obatan sedatif. Sedangkan faktor

psikososial meliputi kecemasan dan depresi, Faktor lain yang ikut

berkontribusi menyebabkan fatigue pada klien cancer adalah sosiodemografi,

Berdasarkan hasil penelitian dari Kim SH et.al menyatakan bahwa, faktor

sosiodemografi yang didalamnya termasuk usia, pendapatan yang rendah dan

pekerjaan, lebih berhubungan langsung terhadap timbulnya fatigue pada

klien cancer, dibandingkan dengan pengobatan cancer itu sendiri, Penelitian

20
yang lain dari Sulistini, Yetti dan Hariyati yang dilakukan pada klien

hemodialisis menyatakan bahwa faktor ekonomi (penghasilan) adalah

sebagai faktor yang paling dominan penyebab fatigue dibandingkan dengan

faktor situasional, demografi dan faktor fisik.

2.1.8 Konsep Walking Exercise Program

2.1.8.1 Walking Execise Program (WEP)


Walking Execise Program (WEP) merupakan program exercise yang
dikembangkan berdasarkan prinsip – prinsip frekuensi, durasi,
intensitas, dan aktifitas yang disarankan oleh The American College of
Sports Medicine (ASCM) dan literature review. WEP dilaksanakan
selama 2 minggu yang dilakukan sebanyak 3 -5 hari dalam seminggu
selama 15 menit. Pasien diminta untuk belajar dengan intensitas ringan
sehingga ketika diukur mencapai denyut jantung istirahat ditambah
dengan 40 %. Keamanan dan keselamatan pasien dipastikan dengan
melakukan pengukuran awal pada gerakan berjalan selama 15 menit dan
pengukuran tekanan darah dan denyut jantung serta Respiratory Rate
sebagai acuan awal (Sriwahyuni, dkk, 2012). The Christie NSH
Foundation Trust, (2014) menyebutkan Olahraga teratur mengurangi
risiko penyakit jantung, memperbaiki fungsi paru-paru, mengurangi
kelebihan berat badan dan meminimalkan dampak penuaan. Pesan ini
berlaku juga untuk pasien kanker. Penting untuk mencoba dan
berolahraga sedikit jika memungkinkan Bila klien merasa tidak enak
badan. Penelitian menunjukkan bahwa Olahraga seperti berjalan dapat
membantu mengurangi efek samping pengobatan seperti kelelahan,
nyeri, mual dan muntah. Dapat pula memperbaiki Suasana hati dan
perasaan percaya diri. Terlalu banyak berolahraga dapat membuat lelah,
jadi lebih baik sedikit tapi rutin.

21
Program latihan (exercise) efektif dalam menurunkan keluhan fatigue

dan meningkatkan kualitas hidup dari klien cancer yang sedang

menjalani kemoterapi (Banzier, et all, Eoropean Journal of Cancer care,

2014). Penelitian menunjukan bahwa olah raga sangat efektif untuk

manajement Cronic-related Fatigue, salah satunya adalah walking

exercise (Borneman,tami Assesment and Manajement of Cancer-

related Fatigue, 2014). Manfaat olahraga berjalan secara teratur:

2.1.8.1.1 memelihara atau memperbaiki kemampuan fisik

2.1.8.1.2 meningkatkan keseimbangan dan mengurangi risiko jatuh

dan patah tulang

2.1.8.1.3 mencegah pemborosan otot karena tidak aktif

2.1.8.1.4 mengurangi risiko penyakit jantung

2.1.8.1.5 mencegah osteoporosis

2.1.8.1.6 meningkatkan aliran darah ke kaki dan mengurangi risiko

darah gumpalan darah

2.1.8.1.7 meningkatkan kemandirian untuk melakukan aktivitas

normal sehari-hari hidup

2.1.8.1.8 meningkatkan harga diri

2.1.8.1.9 mengurangi kecemasan dan depresi

2.1.8.1.10 mengurangi mual

2.1.8.1.11 meningkatkan kemampuan untuk menjaga kontak sosial

2.1.8.1.12 mengurangi gejala kelelahan

22
2.1.8.1.13 meningkatkan kemampuan untuk mengendalikan berat

badan

2.1.8.1.14 meningkatkan kualitas hidup

2.2 Evidence based

Evidence based adalah penggunaan bukti untuk mendukung pengambilan keputusan

di pelayanan kesehatan (keele,2010). Evidence Based Practice in Nursing adalah

penggunaan bukti eksternal, bukti internal (clitical expertise), serta manfaat dan

keinginanpasien untuk mendukung pengambilan keputusan di pelayanan kesehatan

(Melnyk dan Fineout-Overholt, 2011).

Maka berdasarkan bukti evidence based pada penelitian Walking Exercise Program

yang banyak dilakukan oleh penelitian terdahulu, telah terbukti menurunan fatigue

pasien kanker payudara, berbagai penelitian tersebut telah banyak memberikan

manfaat bagi kemaslahatan umat, seperti Studi penelitian yang dilakukan oleh

Wahyuni, dkk yang dilakukan pada 10 responden dengan Ca mammae di RSUD,

Gresik. Didapatkan hasil bahwa Walking Exercise dapat menurunkan fatigue cukup

bermakna pada pasien Ca mammae, dimana hasil CRF scale pada pre test berbeda

dengan skore post test dari case group (p=0.043).

Penelitian yang juga dilakukan oleh Knols, et all (2005) memperoleh hasil bahwa

olahraga fisik ringan seperti berjalan kaki/Walking Exercise pada pasien kanker

memiliki efek yang baik untuk mengurangi kelelahan, meningkatkan motivasi, dan

23
mengurangi efek kanker lainya, penelitian ini dilakukan menggunakan metode 34 uji

klinis acak/Thirty-Four randomized clinical trials (RCTs) dan percobaan klinis

terkontrol

Berdasarkan jurnal Hospic & Palliative Nursing, Borneman, Tami (2013) dijelaskan

bahwa Program Walking Exercise yang dikembangkan didasarkan pada prinsip

frekuensi, durasi, intensitas, dan aktifitas yang disarankan oleh The Amerika College

of Sports Medicane (ASCM), menunjukan bahwa berolahraga dengan berjalan rutin

cukup efektif untuk menurunkan Cronic-related Fatigue/CRF, hasil penelitian yang

menunjukan bahwa olahraga secara signifikan menguragi Cronic-related

Fatigue/CRF dengan 18 responden menghasilkan (P˂.001).

Berdasarkan berbagai evidence based tersebut, dapat disimpulkan bahwa Walking

Exercise Program dapat dijadikan sebagai intervensi yang memiliki efek cukup

signifikan untuk menurunkan Fatigue, maka perlu diterapkannya intervensi ini untuk

menangani masalah Cancer Related Fatigue pada pasien Ca mammae.

24
BAB 3

METODE PENELITIAN

Bagian ini menguraikan tentang rancangan penelitian, partisipan, tempat dan waktu

penelitian, etika penelitian, cara dan prosedur pengumpulan data, alat bantu

pengumpulan data, pengolahan analisis data dan keabsahan data.

3.1. Rancangan Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan jenis motede penelitian terapan atau disebut

dengan applied reseach. Penelitian terapan atau applied research bertujuan untuk

menerapkan, menguji dan mengevaluasi kemampuan suatu teori, yang di terapkan

dalam memecahkan masalah-masalah praktis (Sugiyono, 2013). Penerapan penelitian

applied reseach umumnya mengunakan beberapa metode diantaranya metode

eksperimen dan survey karna dalam aplikasi pelaksanaannya peneliti mendapatkan

data dari tempat-tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), peneliti melakukan

perlakuan dalam mengumpulkan data dengan kuisoner, test dan wawancara

terstruktur (Sugiyono, 2013). Dipenelitian ini peneliti juga mencari pengaruh

treatment (perlakuan) Walking Exercie Therapy untuk menurunkan Cronic-related

Fatigue pada pasien Ca mammae yg akan diteliti.

Applied reseach atau penelitian terapan juga bertujuan untuk menemukan

pengetahuan yang secara praktis dapat diaplikasikan, walaupun kadang penelitian

terapan ini juga mengembangkan dan menvalidasi suatu produk dalam penerapannya,

untuk melihat pengaruh dari treatment perlakuan peneliti mengunakan bentuk desain

25
eksperimen Pre Eksperimen Desaingns karena belum merupakan eksperimen

sungguh-sungguh, masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap

terbentuknya variabel dependen. Sampel tidak dipilih secara random dan tidak adanya

variebl kontrol. Bentuk Pree – Eksperimen yang digunakan adalah One-Grup Pretest-

Posttest Design. Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 3.1 Rancangan penelitian One Group Pretest-Posttest Design

pada pasien Ca mammae

Pretest Perlakuan Posttest

01 X 02

Keterangan :

01 : Tes awal (pretest) skala fatigue sebelum perlakuan diberikan

02 : Tes akhir (posttest) skala fatigue setelah perlakuan diberikan

X :Perlakuan tehadap kelompok eksperimen yaitu dengan menerapkan

Walking Exercise Program.

Pada Desain ini terdapat prestest, sebelum diberi perlakuan. Dengan demikian hasil

perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan

keadaan sebelum diberi perlakuan.

26
3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai

kualitas dan karakteristi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian di tarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Populasi juga bukan sekedar

jumlah yang ada tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh suatu

objek yang lain.

3.2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah sampel yang memiliki

pengalaman dan subtansi yang akan di teliti. Sampel dalam penelitian ini adalah

pasien Ca mammae yang menjalani pengobatan di RSAM Bandar Lampung.

Penetapan partisipan mengacu pada kriteria inklusi tertentu yang harus di miliki.

Adapun kriteria inklusi partisipan yang dilibatkan pada penelitian ini adalah :

1). Mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan berkomunikasi dengan jelas.

Kemampuan partisipan dalam berbahasa Indonesia dan berkomunikasi dengan baik,

akan memudahkan peneliti memahami maksud dan berkomunikasi dengan baik, akan

memudahkan peneliti dalam memahami maksud yang disampaikan oleh responden .

2). Berdomisili dikota Bandar Lampung. Alasan pada criteria ini adalah untuk

memudahkan peneliti dalam melakukan proses validitas data (member cheeking), 3).

27
Responden yang diteliti minimal 4 subjek, hal ini didasarkan atas syarat penyusunan

proposal ini. 4). Responden memiliki syarat berusia diatas 40 tahun, dengan Stage

cancer 1 dan 2, tampa metastase ditulang, mampu melakukan aktifitas fisik ringan,

serta bersedia menjadi subjek penelitian. Sedangkan kriteria ekslusi partisipan dalam

penelitian ini adalah klien yang tidak kooperatif, dan klien yang tidak bersedia

menjadi subyek penelitian.

Di penelitian ini menggunakan teknik sampling non probabbilty sampling dengan

pendekatan purposive sampling atau teknik pengambilan sampel dengan

pertimbangan atau tujuan tertentu. Dalam penelitian ini pengambilan sampel

dilakukan dengan menggunakan purposive sampling yaitu cara pengambilan sampel

dengan menggunakan pertimbangan pribadi peneliti sendiri (Notoadmojo, 2010).

3.2.2 Jumlah Partisipan

Pada penelitian terapan tidak ada aturan baku yang menentukan jumlah sampel.

Jumlah sampel yang digunakan berkaitan dengan tujuan penelitian, kualitas dan jenis

strategi pemilihan sampel yang digunakan.

Jumlah sampel memperhatikan variasi data, sesuai kriteria inklusi di tempat

penelitian. Variasi sampel ini bersifat fleksibel, saat pengambilan data tetap mengacu

pada kriteria inklusi dan eksklusi yang ada.

3.2.3 Cara Pemilihan Partisipan

28
Penentuan partisipan dalam penelitian ini mempertimbangkan banyaknya informasi

penting yang ingin didapatkan dari partisipan untuk kepentingan penelitian sehingga

menggunakan purposive sampling. Teknik pemilihan sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teknik purposive sampling, dimana sampel yang digunakan

berorientasi pada tujuan penelitian yang didasarkan pada keyakinan peneliti

bahwasanya sampel ini akan memperkaya data penelitian (Polit & Beck,2012).

Kesesuaian atau appropriateness dalam penelitian ini dilakukan degan cara partisipan

dipilih atau diseleksi secara sengaja karena memiliki pengalaman yang sesuai dengan

fenomena yang diteliti. Proses perekrutan partisipan dimulai dengan mencari data

melalui poli RSAM dengan menyeleksi pasien yang menjalani pengobatan Ca

mammae, lalu mencocokan dengan criteria inklusi yang sudah ditetapakan.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

3.3.1 Waktu penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Februari - Mei, dimana pengambilan data pasien

dan penerapan intervensi dilakuakan selama 1 minggu dibulan Maret. Penelitian ini

diawali dengan penyusunan proposal, berlanjut dengan pengumpulaan data yang

dilakukan secara simultan dengan proses analisis data sampai dengan tahap akhir

yaitu proses pengumpulan laporan.

29
3.3.2 Jadwal Penelitian

Tabel 3.2 Jadwal penelitian KTI

No Kegiatan Desember Januari Februari Maret

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

1 Sosialisai karya

tulis ilmiah (dosen)

2 Sosialisai Karya

Tulis Ilmiah

(mahasiswa)

3 Pembuatan

proposal

4 Ujian Proposal

3.2.3 Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah Kota Bandar Lampung yaitu Rumah Sakit Umum

Daerah Abdoel Moeloek (RSUDAM) Provinsi Lampung. Alasan pemilihan tempat

penelitian tersebut, karena pasien yang menjalani pengobatan Ca mammae dapat

terditek melalui data yang masuk dirumah sakit, serta mudahnya akses ke pasien yang

berdomisili di Bandar Lampung.

30
3.3 Definisi Operasional (Definisi Operasional, Alat Ukur, Hasil Ukur, Skala

Ukur)

Definisi operasional adalah mengukur atau menilai variable penelitian, kemudian

memberikan gambaran tentang variable tersebut atau menghubungkannya (Dharma,

2011).

Definisi operasional pengambilan data dilakukan melalui observasi dan kuesioner.

Kuisioner yang dipergunakan untuk mengukur CRF adalah dengan menggunakan

Brief Fatigue Inventory (BFI). BFI terdiri dari 4 poin yang mengkaji intensitas

fatigue perminggu meliputi perasaan fatigue saat ini, rata-rata intensitas fatigue, level

fatigue yang paling berat yang dirasa, dan level fatigue yang paling ringan yang

dirasa, alat lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedometer atau alat

penghitung langkah, dimana alat ini digunakan untuk memotivasi orang – orang yang

ingin meningkatkan aktivitas fisik mereka, selain itu disediakan pula buku panduan

untuk membantu pasien kanker untuk memahami lebih dalam tentang Ca Mammae,

manfaat olahraga dan panduan menjalankan Walking Exercise Program.

31
Tabel 3.3

Definisi Operasional

Skala
Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur

Walking exercise WAP dilakukan dengan latihan lembar Observasi 1 = bila subyek Nomina

therapy berjalan selama 10 – 15 menit yang observasi penelitian l

dilakukan selama 3 hari dalam ceklist, dan menerapkan

seminggu dengan menggunakan pedometer walking exercise

pedometer untuk mengukur jumlah therapy

langkah, serta melakukan pengukuran 0 = bila subyek

tekanan darah/nadi sebelum dan penelitian tidak

sesudah Therapy. menerapkan

walking exercise

therapy

CRF (Cancer Cancer-related fatique adalah suatu Skala BFI Menggunakan 4 poin yang Ordinal

Related Fatigue) perasaan subyektif tentang kelelahan (Brief skala BFI dinilai untuk

secara fisik, emosi dan atau kognitif Fatique mengukur

yang berhubungan dengan penyakit Inventory) kelelahan

cancer atau terapi cancer yang menggunakan

mengganggu aktivitas harian dan skala yaitu :

fungsi normal Perasaan

lelah/fatigue saat

ini.

Rata-rata

32
intensitas fatigue.

Level fatigue

yang paling berat

yang dirasa, dan

level fatigue yang

paling ringan

yang dirasa).

3.4 Instrumen KTI

Penelitian ini menggunakan instrument fisiologis yaitu alat ukur berupa pedometer

untuk menghitung langkah pada saat melakukan olahraga berjalan pada pasien Ca

mammae, kemudian juga menggunakan instrumen observasi berupa panduan Standar

Operasional Prosedur (SOP) Walking Exercise Therapy yang dievaluasi dengan

menggunakan lembar observasi checklist sebelum dan setelah dilakukan Walking

Exercise Program, pertanyaan mengenai stadium cancer merujuk pada American

Join Committee on Cancer (AJCC) yang mengkategorikan stadium cancer dalam 4

stadium yaitu : stadium 1, kode = 1; stadium 2, kode:2, stadium 3, kode: 3; stadium 4,

kode: 4. Penentuan stadium cancer merujuk pada diagnose medis yang telah

ditegakan dengan melihat pada rekam medis klien. Mengukur tingkat kelemahan

yang dialami pasien Ca mammae menggunakan skala Brief Fatigue Inventory (BFI)

dengan pengkategorian dengan menggunakan empat pertanyaan tentang

kelemahan/fatigue berupa perasaan lelah/fatigue saat ini, intensitas fatigue, perasaan

33
lelah terburuk yang dirasakan, serta perasaan lelah yang masih mampu ditolerir oleh

pasien Ca mammae.

3.5 Pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang di pergunakan dalam penelitian ini adalah metode

wawancara didukung dengan pembuatan catatan lapangan (field note). Strategi

pengumpulan data akan di gunakan pada penelitian ini adalah wawancara semi

terstruktur menggunakan pertanyaan terbukaopen ended question dan pembuatan

catatan lapangan terhadap respon non verbal partisipan selama wawancara di lakukan.

Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumentasi). Hasil

ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk transkrip

(catatan terstruktur). Cara pengumpulan data dapat dilakukan mealui beberapa tahap,

yaitu:

1. Peneliti mengajukan permohonan izin melakukan penelitian dari institusi

Akademi Keperawatan Panca Bhakti Bandar Lampung

2. Peneliti mengajukan surat permohonan kepada Direktur RSUD Dr.H.Abdoel

Moeloek BandarLampung untuk melakukan penelitian

3. Peneliti memilih responden sesuai dengan kriteria inklusi

4. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tentang penelitian yang akan

dilakukan terhadap responden

34
5. Peneliti memberikan informasi tentang penelitian dan meminta kesediaan

responden untuk terlihat dalam penelitian

6. Setelah klien bersedia menjadi responden peneliti memberikan inform

consent sebagai bentuk persetujuan responden

7. Kemudian peneliti melakukan wawancara selama 20 menit untuk

mendapatkan informasi tentang karakteristik responden dan masalahnya,

serta melakukan penilaian tingkat kelemahan/fatigue yang dirasakan dan

pengisian skala fatigue pada pasien sebelum dilakukan Walking exercise

Therapy.

8. Setelah itu pasien diberikan panduan tentang Walking Exercise Therapy yang

dilakukan sesuai tahap-tahap pelaksanaannya serta jadwal latihan, intensitas

dan waktu yang sesuai dengan standar operasional prosedur yang ada.

9. Walking Exercisse Therapy dilakukan selama minimal 3 hari dalam

seminggu, dengan estimasi waktu berjalan 10 – 15 menit.

10. Setelah dilakukan Walking Exercise Therapy dilakukan evaluasi skala

Fatigue pada pasien, dan evaluasi keseluruhan dilakukan seminggu

setelahnya.

3.6 Analisis Data

Analisa data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta selanjutnya

membandingkan dengan teori yang ada dan penelitian yang dilakukan sebelumnya

kemudian dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis data yang digunakan

35
dengan cara peneliti membandingkan hasil penelitian-penelitian yang sebelumnya

yang pernah dilakukan terkait dengan penerapan Walking Exercise Program pada

klien yang mengalami Ca mammae untuk menurunkan kelemahan/Cancer Related

Fatigue selanjutnya dibandingkan dengan teori yang ada sebagai bahan untuk

memberi rekomendasi intervensi tersebut. Dalam hal ini analisa data yang digunakan

adalah dengan menggunakan lembar observasi skala kelemahan/fatigue sebelum dan

sesudah dilakukan Walking Exercise Therapy dan kuisioner mengenai stage cancer

untuk penilaian stadium kanker yang diderita pasien Ca mammae, serta uji keabsahan

data menggunakan trigulasi sumber yaitu menggunakan klien, perawat, dan keluarga

sebagai sumber informasi, sumber dokumentasi dll, jika informasi yang didapatkan

dari sumber klien sama dengan yang didapatkan dari perawat serta keluarga klien

maka informasi tersebut valid.

3.6.1 Mereduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokan menjadi data

subjektif dan objektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan

kemudian dibandingkan dengan nilai normal.

3.6.2 Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dengan gambar, table, bagan maupun

teks naratif. Kerahasiaan klien dijamin dengan jalan mengaburkan

identitas diri klien.

36
3.6.3 Kesimpulan

Data yang disajikan kemudian dibahas dan dibandingkan dengan hasil

hasil peneliti terdahulu secara teoritis dengan perilaku kesehatan.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi data. Data yang

dikumpulkan terkait dengan data dari pengkajian, diagnosis,

perencanaan, tindakan, dan evaluasi..

3.7 Etika Penerapan KTI

Dicantumkan etika yang mendasari penyusunan studi kasus, terdiri dari :

1. Prinsip Benefience

Meminimalkan bahaya yang timbul dalam penelitian dan

memaksimalkan manfaat penelitian. Prinsip etika penelitian Benefience

meliputi freedom from harm and discomfort dan protection from

exploitation.

2. Prinsip Menghargai Martabat Manusia (Respect Human For Dignity)

Penerapan prinsip ini dapat dilakukan peneliti untuk memenuhi hak-hak

partisipan dengan cara menjaga kerahasiaan identitas partisipan

(anonymity), kerahasian data (confidentiality), mengahargai privacy dan

dignity dan menghormati otonomi (respect for autonomy).

3. Prinsip Keadilan (Justice)

Prinsip ini bertujuan untuk tercapainya derajat dan keadilan terhadap

orang lain dengan menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan

kemanusiaan. Prinsip ini direfleksikan dalam praktek professional ketika

37
perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hokum, standar praktik

dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan

kesehatan dan di dokumentasikan dalam asuhan keperawatan sesuai

dengan hokum dan standar praktik keperawatan.

38

Anda mungkin juga menyukai