Anda di halaman 1dari 17

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah rangkaian proses yang terjadi dengan air yang terdiri

dari penguapan, presipitasi, infiltrasi dan pengaliran keluar (out flow). Penguapan

terdiri dari evaporasi dan transpirasi. Uap yang dihasilkan mengalmai kondensasi dan

dipadatkan membentuk awan yang nantinya menjadi air dan turun sebagai presipitasi.

Sebelum tiba dipermukaan bumi tersebut sebagaian langsung menguap ke udara,

sebagaian tertahan oleh tumbuh-tumbuhan (intersepsi) dan sebagian mencapai

permukaan tanah.

Air merupakan hasil sirkulasi alamiah yang berlangsung terus menerus,

sirkulasi tersebut tidak sesederhana yang dibayangkan karena melibatkan intensitas

sinar matahari yang menimbulkan adanya perbedaan tekanan dan suhu, kondisi fisik

dan kimiawi permukaan bumi, tingkat permeabilitas dan porositas lapisan batuan

didalam kulit bumi, tingkat permeabilitas dan porositas lapisan di dalam kulit bumi,

intensitas pepohonan dan sebagainya (Awang Suwandhi, 2004).

Air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi aliran permukaan (surface

fun off). Aliran permukaan sebagian akan meresap ke dalam tanah menjadi aliran

bawah permukaan melalui proses infiltrasi dan perkolasi, selebihnya terkumpul di

dalam jaringan alur sungai (river flow). Apabila kondisoi tanah memungkinkan

sebagian air infiltrasi akan mengalir kembali ke dalam sungai (river), atau
mengenang sebagai interflow. Sebagian dari air dalam tanah dapat muncul lagi ke

permukaan tanah sebagai air eksfiltrasi dan dapat terkumpul lagi dalam alur sungai

langsung menuju ke laut (Soewarno, 2000).

Air yang sampai kepermukaan tanah sebagian akan berinfiltrasi dan sebagian

lagi akan mengisi cekungan-cekungan di permukaan tanah kemudian mengalir ke

tempat yang lebih rendah (run off), masuk ke sungai-sungai dan akahirnya ke laut.

Dalam perjalannya, sebagian air akan mengalami penguapan. Air yang masuk ke

dalam tanah sebagian akan keluar lagi menuju sungai yang di sebut sebagai aliran

antara (interflow), sebagian akan turun dan masuk ke dalam air yanah yang sedikit

demi sedikit masuk kedalam sungai sebagai aliran bawah tanah (ground water flow).

Air yang menginfiltrasi pertama diabsorbsi unutuk meningkatkan kelembapan

tanah, selebihnya akan turun ke permukaan tanah. Dalam hal tertentu, infiltrasi

berubah sesuai dengan curah hujan. Akan tetapi setelah mencapai limitnya, banyak

infiltrasi akan berlangsung terus sesuai dengan kecepatan absorbsi maksimum setiap

tanah. Kecepatan infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan variasi intensitas curah

hujan.

1. Intensitas Curah Hujan

Hujan adalah curahan atau jatuhan air akibat peristiwa kondensasi dari

atmosfer ke permukaan bumi dalam bentuk air, embun, kabut, atau salju. Intensitas

curah hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume
hujan setiap satuan waktu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda, tergantung dari

lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan

cara melakukan analisis data hujan baik secara statistik maupun empiris. Intensitas

curah hujan dinotasikan dengan hujuf I dengan satuan mm/jam.

Durasi terjadinya hujan (menit, jam, dan hari) di peroleh dari hasil pencatatan

alat prngukur hujan. Hujan yang meliputi daerah luas jarang sekali dengan intensitas

tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Frekuensi intensitas

hujan adalah interval waktu rata-rata antara kejadian curah hujan yang mempunyai

intensitas tertentu dengan kejadian curah hujan dengan intensitas yang sama atau

lebih lebat (Fasdarsyah, 2014).

Curah hujan rencana merupakan suatu kriteria utama dalam perencanaan

sistem penyaliran tambang. Salah satu metode dalam analisis frekuensi yang sering

digunakan dalam menganalisis data curah hujan yaitu dengan metode distribusi

gumbel. Berikut persamaanya :

𝑆
Xt = X + 𝑆𝑛 (Yt – Yn) …………………………………………………….. (1)

Dimana :

Xt : Perkiraan nilai curah hujan rencana (mm)


X : Curah hujan rata-rata (mm)
S : Simpangan baku (standar deviation)
Sn : Standar deviasi dari reduksi variate, tergantung dari jumlah data (n)
Yt : Nilai reduksi variat dari variable yang di harapkan terjadi pada
periode ulang tertentu.
Yn : Koreksi rata-rata (n)

(Muhammad Endrianto dkk, 2013).

Setelah data curah hujan diperoleh makan intensitas hujan dapat ditentukan

mengunakan metode mononobe sebagia berikut :

2/3
R  24 
I  24   ………………………………..………………………… (2)
24  t 

Dimana :

I : Intensitas curah hujan (mm/jam)


T : Waktu konsentrasi hujan (jam)
𝑅24 : Curah hujan rencana per hari (24 jam)

(Diyah Ayu Purwaningsih dkk, 2015).

Tabel 1. Hubungan Derajat dan Intensitas Curah Hujan


Intensitas Curah
Derajat Hujan Hujan Kondisi
(mm/menit)
Hujan lemah 0,02 – 0,05 Tanah basah semua
Hujan normal 0.05 – 0,25 Bunyi hujan terdengar
Hujan deras Air tergenang diseluruh permukaan
0,025 – 1.00
dan terdengar bunyi dari genangan
Hujan sangat deras Hujan seperti ditumpahkan, saluran
>1,00
pengairan meluap
(Sumber : Awang Suwarndhi “Diktak Perencanaan Tambang Terbuka”, 2004 )

2. Debit Air Limpasan

Jenis material pada areal penambangan berpengaruh terhadap kondisi

penyerapan air limpisan karena untuk setiap jenis dan kondisi material yang berbeda

memiliki koefisien materialnya masing-masing. Koefisien tersebut merupakan para

meter yang mengambaran hubungan curah hujan dan limpasan. Yaitu memperkirakan
jumlah air hujan yang mengalir menjadi limpasan langsung di permukaan. Koefisien

limpasan di pengaruhi oleh faktor-faktor tutupan tanah, kemiringan dan lamanya

hujan. Berikut koefisien material dan kecepatan izin aliran:

Tabel 2. Koefisien Material dan Kecepatan Izin Aliran


Kecepatan Aliran (m/det)
No Material Nilai (n)
Air Jernih Air keruh
1 Pasir halus koloida 0.020 0.457 0.672
2 Lanau kepasiran non koloid 0.020 0.534 0.762
3 Lanau non koloid 0.020 0.610 0.914
4 Lanau alluvial nono koloid 0.020 0.610 1.067
5 Lanau kaku 0.020 0.672 1.067
6 Debu vulkanis 0.020 0.672 1.067
7 Lempung kompak 0.025 1.143 1.524
8 Lanau alluvial, koloid 0.025 1.143 1.524
9 Kerikil halus 0.025 0.672 1.524
10 Pasir kasar non koloid 0.030 1.143 1.524
11 Pasir kasar koloid 0.025 1.129 1.829
12 Batuan D 20 mm 0.028 1.340 1.9
13 Batuan D 50 mm 0.030 1.980 2.4
14 Batuan D 100 mm 0.030 2.810 3.4
15 Batuan D 200 mm 0.030 3.960 4.5
(Sumber : Awang Suwarndhi “Diktak Perencanaan Tambang Terbuka”, 2004 )

Untuk menentukan besarnya debit air limpasan (run off) ditentukan dengan

menggunakan pesamaan Rasional :

Q = 0,278 × C × I × A ………………………………………………...…… (3)

Dimana :

Q : Debit air limpasan maksimum (𝑚3 /detik)


C : Koefisien limpasan
I : intensitas curah hujan (mm/jam)
A : Luas daerah tangkapan hujan (𝑘𝑚2 )
(Muhammad Endrianto dkk, 2013).

Tabel 3. Koefisien Limpasan


Kemiringan Tutupan/jenis lahan C
Sawah, rawa 0.2
<3% (datar) Hutan, perkebunan 0.3
Perumahan 0.4
Hutan, perkebunan 0.4
Perumahan 0.5
3% - 5% (sedang)
Semak-semak agak jarang 0.6
Lahan terbuka 0.7
Hutan 0.6
Perumhan 0.7
>15% (curam)
Semak-semak agak jarang 0.8
Lahan terbuka daerah tambang 0.9
(Sumber : Awang Suwarndhi “Diktak Perencanaan Tambang Terbuka”, 2004 )

B. Metode Penyaliran Tambang

Penyaliran dititik beratkan pada metode atau teknik penaggulanagan air pada

tambang terbuka. Teknik penyaliran bisa bersifat pencegahan atau pengendalian air

yang masuk ke lokasi penambangan. Perusahaan cendrung menggunakan salah satu

cara dengan pertimbangan biaya tanpa mengurangi keselamatan kerja. Namun, hal

penting yang perlu mendapat perhatian serius adalah memprediksikan kapan cuaca

ekstrim akan terjadi, yaitu di mana aliran tanah dan air limpasan sangat

membahayakan front penambangan (Awang Suwandhi, 2004).

Penanganan air pada suatu lokasi tambang terbuka di bedakan menjadi dua yaitu :

1. Main Drainage

Sistem main drainage yaitu upaya pencegahan air masuk ke area front tambang.

Umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan air yang berasal dari sumber

air permukaan. Beberapa metode penyaliran Mine drainage :


a. Metode Siemens

Pada setiap jenjang (bench) dari kegiatan penambangan dibuat lubang bor

kemudian ke dalam lubang bor dimaksukkan pipa dan disetiap bawah pipa tersebut

diberi lubang-lubang. Bagian ujung ini masuk ke dalam lapisan akuifer, sehingga air

tanah terkumpul pada bagian ini dan selanjutnya dipompa ke atas dan dibuang ke luar

daerah penambangan.

b. Metode Elektro Osmosis

Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda. Bilamana elemen-elemen

dialiri arus listrik maka air akan terurai, H+ pada katoda (disumur besar) dinetralisir

menjadi air dan terkumpul pada sumur lalu dihisap dengan pompa.

c. Small Pipe With Vacuum Pump

Cara ini diterapkan pada lapisan batuan yang impermiable (jumlah air sedikit)

dengan membuat lubang bor. Kemudian di masukkan pipa yang ujung bawahnya

diberi lubang-lubang. Antara pipa isap dengan dinding lubang bor diberi kerikil-

kerikil kasar (berfungsi sebagai penyaring kotoran) dengan diameter kerikil lebih

besar dari diameter lubang. Di bagian atas antara pipa dan lubang bor di sumbat

supaya saat ada isapan pompa, rongga antara pipa lubang bor kedap udara sehingga

air akan terserap ke dalam lubang bor.


2. Mine Dewatering

Dalam metode Mine Dewatering pengendalian air yang masuk ke dalam front

penambangan di lakukan dengan dua sistem yaitu sistem kolam terbuka (sump),

membuat paritan dan membuat adit. Penyaliran dengan membuat kolam terbuka dan

paritan biasanya ideal diterapkan pada tambang open cast atau kuari, karena dapat

memanfaatkan gravitasi untuk mengalirkan air dari bagian puncak yang lebih tinggi

ke tempat rendah. Pompa yang digunakan pada posisi ini lebih efisien, efektif dan

hemat energi. Pada tambang open pit penggunaan pompa menjadi sangat vital untuk

menaikan air dari dasar tambang ke permukaan dan kerja pompa pun cukup berat.

Kadang-kadang tidak cukup digunakan 1unit pompa, tetapi harus beberapa pompa

yang di hubungkan seri untuk membantu daya dorong dari dasar sampai ke

permukaan. Artinya unsur biaya pompa harus diperhatikan. Sedangkan sistem adit

lebih idel diterapkan pada tambang terbuka open pit dengan syarat lokasi

penambangan harus mempunyai lembah tempat membuat sumuran dan adit agar air

dapat keluar.

a. Sistem Sumuran Terbuka (Open Sump System)

Sistem ini dilakukan dengan cara air yang masuk kedalam tambang dikumpulkan

ke suatu sumuran (sump) yang dibuat didasar tambang kemudian dari sumuran

tersebut dipompa dan dialirkan dengan pipa untuk dikeluarkan dari tambang. Sistem

ini pada umumnya banyak digunakan pada tambang terbuka.


b. Sistem Paritan

Sistem ini cukup ideal diterapkan pada tambang terbuka open cast atau kuari.

Paritan dibuat berawal dari sistem mata air atau air limpasan menuju suatu kolam

penampungan atau langsung ke sungai yang sudah ada atau di arahkan ke selokan

jalan utama tambang. Sasaran akhir paritan adalah kolam atau sump yang akan

menampung air sementara sebelum dipompakan ke permukaan atau dialirkan ke

sistem adit.

c. Sistem Adit

Penyaliran dengan sistem adit cocok diterapkan pada tambang open pit yang

cukup dalam, biasanya digunakan untuk pembuangan air pada tambang terbuka yang

mempunyai banyak jenjang tetapi terdapat suatu lembah yang memungkinkan dibuat

sumuran (shaff). Sumuran ini berfungsi sebagai jalan keluarnya aliran-aliran air

melalui beberapa adit dari dalam tambang.

C. Perencanaan Saluran Terbuka

Bentuk penampang saluran umumnya dipilih berdasarkan debit air. tipe

material pembentuk saluran serta kemudahan dalam pembuatannya. Saluran air

dengan penampang persegi empat atau segitiga umumnya debit kecil sedangkan

penampang trapesium untuk debit yang besar.

Saluran atau paritan merupakan jalur alir yang akan di alirkan ke kolam

pengedapan. Analisis paritan atau saluran bertujuan unruk menentukan dimensi dari
paritan berdasarkan debit air yang akan di salurkan ke kolam pengendapan. Untuk

mengetahui dimensi saluran mengunakan persamaan :

Q = 1/n × R2/3 × SI/2 × A …………………………………………………… (4)

Dimana :

Q : Debit (𝑚3 /detik)


R : Jari jari hidrolik (m)
S : Kemiringan saluran (%)
A : Luas penampang basah (𝑚2 )
n : koefisien kekerasan manning

(Muhammad Endrianto dkk, 2013).

Tabel 4. Kemiringan dinding saluran yang sesuai jenis bahan


Bahan Kemiringan dinding saluran
Batu/cadas Hampir tegak lurus
Tanah gambut (peat) 1⁄ : 1
4
Tanah lapis beton 1⁄ : 1
2
Tanah bagi saluran lebar 1 : 01
Tanah bagi parit kecil 1,5 : 1
Tanah berpasir lepas 2 : 01
Lempung berpori 3 : 01
(Sumber : Awang Suwarndhi “Diktak Perencanaan Tambang Terbuka”, 2004 )

Tabel 5. Koefisien Kekerasan Manning


Saluran Keterangan n Manning
Lurus, baru, seragam, landai dan bersih. 0,016 – 0,033
Berkelok, landai dan berumput. 0,023 – 0,040
Tanah
Tidak terawat dan kotor 0,050 – 0.14
Tanah berbatu, kasar dan tidak teratur 0,035 – 0,045
Batu kosong 0.023 – 0,035
Pasangan
Pasangan batu belah 0,017 – 0,030
Halus, sambungan baik dan rata 0,014 – 0,018
Beton
Kurang halus dan sambungan kurang rata 0,018 – 0,030
D. Kolam Penampungan (Sump)

Sump (kolam penampungan) merupakan kolam penapungan air yang dibuat untuk

menampung air lipasan , yang dibuat sementara sebelum air dipompa keluar. Sump

juga berfungsi sebagai tempat mengedapnya lumpur yang terbawa oleh air.

Pengaliran air dari sump dilakukan dengan cara pemompaan atau dialirkan kembali

melalui saluran pelimpah. Sump yang dibuat disesuaikan dengan kemajuan medan

kerja (front) penambangan. Tata letak sump akan dipengaruhi oleh sistem drainase

tambang yang diseuaikan dengan geografis daerah tambang dan kestabilan lereng

tambang. Untuk optimalisasi input (masukan) dan output (keluaran), maka dapat

ditentukan volume dari sump menggunakan persamaan:


1
V = ( luas atas + luas bawah) × 2 t …………………………………………….. (5)

Dimana :

V = Volume sump
t = Tinggi sump

Sump dapat dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan penempatannya yaitu sebagai

berikut :

1.Travelling sump (balong front), sump ini dibuat pada daerah front tambang,

baik secara terencana yang digambarkan pada peta jangka pendek atau

terencana sebelumnya. Sump ini dibuat apabila situasi untuk menanggulangi

air permukaan dibutuhkan. Jangka waktu penggunaan sump ini relatif singkat

dan selalu ditempatkan dengan kemajuan front tambang.


2. Sump jenjang atau sump transit, sump ini dibuat secara terencana dalam

pemilihan lokasi maupun volumenya. Penempatannya pada jenjang tambang

dan biasanya dibagian lereng tepi tambang. Sump ini disebut sebagai sump

permanen karena dibuat untuk jangka waktu lama, biasanya terbuat dari bahan

kedap air dengan tujuan untuk mencegah peresapan air supaya tidak

menyebabkan jenjang tambang longsor karena sump ini yang pertama

menerima air dari sump front. Konstruksi atau badan sump ini dibagi menjadi

dua bagian, bagian pertama untuk menapung air kotor yang berasal dari sump

front sebagai tempat penampungan lumpur dan bagian lainnya sebagi tempat

penampungan air yang berasal dari bagian sump yang pertama kemudian

dialirkan kesaluran pelimpah.

3. Main sump (balong induk) sump ini dibuat sebagai penapungan air terakhir dan

dapat digunakan sebagai cadangan air. Pada umunya sump ini dibuat dielevasi

terendah dalam tambang (dasar tambang).

(Awang suwardhi, 2004).

E. Pompa dan Pipa

Pompa dan pipa berfungsi untuk mengeluarkan air yang tergenang didalam front

penambangan, analisis pemompoaan dan pipa dilakukan untuk mengetahui jumlah

pompa dan pimpa yang dibutuhkan untuk mengeluarkan air yang tergenang dalam

front. Untuk mengetahui kemampuan pompa maka dilakukan beberapa perhitungan

untuk mendapatkan hasil perhitungan head total dari pompa.


1. Head Statis

Head statis yaitu berkurangnya kemampuan pompa akibat dari perbedaan elevasi

air masuk dan air keluar pada pipa. Adapun rumus head statik yaitu :

Hs = h2 – h1 ……………………………………………………………….. (6)

Dimana :

hs : Head statik
h1 : Elevasi sisi isap (m)
h2 : Elevasi sisi keluar (m)

2. Head Kecepatan

Head kecepatan adalah perbedaan kecepatan yang diakibatkan dari gaya gravitasi

dan perbedaan jari-jari inlet atau outlet pipa. Perhitungan head kecepatan dapat

ditentunkan mengunakan persamaan :

𝑣2
hV = ……………………………………………………………………..... (7)
2𝑔

Dimana :

hV : head kecepatan
v : kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
g : kecepatan gravitasi bumi (m/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 2 )

3. Head Gesekan

Head gesekan yaitu perubahan tekanan air akibat dari pengaruh gesekan pada

pipa, dengan mempertimbangkan faktor kekasaran, panjang pipa, gravitasi bumi, dan

dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

𝑙 ×𝑣 2
Hf = f ( 2𝐷𝑔 ) …………………………………………………………………. (8)

Dimana :
Hf : Head gesekan
f : Koefisien kekekrasan pipa
L : Panjang pipa (m)
V : Kecepatan alir dalam pipa (m/detik)
D : Diameter pipa (m)
g : Kecepatan gravitasi bumi (m/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 2 )

4. Head Loss

Head loss yaitu perubahan tekanan air akibat dari pengaruh koefisien kekasaran

air dan pengaruh gravitasi. Head loss dapat dihitung dengan persamaan sebagai

berikut :

𝑣2
ℎ𝑓2 = k (2𝑔) ………………………...………………………………………… (10)

Dimana :

ℎ𝑓2 : Head loss


k : Koefisien kekerasan pipa yang tergantung pada jari-jari belokan,
diameter pipa dan sudut yang dibentuk pipa dan biadng data.
V : kecepatan aliran dalam pipa (m/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 2 )
g : Kecepatan gravitasi bumi (m/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 2 )
R : jari-jari lengkungan belokan (m)
Ɵ : Besarnya sudut belokan

Head total adalah energi yang diperlukan untuk mengalirkan sejumlah air pada

kondisi tertentu. Semakain besar debit air yang dipompa, maka head pompa juga

akan semakin besar. Head total di dapatkan setelah nilai head statis, head kecepatan,

head gesekan, dan head loss di dapat. Berikut rumus untuk mendaptkan head total :

Head total = hs + hv + Hf + ℎ𝑓2 ……………………………..……………… (11)

Dimana :

hs : head statis
hv : head kecepatan
Hf : head gesek
ℎ𝑓2 : head loss

(Muhammad Endriantho dkk, 2013).

Setelah mendapat nilai head total, maka perlu juga di lakukan perhitungan debit

koreksi pompa, perhitungan ini dimaksudkan untuk mengetahui debit air yang akan

keluar dari pipa pembuangan sehingga diketahui debit air yang akan masuk keparitan

sebelem masuk ke kolam pengendapan. Berikut ini perhitungan debit koreksi pompa :
𝐻2
Q2 = Q1 𝐻1 ………………………………………………………………..….. (12)

Dimana :

Q1 : Debit pompa dari pabrik (𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 3/detik)


Q2 : Debit pompa setelah di koreksi (𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 3/detik)
H1 : Head dari pabrik (meter)
H2 : Head total perhitungan (meter)

F. Kolam Pengendapan Lumpur

Kolam pengedapan merupakan lokasi tempat penapungan atau menyimpan

sementara air yang berasal dari saluran sebelum disalurkan kembali kesungai. Kolam

pegendapan juga sebagai sara unutuk menghidarkan pencemaran air yang berasal dari

tambang yang mengandung partikel padat akibat erosi.

Ukuran kolam pengedapan harus disesuaikan dengan jumlah air yang ditampung

sehingga air yang beral dari pit penambangan dapat teratasi. Dalam kolam

pengedapan terdapat 4 zona penting yaitu :

1. Zona masukan (inlet zone) Adalah tempat masuknya aliran air yang

bercampur dengan padatan yang berbentuk blumpur kedalam kolam


pengendapan dengan anggapan campuran antara padatan dan cairan

terdistribusi secara merata.

2. Zona Pengendapan (settlement zone) adalah Tempat dimana partikel akan

mengendap. material padatan disini tempat dimana partikel akan

mengendap. material padatan disini akan mengalami proses pengendapan

disepanjang saluran.

3. Zona Endapan Lumpur (sediment zone) adalah Tempat dimana partikel

padatan dalam cairan mengalami sedimentasi dan terkumpul pada bagian

bawah saluran pengendap.

4. Zona Keluaran (outlet zone) adalah Tempat keluarnya buangan cairan

yang relative bersih. zone ini terletak pada akhir saluran.

(Marwan dkk, 2016).

a. Kecepatan dan luas koalam Pengendapan

Dalam menentukan dimensi kolam pengendapan maka perlu diketahui beberapa

hal yang mendukung kolam tersebut, diantaranya yaitu volume air yang akan

ditampung, volume butiran yang tersuspensi dan kecepatan waktu pengendapan.

Untuk menentukan besarnya volume air yang ditampung dapat diketahui dari

besarnya debit air limpasan maksimal dengan mengalikan faktor koreksi dan waktu

kosentarasi air. Kecepatan padatan tersuspensi tergantung pada diameter partikel

salam padatan yang lolos keluar dari kolam pengendapan, sehingga kecepatan

pengendapan partikel dapt dihitung dengan menggunakan persamaan :


𝑔 .𝐷2 .(𝜌𝑝−𝜌𝑎)
V= ……………………………………………………………. (13)
18𝜇

Dimana :

V = kecepatan pengendapan partikel (m/detik)


g = percepatan gravitasi (m/detik2)
p = berat jenis partikel padatan
a = berat jenis air (kg/m3)
 = kekentalan dinamik air (kg/mdetik)
D = diameter partikel padatan (m)

Luas kolam pengendapan ditentukan dari volume total air tersuspensi dan

kecepatan partikel padatan tersebut untuk mengendap. Luas kolam pengedapan dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan :

A = Q total/V …………………………………………………………… (14)

Dimana :

A = Luas kolam pengendapan (m2)


Qtotal = Debit air yang masuk kolam pengendapan (m3/detik)
v = Kecepatan pengendapan (m/detik)

(Awang Suwardhi, 2004).

Anda mungkin juga menyukai