BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
dijumpai tali pusat terpendek ½ cm dan terpanjang 200 cm. Struktur terdiri
atas 2 aa.umbilikalis dan 1 v.umbilikalis serta jelly Wharton.
Darah ibu yang mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml tiap
menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu.
Perubahan-perubahan terjadi pula pada jonjot-jonjot selama kehamilan berlangsung.
Pada kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium dari vili tidak berubah akan tetapi dari
lapisan sitotropoblast sel-sel berkurang dan hanya ditemukan sebagai kelompok-
kelompok sel-sel; stroma jonjot menjadi lebih padat, mengandung fagosit-fagosit, dan
pembuluh-pembuluh darahnya lebih besar dan lebih mendekati lapisan tropoblast.
2.2.3 Diagnosis
a. Anamnesis dan Pemeriksaan Klinis
5
Gambar 3. Tanda panah Panah menunjuk gambaran dot and dash echogenic
uterus-kandung kemih tampak depan. Ketidakteraturan ini disebabkan oleh
pembuluh darah yang abnormal bridging yang mudah dilihat dengan Doppler
velocimetry.
Ultrasonografi pada plasenta perkreta dapat kita lihat seperti berikut ini:
1) Trimester Pertama
a) Sebuah kantung kehamilan yang terletak di segmen bawah uterus telah
berkorelasi dengan peningkatan insiden plasenta perkreta pada trimester ketiga.
b) Beberapa ruang pembuluh darah yang tidak teratur pada placental bed pada
trimester pertama berkorelasi dengan plasenta perkreta.
c) Implantasi GS pada parut bekas luka caesar merupakan temuan yang penting.
Temuan sonografi implantasi bekas luka caesar termasuk GS tertanam ke bekas
luka kelahiran sesar pada daerah dari OUI pada dasar kandung kemih (Figure 1).
Jika tidak ditangani, implantasi bekas luka caesar dapat menyebabkan kelainan
utama pada plasenta seperti plasenta perkreta, perkreta, dan inkreta. Penanganan
implantasi pada bekas luka caesar termasuk injeksi langsung pada kantung
kehamilan dengan methotrexate di bawah bimbingan USG.3
8
Meskipun ada laporan kasus terisolasi dari plasenta perkreta didiagnosis pada
trimester pertama atau pada saat abortus usia kehamilan < 20 minggu, nilai prediktif
trimester pertama USG untuk diagnosis ini masih belum diketahui. USG pada trimester
pertama tidak boleh digunakan secara rutin untuk menegakkan atau mengecualikan
diagnosis plasenta perkreta. Atau, karena asosiasi mereka dengan plasenta perkreta,
wanita dengan plasenta previa atau "plasenta letak rendah " yang melintas pada bekas
luka uterus pada awal kehamilan harus menjalani follow up pencitraan pada trimester
ketiga dengan memperhatikan adanya potensi karena plasenta perkreta.4
2) Trimester Kedua dan Ketiga
a) Beberapa vascular lacunae dalam plasenta telah memiliki korelasi dengan
sensitivitas yang tinggi (80% -90%) dan tingkat positif palsu rendah untuk
plasenta perkreta (Figure 2). Placenta lacunae pada trimester kedua
tampaknya memiliki sensitivitas dan positive predictive value sangat tinggi
dibanding marker lain untuk plasenta perkreta.
b) Kehilangan zona hipoekhoik retroplasenta yang normal, juga disebut
sebagai hilangnya ruang yang jelas antara plasenta dan rahim, adalah salah
satu penanda (Figure 3). Temuan sonografi ini telah dilaporkan memiliki
tingkat deteksi sekitar 93% dengan sensitivitas 52% dan spesifisitas 57%.
Nilai rerata false positive, bagaimanapun, telah berada di kisaran 21% atau
lebih tinggi. Penanda ini tidak boleh digunakan sendiri, karena hal ini
sangat tergantung pada sudut pengambilan saat USG dan dapat absen pada
plasenta anterior yang normal.
c) Kelainan pada permukaan antara serosa uterus dengan kandung kemih
termasuk gangguan garis, penebalan garis, ketidakteraturan garis, dan
peningkatan vaskularisasi pada pencitraan warna Doppler (Figure 4) .
Normal permukaan antara serosa uterus dengan kandung kemih adalah garis
tipis lebar yang halus tanpa ireguleritas atau vaskular yang meningkat
(Figure 5). Kelainan permukaan antara uterus serosa-kandung kemih ini
10
Gambar 8. A. Penebalan dan iregularitas dari garis antara kandung kemih dan
serosa uterus pada kehamilan dengan plasenta previa. B. Adanya warna
tambahan pada gambaran Doppler menunjukkan peningkatan vaskularisasi.
Kedua temuan ini mengarah kepada plasenta perkreta.
Gambar 9. Lihat perbedaan pada gambar ini, suatu gambaran kandung kemih-
serosa uterus dengan terdapat garis lebar tipis yang halus tanpa adanya tanda
vaskularisasi yang ireguler. AF menandakan cairan amnion.
d) Ekstensi dari vili ke dalam miometrium, serosa, atau kandung kemih
mengarahkan ke plasenta perkreta.
e) Ketebalan miometrium retroplasenta kurang dari 1 mm merupakan
temuan yang karakteristik.
f) Aliran darah turbulen melalui lacunae pada Doppler sonografi terkait
dengan plasenta perkreta.
Multipel vascular lacunae dalam plasenta, atau Swiss cheese appearance, adalah
salah satu yang paling penting sonografi plasenta perkreta di trimester ketiga.
11
Patogenesis temuan ini mungkin terkait dengan perubahan jaringan plasenta akibat
paparan jangka panjang dari pulsatile blood flow. Ketika multipel, terutama 4 atau lebih
lacunae, temuan ini telah berkorelasi dengan tingkat deteksi 100% untuk plasenta
perkreta. Penanda ini juga memiliki tingkat positif palsu rendah, tetapi harus dicatat
bahwa plasenta perkreta telah dilaporkan dengan tidak adanya multipel vascular
lacunae pada plasenta.3
Tabel 2. Temuan USG yang menunjukkan hubungan dengan plasenta akreta / perkreta
Kriteria USG untuk plasenta akreta / perkreta menurut RCOG Guideline antara
lain yakni:
1) Greyscale:
a. Hilangnya zona sonolucent retroplasenta
b. Zona sonolucent retroplasenta yang tidak teratur
c. Penipisan atau gangguan dari hyperechoic serosa-bladder interface
d. Kehadiran massa exophytic fokal yang menyerang kandung kemih
e. abnormal placenta lacunae
2) Doppler:
a. Difus atau fokal aliran lacunar
b. danau vaskular dengan aliran turbulen (peak cystolic velocity > 15 cm
/detik)
c. Hipervaskularisasi serosa-bladder interface
d. markedly dilated vessels over peripheral subplacental zone
3) 3D Power Doppler:
a. Banyak koheren pembuluh darah melibatkan seluruh pertemuan antara
serosa uterus dengan kandung kemih (basal viewl)
b. Hipervaskularisasi (lateral view)
12
dengan sistem vaskular anastomosis daerah sekitar. Selain itu, penelitian ini
menunjukkan bahwa menggunakan MRI irisan aksial dapat mengkonfirmasi invasi dari
parametrium dan kemungkinan keterlibatan ureter.
Kontroversi seputar penggunaan berbasis kontras gadolinium meskipun
menambah spesifisitas diagnosis plasenta perkreta dengan MRI. Penggunaan kontras
gadolinium MRI memungkinkan untuk lebih jelas melukiskan permukaan relatif luar
plasenta terhadap miometrium dan membedakan antara heterogen pembuluh darah
dalam plasenta dari yang disebabkan oleh pembuluh darah ibu. Ketidakpastian
mengenai risiko efek ke janin oleh gadolinium karena mampu melintasi plasenta dan
mudah memasuki sistem peredaran darah janin, The Contrast Media Safety Committee
of the European Society of Urogenital Radiology dari literatur terakhir menentukan
bahwa tidak ada pengaruh pada janin yang dilaporkan setelah penggunaan media
kontras gadolinium. Namun, American College of Radiology guidance document for
safe MRI practices merekomendasikan bahwa gadolinium intravena harus dihindari
selama kehamilan dan harus digunakan hanya jika benar-benar penting.1
Banyak penulis telah menganjurkan MRI bagi perempuan yang pada temuan
USGnya inconclusive. Fitur MRI utama plasenta perkreta meliputi:
- uterine bulging
- intensitas sinyal heterogen dalam plasenta
- dark intraplacental bands pada pencitraan T2.5
3. Pemeriksaan laboratorium
Ada faktor risiko plasenta perkreta yang dapat diperiksa dengan skrining
MSAFP seperti untuk cacat tabung saraf dan aneuploidies. Hung dan temannya (1999)
menganalisis lebih dari 9300 wanita diskrining untuk Down syndrome pada 14 sampai
22 minggu. Mereka melaporkan 54 kali lipat meningkat risiko untuk akreta pada wanita
dengan plasenta previa. Risiko untuk akreta meningka 8x lipat bila kadar MSAFP
melebihi 2,5 MoM; itu meningkat 4x lipat ketika kadar free beta-hCG yang lebih besar
dari 2,5 MoM; dan itu meningkat tiga kali lipat saat usia ibu adalah 35 tahun atau lebih.6
4. Patologi Anatomi
Penegakan diagnosis plasenta perkreta secara pasti dibuat berdasarkan hasil dari
patologi anatomi yang diperoleh setelah dilakukan histerektomi. Diagnosis definitif
14
tergantung pada visualisasi dari villi chorialis yang menginvasi atau tertanam pada
miometrium dengan tidak adanya desidua di lapisan antara mereka.3
5. Indeks Plasenta Akreta/ Perkreta (IPA)
Nilai pada masing-masing parameter sonografi yang digunakan dalam indeks ini
ditunjukkan pada Tabel 4. Probabilitas invasi sesuai dengan nilai-nilai tersebut termasuk
sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (PPV), dan nilai prediksi negatif (NPV)
untuk setiap nilai indeks disajikan pada Tabel 5.
2.2.4 Manajemen
a. Manajemen Antepartum
Karena perdarahan yang signifikan umum terjadi dan ada kemungkinan
dilakukan sesarean histerektomi akan diperlukan bila plasenta perkreta tegak
didiagnosis, wanita dengan dicurigai plasenta perkreta harus dijadwalkan untuk
ditangani oleh RS dengan fasilitas bedah yang lengkap dan memiliki bank darah yang
dapat memfasilitasi transfusi jumlah besar berbagai produk darah. Suplementasi dengan
besi oral dianjurkan untuk memaksimalkan simpanan zat besi dan daya dukung
oksigenasi.4
Perencanaan persalinan mungkin melibatkan ahli anestesi, dokter kandungan,
dokter bedah panggul seperti ahli onkologi ginekologi, ahli bedah intensiv,
neonatologist, bedah urologi, ahli hematologi, dan ahli radiologi intervensi untuk
mengoptimalkan outcome pasien. Untuk meningkatkan keselamatan pasien, adalah
penting bahwa persalinan dilakukan oleh tim obstetri berpengalaman yang termasuk ahli
bedah kebidanan, dengan spesialis bedah lainnya, seperti urolog, dokter bedah umum,
dan ahli ginekologi-onkologi, tersedia jika diperlukan. Karena risiko kehilangan darah
yang besar, perhatian harus diberikan untuk kadar hemoglobin ibu sebelum operasi, jika
mungkin. Banyak pasien dengan plasenta perkreta membutuhkan kelahiran prematur
darurat karena perdarahan banyak yang tiba-tiba.
Timing of delivery pada kasus dugaan plasenta perkreta harus individual.
Keputusan ini harus dibuat bersama-sama dengan pasien, dokter kandungan, dan
neonatologist. Konseling pasien harus mencakup diskusi kebutuhan potensial untuk
histerektomi, risiko perdarahan yang besar, dan kemungkinan kematian ibu. Meskipun
persalinan telah direncanakan, rencana kemungkinan persalinan darurat harus
dikembangkan untuk masing-masing pasien, yang mungkin termasuk managemen
perdarahan maternal.
16
b. Manajemen Preoperatif
Persalinan harus dilakukan dalam ruangan operasi dengan personil dan
dukungan pelayanan yang diperlukan untuk mengelola komplikasi potensial. Penilaian
oleh anestesi harus dilakukan sedini mungkin sebelum operasi. Kedua teknik anestesi
baik umum dan regional telah terbukti aman dalam situasi klinis ini. Antibiotik
profilaksis diberikan, dengan dosis ulangan 2-3 jam setelah operasi atau kehilangan
darah 1.500 mL yang diperkirakan. Preoperatif Cystoscopy dengan penempatan stent
ureter dapat membantu mencegah cedera saluran kemih. Beberapa menyarankan bahwa
kateter Foley three way ditempatkan di kandung kemih melalui uretra untuk
memungkinkan irigasi, drainase, dan distensi kandung kemih, yang diperlukan, selama
diseksi. Sebelum operasi, bank darah harus dipersiapkan terhadap potensi perdarahan
masif. Rekomendasi saat ini untuk penggantian darah dalam situasi trauma
menunjukkan rasio 1:1 PRC : fresh frozen plasma. PRC dan fresh frozen plasma harus
tersedia dalam kamar operasi. Tambahan faktor koagulasi darah dan unit darah lainnya
harus diberikan dengan cepat sesuai dengan kondisi tanda-tanda vital pasien dan
stabilitas hemodinamik pasien.1
USG segera pra operasi untuk pemetaan lokasi plasenta dapat membantu dalam
menentukan pendekatan optimal ke dinding perut dan incisi rahim untuk memberikan
visualisasi yang memadai dan menghindari mengganggu plasenta sebelum pengeluaran
janin.4
c. Manajemen Operatif
17
menerus dari leher rahim mungkin menghalangi managemen ini dan membuat
histerektomi total tetap diperlukan.
Ada laporan dari pendekatan alternatif untuk pengelolaan plasenta perkreta yang
meliputi pengikatan tali pusat pada fetal surface, mengambil tali pusatnya, dan
meninggalkan plasenta in situ, dengan reseksi parsial plasenta untuk meminimalkan
ukurannya. Namun, hal ini harus dipertimbangkan hanya bila pasien memiliki keinginan
yang kuat untuk kesuburan masa depan serta stabilitas hemodinamik yang baik, status
koagulasi normal, dan bersedia menerima risiko akibat managemen ini. Pasien harus
diberi konseling bahwa hasilnya ini tidak dapat diprediksi dan bahwa ada peningkatan
risiko komplikasi yang signifikan termasuk histerektomi.
Kasus yang dilaporkan dari kehamilan yang sukses berikutnya pada pasien yang
diobati dengan pendekatan ini jarang terjadi. Pendekatan ini harus ditinggalkan dan
histerektomi dilakukan jika perdarahan yang berlebihan. Dari 26 pasien yang diobati
dengan pendekatan ini, 21 (80,7%) berhasil terhindar dari histerektomi, sedangkan 5
(19,3%) pada akhirnya dilakukan histerektomi. Namun, sebagian besar dari 21 pasien
yang terhindar dari histerektomi tidak memerlukan pengobatan tambahan, termasuk
ligasi arteri hipogastrik, embolisasi arteri, methotrexate, transfusi produk darah,
antibiotik, atau kuretase. Kecuali dalam kasus-kasus tertentu, histerektomi tetap
managemen pilihan untuk pasien dengan plasenta perkreta.1
Pada kasus dimana perdarahan masih terus berlangsung saat operasi, prosedur
yang dapat kita lakukan yakni:
Pelvic artery ligation and ambolization
Pelvic pressure packing
Aortic compresion and clamping.4
d. Manajemen Postoperatif
Pasien yang menjalani histerektomi untuk plasenta perkreta beresiko untuk
mengalami komplikasi pasca operasi yang berhubungan dengan intraoperatif seperti
hipotensi, koagulopati persisten dan anemia, dan operasi berkepanjangan. Disfungsi
ginjal, jantung, dan organ lainnya sering terjadi dan harus dipikirkan. Sindrom Sheehan
(baik transien dan permanen) telah dilaporkan terjadi akibat perdarahan postpartum
yang massif, dan hiponatremia mungkin merupakan tanda awal. Jika volume besar
kristaloid dan produk darah diberikan saat intraoperatif, pasien juga berisiko untuk
19
terjadi edema paru, cidera paru akut terkait transfusi, dan / atau sindrom gangguan
pernapasan akut.
Perhatian khusus harus diberikan untuk sering mengevaluasi tanda-tanda vital
(tekanan darah, denyut jantung dan laju pernapasan). Output urin harus diukur melalui
kateter urin. Pemantauan vena sentral dan penilaian perifer oksigenasi dengan pulse
oksimetri dapat membantu dalam beberapa kasus. Koreksi koagulopati dan anemia berat
dengan produk darah harus dilakukan. Pasien harus dievaluasi secara klinis untuk
potensi kehilangan darah dari luka sayatan perut dan vagina, dan kemungkinan
pendarahan intraabdominal berulang atau retroperitoneal. Fungsi ginjal harus dievaluasi
dan kelainan serum elektrolit harus dikoreksi. Jika ada hematuria persisten atau anuria,
kemungkinan cedera saluran kemih yang tidak diketahui harus dipertimbangkan.
Mobilisasi awal, dan kompresi intermiten untuk mereka yang membutuhkan bedrest,
dapat mengurangi risiko komplikasi tromboemboli.4
2.2.5 Komplikasi
Komplikasi plasenta perkreta banyak dan mencakup kerusakan pada organ-
organ lokal, perdarahan pasca operasi, emboli air ketuban, DIC, transfusi darah,
sindrom gangguan pernapasan akut, tromboemboli pasca operasi, morbiditas karena
infeksi, kegagalan multisistem organ, dan kematian.
Komplikasi genital, saluran kemih yang umum dan termasuk cystotomy pada
sekitar 15% kasus dan cidera ureter sekitar 2% kasus. Oleh karena itu diagnosis
prenatal yang akurat sangat penting untuk meminimalkan risiko ini.3
20
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Penderita
Nama : Yusnidar
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Suku : Aceh
CM : 0-83-43-21
Tanggal masuk : 18 Agustus 2016
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama :
Keluar darah dari jalan lahir
Keluhan Tambahan :
Perut kram
Riwayat Menarche
Usia 14 tahun, selama 5-7 hari, 2-3x ganti pembalut, dismenore (-)
Riwayat Perkawinan
1 kali menikah, usia ketika menikah yaitu 19 tahun
STATUS GENERALISATA
o Wajah : Simetris, oedema (-), deformitas (-)
o Mata : Conjunctiva pucat (-/-), ikterik (-/-), sekret (-/-)
o Telinga/ Hidung/Mulut : Dalam Batas Normal
o Leher : Simetris, Pembesaran KGB ( - )
o Thorax : Simetris, Ves (+/+), Rh (-/-)
o Jantung : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)
o Ekstremitas : Edema (-/-), Sianosis (-/-)
22
o Abdomen : nyeri tekan (+), sikatrik bekas operasi pada perut bawah,
soepel (+) , peristaltik (+)
TFU 33 cm, DJJ I = 150 x/menit, DJJ II = 145 x/I,
His 1 kali selama 10 detik setiap 10 menit.
Genitalia Eksterna
I : Vulva uterus tampak tenang, darah tampak di vulva
Io : Portio Licin, ostium uteri eksterna tertutup, fluxus (+), fluor (-)
Vt : Tidak dilakukan
2. CTG
23
CTG I : CTG II :
Baseline : 150 x / menit Baseline : 155 x / menit
Variabilitas : 5-15 kali Variabilitas : 5-25 kali
Deselerasi : Negatif Deselerasi : Negatif
Akselerasi : 2 x / 10” Akselerasi : 1 x / 10”
Gerakan janin : aktif Gerakan janin : aktif
USG I :
BPD : 8.25 cm
HC : 32,71 cm
AC : 27,29 cm
FL : 6.31 cm
EFW : 2184 gram
25
VII. PLANNING
- Pemeriksaan patologi anatomi
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad Bonam
BAB IV
26
PEMBAHASAN
Keluhan utama yang dialami pasien yaitu keluar darah dari jalan lahir sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa keluhan utama plasenta previa yaitu perdarahan
dari jalan lahir tanpa disertai nyeri yang biasanya baru terlihat setelah kehamilan
mendekati akhir trimester kedua atau sesudahnya. Perdarahan antepartum merupakan
perdarahan dari jalan lahir yang terjadi setelah umur kehamilan 22 minggu, umumnya
terjadi pada triwulan ketiga atau setelah kehamilan 28 minggu. Perdarahan pervaginam
pada plasenta previa terjadi tiba-tiba tanpa sebab. Hal ini terjadi karena pembentukan
segmen bawah rahim berlangsung berkelanjutan secara bertahap dan perlahan, laserasi
baru akan terjadi dan perdarahan pun akan berulang sekalipun tanpa sebab, seperti
coitus ataupun trauma. Pada pasien ini perdarahan antepartum yang terjadi akibat dari
plasenta previa totalis yaitu suatu keadaan dimana letak plasenta yang abnormal, pada
segmen bawah uterus sehingga plasenta menutupi seluruh jalan lahir. Hal ini didukung
oleh terjadinya perdarahan dari jalan lahir berupa darah merah segar, tidak terasa nyeri,
terjadi secara tiba-tiba tanpa sebab pada trimester 3 (usia kehamilan 33 +3 minggu) serta
hasil USG yang menunjukkan pertumbuhan plasenta pada SBR anterior yang
menembus hingga bagian kandung kemih memberi kesan plasenta previa totalis suspek
perkreta.
Plasenta perkreta memiliki faktor resiko salah satunya yang sesuai dengan
pasien ini adalah 2 kali riwayat operasi sesaria sebelumnya. Berdasarkan literatur
diketahui bahwa pada wanita dengan riwayat operasi sebelumnya terdapat jaringan
parut pada uterus yang menyebabkan tidak adekuatnya persediaan darah ke plasenta
sehingga plasenta menjadi lebih tipis dan mencakup daerah uterus yang lebih lama.
Adapun faktor risiko tambahan yang dilaporkan untuk plasenta perkreta
27
meliputi usia ibu dan multiparitas, kuretase uterus sebelumnya, ablasi endometrium,
Asherman syndrome, leiomyoma, anomali rahim, hipertensi dalam kehamilan, dan
merokok. Insiden plasenta perkreta telah meningkat dan tampaknya berbanding lurus
dengan tingkat kelahiran sesar yang meningkat. Wanita yang paling berisiko mengalami
plasenta perkreta adalah mereka yang telah mempunyai kerusakan miometrium yang
disebabkan oleh operasi sesar sebelumnya baik dengan plasenta previa anterior atau
posterior yang melintasi parut uterus.
Dari hasil USG menunjukkan bahwa janin kembar dengan presentasi kepala
bokong keduanya hidup. Berdasarkan teori, kembar adalah suatu keadaan kehamilan
dimana terdapat dua atau lebih hasil konsepsi pada saat yang sama. Kehamilan kembar
cenderung lebih berisiko mengalami prematuritas dibandingkan kehamilan normal.
Kembar memiliki beberapa konsekuensi kesehatan pada ibu dan bayi. Frekuensi
kehamilan kembar meningkat pada umur 30-40 tahun namun ada referensi yang
mengatakan bahwa meningkat pada usia 25-35 tahun. Pada kasus ini pasien berumur 28
tahun dengan tidak ada riwayat kehamilan kembar dalam keluarganya. Jumlah janin 2
yaitu kembar dizigotik dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki serta memiliki 1
plasenta.
gram bertindak sebagai resipien meskipun setelah lahir tidak dilakukan pemeriksaan Hb
pada kedua bayi.
Pada kasus ini dilakukan sectio cesarea sebagai suatu upaya terminasi kehamilan
dan mencegah meningkatnya komplikasi yang lebih serius terhadap ibu dan janin.
29
BAB V
KESIMPULAN
30
Diagnosa kondisi ini berdasarkan pada 2 hal penting yaitu kecurigaan yang
tinggi terhadap penyakit tersebut berdasarkan adanya faktor risiko dan kedua adalah
berdasarkan temuan USG dopler dan Grayscale. Kebanyakan pasien dengan plasenta
perkreta tidak menunjukkan gejala. Gejala yang berhubungan dengan plasenta perkreta
yaitu perdarahan vaginal dan kram. Temuan ini sebagian besar terlihat pada kasus
dengan plasenta previa, yang merupakan faktor risiko terkuat untuk plasenta perkreta.
DAFTAR PUSTAKA
3. Eliza and Alfred, Prenatal Diagnosis of Placenta Accreta, The American Institute
of Ultrasound in Medicine, 2013, USA.
5. John C., Hauth C., Leveno K. J., Gilstrap III L., Bloom Steven, Wenstrom
KD.,Williams Obstetrics: Implantation, Embryogenesis, and Placental
Development, 23nd ed, 2010, USA, McGraw-Hill Companies, Inc., pg 34-46
6. Green – top Guideline No 27, Placenta praevia, placenta praevia accreta and
vasa praevia: diagnosis and management, Royal College of Obstetricans and
Gynaecologists, January 2011.
8. Rac, MW, Dashe, JS, Wells, CE, Moschos, E, McIntire, DD, & Twickler, DM,
Ultrasound predictors of placental invasion: the Placenta Accreta
Index, American journal of obstetrics and gynecology, 2015, 212(3): 343-e1.