Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
PENDAHULUAN

Plasenta perkreta merupakan istilah umum yang digunakan untuk


menggambarkan kondisi klinis ketika bagian dari plasenta, atau seluruh plasenta,
menginvasi dinding rahim sehingga sulit terlepas. Plasenta perkreta merupakan kondisi
yang jarang terjadi dan bagian terparah dari plasenta akreta karena dapat melibatkan
kandung kemih. Karena keadaan tersebut dapat menyebabkan perdarahan yang
hebat,maka kondisi ini mengancam jiwa pasien.
Secara klinis, plasenta perkreta menjadi masalah saat persalinan ketika plasenta
tidak sepenuhnya terpisah dari rahim dan diikuti oleh perdarahan obstetrik yang masif,
menyebabkan DIC, histerektomi, repair pada cidera ureter, kandung kemih, usus, atau
struktur neurovaskular, sindrom gangguan pernapasan dewasa, reaksi transfusi akut;
ketidakseimbangan elektrolit, dan gagal ginjal.
Kematian ibu dengan plasenta perkreta dilaporkan setinggi 20% dan rata-rata
kematian perinatal sebanyak 30%. Kematian ibu dapat terjadi meskipun perencanaan
yang optimal, manajemen transfusi, dan perawatan bedah. Plasenta perkreta
menyebabkan 7% -10% dari kasus kematian ibu di dunia.
Seksio sesarea sebelumnya dan operasi intrauterin merupakan faktor risiko yang
paling umum untuk plasenta perkreta maupun akreta. Sebuah penelitian baru
menunjukkan bahwa tingkat operasi caesar telah meningkat di AS dari 5,5% pada tahun
1970 menjadi 32,8% pada tahun 2010.2 Jika tingkat operasi caesar terus meningkat
pada tingkat saat ini, lebih dari 50% dari semua kelahiran di AS diperkirakan dilakukan
dengan operasi caesar pada tahun 2020. Hal ini bisa mengakibatkan lebih dari 6000
kasus plasenta previa, 4500 kasus plasenta perkreta, dan 130 kematian ibu.
Apabila perdarahan terus menerus terjadi selama proses persalinan, maka
tindakan pembedahan untuk pengangkatan uterus (histerektomi) dapat dipertimbangkan
tergantung seberapa parahnya perdarahan dan dalamnya invasi dari plasenta terhadap
kandung kemih.
2

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Plasenta


Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan
tebal 2-3 cm. Beratnya 500-600 gram. Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada
kehamilan 16 minggu dengan ruang amnion membesar sehingga amnion tertekan kearah
korion. Letak plasenta biasanya umumnya di depan atau di belakang dinding uterus,
agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian
atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi. Plasenta
terdiri atas tiga bagian, antara lain:
1. Bagian janin (fetal portion). Terdiri dari korion frondosum dan vili. Vili dari
plasenta yang lengkap terdiri atas:
- Vili korialis
- Ruang-ruang interviler. Darah ibu yang berada dalam ruang interviler
berasal dari arteri spiralis yang berada di desidua basalis. Pada sistol,
darah dipompa dengan tekanan 70-80mmHg ke dalam ruang interviler,
sampai pada lempeng korionik (chorionic plate) pangkal dari kotiledon-
kotiledon. Darah tersebut membanjiri vili koriales dan kembali perlahan-
lahan ke pembuluh balik (vena) di desidua dengan tekanan 8mmHg.
- Pada bagian permukaan janin, plasenta diliputi oleh amnion yang
kelihatan licin. Di bawah lapisan, amnion ini berjalan cabang-cabang
pembuluh darah tali pusat. Tali pusat akan berinsersi pada plasenta
bagian permukaan janin.
2. Bagian maternal (maternal portion). Terdiri atas desidua kompakta yang
terbentuk dari beberapa lobus dan kotiledon (15-20 buah). Desidua basalis
pada plasenta matang disebut lempeng korionik (basal), dimana sirkulasi
utero-plasental berjalan ke ruang-ruang intervili melalui tali pusat. Jadi,
sebenarnya peredaran darah ibu dan janin adalah terpisah. Pertukaran terjadi
melalui sinsitial membran yang berlangsung secara osmosis dan alterasi
fisiko-kimia.
3. Tali pusat, merentang dari pusat janin ke plasenta bagian permukaan janin.
Panjangnya rata-rata 50-55cm, sebesar jari (diameter 1-2,5cm). Pernah
3

dijumpai tali pusat terpendek ½ cm dan terpanjang 200 cm. Struktur terdiri
atas 2 aa.umbilikalis dan 1 v.umbilikalis serta jelly Wharton.

Darah ibu yang mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml tiap
menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu.
Perubahan-perubahan terjadi pula pada jonjot-jonjot selama kehamilan berlangsung.
Pada kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium dari vili tidak berubah akan tetapi dari
lapisan sitotropoblast sel-sel berkurang dan hanya ditemukan sebagai kelompok-
kelompok sel-sel; stroma jonjot menjadi lebih padat, mengandung fagosit-fagosit, dan
pembuluh-pembuluh darahnya lebih besar dan lebih mendekati lapisan tropoblast.

2.2 Plasenta Perkreta


2.2.1 Definisi
Istilah plasenta adhehernt menyiratkan implantasi abnormal plasenta ke dinding
rahim dan terbagi menjadi plasenta perkreta, inkreta, dan perkreta. Plasenta perkreta
adalah plasenta dimana vili dari plasenta menginvasi langsung ke miometrium; plasenta
inkreta adalah plasenta dimana vili plasenta menginvasi ke dalam miometrium; dan
adalah plasenta dimana vili plasenta menginvasi lebih dalam dari miometrium hingga ke
serosa bahkan sampai ke organ intraabdomen lainnya misalkan kandung kemih.
Sekitar 75% dari plasenta adherent adalah plasenta akreta, 18% inkreta, dan 7%
adalah perkreta. Kedalaman dari invasi plasenta merupakan hal yang penting secara
klinis karena managemen intervensi bergantung padanya. Plasenta perkreta dapat dibagi
lagi menjadi plasenta perkreta total, plasenta perkreta parsial, dan plasenta perkreta
fokal berdasarkan jumlah jaringan plasenta yang terlibat dalam invasi ke miometrium.
Patogenesis plasenta perkreta tidak jelas; namun ada beberapa teori yang
diusulkan. Abnormal vaskularisasi yang dihasilkan dari proses jaringan parut setelah
operasi dengan sekunder hipoksia lokal yang mengarah ke rusaknya desidualisasi dan
invasi trofoblas yang berlebihan tampaknya menjadi hal yang paling menonjol, atau
setidaknya merupakan teori yang paling didukung sampai saat ini, menjelaskan
patogenesis plasenta perkreta pada tahap ini.3
4

Gambar 1. Jenis-jenis plasenta adherent

2.2.2 Insiden dan Faktor Risiko


Insiden plasenta perkreta telah meningkat dan tampaknya berbanding lurus
dengan tingkat kelahiran sesar yang meningkat. Wanita yang paling berisiko mengalami
plasenta perkreta adalah mereka yang telah mempunyai kerusakan miometrium yang
disebabkan oleh operasi sesar sebelumnya baik dengan plasenta previa anterior atau
posterior yang melintasi parut uterus.
Para penulis dari sebuah studi menemukan bahwa dengan adanya suatu plasenta
previa, risiko plasenta perkreta adalah 3%, 11%, 40%, 61%, dan 67% untuk pertama,
kedua, ketiga, keempat, dan kelima atau lebih pada masing-masing riwayat operasi
kelahiran sesar.1 Faktor risiko tambahan yang dilaporkan untuk plasenta perkreta
meliputi usia ibu dan multiparitas, bedah rahim lain sebelumnya, kuretase uterus
sebelumnya, ablasi endometrium, Asherman syndrome, leiomyoma, anomali rahim,
hipertensi dalam kehamilan, dan merokok. Meskipun ini dan faktor risiko lain telah
dijelaskan, kontribusi nyata akan frekuensi plasenta perkreta tetap belum diketahui.4
Tabel 1. Frekuensi plasenta perkreta terkait jumlah kelahiran operasi sesar dan dengan
atau tanpa plasenta previa
Operasi Sesar Plasenta Previa Tanpa Plasenta Previa
Pertama (Primer) 3.3 0.03
Kedua 11 0.2
Ketiga 40 0.1
Keempat 61 0.8
Kelima 67 0.8
> 6 kali 67 4.7

2.2.3 Diagnosis
a. Anamnesis dan Pemeriksaan Klinis
5

Kebanyakan pasien dengan plasenta perkreta tidak menunjukkan gejala. Gejala


yang berhubungan dengan plasenta perkreta mungkin termasuk perdarahan vaginal dan
kram. Temuan ini sebagian besar terlihat pada kasus dengan plasenta previa, yang
merupakan faktor risiko terkuat untuk plasenta perkreta. Meskipun jarang, kasus dengan
nyeri akut abdomen dan hipotensi karena syok hipovolemik dari ruptur uteri sekunder
bisa karena plasenta akreta.perkreta. Skenario kritis ini dapat terjadi setiap saat selama
kehamilan dari trimester pertama hingga kehamilan aterm dengan tidak adanya tanda-
tanda persalinan.
b. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi
Ultrasonografi transvaginal dan transabdominal adalah teknik diagnostik
pelengkap dan harus digunakan sesuai kebutuhan. USG transvaginal aman untuk pasien
dengan plasenta previa dan memungkinkan lebih lengkap dalam hal pemeriksaan
segmen bawah rahim.

Gambar 2. Baris Echolucent yang sonographically: desidua basalis pembuluh


darah dan meluas seluruh panjang plasenta. Panah Tengah menunjukkan daerah
obliterasi dari menyerang plasenta kedua panah (kiri-kanan) menunjukkan ruang
retroplacental normal.
6

Gambar 3. Tanda panah Panah menunjuk gambaran dot and dash echogenic
uterus-kandung kemih tampak depan. Ketidakteraturan ini disebabkan oleh
pembuluh darah yang abnormal bridging yang mudah dilihat dengan Doppler
velocimetry.

Secara keseluruhan, ultrasonografi grayscale cukup untuk mendiagnosis plasenta


perkreta, dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%, nilai prediksi positif 65-93%,
dan nilai prediksi negatif 98%. Penggunaan daya Doppler, warna Doppler, atau
pencitraan tiga dimensi tidak secara signifikan meningkatkan sensitivitas diagnostik
dibandingkan dengan yang dicapai oleh ultrasonografi grayscale saja.1

Gambar 3. Miometrium Retroplacental tipis akibat pertumbuhan abnormal


plasenta. Ketebalan terkecil miometrium di plane sagital diukur. Pengukuran
tebal terkecil adalah < 1 mm.
7

Gambar 4. Daerah Sonolucent seluruh plasenta yang bervariasi dalam ukuran


dan bentuk dan memberikan gambaran plasenta "Swiss cheese". Gambar ini
memiliki > 6 area kosong (panah). Area yang besar dan muncul di seluruh,
sesuai dengan Grade-3. Selain itu, tidak ada miometrium antara plasenta dan
uterinebladder dari tampak depan.

Ultrasonografi pada plasenta perkreta dapat kita lihat seperti berikut ini:
1) Trimester Pertama
a) Sebuah kantung kehamilan yang terletak di segmen bawah uterus telah
berkorelasi dengan peningkatan insiden plasenta perkreta pada trimester ketiga.
b) Beberapa ruang pembuluh darah yang tidak teratur pada placental bed pada
trimester pertama berkorelasi dengan plasenta perkreta.
c) Implantasi GS pada parut bekas luka caesar merupakan temuan yang penting.
Temuan sonografi implantasi bekas luka caesar termasuk GS tertanam ke bekas
luka kelahiran sesar pada daerah dari OUI pada dasar kandung kemih (Figure 1).
Jika tidak ditangani, implantasi bekas luka caesar dapat menyebabkan kelainan
utama pada plasenta seperti plasenta perkreta, perkreta, dan inkreta. Penanganan
implantasi pada bekas luka caesar termasuk injeksi langsung pada kantung
kehamilan dengan methotrexate di bawah bimbingan USG.3
8

Gambar 5. Segmen bawah Rahim dengan implantasi kantung kehamilan pada


luka bekas operasi sesar. Terdapat ruang vaskularisasi ireguler yang muultipel
pada plasenta yang ditunjukkan oleh panah. Ini menunjukkan plasenta perkreta
anterior.

Gambar 6. Terdapat lakuna dengan vaskularisasi multiple (panah) pada plasenta


usia 18 minggu kehamilan. Temuan ini dilaporkan dengan sensitivitas tiggi dan
rasio positif palsu rendah yang menunjukkan plasenta perkreta pada kehamilan
ini.
9

Gambar 7. A. Zona retroplasenta hipoekhoik normal (panah) antara plasenta


dan dinding uterus. B. Tidak adanya zona retroplasenta hipoekhoik dimana
terdapat ruang yang jelas antara plasenta dan dinding uterus (panah).

Meskipun ada laporan kasus terisolasi dari plasenta perkreta didiagnosis pada
trimester pertama atau pada saat abortus usia kehamilan < 20 minggu, nilai prediktif
trimester pertama USG untuk diagnosis ini masih belum diketahui. USG pada trimester
pertama tidak boleh digunakan secara rutin untuk menegakkan atau mengecualikan
diagnosis plasenta perkreta. Atau, karena asosiasi mereka dengan plasenta perkreta,
wanita dengan plasenta previa atau "plasenta letak rendah " yang melintas pada bekas
luka uterus pada awal kehamilan harus menjalani follow up pencitraan pada trimester
ketiga dengan memperhatikan adanya potensi karena plasenta perkreta.4
2) Trimester Kedua dan Ketiga
a) Beberapa vascular lacunae dalam plasenta telah memiliki korelasi dengan
sensitivitas yang tinggi (80% -90%) dan tingkat positif palsu rendah untuk
plasenta perkreta (Figure 2). Placenta lacunae pada trimester kedua
tampaknya memiliki sensitivitas dan positive predictive value sangat tinggi
dibanding marker lain untuk plasenta perkreta.
b) Kehilangan zona hipoekhoik retroplasenta yang normal, juga disebut
sebagai hilangnya ruang yang jelas antara plasenta dan rahim, adalah salah
satu penanda (Figure 3). Temuan sonografi ini telah dilaporkan memiliki
tingkat deteksi sekitar 93% dengan sensitivitas 52% dan spesifisitas 57%.
Nilai rerata false positive, bagaimanapun, telah berada di kisaran 21% atau
lebih tinggi. Penanda ini tidak boleh digunakan sendiri, karena hal ini
sangat tergantung pada sudut pengambilan saat USG dan dapat absen pada
plasenta anterior yang normal.
c) Kelainan pada permukaan antara serosa uterus dengan kandung kemih
termasuk gangguan garis, penebalan garis, ketidakteraturan garis, dan
peningkatan vaskularisasi pada pencitraan warna Doppler (Figure 4) .
Normal permukaan antara serosa uterus dengan kandung kemih adalah garis
tipis lebar yang halus tanpa ireguleritas atau vaskular yang meningkat
(Figure 5). Kelainan permukaan antara uterus serosa-kandung kemih ini
10

meliputi, penebalan, ireguleritas, peningkatan vaskularisasi, seperti varises


dan bulging plasenta ke dalam dinding posterior kandung kemih.

Gambar 8. A. Penebalan dan iregularitas dari garis antara kandung kemih dan
serosa uterus pada kehamilan dengan plasenta previa. B. Adanya warna
tambahan pada gambaran Doppler menunjukkan peningkatan vaskularisasi.
Kedua temuan ini mengarah kepada plasenta perkreta.

Gambar 9. Lihat perbedaan pada gambar ini, suatu gambaran kandung kemih-
serosa uterus dengan terdapat garis lebar tipis yang halus tanpa adanya tanda
vaskularisasi yang ireguler. AF menandakan cairan amnion.
d) Ekstensi dari vili ke dalam miometrium, serosa, atau kandung kemih
mengarahkan ke plasenta perkreta.
e) Ketebalan miometrium retroplasenta kurang dari 1 mm merupakan
temuan yang karakteristik.
f) Aliran darah turbulen melalui lacunae pada Doppler sonografi terkait
dengan plasenta perkreta.

Multipel vascular lacunae dalam plasenta, atau Swiss cheese appearance, adalah
salah satu yang paling penting sonografi plasenta perkreta di trimester ketiga.
11

Patogenesis temuan ini mungkin terkait dengan perubahan jaringan plasenta akibat
paparan jangka panjang dari pulsatile blood flow. Ketika multipel, terutama 4 atau lebih
lacunae, temuan ini telah berkorelasi dengan tingkat deteksi 100% untuk plasenta
perkreta. Penanda ini juga memiliki tingkat positif palsu rendah, tetapi harus dicatat
bahwa plasenta perkreta telah dilaporkan dengan tidak adanya multipel vascular
lacunae pada plasenta.3
Tabel 2. Temuan USG yang menunjukkan hubungan dengan plasenta akreta / perkreta

1 Hilangnya zona retroplasenta hipoekhoik normal


2 Lakuna dengan vaskularisasi multipel (ruang vascular ireguler) di
plasenta, memberikan gambaran “keju Swiss”
3 Pembuluh darah atau jembatan jaringan plasenta-tepi plasenta, gambaran
myometrium-kandung kemih atau serosa uterus menyilang
4 Ketebalan myometrium retroplasenta < 1 mm
5 Gambaran pembuluh koheren yang beragam dengan Doppler 3D di basal

Kriteria USG untuk plasenta akreta / perkreta menurut RCOG Guideline antara
lain yakni:
1) Greyscale:
a. Hilangnya zona sonolucent retroplasenta
b. Zona sonolucent retroplasenta yang tidak teratur
c. Penipisan atau gangguan dari hyperechoic serosa-bladder interface
d. Kehadiran massa exophytic fokal yang menyerang kandung kemih
e. abnormal placenta lacunae
2) Doppler:
a. Difus atau fokal aliran lacunar
b. danau vaskular dengan aliran turbulen (peak cystolic velocity > 15 cm
/detik)
c. Hipervaskularisasi serosa-bladder interface
d. markedly dilated vessels over peripheral subplacental zone
3) 3D Power Doppler:
a. Banyak koheren pembuluh darah melibatkan seluruh pertemuan antara
serosa uterus dengan kandung kemih (basal viewl)
b. Hipervaskularisasi (lateral view)
12

c. Sirkulasi cotyledonal dan intervilli yang tak terpisahkan, chaotic


branching, detour vessels (lateral view).5

Gambar 10. Sonogram transabdominal invasi plasenta. Pembuluh retroplasenta


(panah putih) menginvasi penghubung serosa myometrium dan kandung kemih.
Pembuluh vena intraplasenta abnormal (panah hitam) biasa terlihat pada
pengaturan ini.

Tabel 3. Modalitas perbedaan gambaran ultrasound dalam menegakkan diagnosis


Sensitivitas Spesifisitas Nilai prediksi Risiko
(%) (%) + (%)
Grayscale 95 76 82 93
Doppler warna 92 68 76 89
Doppler 3D 100 85 88 100

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Magnetic Resonance Imaging lebih mahal daripada ultrasonografi dan
membutuhkan baik pengalaman dan keahlian dalam evaluasi invasi plasenta abnormal.
Meskipun kebanyakan studi telah menyarankan akurasi diagnostik yang sebanding MRI
dan USG untuk plasenta perkreta, MRI dianggap sebagai modalitas tambahan dan
menambahkan sedikit dengan akurasi diagnostik ultrasonografi. Namun, ketika ada
temuan USG ambigu atau kecurigaan dari akreta plasenta posterior, dengan atau tanpa
plasenta previa, ultrasonografi mungkin tidak cukup. Beberapa peneliti melaporkan
bahwa tingkat sensitivitas MRI 80%-85% dengan spesifisitas 65%-100% dalam hal
mendiagnosis plasenta perkreta.3
Sebuah studi prospektif seri dari 300 kasus yang dipublikasikan pada tahun 2005
menunjukkan bahwa MRI mampu menguraikan anatomi invasi dan menghubungkannya
13

dengan sistem vaskular anastomosis daerah sekitar. Selain itu, penelitian ini
menunjukkan bahwa menggunakan MRI irisan aksial dapat mengkonfirmasi invasi dari
parametrium dan kemungkinan keterlibatan ureter.
Kontroversi seputar penggunaan berbasis kontras gadolinium meskipun
menambah spesifisitas diagnosis plasenta perkreta dengan MRI. Penggunaan kontras
gadolinium MRI memungkinkan untuk lebih jelas melukiskan permukaan relatif luar
plasenta terhadap miometrium dan membedakan antara heterogen pembuluh darah
dalam plasenta dari yang disebabkan oleh pembuluh darah ibu. Ketidakpastian
mengenai risiko efek ke janin oleh gadolinium karena mampu melintasi plasenta dan
mudah memasuki sistem peredaran darah janin, The Contrast Media Safety Committee
of the European Society of Urogenital Radiology dari literatur terakhir menentukan
bahwa tidak ada pengaruh pada janin yang dilaporkan setelah penggunaan media
kontras gadolinium. Namun, American College of Radiology guidance document for
safe MRI practices merekomendasikan bahwa gadolinium intravena harus dihindari
selama kehamilan dan harus digunakan hanya jika benar-benar penting.1
Banyak penulis telah menganjurkan MRI bagi perempuan yang pada temuan
USGnya inconclusive. Fitur MRI utama plasenta perkreta meliputi:
- uterine bulging
- intensitas sinyal heterogen dalam plasenta
- dark intraplacental bands pada pencitraan T2.5
3. Pemeriksaan laboratorium
Ada faktor risiko plasenta perkreta yang dapat diperiksa dengan skrining
MSAFP seperti untuk cacat tabung saraf dan aneuploidies. Hung dan temannya (1999)
menganalisis lebih dari 9300 wanita diskrining untuk Down syndrome pada 14 sampai
22 minggu. Mereka melaporkan 54 kali lipat meningkat risiko untuk akreta pada wanita
dengan plasenta previa. Risiko untuk akreta meningka 8x lipat bila kadar MSAFP
melebihi 2,5 MoM; itu meningkat 4x lipat ketika kadar free beta-hCG yang lebih besar
dari 2,5 MoM; dan itu meningkat tiga kali lipat saat usia ibu adalah 35 tahun atau lebih.6
4. Patologi Anatomi
Penegakan diagnosis plasenta perkreta secara pasti dibuat berdasarkan hasil dari
patologi anatomi yang diperoleh setelah dilakukan histerektomi. Diagnosis definitif
14

tergantung pada visualisasi dari villi chorialis yang menginvasi atau tertanam pada
miometrium dengan tidak adanya desidua di lapisan antara mereka.3
5. Indeks Plasenta Akreta/ Perkreta (IPA)
Nilai pada masing-masing parameter sonografi yang digunakan dalam indeks ini
ditunjukkan pada Tabel 4. Probabilitas invasi sesuai dengan nilai-nilai tersebut termasuk
sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (PPV), dan nilai prediksi negatif (NPV)
untuk setiap nilai indeks disajikan pada Tabel 5.

Tabel 4. Nilai masing-masing parameter ditambahkan bersama-sama untuk


menghasilkan Skor Indeks Plasenta Akreta/ perkreta
Parameter Nilai
Operasi sesar > 2 3.0
Lakuna
Grade 3 3.5
Grade 2 1.0
Letak sagittal terkecil dari ketebalan myometrium
< 1 mm 1.0
1-3 mm 0.5
3-5 mm 0.25
Plasenta previa anterior 1.0
Bridging vessel 0.5
Jika parameter tidak ada, maka nilainya adalah 0.
Tabel 5. Sensitivitas, spesifisitas, dan nilai-nilai prediksi positif dan negatif pada
setiap skor IPA pada penelitian Rac dkk.7
IPA N Probabilitas Sensitifitas Spesifisitas PPV NPV
invasi,% (95% CI) (95% CI) (95% CI) (95% CI)
(95% CI)

>0 1 5 (1-15) 100 (88-100) 19 (10-31) 38 (27-49) 100 (72-


100)
>1 1 10 (4-22) 97 (82-100) 47 (34-61) 47 (34-61) 97 (82-100)
>2 2 19 (10-32) 93 (77-99) 58 (44-70) 52 (38-66) 94 (81-99)
>3 4 33 (22-47) 86 (68-96) 68 (54-79) 57 (41-72) 91 (78-97)
>4 6 51 (36-66) 72 (53-87) 85 (73-93) 70 (51-85) 86 (75-94)
>5 6 69 (50-83) 52 (33-71) 92 (81-97) 75 (51-91) 79 (68-88)
>6 2 83 (63-93) 31 (15-51) 100 (94-100) 100 (66-100) 75 (64-84)
>7 2 91 (73-97) 24 (10-44) 100 (94-100) 100 (59-100) 73 (62-82)
>8 5 96 (81-99) 17 (6-36) 100 (94-100) 100 (48-100) 71 (61-81)

Seperti terlihat pada tabel, kemungkinan invasi meningkat dengan meningkatnya


skor IPA, sehingga skor dari 9 meningkatkan kemungkinan 96% dari invasi plasenta
histologis.7
15

PPV menggambarkan nilai prediksi skor indeks dibandingkan dengan


kemungkinan invasi, yang didasarkan pada karakteristik individu pasien berasal dari
populasi kita. Dengan menambahkan variabel USG untuk karakteristik pasien pada
pengamatan yang berasal dari populasi berisiko tinggi, IPA dapat menetapkan
probabilitas invasi dinilai untuk evaluasi setiap pasien.7

2.2.4 Manajemen
a. Manajemen Antepartum
Karena perdarahan yang signifikan umum terjadi dan ada kemungkinan
dilakukan sesarean histerektomi akan diperlukan bila plasenta perkreta tegak
didiagnosis, wanita dengan dicurigai plasenta perkreta harus dijadwalkan untuk
ditangani oleh RS dengan fasilitas bedah yang lengkap dan memiliki bank darah yang
dapat memfasilitasi transfusi jumlah besar berbagai produk darah. Suplementasi dengan
besi oral dianjurkan untuk memaksimalkan simpanan zat besi dan daya dukung
oksigenasi.4
Perencanaan persalinan mungkin melibatkan ahli anestesi, dokter kandungan,
dokter bedah panggul seperti ahli onkologi ginekologi, ahli bedah intensiv,
neonatologist, bedah urologi, ahli hematologi, dan ahli radiologi intervensi untuk
mengoptimalkan outcome pasien. Untuk meningkatkan keselamatan pasien, adalah
penting bahwa persalinan dilakukan oleh tim obstetri berpengalaman yang termasuk ahli
bedah kebidanan, dengan spesialis bedah lainnya, seperti urolog, dokter bedah umum,
dan ahli ginekologi-onkologi, tersedia jika diperlukan. Karena risiko kehilangan darah
yang besar, perhatian harus diberikan untuk kadar hemoglobin ibu sebelum operasi, jika
mungkin. Banyak pasien dengan plasenta perkreta membutuhkan kelahiran prematur
darurat karena perdarahan banyak yang tiba-tiba.
Timing of delivery pada kasus dugaan plasenta perkreta harus individual.
Keputusan ini harus dibuat bersama-sama dengan pasien, dokter kandungan, dan
neonatologist. Konseling pasien harus mencakup diskusi kebutuhan potensial untuk
histerektomi, risiko perdarahan yang besar, dan kemungkinan kematian ibu. Meskipun
persalinan telah direncanakan, rencana kemungkinan persalinan darurat harus
dikembangkan untuk masing-masing pasien, yang mungkin termasuk managemen
perdarahan maternal.
16

Timing of delivery harus individual, tergantung pada keadaan dan preferensi


pasien. Salah satu pilihan adalah dengan melakukan terminasi setelah paru janin matang
yang dibuktikan dengan amniosentesis. Namun, hasil analisis keputusan baru-baru ini
menyarankan untuk mengkombinasikan outcome ibu dan bayi dioptimalkan pada pasien
stabil dengan terminasi pada 34 minggu kehamilan tanpa amniosintesis. Keputusan
untuk pemberian kortikosteroid antenatal dan waktu pemberiannya harus individual.1
Pada sebuah studi yang melibatkan 99 kasus plasenta perkreta yang didiagnosis sebelum
persalinan, 4 dari 9 dengan persalinan >36 minggu diperlukan terminasi emergensi
karena perdarahan. Jika tidak ada perdarahan antepartum atau komplikasi lainnya,
direncanakan terminasi saat akhir prematur dapat diterima untuk mengurangi
kemungkinan persalinan darurat yang terjadi dengan segala komplikasinya.4

b. Manajemen Preoperatif
Persalinan harus dilakukan dalam ruangan operasi dengan personil dan
dukungan pelayanan yang diperlukan untuk mengelola komplikasi potensial. Penilaian
oleh anestesi harus dilakukan sedini mungkin sebelum operasi. Kedua teknik anestesi
baik umum dan regional telah terbukti aman dalam situasi klinis ini. Antibiotik
profilaksis diberikan, dengan dosis ulangan 2-3 jam setelah operasi atau kehilangan
darah 1.500 mL yang diperkirakan. Preoperatif Cystoscopy dengan penempatan stent
ureter dapat membantu mencegah cedera saluran kemih. Beberapa menyarankan bahwa
kateter Foley three way ditempatkan di kandung kemih melalui uretra untuk
memungkinkan irigasi, drainase, dan distensi kandung kemih, yang diperlukan, selama
diseksi. Sebelum operasi, bank darah harus dipersiapkan terhadap potensi perdarahan
masif. Rekomendasi saat ini untuk penggantian darah dalam situasi trauma
menunjukkan rasio 1:1 PRC : fresh frozen plasma. PRC dan fresh frozen plasma harus
tersedia dalam kamar operasi. Tambahan faktor koagulasi darah dan unit darah lainnya
harus diberikan dengan cepat sesuai dengan kondisi tanda-tanda vital pasien dan
stabilitas hemodinamik pasien.1
USG segera pra operasi untuk pemetaan lokasi plasenta dapat membantu dalam
menentukan pendekatan optimal ke dinding perut dan incisi rahim untuk memberikan
visualisasi yang memadai dan menghindari mengganggu plasenta sebelum pengeluaran
janin.4
c. Manajemen Operatif
17

Secara umum, manajemen yang direkomendasikan untuk kasus yang dicurigai


plasenta perkreta yakni direncanakan histerektomi sesarea prematur dengan plasenta
ditinggalkan in situ karena pengeluaran plasenta dikaitkan dengan morbiditas akibat
perdarahan yang signifikan. Namun, pendekatan ini tidak dapat dianggap sebagai
pengobatan lini pertama untuk wanita yang memiliki keinginan yang kuat untuk
kesuburan di masa depan. Oleh karena itu, manajemen operasi plasenta perkreta dapat
individual tergantung kasusnya masing masing.
Pasien ditempatkan di meja operasi dengan posisi modifikasi dorsal litotomi
dengan kemiringan lateral yang kiri untuk memungkinkan penilaian langsung dari
perdarahan vagina, menyediakan akses untuk penempatan paket vagina, dan
memungkinkan tambahan ruang untuk asisten bedah. Karena prosedur ini diantisipasi
akan berkepanjangan, padding dan posisi untuk mencegah kompresi saraf dan
pencegahan dan pengobatan hipotermia adalah penting.
Hilangnya darah rata-rata persalinan pada wanita dengan plasenta perkreta
adalah 3.000-5.000 ml. Sebanyak 90% pasien dengan plasenta perkreta membutuhkan
transfusi darah, dan 40% membutuhkan lebih dari 10 unit PRC. Meminimalkan
kehilangan darah sangat penting. Pilihan sayatan harus dibuat berdasarkan habitus tubuh
pasien dan sejarah operasi pasien. Penggunaan sayatan vertikal linea mediana mungkin
dilakukan karena memberikan daerah cukup jika histerektomi diperlukan. Insisi uterus
klasik, sering transfundal, mungkin diperlukan untuk menghindari plasenta dan
memungkinkan pengeluaran bayi. Ultrasound pemetaan lokas plasenta, baik sebelum
operasi atau intraoperatif, mungkin dapat membantu. Karena positive predictive value
ultrasonografi untuk plasenta perkreta berkisar dari 65% hingga 93%, adalah wajar
untuk menunggu pelepasan plasenta spontan untuk mengkonfirmasi plasenta perkreta
secara klinis.
Pada umumnya, tindakan manual plasenta harus dihindari. Jika histerektomi
diperlukan, pendekatan standar yakni untuk meninggalkan plasenta in situ, dengan cepat
menggunakan "whip stitch" untuk menutup insisi histerotomi, dan lanjutkan dengan
histerektomi. Sedangkan histerektomi dilakukan dengan cara biasa, diseksi flap
kandung kemih dapat dilakukan relatif lambat, setelah kontrol jaringan pembuluh arteri
uterus tercapai, dalam kasus akreta anterior, tergantung pada temuan intraoperatif.
Kadang-kadang, histerektomi subtotal dapat dipertimbangkan, namun perdarahan terus-
18

menerus dari leher rahim mungkin menghalangi managemen ini dan membuat
histerektomi total tetap diperlukan.
Ada laporan dari pendekatan alternatif untuk pengelolaan plasenta perkreta yang
meliputi pengikatan tali pusat pada fetal surface, mengambil tali pusatnya, dan
meninggalkan plasenta in situ, dengan reseksi parsial plasenta untuk meminimalkan
ukurannya. Namun, hal ini harus dipertimbangkan hanya bila pasien memiliki keinginan
yang kuat untuk kesuburan masa depan serta stabilitas hemodinamik yang baik, status
koagulasi normal, dan bersedia menerima risiko akibat managemen ini. Pasien harus
diberi konseling bahwa hasilnya ini tidak dapat diprediksi dan bahwa ada peningkatan
risiko komplikasi yang signifikan termasuk histerektomi.
Kasus yang dilaporkan dari kehamilan yang sukses berikutnya pada pasien yang
diobati dengan pendekatan ini jarang terjadi. Pendekatan ini harus ditinggalkan dan
histerektomi dilakukan jika perdarahan yang berlebihan. Dari 26 pasien yang diobati
dengan pendekatan ini, 21 (80,7%) berhasil terhindar dari histerektomi, sedangkan 5
(19,3%) pada akhirnya dilakukan histerektomi. Namun, sebagian besar dari 21 pasien
yang terhindar dari histerektomi tidak memerlukan pengobatan tambahan, termasuk
ligasi arteri hipogastrik, embolisasi arteri, methotrexate, transfusi produk darah,
antibiotik, atau kuretase. Kecuali dalam kasus-kasus tertentu, histerektomi tetap
managemen pilihan untuk pasien dengan plasenta perkreta.1
Pada kasus dimana perdarahan masih terus berlangsung saat operasi, prosedur
yang dapat kita lakukan yakni:
 Pelvic artery ligation and ambolization
 Pelvic pressure packing
 Aortic compresion and clamping.4

d. Manajemen Postoperatif
Pasien yang menjalani histerektomi untuk plasenta perkreta beresiko untuk
mengalami komplikasi pasca operasi yang berhubungan dengan intraoperatif seperti
hipotensi, koagulopati persisten dan anemia, dan operasi berkepanjangan. Disfungsi
ginjal, jantung, dan organ lainnya sering terjadi dan harus dipikirkan. Sindrom Sheehan
(baik transien dan permanen) telah dilaporkan terjadi akibat perdarahan postpartum
yang massif, dan hiponatremia mungkin merupakan tanda awal. Jika volume besar
kristaloid dan produk darah diberikan saat intraoperatif, pasien juga berisiko untuk
19

terjadi edema paru, cidera paru akut terkait transfusi, dan / atau sindrom gangguan
pernapasan akut.
Perhatian khusus harus diberikan untuk sering mengevaluasi tanda-tanda vital
(tekanan darah, denyut jantung dan laju pernapasan). Output urin harus diukur melalui
kateter urin. Pemantauan vena sentral dan penilaian perifer oksigenasi dengan pulse
oksimetri dapat membantu dalam beberapa kasus. Koreksi koagulopati dan anemia berat
dengan produk darah harus dilakukan. Pasien harus dievaluasi secara klinis untuk
potensi kehilangan darah dari luka sayatan perut dan vagina, dan kemungkinan
pendarahan intraabdominal berulang atau retroperitoneal. Fungsi ginjal harus dievaluasi
dan kelainan serum elektrolit harus dikoreksi. Jika ada hematuria persisten atau anuria,
kemungkinan cedera saluran kemih yang tidak diketahui harus dipertimbangkan.
Mobilisasi awal, dan kompresi intermiten untuk mereka yang membutuhkan bedrest,
dapat mengurangi risiko komplikasi tromboemboli.4

2.2.5 Komplikasi
Komplikasi plasenta perkreta banyak dan mencakup kerusakan pada organ-
organ lokal, perdarahan pasca operasi, emboli air ketuban, DIC, transfusi darah,
sindrom gangguan pernapasan akut, tromboemboli pasca operasi, morbiditas karena
infeksi, kegagalan multisistem organ, dan kematian.
Komplikasi genital, saluran kemih yang umum dan termasuk cystotomy pada
sekitar 15% kasus dan cidera ureter sekitar 2% kasus. Oleh karena itu diagnosis
prenatal yang akurat sangat penting untuk meminimalkan risiko ini.3
20

BAB III

LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Penderita
Nama : Yusnidar
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Suku : Aceh
CM : 0-83-43-21
Tanggal masuk : 18 Agustus 2016

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama :
Keluar darah dari jalan lahir

Keluhan Tambahan :
Perut kram

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir yang dirasakan
sejak ± 2 jam SMRS. Pasien mengaku hamil 8 bulan dengan HPHT: 21/7/2016 dan
TTP: 28/4/2017. Pasien ANC teratur ke dokter spesialis kandungan sebanyak 5 kali,
sudah pernah dilakukan pemeriksaan USG dan didapatkan hasil bahwa janin pasien
kembar dengan posisi kepala bokong dan plasenta menutupi jalan lahir hingga
menembus ke kandung kemih. Pasien juga mengeluh perut kram. Riwayat keluhan
keluar keputihan tidak ada, keluar air air tidak ada, perut mulas-mulas tidak ada,
nyeri kepala tidak ada, merasakan pergerakan janin ada, keputihan tidak ada. Buang
air besar dan buang air kecil dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Diabetes Mellitus (-), asma (-), alergi (-). Pasien dua minggu sebelumnya pernah di
rawat di RSUDZA saat hamil 31-32 minggu dengan diagnosa pre-eklampsia berat.
21

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien.

Riwayat Pemakaian Obat : tidak ada


Riwayat Kebiasaan Sosial :
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga, sedangkan suami pasien seorang
pegawai.

Riwayat Menarche
Usia 14 tahun, selama 5-7 hari, 2-3x ganti pembalut, dismenore (-)

Riwayat Perkawinan
1 kali menikah, usia ketika menikah yaitu 19 tahun

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


I : Perempuan, 11 tahun, 3000 gr, SC a.i presentasi sungsang di RSIA
II : Perempuan, 4 tahun, 3500 gr, SC a.i presentasi sungsang di RSIA
III : Kehamilan saat ini
Riwayat KB :
Tidak ada

III. Pemeriksaan Fisik

- Keadaan Umum : Baik


- Kesadaran : Compos mentis
- TD : 210/130 mmHg - Nadi : 84 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit - Suhu : 36,4 oC
- BB : 69 kg - TB : 155 cm
- IMT : 28 kg/m2

STATUS GENERALISATA
o Wajah : Simetris, oedema (-), deformitas (-)
o Mata : Conjunctiva pucat (-/-), ikterik (-/-), sekret (-/-)
o Telinga/ Hidung/Mulut : Dalam Batas Normal
o Leher : Simetris, Pembesaran KGB ( - )
o Thorax : Simetris, Ves (+/+), Rh (-/-)
o Jantung : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)
o Ekstremitas : Edema (-/-), Sianosis (-/-)
22

o Abdomen : nyeri tekan (+), sikatrik bekas operasi pada perut bawah,
soepel (+) , peristaltik (+)
TFU 33 cm, DJJ I = 150 x/menit, DJJ II = 145 x/I,
His 1 kali selama 10 detik setiap 10 menit.
Genitalia Eksterna
I : Vulva uterus tampak tenang, darah tampak di vulva
Io : Portio Licin, ostium uteri eksterna tertutup, fluxus (+), fluor (-)
Vt : Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium Darah (19 Maret 2017 )
Pemeriksaan Hasil Normal
Hemoglobin 10,8 gr/dl 12-15,0 gr/dl
Hematokrit 32 % 37-47%
Eritrosit 4,4 /mm3 4200-54000 /mm3
Leukosit 15,2 x 103/ul 4,5-10,5 x 103/ul
Trombosit 102 /mm3 150-450 /mm3
CT 7’ 5-15 menit
BT 2’ 1-7 menit
MCV 75 80-100 Fl
MCH 25 27-31 pg
MCHC 33 32-36 %
RDW 19,7 11,5 – 14,5 %
Eosinofil 1% 0-6%
Basofil 1% 0-2 %
Netrofil Batang 0% 2-6 %
Netrofil Segmen 61 % 50-70 %
Limfosit 8% 20-40 %
Monosit 4% 2-8 %
SGOT 36 U/L < 31 U/L
SGPT 26 U/L < 34 U/L
Protein total 5,21 g/dL 6,4 – 8,3 g/dL
Albumin 2,74 g/dL 3,5 – 5,2 g/dL
Glukosa darah sewaktu 98 mg/dl <200 mg/dl
Ureum 0,50 mg/dl 13-43 mg/dl
Kreatinin 18 mg/dl 0,51-0,95 mg/dl
Natrium (Na) 140 meq/L 132-146 mmol/L
Kalium (K) 3,2 meq/L 3,7-5,4 mmol/L
Klorida (Cl) 112 meq/L 98-110 mmol/L
Magnesium (Mg) 2,1 mg/dL 1,6 – 2,6 mg/ dL
Proteinuria +3

2. CTG
23

CTG I : CTG II :
Baseline : 150 x / menit Baseline : 155 x / menit
Variabilitas : 5-15 kali Variabilitas : 5-25 kali
Deselerasi : Negatif Deselerasi : Negatif
Akselerasi : 2 x / 10” Akselerasi : 1 x / 10”
Gerakan janin : aktif Gerakan janin : aktif

3. USG (18 Maret 2017)


24

USG I :
BPD : 8.25 cm
HC : 32,71 cm
AC : 27,29 cm
FL : 6.31 cm
EFW : 2184 gram
25

Plasenta previa totalis susp.perkreta


Kesimpulan : Janin hidup, presentasi kepala usia 33-34 minggu dengan plasenta previa
totalis suspek perkreta
USG II :
BPD : 8.04 cm
HC : 29,30 cm
AC : 27,51 cm
FL : 6.31 cm
EFW : 1890 gram
Plasenta previa totalis susp.perkreta
Kesimpulan : Janin hidup, presentasi kepala usia 33-34 minggu dengan plasenta previa
totalis suspek perkreta

V. DIAGNOSA SEMENTARA/DIAGNOSA KERJA


G3P2 Hamil 33-34 minggu janin kembar presentasi kepala bokong keduanya
hidup + Pre eklampsia berat dengan BSC 2x IDT (4 tahun) + Plasenta previa totalis
Susp.Perkreta

VI. RENCANA TERAPI


1. IV. 6 mg MgSO4 di lanjutkan dengan drip 4 mg MgSO4 40% dalam 500 cc RL
20 tetes / menit.
2. Nifedipin 4x10 mg tab
3. Sectio Caesaria Emergensi + Histerektomi
4. Konsultasi div.Perinatologi
5. Konsultasi div.Penyakit Dalam
6. Konsultasi div.Onkologi

VII. PLANNING
- Pemeriksaan patologi anatomi

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad Bonam

BAB IV
26

PEMBAHASAN

Telah dilakukan anamnesis serta pemeriksaan fisik dan penunjang terhadap


seorang pasien wanita berusia 28 tahun yang datang ke IGD RSUDZA dengan keluhan
keluar darah dari jalan lahir yang dirasakan sejak ± 2 jam SMRS. Pasien mengaku hamil
8 bulan dengan HPHT 21/7/2016 dan TTP 28/4/2017. Pasien di diagnosa dengan G3P2
Hamil 33-34 minggu janin kembar presentasi kepala bokong keduanya hidup +
preeklampsia berat dengan BSC 2x IDT (4 tahun) + Plasenta previa totalis suspek
perkreta.

Keluhan utama yang dialami pasien yaitu keluar darah dari jalan lahir sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa keluhan utama plasenta previa yaitu perdarahan
dari jalan lahir tanpa disertai nyeri yang biasanya baru terlihat setelah kehamilan
mendekati akhir trimester kedua atau sesudahnya. Perdarahan antepartum merupakan
perdarahan dari jalan lahir yang terjadi setelah umur kehamilan 22 minggu, umumnya
terjadi pada triwulan ketiga atau setelah kehamilan 28 minggu. Perdarahan pervaginam
pada plasenta previa terjadi tiba-tiba tanpa sebab. Hal ini terjadi karena pembentukan
segmen bawah rahim berlangsung berkelanjutan secara bertahap dan perlahan, laserasi
baru akan terjadi dan perdarahan pun akan berulang sekalipun tanpa sebab, seperti
coitus ataupun trauma. Pada pasien ini perdarahan antepartum yang terjadi akibat dari
plasenta previa totalis yaitu suatu keadaan dimana letak plasenta yang abnormal, pada
segmen bawah uterus sehingga plasenta menutupi seluruh jalan lahir. Hal ini didukung
oleh terjadinya perdarahan dari jalan lahir berupa darah merah segar, tidak terasa nyeri,
terjadi secara tiba-tiba tanpa sebab pada trimester 3 (usia kehamilan 33 +3 minggu) serta
hasil USG yang menunjukkan pertumbuhan plasenta pada SBR anterior yang
menembus hingga bagian kandung kemih memberi kesan plasenta previa totalis suspek
perkreta.

Plasenta perkreta memiliki faktor resiko salah satunya yang sesuai dengan
pasien ini adalah 2 kali riwayat operasi sesaria sebelumnya. Berdasarkan literatur
diketahui bahwa pada wanita dengan riwayat operasi sebelumnya terdapat jaringan
parut pada uterus yang menyebabkan tidak adekuatnya persediaan darah ke plasenta
sehingga plasenta menjadi lebih tipis dan mencakup daerah uterus yang lebih lama.
Adapun faktor risiko tambahan yang dilaporkan untuk plasenta perkreta
27

meliputi usia ibu dan multiparitas, kuretase uterus sebelumnya, ablasi endometrium,
Asherman syndrome, leiomyoma, anomali rahim, hipertensi dalam kehamilan, dan
merokok. Insiden plasenta perkreta telah meningkat dan tampaknya berbanding lurus
dengan tingkat kelahiran sesar yang meningkat. Wanita yang paling berisiko mengalami
plasenta perkreta adalah mereka yang telah mempunyai kerusakan miometrium yang
disebabkan oleh operasi sesar sebelumnya baik dengan plasenta previa anterior atau
posterior yang melintasi parut uterus.

Dari hasil USG menunjukkan bahwa janin kembar dengan presentasi kepala
bokong keduanya hidup. Berdasarkan teori, kembar adalah suatu keadaan kehamilan
dimana terdapat dua atau lebih hasil konsepsi pada saat yang sama. Kehamilan kembar
cenderung lebih berisiko mengalami prematuritas dibandingkan kehamilan normal.
Kembar memiliki beberapa konsekuensi kesehatan pada ibu dan bayi. Frekuensi
kehamilan kembar meningkat pada umur 30-40 tahun namun ada referensi yang
mengatakan bahwa meningkat pada usia 25-35 tahun. Pada kasus ini pasien berumur 28
tahun dengan tidak ada riwayat kehamilan kembar dalam keluarganya. Jumlah janin 2
yaitu kembar dizigotik dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki serta memiliki 1
plasenta.

Menurut literature, beberapa komplikasi yang terjadi akibat kehamilan gemelli


adalah BBLR, preeklamsi, dan presentasi janin yang abnormal. Pada kasus ini ibu
menderita preeklamsia berat dengan tekanan darah 210/130 mmHg dan protein urin (++
+), janin pertama letak memanjang presentasi kepala dengan BBL 2100 gram dan janin
kedua letak bokong, dengan BBL 1400 gram. Ketidaksepadan ukuran diantara kembar
dikarenakan ketidakseimbangan yang kronis dari transfusi antara janin kembar yang
terjadi melalui anastomosis pembuluh plasenta pada kehamilan kembar monochorion.
Keadaan ini yang kita kenal sebagai Twin To Twin Transfusion syndrome (TTTS). TTTS
umumnya terjadi pada kehamilan kembar monochorion (MC) dimana terjadi donasi
darah secara terus-menerus dari satu janin ke janin lainnya (1 janin bertindak sebagai
donor, sedangkan janin lainnya bertindak sebagai resepien). Janin donor akan menjadi
anemis, oliguria, dan mengalami pertumbuhan yang terhambat, sedangkan janin resipien
menjadi polisitemia, poliuria, hypervolemia, dan potensial menjadi hidropik. Pada kasus
ini bayi dengan BBL : 1400 gram bertindak sebagai donor dan bayi dengan BBL : 2100
28

gram bertindak sebagai resipien meskipun setelah lahir tidak dilakukan pemeriksaan Hb
pada kedua bayi.

Pasien di diagnosa dengan preeklampsia berat berdasarkan tekanan darah


210/130 mmHg dan proteinuria +3. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya
hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau edema pada
kehamilan 20 minggu atau lebih. Faktor risiko terjadinya preeklamsia adalah kehamilan
kembar, riwayat PEB pada kehamilan sebelumnya, diabetes mellitus, dan mola
hidatidosa. Pada kasus ini yang merupakan faktor risiko timbulnya PEB pada pasien
adalah kehamilan kembar.

Adapun tatalaksana pada pasien ini adalah pemberian MgSO4 6 mg secara


intravena di lanjutkan dengan drip 4 mg MgSO4 40% dalam 500 cc RL 20 tetes /
menit., dan pemberian nifedipin 4x10 mg tab, Adalat oros 1x30 mg tab, IV.Ceftriaxone
1 gr/12 jam serta dilakukan tindakan sectio caesaria emergensi dan histerektomi. Pada
pasien ini perlu diberikan MgSO4 untuk mencegah terjadinya kejang eklamptik yang
merupakan komplikasi utama dari preeclampsia berat. MgSO 4 diberikan sebagai
pencegahan dan sekaligus tatalaksana bila syarat terpenuhi, diantaranya tersedia Ca
glukonas, reflex patella (+), tidak ada tanda-tanda distress napas, respirasi > 16x/menit.
Dan nifedipine 10 mg/8 jam diberikan sebagai terapi hipertensi.

Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa magnesium sulfat merupakan


drug of choice untuk mengatasi kejang eklamptik (dibandingkan diazepam dan
fenitoin). MgS04 merupakan antikonvulsan yang efektif dan membantu mencegah
kejang kambuhan dan mempertahankan aliran darah ke uterus dan aliran darah ke fetus.
Magnesium sulfat berhasil mengontrol kejang eklamptik pada > 95% kasus. Selain itu,
ini memberi keuntungan fisiologis untuk fetus dengan meningkatkan aliran darah
uterus. Selain diberikan MgSO4, pasien juga diberikan nifedipin karena tekanan darah
pasien sempat tinggi yaitu 180/110. Nifedipin merupakan calcium channel blocker yang
mempunyai efek vasodilatasi arteriol kuat yang hanya tersedia dalam bentuk preparat
oral. Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi.

Pada kasus ini dilakukan sectio cesarea sebagai suatu upaya terminasi kehamilan
dan mencegah meningkatnya komplikasi yang lebih serius terhadap ibu dan janin.
29

Penatalaksanaan dilakukan secara aktif, yaitu dilakukan sectio caecarea dengan


pertimbangan pasien menderita PEB dengan janin kembar presentasi kepala bokong
disertai dengan plasenta previa totalis suspek perkreta juga adanya riwayat seksio
sesaria sebanyak 2 kali.
Secara umum, manajemen yang direkomendasikan untuk kasus yang dicurigai
plasenta perkreta yakni direncanakan histerektomi sesarea prematur dengan plasenta
ditinggalkan in situ karena pengeluaran plasenta dikaitkan dengan morbiditas akibat
perdarahan yang signifikan. Namun, pendekatan ini tidak dapat dianggap sebagai
pengobatan lini pertama untuk wanita yang memiliki keinginan yang kuat untuk
kesuburan di masa depan. Oleh karena itu, manajemen operasi plasenta perkreta dapat
individual tergantung kasusnya masing masing.

Pada pasien dicurigai terjadinya plasenta perkreta berdasarkan hasil temuan


ultrasound. Secara teori, penegakan diagnosis plasenta perkreta secara pasti dibuat
berdasarkan hasil dari patologi anatomi yang diperoleh setelah dilakukan histerektomi.
Diagnosis definitif tergantung pada visualisasi dari villi chorialis yang menginvasi atau
tertanam pada miometrium dengan tidak adanya desidua di lapisan antara mereka.

Secara keseluruhan, ultrasonografi grayscale cukup untuk mendiagnosis plasenta


perkreta, dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%, nilai prediksi positif 65-93%,
dan nilai prediksi negatif 98%. Penggunaan daya Doppler, warna Doppler, atau
pencitraan tiga dimensi tidak secara signifikan meningkatkan sensitivitas diagnostik
dibandingkan dengan yang dicapai oleh ultrasonografi grayscale saja.

BAB V
KESIMPULAN
30

Plasenta perkreta merupakan istilah umum yang digunakan untuk


menggambarkan kondisi klinis ketika bagian dari plasenta, atau seluruh plasenta,
menginvasi dinding rahim sehingga sulit terlepas. Plasenta akreta/perkreta adalah
komplikasi obstetrik terhadap ibu dan saat ini berkembang menjadi epidemik. Kondisi
ini merupakan salah satu penyebab utama histerektomi peripartum dan kematian serta
morbiditas terhadap ibu dan anak.

Diagnosa kondisi ini berdasarkan pada 2 hal penting yaitu kecurigaan yang
tinggi terhadap penyakit tersebut berdasarkan adanya faktor risiko dan kedua adalah
berdasarkan temuan USG dopler dan Grayscale. Kebanyakan pasien dengan plasenta
perkreta tidak menunjukkan gejala. Gejala yang berhubungan dengan plasenta perkreta
yaitu perdarahan vaginal dan kram. Temuan ini sebagian besar terlihat pada kasus
dengan plasenta previa, yang merupakan faktor risiko terkuat untuk plasenta perkreta.

Secara keseluruhan, ultrasonografi grayscale cukup untuk mendiagnosis plasenta


perkreta, dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%, nilai prediksi positif 65-93%,
dan nilai prediksi negatif 98%. Penggunaan daya Doppler, warna Doppler, atau
pencitraan tiga dimensi tidak secara signifikan meningkatkan sensitivitas diagnostik
dibandingkan dengan yang dicapai oleh ultrasonografi grayscale saja.
31

DAFTAR PUSTAKA

1. Saravi, PG etc. Doppler Ultrasound in the diagnosis of placenta percreta: our


experience. Rev.Argent Radiol, 2014; 78 (3).

2. Sivasankar Chitra, Perioperative management of undiagnosed placenta percreta:


case report and management strategies, International Journal of Women’s
Health, 2012, USA.

3. Eliza and Alfred, Prenatal Diagnosis of Placenta Accreta, The American Institute
of Ultrasound in Medicine, 2013, USA.

4. Publication Committee, Society for Maternal-Fetal Medicine, Placenta Accreta,


American Journal of Obstetrics and Gynaecology, 2010,Washington DC.

5. John C., Hauth C., Leveno K. J., Gilstrap III L., Bloom Steven, Wenstrom
KD.,Williams Obstetrics: Implantation, Embryogenesis, and Placental
Development, 23nd ed, 2010, USA, McGraw-Hill Companies, Inc., pg 34-46

6. Green – top Guideline No 27, Placenta praevia, placenta praevia accreta and
vasa praevia: diagnosis and management, Royal College of Obstetricans and
Gynaecologists, January 2011.

7. Cunningham,Leveno, Bloom, Hauth, Rouse,Spong, Williams Obstetrics 23


edition, Chapter 35: Obstetrics Haemorrhage, pp 776-780, 2010.

8. Rac, MW, Dashe, JS, Wells, CE, Moschos, E, McIntire, DD, & Twickler, DM,
Ultrasound predictors of placental invasion: the Placenta Accreta
Index, American journal of obstetrics and gynecology, 2015, 212(3): 343-e1.

9. Siswashanto R. Malpresentasi dan Malposisi Dalam: Saifuddin AB,


Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta:
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.

Anda mungkin juga menyukai