Anda di halaman 1dari 24

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ovarium (Indung telur)

Perempuan pada umumnya mempunyai 2 indung telur kanan dan kiri.

Mesovarium menggantung ovarium dibagian belakang ligamentum latum kiri dan

kanan. Ovarium berukuran kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran

panjang kira-kira 4 cm dan lebar kira-kira 1.5 cm.Pinggir atasnya atau hilusnya

berhubungan dengan mesovarium tempat ditemukannya pembuluh-pembuluh

darah dan serabut saraf untuk ovarium. Pinggir bawahnya bebas. Permukaan

belakangnya menuju keatas dan belakang, sedangkan permukaan depannya

kebawah dan depan. Ujung yang dekat dengan tuba terletak lebih tinggi daripada

ujung yang dekat dengan uterus dan tidak jarang diselubungi oleh fimbria dari

infundibulum. Ujung ovarium yang lebih rendah berhubungan dengan uterus

melalui ligamentum ovarii proprium tempat ditemukannya jaringan otot yang

menjadi satu dengan jaringan otot di ligamentum rotundum.

Gambar 2.1. Anatomi Ovarium


6

Struktur ovarium terdiri atas (1) korteks, bagian luar yang diliputi oleh

epitelium germinativum berbentuk kubik dan didalamnya terdiri atas stroma serta

folikel-folikel primordial; dan (2) medula, bagian disebelah dalam korteks tempat

terdapatnya stroma dengan pembuluh-pembuluh darah, serabut-serabut saraf, dan

sedikit otot polos(Sarwono P, 2014).

Diperkirakan pada perempuan terdapat kira-kira 100.000 folikel primer. Tiap

bulan satu folikel akan keluar, kadang-kadang dua folikel, yang dalam

perkembangannya akan menjadi folikel de Graaf. Folikel-folikel ini merupakan

bagian terpenting dari ovarium yang dapat dilihat di korteks ovarii dalam letak

yan beraneka-ragam dan pula dalam tingkat-tingkat perkembangan yang berbeda,

yaitu dari satu sel telur yang dikelilingi oleh satu lapisan sel-sel saja sampai

menjadi folikel de Graaf yang matang berisi dengan likour follikuli, mengandung

estrogen dan siap untuk berevolusi(Sarwono P, 2014).

Folikel de Graaf yang matang terdiri dari (1) ovum, yakni suatu sel besar

dengan diameter 0.1 mm yang mempunyai nukleus dengan anyaman kromatin

yang jelas sekali dan satu nukleolus pula; (2) stratum granulosum, nda yang terdiri

atas sel-sel granulosa, yakni sel-sel bulat kecil dengan inti yang jelas pada

pewarnaan dan mengelilingi ovum; (3) teka interna, suatu lapisan yang melingkari

stratum granulosum dengan sel-sel lebih kecil dari pada sel granulosa; dan (4)

teka eksterna diluar teka interna yang terbentuk oleh stroma ovarium yang

mendesak(Sarwono P, 2014).
7

Pada ovulasi folikel yang matang yang terdeteksi mendekati permukaan

ovarium pecah dan melepaskan ovum ke rongga perut. Sel-sel granulosa yang

melekat pada ovum dan yang membentuk korona radiata bersama-sama ovum ikut

lepas. Sebelum dilepas, ovum mulai mengalami pematangan dalam 2 tahap

sebagai persiapan untuk dapat dibuahi(Sarwono P, 2014).

Setelah ovulasi, sel-sel stratum granulosum diovarium mulai berproliferasi

dan masuk keruangan bekas tempat ovum dan likuor follikuli. Demikian pula

jaringam ikat dan pembuluh-pembuluh darah kecil yang ada disitu. Biasanya

timbul perdarahan sedikit, yang menyebabkan bekas folikel berwarna merah dan

diberi nama korpus rubrum. Umur korpus rubrum ini hanya sebentar. Didalam

sel-selnya timbul pigmen kuning dan korpus rubrum menjadi korpus luteum. Sel-

selnya membesar dan mengandung lutein dengan banyak kapilar dan jaringan ikat

diantaranya. Ditengah tengah masih terdapat bekas perdarahan. Jika tidak ada

pembuahan ovum, sel-sel besar serta mengandung lutein mengecil serta menjadi

atrofik, sedangkan jaringan ikatnya bertambah. Korpus luteum lambat laun

menjadi korpus albikans. Jika pembuahan terjadi, korpus luteum tetap ada,

malahan menjadi lebih besar, sehingga mempunyai diameter 2.5 cm pada

kehamilan 4 bulan (Sarwono P, 2014).

2. 2. Kanker ovarium

2. 2. 1. Definisi

Kanker ovarium adalah tumor ganas yang berasal dari ovarium dengan

histogenesis yang beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast


8

(ektoderm, mesoderm, dan endoderm), dan merupakan 20% dari seluruh

keganasan ginekologis dan penyebab utama kematian akibat keganasan

ginekologi(Wiknjosastro H, et al. 1999 dalamImam R, Rusdi M, Kristianus

C,2010)

2. 2. 2. Epidemiologi

Kanker ovarium adalah penyebab kematian kanker ginekologi yang

utama di Amerika Serikat. Pada tahun 1995 ditemukan 26.000 kasus kanker

ovarium dan 14.500 orang yang meninggal karena kanker ovarium ini (Imam

R, 2010). Diperkirakan 20.180 kasus baru ditemukan di AS pada tahun 2006.

Jumlah kanker ovarium adalah sekitar 3% dari seluruh kanker pada wanita

dan merupakan kanker nomor dua terbanyak diantara kanker ginekologik

setelah kanker korpus uteri cell biasanya ditemukan pada dua dekade pertama

kehidupan, sedangkan tipe stroma ditemukan pada perempuan dewasa.Pada

studi epidemiologi ditemukan bahwa insiden tinggi ditemukan pada

perempuan dengan riwayat keluarga, pada negara industri, dan pada

perempuan dengan gangguan fungsi ovarium, termasuk diantaranya fertilitas,

nuliparitas, dan sering kali mengalami keguguran (Chris T, 2011)

2. 2. 3. Etiologi dan faktor risiko

Kanker ovarium atau sering disebut Tumor Ganas Ovarium (TGO)

belum diketahui penyebabnya secara pasti. Pada perempuan dengan

keturunankanker payudara atau ovarium, terdapat dua lokus yang telah

diidentifikasi, yaitu BRCA1 pada kromosom 17q12-21 dan BRCA2 pada


9

kromosom 13q12-13 yang merupakan gen supresor tumor (Chris T,

2014).Adapun faktor risiko dari kanker ovarium, yaitu:

a) Faktor lingkungan; variasi geografis dan etnis yang signifikan telah

diobservasi pengaruhnya terhadap insiden kanker ovarium. Rata-rata tertinggi

pada wanita dengan ras kaukasian di negara industri misalkan di Amerika

Utara dan Eropa. Perbedaan ini kemudian dijelaskan melalui pola reproduksi

dan komponen lingkungan seperti perbedaan pola makan. Pada sebuah

penelitian disebutkan diet pada wanita dengan kanker ovarium ditemukan

pada pola diet barat,yaitu dengan tinggi daging dengan sedikit sayuran

kemungkinan berhubungan dengan tingginya angka insiden kanker ovarium.

Sayur-sayuran, tidak termasuk buah-buahan, dikatakan berhubngan dengan

efek yang menguntungkan, sementara mengonsumsi tinggi daging dapat

meningkatkan risiko seorang wanita mengidap kanker ovarium (Manetta A,

2004, dalam Imam R, Lengkung A, 2009).

b) Faktor Reproduksi; riwayat reproduksi terdahulu serta durasi dan jarak

reproduksi memiliki dampak terbesar pada penyakit ini, paritas yang rendah

dan infertilitas, menarche dini dan menopause yang terlambat meningkatkan

risiko untuk berkembang menjadi kanker ovarium. Peningkatan insiden

kanker ovarium pada wanita lajang, biarawati, dan wanita nulipara

menunjukkanovulasi yang teratur dan tidak diselingi dengan kehamilan,

meningkatkan predisposisi wanita dapat mengidap keganasan. Kehamilan

yang multiple dapat meningkatkan efek produktif untuk berkembang menjadi

suatu kanker ovarium. Apabila dibandingkan dengan wanita nulipara, satu


10

sampai dua kehamilan menghasilkan risiko relatif (RR) 0,49-0,97. Wanita

dengan jumlah kehamilan lebih dari tiga memiliki penurunan risiko sebanyak

0,35-0,76 apabila dibandingkan dengan populasi kontrol. Faktor lain yang

dapat mereduksi risiko adalah riwayat menyusui. Akan tetapi sampai saat ini

belum ada studi yang menyatakan hubungan yang konsisten antara lamanya

menyusui dengan penurunan risiko (Manetta A, 2004, dalam Imam R,

Lengkung A, 2009).

c) Faktor Hormonal; penggunaan hormon eksogen pada terapi gejala yang

berhubungan dengan menopause berhubungan dengan peningkatan risiko

kanker ovarium baik dari insiden maupun mortalitasnya. Beberapa literatur

menunjukkan penggunaan jangka panjang hormon replacemant therapy

(HRT) (5-10 tahun) meningkatkan peningkatan risiko 1,5-2,0 kali lipat.

Peningkatan secara spesifik terlihat pada wanita dengan penggunaan hormon

estrogen tanpa disertai progesteron. Siklus haid berevolusi ada hubungannya

dengan meningkatnya risiko timbulnya kanker ovarium. Hal ini dikaitkan

dengan pertumbuhan aktif permukaan ovarium setelah ovulasi (Imam R,

Lengkung A, 2009).

Berikut hipotesis yang berhubungan dengan ovulasi:

i. Hipotesis gonadotropin : berdasarkan penelitian terhadap hewan

percobaan dan data epidemiologi, Cramer menemukan adanya

peningkatan kadar gonadotropin tidak langsung yang melalui jalur

peningkatan estrogen endogen dan menurunkan risiko terjadinya kanker

pada multipara dan pemakaian pil KB. Dengan kata lain, penurunan kadar
11

estrogen perifer akan meningkatkan gonadotropin hipofisis yang

menyebabkan pertumbuhan tumor ovarium (Cramer DW dalam Bereks

JS, Hacker NS, 1994)

ii. Hipotesis androgen: pada patogenesis TGO invitro, androgen berperan

memacu pertumbuhan epitel ovarium normal ataupun TGO. Pada kanker

ovarium, nda ditemukan adanya kadar androgen yang meningkat. Oleh

karena itu, untuk menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium,

pemakaian pil KB beperan menurunkan kadar androgen (Santoso H, 2009

dalam Imam R, 2010)

iii. Hipotesis progesteron: hasil percobaan pada hewan didapatkan bahwa

estrogen menghambat dan progesteron memacu opoptosis, tapi pemberian

MPA tidak memberikan perubahan. Sementara itu pemberian bersama

akan memberi hasil diantaranya (Santoso H, 2009 dalam Imam R, 2010).

d) Faktor Genetik; Pada umumnya kanker ovarium epitel bersifat sporalis.

Familial atau pola herediter dilaporkan hanya 5-10%. Riwayat keluarga

merupakan faktor pentimg dalam memasukkan apakah seorang wanita

memiliki risiko terkena kanker ovarium. Risiko seorang wanita untuk

mengidap kankerovarium adalah sebesar 1,6%. Apabila wanita tersebut

memiliki seorang anggota keluarga yang mengidap kanker ovarium, risikonya

akan meningkat menjadi 4% sampai 5%. Dalam kasus dimana terdapat dua

anggota keluarga yang mengidap kanker ovarium, risiko pada wanita ini akan

meningkat menjadi 7% mengidap kanker ovarium (Manetta A, 2004, dalam

Imam R, Lengkung A, 2009).


12

2. 1. 4. Manifestasi Klinis dan diagnosis

Kebanyakan pasien(95%) sebenarnya simtomatis, namun gejalanya

nonspesifik, seperti rasa tidak enak atau tertekan diperut atau dipareunia, perut

membesar , dan berat badan meningkat karena ada asites atau massa (Herod J,

2006 dalam Imam R, Rusdi M, Kristianus C, 2010).

Letak tumor yang tersembunyi menyebabkan tumor ini dapat membesar

tanpa disadari penderita, sehingga umumnya pasien datang pada stadium

lanjut. Kecenderungan untuk melakukan implantasi di rongga perut, sehingga

menghasilkan asites merupakan ciri khas kanker ovarium.Ditemukan massa di

rongga pelvis pada wanita post menoupause disertai peningkatan tumor marker

CA-125 merupakan petunjuk dari tumor ini dan Ultrasonografi transvaginal

tidak menurunkan angka mortalitas kanker ovarium didalam populasi pada

umumnya (Hacker NF, Benedet JL, Ngan HYS. 2000 dalam Imam R, Rusdi M,

Kristianus C, 2010).

Pada Pasien dengan kanker ovarium herediter, ultrasonografi

transvaginl dapat dilakukan setiap 6 bulan. Pada kelompok yang sangat

berisiko tinggi tersebut dapat direkomendasikan ooforektomi profilaksis pada

usia 35 tahun setelah memiliki cukup anak.Diagnosis dilaksanakan dengan

anamnesis lengkap serta pemeriksaan fisik. Untuk jenis kanker ovarium jenis

epitel penandanya CA-125, tumor sel germinal LDH, hCG,AFP, dan tumor sex

cord, inhibin.Pemeriksaan darah tepi,tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, serta

biokimia darah lainnya perlu dilakukan. Pemeriksaan radiologi berupa foto


13

paru-paru, untuk mengevaluasi metastasis paru, efusi pleura serta pemeriksaan

CT-scanabdomen pelvis. Bila ada keluhan simtomatik,perlu dilakukan

pielografi intravena dan/ataubarium enema untuk evaluasi kandung kemih dan

perluasan ke usus (Mochammad A, Ali B, Prajitno P, 2011).

Prognosis secara umum: stadium I-II 80-90% dan stadium III-IV 5-20%

(Hricak, 2007 dalam Imam R, Rusdi M, Kristianus C, 2010)

2. 1. 5. Klasifikasi

Tumor epitelial (EOC, Epithelial Ovarium Cancer) merupakan jenis

tumor ganas ovarium terbanyak (65% dari seluruh keganasan ovarium)

(Santoso JT, 2002).

Golongan Jenis

Tumor Epitelial Serosaa

Musinosa

Endometroid

Clear Cell

Brenner

Epitelial campuran

Karsinoma tak terdeferensiasi

Tumor Stroma Sex-Cord Tumor sel Granulosa-Teka

Androblastoma

Gynandroblastoma

Tidak terklasifikasi
14

Tumor Sel Germinal Disgerminoma

(Germ cell) Tumor sinus endodermal

Karsinoma embrional

Teratoma imatur

Poli-embrional

Tumor Stroma ovarium Sarkoma ovarium

Tabel 2.1 klasifikasi Tumor berdasarkan WHO yang dimodifikasi.

Klasifikasi kanker ovarium belum ada keseragamannya, namun tidak

ada perbedaan sifat fundamental. Menurut International Federation of

Ginecologic and Obstetrics(FIGO), kanker ovarium di bagi dalam 3 kelompok

besar sesuai dengan jaringan asal tumor dan kemudian masing-masing

kelompok terdiri dari berbagai spesifikasi sesuai dengan histopatologi (Santoso

JT, 2002)

a. Kanker Berasal dari Epitel Permukaan

Kanker yang berasal dari epitel permukaan merupakan golongan terbanyak dan

sebagian besar 85 % kanker ovarium berasal dari golongan ini.lebih dari

80% kanker ovarium epitel ditemukan pada wanita pascamenopause di mana

pada usia 62 tahun adalah usia kanker ovarium epitel paling sering ditemui.

Jenis-jenis kanker ovarium epitel permukaan :

1. Karsinoma Serosa

Karsinoma ini merupakan keganasan epitel ovarium yang tersering

ditemukan. Mudah tersebar di kavum abdomen dan pelvis, irisan penampang


15

tumor sebagai kistik solid. Tumor jenis ini di bawah mikroskop menurut

diferensiasi sel kanker dibagi menjadi diferensiasi baik (benigna) yang

memiliki percabangan papilar rapat, terlihat mitosis, sel nampak anaplastik

berat, terdapat invasi intersisial jelas,badan psamoma relatif banyak. Pada

kanker diferensiasi sedang (borderline) dan buruk (maligna) memiliki lebih

banyak area padat, papil sedikit atau tidak adadan badan psamoma tidak

mudah ditemukan (Santoso JT, 2002).

2. Karsinoma Musinosa

Karsinoma jenis ini lebih jarang ditemukan dibanding karsinoma serosa.

Sebagian besar tumor multilokular, padat dan sebagian kistik, di dalam kista

berisi musin gelatinosa, jarang sekali tumbuh papila eksofitik, area solid

berwarna putih susu atau merah jambu, struktur rapat dan konsistensi rapuh.

Tumor jenis ini di bawah mikroskop dibagi menjadi tiga gradasi, di mana

yang berdiferensiasi baik dan sedang memiliki struktur grandular jelas,

percabangan papila epitel rapat, terdapat dinding bersama grandular, atipia

inti sel jelas, terdapat invasi intersisial. Pada kanker diferensiasi buruk

struktur grandular tidak jelas, mitosis atipikal bertambah banyak, produksi

musin dari sel sangat sedikit (Santoso JT, 2002).

3. Karsinoma Endometroid

Kira-kira 20% kanker ovarium terdiri dari karsinoma endometroid. Sebagian

besar tumor berbentuk solid dan di sekitarnya dijumpai kista. Arsitek

histopatologi mirip dengan karsinoma endometrium dan sering disertai

metaplasia sel skuamos. Lebih dari 30 % karsinoma endometroid dijumpai


16

bersama-sama dengan adenokarsinoma endometrium. Endometroid

borderline dan endometroid adenofibroma jarang dijumpai (Santoso JT,

2002).

4. Karsinoma Sel Jernih ( Clear Cell Carcinoma )

Tumor ini berasal dari duktus muleri. Pada umumnya berbentuk solid,

sebagianada juga berbentuk kistik, warna putih kekuning-kuningan. Arsitek

histopatologi terdiri dari kelenjar solid dengan bagian papiler. Sitoplasma sel

jernih dan seringdijumpai hopnail appearanceyaitu inti yang terletak di ujung

sel epitel kelenjar atau tubulus (Santoso JT, 2002).

5. Tumor Brenner

Tumo ini diduga berasal dari folikel. Biasanya solid dan berukuran 5-10 cm

dan hampir bersifat jinak. Tumor ini sering dijumpai insidentil pada waktu

dilakukan histerektomi.

b. Kanker Berasal dari Sel Germinal Ovarium (Germ Cell )

T umor ini lebih banyak pada wanita umur di bawah 30 tahun. Di antaranya :

1. Disgerminoma

Adalah tumor ganas sel germinal yang paling sering ditemukan, ukuran

diameter 5-15 cm, berlobus-lobus, solid, potongan tumor berwarna abu-

abu putih sampai abu-abu cokelat dengan potongan mirip ikan tongkol.

Kelompok sel yang satu dengan yang laindipisahkan oleh jaringan ikat tipis

dengan infiltrasi sel radang limfosit. Gambaran histopatologi mirip dengan

seminoma testis pada laki-laki. Neoplasma ini sensitif terhadap radiasi.


17

Tumor marker untuk disgerminoma adalah serum Lactic Dehydrogenase

(LDH) dan Placental Alkaline Phosphatase (PLAP) (Santoso JT, 2002).

2. Tumor Sinus endodermal

Berasal dari tumor sakus vitelinus/yock sac dari embrio. Usia rata-rata

penderita tumor sinus endodermal adalah 18 tahun. Berupa jaringan

kekuning-kuningan dengan area perdarahan, nekrosis, degenerasi gelatin dan

kistik. Khas untuk tumor sinus endodermal ini adalah keluhan nyeri perut dan

pelvis yang dialami oleh 75% penderita. Tumor marker untuk tomor sinus

endodermal adalah alfa fetoprotein(AFP) (Santoso JT, 2002).

3. Teratoma Immatur

Angka kejadian mendekati tumor sinus endodermal. Massa tumor sangat

besar dan unilateral, penampang irisan bersifat padat dan kistik,

berwarna-warni, komponen jaringan kompleks, jaringan embrional belum

berdiferensiasi umumnya berupa neuroepitel. Tumor ini mempunyai angka

rekurensi dan metastasis tinggi, tapi tumor rekuren dapat bertransformasi dan

immatur ke arah matur, regularitasnya condong menyerupai pertumbuhan

embrio normal. Tumor marker untuk teratoma immatur adalah alfa

fetoprotein (AFP) dan chorionic gonadotropin (HCG) (Santoso JT, 2002).

4. Teratokarsinoma

Sangat ganas, sering disertai sel germinal lain, AFP dan HCG serum dapat

positif. Massa tumor relatif besar, berkapsul, sering ditemukan nekrosis

berdarah. Di bawah mikroskop tampak sel primordial poligonal membentuk

lempeng, pita dan sarang, displasia menonjol, mitosis banyak ditemukan,


18

nukleus tampak vakuolasi, intrasel tampak butiran glasial PAS positif

(Santoso JT, 2002).

c. Kanker Berasal dari Stroma Korda Seks Ovarium (Sex Cord Stromal)

Tumor yang berasal dari sex cord stromal adalah tumor yang tumbuh dari satu

jenis. Kira-kira 10% dari tumor ganas ovarium berasal dari kelompok ini.

Pada penderita tumor sel granulosa, umur muda atau pubertas terdapat

keluhanperdarahan pervagina, pertumbuhan seks sekunder antara lain payudara

membesardengan kolostrum, pertumbuhan rambut pada ketiak dan pubis yang

disebut pubertas prekoks.

1. Tumor Sel Granulosa-teka

Kira-kira 60% dari tumor ini terjangkit pada wanita post menopause,

selebihnya pada anak-anak dan dewasa. Tumor ini dikenal juga sebagai

feminizing tumor, memproduksi estrogen yang membuat penderita “cepat

menjadi wanita”. Arsitektur histopatologinya bervariasi yaitu populasi sel

padat. Neoplasma ini dikategorikan low malignant. Pada endometrium

sering dijumpai karsinoma (Santoso JT, 2002).

2. Androblastoma

Tumor ini memproduksi hormon androgen yang dapat merubah bentuk

penderita menjadi kelaki-lakian atau disebut juga masculinizing tumor.

Penyakit ini jarang dijumpai(Santoso JT, 2002).

3. Ginandroblatoma

Merupakan peralihan antara tumor sel granulosa dan arrhenoblastoma dan

sangat jarang.
19

4. Fibroma

Fibroma kadang-kadang sulit dibedakan dengan tekoma. Sering disertai

dengan asites dan hidrotoraks yang dikenal sebagai sindroma Meigh(Santoso

JT, 2002).

Histopatologi: jenis epitel (65% dari Kanker ovarium) terdiri dari serosum (20%

sampai 50%), musinosum (15% sampai 25%), yang dapat tumbuh sangat besar

(permagna), endometrioid (5% dan kira-kira 10% bersamaan sengan endometriosis),

sel jernih (5% prognosis buruk) dan Brenner (2% sampai 3% sebagian besar jinak).

Kira-kira 15% dari kanker jenis epitel menunjukkan potensi keganasan rendah.

Tumor sel germinal (25% dari semua kanker ovarium) dan yang tersering

disgerminoma, diikuti tumor campuran sel germinal. Tipe lainnya adalah teratoma

imatur, koriokarsinoma, tumor sinus endodermal, dan karsinoma embrional. Tumor

stoma sex cord (5% dari semua kanker ovarium), yang sering adalah tumor sel

granulosa. Tipe lainnya tumor sel sertoly-leydig, jenis lainnya sarkoma, tumor

metastasis(Mochammad A, Ali B, Prajitno P, 2011).

Sekitar 90% kanker ovarium berasal dari dari epitalium koelomik yang secara

normal melapisi permukaan ovarium. Lapisan permukaan ini bersifat multipotensi

dan dapat berdiferensiasi menjadi epitel mullerian dan tipe lainnya, termasuk tipe

endometrium, endoservikal, tuba, dan intestinal, yang dapat membantu menjelaskan

variasi luas dari tumor epitelial yang dibservasi. Oleh karena itu, tumor epitelial

permukaan diklasifikasikan sesuai dengan tipe sel dan distratifikasi sebagai jinak,

borderline, dan ganas berdasarkan proliferasi seluler, nukleus atipia, dan invasi
20

stroma. Klasifikasi ini penting untuk merencanakan strategi terapi yang terbaik dan

untuk mendefinisikan prognosis penyakit (Nicoletta C. et al, 2006 ) Neoplasma

ovarium epitelial diklasifikasikan sebagai berikut (Hacker NF, Benedet JL, Ngan

HYS. 2000 dalam Imam R, Rusdi M, Kristianus C, 2010)

 tumor serosa

 tumor musinosa

 tumor endometrioid

 tumor clear cell

 tumor brunner

 undiffrentiated carsinoma

Grup tumor ganas ini mempunyai struktur epielial tetapi berdeferensiasi secara buruk

sehingga tidak dapat dimasukkan ke grup lainnya.

 mixed epithelial tumours: tumor ini tersusun atas dua atau lebih dari 5 tipe sel

mayor dari tumor epitelial umumnya. Tipe biasanya disebutkan.

 kasus dengan karsinoma intraperitoneal dimana ovarium tampak secara

insidental dan bukan merupakan origin primer sebaiknya dilabel sebagai

karsinoma peritoneal ekstraovarian.

Tumor epitelial dari ovarium juga lebih lanjut disubklasifikasikan dengan grading.

Hal ini penting karena grading hiatologikal proporsional terhadap prognosis. Sistem

grading tidak berlaku padatumor nonepitelial.

Gx-grade tidak dapat ditentukan


21

G1-diferensiasi baik

G2-diferensiasi sedang

G3-diferensial buruk

Keganasan nonepitelial, walaupun lebih jarang, juga sangat penting. Hal ini meliputi

tumor sel granulosa, tumor sel induk(germ cell tumor), sarkoma, dan limfoma.

Stadium Kriteria TNM


FIGO
Tumor Primer tidak dapat ditentukan Tx
0 Tidak ada bukti tumor primer T0
I Tumor terbatas pada ovarium T1
IA Tumor terbatas pada satu ovarium, kapsul intak T1a
Tidak ada tumor pada permukaan ovarium
Tidak ada sel malignan pada ascites atau bilasan peritoneal
IB Tumor terbatas pada kedua ovarium, kapsul intak T1b
Tidak ada tumor pada permukaan ovarium
Tidak ada sel malignan pada ascites atau bilasan peritoneal
IC Tumor terbatas pada satu atau kedua ovarium, dengan salah T1c
satu/lebih dari berikut ini:
Ruptur kapsul, tumor pada permukaan ovarium, sel
malignan pada ascites atau bilasan peritoneal yang positif.
II Tumor melibatkan satu atau kedua ovarium dengan T2
ekstensi pelvik.
IIA Ekstensi dan/atau implantasi pada uterus dan/atau tuba T2a
Tidak ada sel malignan pada ascites atau bilasan peritoneal.
IIB Ekstensi ke organ pelvik lain T2b
Tidak ada sel malignan pada ascites atau bilasan peritoneal.
IIC IIA/B dengan sel malignan pada ascites atau bilasan T2c
22

peritoneal yang positif


III Tumor melibatkan satu atau kedua ovarium dengan T3 dan
metastasis peritoneal diluar pelvis dan/atau metastasis /atau N1
limfonodi regional yang telah dikonfirmasi secara
mikroskopik.
IIIA Metastasis peritoneal mikroskopik melewati pelvis T3a
IIIB Metastasis peritoneal mikroskopik melewati pelvis dengan T3b
diameter terbesar 2 cm atau kurang
IIIc Metastasis peritoneal mikroskopik melewati pelvis dengan T3cdan/at
diameter terbesar 2 cm dan/atau metastasis limfonodi. au N1
IV Metastasis jauh melewati rongga peritoneal M1
Catatan: Metastasis ke kapsul hepar adalah T3/stage III, metastasis parenkim hepar

M1/stage IV. Efusi pleura harus mempunyai sitologi yang positif.

Tabel 2.2Staging kanker ovarium.

2. 2.6. Penatalaksanaan

Pembedahan memegang peranan penting dalam pelaksanaan kanker

ovarium, terutama berkaitan dengan penentuan diagnosis prabedah.,

perluasan penyakit (stadium), dan pengangkatan tumor. Untuk mendapatkan

hasil pengobatan yang lebih baik diperlukan evaluasi stadium dengan cermat

saat pembedahan (Hacker NF, Benedet JL, Ngan HYS. 2000 dalam Imam R,

Rusdi M, Kristianus C, 2010) .

Stadium awal: dua puluh lima persen pasien EOC saat didiagnosis

berada dalam stadium I dan II. Walaupun pemeriksaan radiologi dapat

menunjang pemeriksaan klinis dengan baik, sangat penting bagi pasien untuk
23

tetap menjalanisurgical staging. Secara umum penderita kanker ovarium awal

dibagi menjadi dua, yaitu :

a) Risiko rendah yaitu stadium IA dan IB dengan deferensiasi 1 dan 2

b) Risiko tinggi yaitu stadium 1C atau stadium IA/IB dengan deferensiasi 3

atau stadium II atau tumor jenia clear cell.

Pada pasien dengan keganasan minimal (stadium IA) yang masih ingin

mempertahankan kemampuan reproduksinya, tidak disarankan untuk

dilakukan biopsi pada ovarium kontralateral yang masih sehat.

Stadium lanjut : masalah lain pada pembedahan kanker ovariun

adalah bila tumor tidak dapat diangkat seluruhnya, khususnya pada stadium

III. Akhir pada keadaan ini tindakan pembedahan pada mulanya adalah

dalam bentuk sitoreduksi,dimana tumor dikeluarkan dengan meninggalkan

sisa tumor seminimal mungkin. Tujuan pembedahan sitoreduksi adalah

membuat tumor tersebut peka terhadap pengobatan lanjutan khususnya

kemoterapi. Angka ketahanan hidup 5 tahun didapatkan sebanyak 30% bila

diameter residu tumor terbesar <1cm, nda dibandingkan 4% bila residu

tumor >1 cm (DW. Cramer, Dalam Bereks JS, Hacker NS, 1994)

Apabila ditemukan kondisi berikut, khususnya dianggap inoperable,

nda yaitu jika ditemukan:

a) Metastasis di parenkim hepar

b) Metastasis di pankreas

c) Metastasis di limpapada stadium IV


24

d) Metastasis kelenjar paraaorta didaerah suprarenal

e) Penetrasi diafragma oleh metastasis

f) Metastasis diporta hepatis

g) Infiltrasi dinding abdomen

Penatalaksanaan kanker ovarium sangat ditentukan oleh stadium,

derajat diferensiasi, fertilitas, dan keadaan umum penderita. Pengobatan

utama adalah operasi pengangkatan tumor primer dan metastasisnya, dan bila

perlu diberikan terapi adjuvant seperti kemoterapi, radioterapi (intraperitoneal

radiocolloid atau whole abdominal radiation), imunoterapi/terapi biologi, dan

terapi hormon.

a. Penatalaksanaan operatif kanker ovarium stadium 1

Pengobatan utama untuk kanker ovarium stadium I adalah operasi yang

terdiri atas histerektomi totalis prabdominalis, salpingooforektomi

bilateralis, apendektomi, dan surgical staging. Surgical staging adalah suatu

tindakan bedah laparotomi eksplorasi yang dilakukan untuk mengetahui

sejauh mana perluasan suatu kanker ovarium dengan melakukan evaluasi

daerah-daerah yang potensial akan dikenai perluasaan atau penyebaran

kanker ovarium. Temuan pada surgical staging akan menentukan stadium

penyakit dan pengobatan adjuvant yang perlu diberikan.

1. Sitologi

Jika pada surgical staging ditemukan cairan peritoneum atau asites,

cairan tersebut harus diambil untuk pemeriksaan sitologi. Sebaliknya,


25

jika cairan peritoneum atau asites tidak ada, harus dilakukan

pembilasan kavum abdomen dan cairan bilasan tersebut diambil

sebagian untuk pemeriksaan sitologi. Penelitian pada kasus-kasus

kanker ovarium stadium IA ditemukan hasil sitologi positif pada 36%

kasus, sedangkan pada kasus-kasus stadium lanjut, sitologi positif

ditemukan pada 45% kasus.

2. Apendektomi

Tindakan apendektomi yang rutin masih controversial. Metastasis ke

apendiks jarang terjadi pada kasus kanker ovarium stadium awal

(<4%). Pada kanker ovarium epithelial jenis musinosum, ditemukan

metastasis pada 8% kasus. Oleh karena itu, apendektomi harus

dilakukan secara rutin pada kasus kanker ovarium epithelial jenis

musinosum.

3. Limfadenektomi

Limfadenektomi merupakan suatu tindakan dalam surgical staging.

Ada dua jenis tindakan limfadenektomi, yaitu:

a. Limfadenektomi selektif (sampling lymphadenectomy/selective

lymphadenectomy) yaitu tindakan yang hanya mengangkat

kelenjar getah bening yang membesar saja.

b. Limfadenektomi sistematis (systematic lymphadenectomy) yaitu

mengangkat semua kelenjar getah bening pelvis dan para-aorta.


26

b. Penatalaksanaan kanker ovarium stadium lanjut (II, III, IV)

Pendekatan terapi pada stadium lanjut ini mirip dengan penatalaksanaan

kasus stadium I dengan sedikit modifikasi bergantung pada penyebaran

metastasis dan keadaan umum penderita. Tindakan operasi pengangkatan

tumor primer dan metastasisnya di omentum, usus, dan peritoneum disebut

operasi “debulking” atau operasi sitoreduksi. Tindakan operasi ini tidak

kuratif sehingga diperlukan terapi adjuvant untuk mencapai kesembuhan.

a. Operasi sitoreduksi Ada dua teknik operasi sitoreduksi, yaitu : a.

Sitoreduksi konvensional Sitoreduksi konvensional ini adalah

sitoreduksi yang biasa dilakukan, yaitu operasi yang bertujuan

membuang massa tumor sebanyak mungkin dengan menggunakan alat-

alat operasi yang lazim seperti pisau, gunting, dan jarum jahit. b.

Sitoreduksi teknik baru Sitoreduksi teknik baru sangat berbeda dengan

sitoreduksi konvensional yang memakai pisau, gunting, dan jarum

jahit. Dengan teknik baru tersebut dapat dilakukan sitoreduksi dari

massa tumor yang berukuran beberapa milimeter sampai hilang sama

sekali. Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Argon

beam coagulator, di mana alat electrosurgical ini mengalirkan arus

listrik ke jaringan dengan menggunakan berkas gas argon. Keuntungan

penggunaan alat ini adalah distribusi energi yang dihasilkan merata

terhadap jaringan dan lebih sedikit mengakibatkan trauma panas dan

nekrosis jaringan. b. Cavitron ultrasonic surgical aspirator (CUSA), di

mana alat ini menggabungkan tiga mekanisme kerja dalam satu hand
27

set,yaitu: alat fragmentasi jaringa (vibrating tip), alat irrigator untuk

daerah yang difragmentasi dan alat aspirator jaringan yang

difragmentasi. CUSA bekerja sebagai akustik fibrator dengan frekuensi

23.000 HZ, yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. c.

Teknik laser.

b. Kemoterapi Keganasan ovarium tidak dapat disembuhkan tuntas

hanya dengan operasi, kemoterapi anti kanker merupakan tindakan

penting yang tidak boleh absent dalam prinsip terapi gabungan

terhadap kanker ovarium, lebih efektif untuk pasien yang sudah

berhasil menjalani operasi sitoreduksi.

Radioterapi Sebagai pengobatan lanjutan umumnya digunakan pada

tingkat klinik T1 dan T2 (FIGO: tingkat I dan II), yang diberikan kepada

panggul saja atau seluruh rongga perut. Juga radioterapi dapat diberikan

kepada penyakit yang tingkatnya agak lanjut, tetapi akhir-akhir ini banyak

diberikan bersama khemoterapi, baik sebelum atau sesudahnya sebagai

adjuvans, radio-sensitizer maupun radio-enhancer.Di banyak senter,

radioterapi dianggap tidak lagi mempunyai tempat dalam penanganan tumor

ganas ovarium. Pada tingkat klinik T3 dan T4 (FIGO: tingkat III dan IV)

dilakukan debulking dilanjutkan dengan khemoterapi. Radiasi untuk

membunuh sel-sel tumor yang tersisa, hanya efektif pada jenis tumor yang

peka terhadap sinar (radiosensitif) seperti disgerminoma dan tumor sel

granulosa (Hacker NF, Benedet JL, Ngan HYS. 2000 dalam Imam R, Rusdi M,

Kristianus C, 2010).
28

2. 2.7. Prognosis

Diantara faktor-faktor prognosis pada karainoma ovarium yang paling utama

adalah luas penyebaran penyakit pada saat diagnosis dibuat dengan cara

pembedahan (surgical stafing). Sistem ini memperhitungkan jalur utama

penyebaran yaitu penyebaran langsung ke rongga peritoneum, serta penyebaran

limfogen dan hematogen(Hacker NF, Benedet JL, Ngan HYS. 2000 dalam

Imam R, Rusdi M, Kristianus C, 2010).

Secara umum, prognosis tumor ovarium tergantung dari faktor berikut (Santoso

JT, 2002)

 Faktor yang menguntungkan adalah grade yang rendah, stadium rendah,

tumor berdiferensiasi baik, optimal debulking, status umumbaik, dan

usia lebih muda.

 Faktor prognosis buruk mencakup tipe histologis yang clear cell dan

serosa, stadium lanju, adanya ascites, suboptimal debulking, grade yang

tinggi, dan usia yang lebih tua.

Anda mungkin juga menyukai