Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN MANAJEMEN KLINIK INFEKSI MENULAR SEKSUAL

PERIODE OKTOBER 2017


PERKUMPULAN KELUARGA BERENCANA INDONESIA (PKBI)
KOTA SEMARANG

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior


Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:

Aviriga Septa 1610221071


Andreas 1610221063
Sabrina Andiani K. 1610221085
Salsabila Pratiwi 1610221076
Nandennur Siti S. 1610221033
Ayulita Hana Fadhila 1610221031

PRAKTIK BELAJAR LAPANGAN


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
SEMARANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Manajemen Klinik Infeksi Menular Seksual Periode Oktober 2017


Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kota Semarang ini telah
diseminarkan, diterima, dan disetujui di depan Tim Penilai PKBI Kota Semarang
guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

Semarang, Oktober 2017

Disahkan Oleh:

Pembimbing,

dr. Bambang Darmawan dr. Yoga


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Infeksi menular seksual merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan,
sosial dan ekonomi di banyak negara serta merupakan salah satu pintu masuk
HIV. Penyakit-penyakit mneular seksual tersebut antara lain Gonorrhae (GO),
Sifilis, Chlamydia, Trichomoniasis, Ulcus Mole (Canchroid), LGV, HIV/AIDS,
dan Hepatitis. Infeksi Menular Seksual (IMS) atau sexual transmitted diseases
(STD) merupakan penyakit-penyakit yang dapat menular dari satu orang ke orang
yang lain melalui kontak seksual, baik dengan cara genitogenital (alat kelamin
dengan alat kelamin), anogenital (anus dengan alat kelamin), maupun orogenital
(mulut dengan alat kelamin), dan menimbulkan manifestasi klinis tidak hanya
disekitar genital, tetapi bisa secara sistemik dalam tubuh. Keberadaan infeksi
menular seksual telah menimbulkan pengaruh besar dalam pengendalian
HIVAIDS. Pada saat yang sama, timbul peningkatan kejadian resistensi kuman
penyebab infeksi menular seksual terhadap beberapa antimikroba, yang akan
menambah masalah dalam pengobatan infeksi menular seksual. Lebih dari 30
jenis patogen dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan manifestasi
klinis bervariasi menurut jenis kelamin dan umur. IMS menempati peringkat 10
besar alasan berobat di banyak negara berkembang, dan biaya yang dikeluarkan
dapat mempengaruhi pendapatan rumah tangga. Dalam 20 tahun belakangan ini,
pengetahuan tentang dinamika transmisi IMS telah berkembang sebagai dampak
pandemi HIV dan peningkatan upaya untuk mengendalikan infeksi lainnya. Di
Indonesia, angka IMS saat ini cenderung meningkat. Oleh karena itu, IMS
menjadi perhatian khusus bagi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(PKBI) karena berkaitan dengan kesehatan reproduksi.
Jumlah kasus Jumlah kasus IMS tahun 2015 di Jawa Tengah untuk HIV-
AIDS sebanyak 2.763 kasus, meningkat bila dibandingkan dengan periode yang
sama tahun 2014 sebanyak 2.480 kasus, kasus HIV tahun 2015 sebanyak 1.467
kasus, lebih tinggi dibandingkan dengan penemuan kasus HIV tahun 2014
sebanyak 1.399, kasus Aquiared Immuno Devisiency Syndrome (AIDS) tahun
2015 sebanyak 1.296 kasus, lebih banyak dibanding tahun 2014 yaitu 1.081 kasus,
kasus Sifilis sebanyak 1.206 kasus, meningkat diabandingkan tahun 2014
sebanyak 907 kasus. Resosialisasi Argorejo atau Sunan Kuning merupakan
lokalisasi resmi terbesar di Jawa Tengah, dengan penghuni sekitar 700 orang
berdasarkan sensus penguni SK tahun 2012, di mana separuh diantaranya adalah
para pendatang di kota lain. Tujuan dari lokalisasi resmi ini adalah untuk
memudahkan pengontrolan kesehatan WPS secara periodik, serta memudahkan
usaha resosialisasi dan rehabilitasi para WPS tersebut. Dalam pelayanannya,
klinik IMS juga melakukan pendampingan kelompok risiko tinggi (WPS, HRM,
MSM, waria, dan penasun), antara lain dengan mewajibkan WPS (Wanita Pekerja
Seks) yang bekerja di Resosialisasi Argorejo melakukan skrining IMS setiap 2
minggu sekali, yang disertai dengan pengobatan dan edukasi mengenai IMS.
Melalui deteksi dini dan penatalaksanaan IMS yang efektif diharapkan akan
menurunkan prevalensi dan mencegah timbulnya komplikasi dan kelainan lebih
lanjut yang menetap, mengurangi penyebaran penyakit di masyarakat, dan
memberikan kesempatan untuk menjangkau kelompok sasaran dengan melakukan
penyuluhan tentang upaya mencegah IMS dan HIV. Oleh karena hal-hal tersebut
diatas, maka laporan ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
screening IMS di resosialisasi Argorejo Semarang sebagai upaya deteksi dini
IMS.

I.2 Tujuan
I.2.1 Tujuan Umum
Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian IMS pada WPS di
Resosialisasi Argorejo Gang II.

I.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui prevalensi kasus IMS pada WPS di Resosialisasi Argorejo
Gang II.
2. Menggali permasalahan terkait faktor pelayanan di Resosialisasi
Argorejo, pengaruh lingkungan, peran mucikari dan pengurus
resosialisasi, serta perilaku WPS yang mempengaruhi kejadian IMS pada
WPS di Resosialisasi Argorejo Gang II.
3. Menyusun usulan pemecahan masalah terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian IMS pada WPS di Resosialisasi Argorejo Gang
II.

I.3 Sasaran
Sasaran kegiatan ini adalah petugas WPS, mucikari, dan pengurus
resosialisasi yang berada di Resosialisasi Argorejo. Adapun subjek yang dipilih
berasal dari Gang II Resosialisasi Argorejo.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Infeksi Menular Seksual (IMS)5


Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang ditularkan melalui
hubungan seksual, yang popular disebut penyakit kelamin. Semua tehnik
hubungan seks – lewat vagina, dubur atau mulut – bisa menjadi wahana penularan
penyakit kelamin. Baik laki-laki maupun perempuan bisa beresiko tertular
penyakit kelamin. Perempuan beresiko lebih besar untuk tertular karena bentuk
alat reproduksi perempuan lebih rentan terhadap penularan IMS. Sayangnya, 50%
(separuh) dari perempuan yang tertular IMS tidak tahu bahwa sudah tertular.
Setiap orang yang sudah aktif seksual terpapar resiko IMS. Kebanyakan
mengira hanya bisa tertular jika berhubungan seks dengan pekerja seks. Di
Indonesia ISR/IMS yang paling sering trejadi adalah Gonore dan Sifilis. Beberapa
jenis IMS termasuk infeksi HIV/AIDs mungkin baru timbul gejalanya setelah
melewati masa tunas beberapa bulan atau tahun. IMS tidak dapat dicegah hanya
dengan:
 Membersihkan alat kelamin setelah berhubungan seksual
 Minum jamu
 Minum obat antibiotic sebelum dan sesudah berhubungan seksual
Beberapa IMS yang umum terdapat di Indonesia adalah:
 Gonore
 Sifilis
 Klamidia
 Herpes genital
 Trikomoniasis
 Ulkus Mole (Chancroid)
 Kutil Kelamin
 HIV/AIDS
II.2 Pelayanan Skrining di Resosialisasi Argorejo
II.2.1 Definisi Skrining
Skrining adalah pemeriksaan pada orang yang tidak mengeluhkan gejala
penyakit namun berada dalam risiko terkena penyakit (WPS, Waria, dan MSM)
yang dilakukan secara berkala. Yang menjadi sasaran klinik IMS adalah
kelompok resiko tinggi lokalisasi, kelompok resiko tinggi non lokalisasi yang
meliputi panti pijat, pekerja seks panggilan dan pekerja seks jalanan, klien, dan
ODHA. Target program skrining adalah 100% WPS melakukan skrining 2
minggu sekali, 100% WPS diperiksa secara laboratorium, dan 100% kasus IMS
mendapat pengobatan yang tepat. Tujuannya adalah untuk menegakkan diagnosis
berdasarkan pemeriksan laboratorium dengan reaksi cepat dan tepat, untuk
memonitor pendampingan yaitu perubahan perilaku kelompok dampingan dengan
turunnya angka IMS, HIV-AIDS. Prinsip pemeriksaannya adalah one day one
service, pelayanan yang nyaman, rahasia, tidak lama. Target skrining untuk para
WPS yaitu skrining setiap 2 minggu sekali, setiap kali WPS datang untuk skrining
akan mendapatkan konseling.
Instruksi Walikota Semarang No. 447/3/2005, tentang penanggulangan
HIV/AIDS:
1. Menggunakan kondom pada setiap aktivitas seksual yang mengandung
risiko tertular HIV/AIDS.
2. Menggunakan jarum suntik steril setiap melakukan penyuntikan maupun
membuat tattoo/tindik tubuh.
3. Melakukan konseling/tes HIV/AIDS secara sukarela untuk pencegahan
dan pengobatan secara dini.

II.2.2 Pelayanan Skrining IMS di Resosialisasi Argorejo


 Melakukan pelayanan skrining IMS dalam waktu sehari (One Day
Service) di Resosialisasi Argorejo.
 Melakukan pelayanan pengobatan pada pasien skrining yang positif
menderita IMS.
 Melakukan pelayanan konseling kepada pasien yang telah mengikuti
skrining untuk menjaga perilaku seks yang sehat atau menggunakan
kondom setiap berhubungan seks.
 Bekerjasama dengan mucikari dan petugas resosialisasi untuk
mengingatkan seluruh WPS untuk melakukan skrininig IMS sesuai
jadwal.
 Melatih beberapa wanita pekerja seks di lingkungan resosialisasi
Argorejo agar dapat menjadi percontohan (PE) bagi rekan sebaya.
 Memberikan pelayanan skrining IMS di Resosialisasi Argorejo Kota
Semarang setiap hari kerja pada jam kerja.
 Pelayanan skrining, pengobatan, dan konseling dilakukan oleh tenaga
medis yang terlatih.

II.3 SOP Pelayanan IMS di Resosialisasi Argorejo


a. Tujuan : Memberikan panduan pemeriksaan bagi dokter atau paramedis
yang bertugas di ruang pemeriksaan
b. Penanggung jawab : Dokter dan paramedis
c. Alat dan Bahan :
 Kursi
 Meja tempat alat dan bahan
 Bedgyn
 Selimut/kain penutup
 Examination lamp
 Speculum
 Anuskopi
 Tripod dan bashin
 Sarung tangan bersih
 Sabun cuci tangan dan air mengalir untuk cuci tangan
 Lubricant
 Senter
 Spatel tongue
 Thermometer
 2 ember (untuk tempat alat bekas pakai yang telah diisi dengan larutan
hipochloride 0,5% serta larutan air dan sabun cair)
 Tempat sampah limbah medis
 Tempat sampah

II.3.1 Prosedur
Setelah dari ruang administrasi, pasien dipersilahkan untuk ke ruang
pemeriksaan, petugas administrasi membawa baki berisi slide dan CM pasien dan
menyerahkan kepada petugas pemeriksaan.
 Kenalkan diri pada pasien dan jelaskan posisi Anda di klinik IMS
 Menganamnesa keluhan pasien dan mengisi CM
 Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan, adalah :
1) Tujuan pengambilan sediaan
2) Cara pengambilan sediaan
3) Berapa lama harus menunggu hasil
4) Pasien membuka pakaian dalamnya
5) Menaiki meja pemeriksaan
 Setelah membuka pakaian dalam, minta pasien untuk naik ke meja
pemeriksaan, bimbing pasien untuk mendapatkan posisi yang baik dalam
melakukan pemeriksaan
 Tutupi bagian bawah tubuh pasien dengan selimut atau kain untuk
membuat pasien lebih nyaman
 Tenangkan pasien, beri dukungan, minta pasien untuk rileks dan petugas
memulai pemeriksaan fisik

II.3.1.1 Pasien Perempuan


 Lakukan pemeriksaan bagian mulut dan kelenjar getah bening yang
terkait, telapak tangan dan telapak kaki
 Inspeksi dan palpasi perut bagian bawah, amati ekspresi pasien apakah
tampak kesakitan
 Inspeksi dan palpasi kelenjar inguinal, apakah ada pembesaran dan atau
tanda radang
 Inspeksi genitalia eksterna, amati adanya kelainan atau gangguan (misal :
ada kutu, luka / ulkus, benjolan dan duh tubuh)
 Lakukan pemeriksaan dengan speculum
 Ambil sediaan
 Keluarkan speculum dan tunjukan kepada pasien apabila ada duh tubuh
 Lakukan pemeriksaan pH
 Lakukan pemeriksaan sniff test/whiff test
 Masukkan speculum yang telah dipakai ke larutan chlorine 0,5%
 Lakukan vaginal toucher, rasakan adanya kelainan atau gangguan, catat
apakah ada nyeri goyang serviks
 Catatan : perlakukan sebelum dan sesudah pemeriksaan, seperti cuci
tangan, dll

II.3.1.2 Pasien Laki-laki atau Waria


 Minta pasien untuk duduk di tepi tempat tidur dan lakukan pemeriksaan
bagian mulut dan kelenjar getah bening yang terkait, telapak tangan dan
kaki
 Kemudian pasien diminta untuk membuka celana / rok dan pakaian
dalamnya
 Pasien diminta untuk tidur
 Inspeksi dan palpasi kelenjar inguinal, amati adanya pembesaran dan
atau tanda radang
 Inspeksi dan palpasi penis amati adanya duh tubuh dan kelainan atau
gangguan lain seperti kutil pada orificium uretra eksterna, bagi yang
tidak sirkumsisi buka preputium amati sulkus apakah ada luka, kutil
 Inspeksi dan palpasi scrotum amati adanya kutu, dan kelainan atau
gangguan lain kemudian ditelusuri mulai dari testis bandingkan besarnya
antara scrotum kiri dan kanan, epididimis, saluran sperma
 Bila pasien melakukan seks insertive, tidak terlihat adanya duh tubuh,
ajari pasien untuk melakukan milking
 Ambil sediaan dari ostium urethra eksternum
 Inspeksi daerah sekitar anus apakah ada duh tubuh, luka / bekas luka,
benjolan atau kutil
 Bila pasien melakukan seks receptive, lakukan rectal toucher, lihat
adanya kelainan yang tidak memungkinkan dilakukan anuskopi
 Lakukan pemeriksaan anuskopi
 Ambil sediaan dari anus
 Masukkan anuskopi ke dalam larutan chlorine 0,5%
 Minta pasien untuk memakai pakaiannya kembali
 Minta pasien untuk menunggu hasil
 Catat semua hasil pemeriksaan dan asal specimen (urethra/anus/ cerviks)
pada CM
 Bawa ke ruang laboratorium bersama slide

II.4 Pengobatan, Konseling, dan Rujukan


II.4.1 Pengobatan
Obat-obatan yang digunakan sebaiknya termasuk dalam daftar obat esensial
nasional (DOEN) dan dalam memilih obat-obatan tersebut harus dipertimbangkan
tingkat kemampuan dan pengalaman dari tenaga kesehatan yang ada. Obat yang
digunakan untuk IMS di semua fasilitas pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya
memenuhi kriteria sebagai berikut.
1. Angka kesembuhan dan kemanjuran tinggi (sekurang-kurangnya 90% di
wilayahnya)
2. Harga murah
3. Toksisitas dan toleransi yang masih dapat diterima
4. Diberikan dalam dosis tunggal
5. Cara pemberian peroral
6. Tidak merupakan kontra indikasi pada ibu hamil atau menyusui
II.4.2 Konseling
Konseling disiapkan agar dapat dimanfaatkan oleh siapa saja yang
membutuhkan, baik untuk perorangan maupun untuk mitra seksual. Konsultasi
untuk IMS merupakan peluang penting untuk dapat memberikan penyuluhan
tentang pencegahan infeksi HIV dan IMS pada seseorang yang beresiko terhadap
penyakit tersebut. Konseling yang diberikan, yaitu seputar perilaku seks yang
aman, penggunaan kondom, penyuluhan untuk mengurangi resiko terhadap
penularan HIV dan AIDS. Pada umumnya pasien IMS membutuhkan penjelasan
tentang penyakit, jenis obat yang digunakan, dan pesan-pesan yang bersifat
umum. Penjelasan dokter diharapkan dapat mendorong pasien untuk mau
menuntaskan pengobatannya. Dalam memberikan penjelasan biasanya
menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti.
Hal-hal yang perlu dijelaskan mengenai IMS yang diderita dan
pengobatannya, diantaranya:
1. Menjelaskan kepada pasien tentang IMS yang diderita dan pengobatan
yang diperlukan, termasuk nama obat dan dosisnya serta cara
penggunaannya. Bila perlu dituliskan secara rinci untuk panduan pasien
2. Memberitahu tentang efek samping pengobatan
3. Menjelaskan tentang komplikasi dan akibat lanjutnya
4. Menganjurkan agar pasien mematuhi pengobatan

II.4.3 Rujukan
Tatalaksana rujukan:
1. Menjelaskan alasan selengkap mungkin kepada pasien
2. Komunikasi antara dokter dengan dokter yang dimintai rujukan
3. Keterangan yang disampaikan sewaktu merujuk harus selengkap
mungkin
4. Sesuai kode etik profesi
Biasanya yang dilakukan rujukan, yaitu kondilom yang perlu dilakukan
kauter. Rujukan biasanya di RS Kariadi Semarang.
BAB III
HASIL PENGAMATAN

III.1 Kunjungan ke WPS


Wawancara dilakukan kepada 3 orang WPS di wilayah Argorejo, Sunan
Kuning, Gang II pada tanggal 19 Oktober 2017. WPS tersebut berasal dari
Purworejo (1 orang) dan dari kota Kendal (2 orang). Umur WPS paling muda
yang diwawancarai adalah berusia 24 tahun dan yang paling tua berusia 45 tahun.
Dari 3 orang WPS yang diwawancarai 1 orang menjanda.
Dari WPS yang diwawancarai yang masa kerjanya sebagai WPS paling
singkat, yaitu bekerja selama 1,5 tahun dan yang paling lama bekerja sebagai
WPS selama 2 tahun. Alasan bekerja sebagai WPS semua responden (100%)
menyatakan karena alasan ekonomi.
Berdasarkan pendidikannya, semua WPS (100%) yang diwawancarai
memiliki pendidikan lulusan SMA. Semua WPS (100%) sudah mendapatkan
informasi mengenai IMS dan HIV. Sumber utama semua informasi yang diterima
WPS adalah berasal dari Pertemuan Gedung (sekolah).
Semua WPS yang diwawancarai (100%) sudah pernah periksa/skrining dan
semua responden yang diwawancarai sudah mengetahui manfaat dari skrining
tersebut. Semua responden yang diwawancarai (100%) melakukan skrining atas
kesadaran diri sendiri. Semua WPS yang diwawancarai (100%) melakukan
skrining rutin setiap 2 minggu sekali.
Berdasarkan wawancara, semua WPS (100%) tidak pernah mendapatkan
pengobatan presumtif berkala karena infeksi tidak pernah menderita IMS. Semua
WPS yang diwawancarai (100%) selain melakukan skrining juga telah melakukan
VCT.
Semua WPS yang diwawancarai (100%) mengaku tidak memiliki kebisaan
minum alkohol. Semua WPS yang diwawancarai (1000%) memiliki kebiasaan
membilas vagina menggunakan sabun mandi. Berdasarkan informasi, semua WPS
yang diwawancarai menyatakan menggunakan kondom saat berhubungan dengan
pelanggan maupun pacar.
III.2 Kunjungan ke Mucikari
Kami melakukan kunjungan kepada 1 orang mucikari dengan inisial nama
Ny. R. Menurut penuturan Ny. R mereka mendukung program skrining IMS dan
rajin mengingatkan WPS untuk melakukan skrining. Beberapa WPS sudah
menyadari pentingnya skrining, namun masih banyak juga yang malas dan enggan
melakukan skrining. Hal itu menjadi tugas dan tanggung jawab mucikari untuk
selalu mengingatkan para WPS asuhannya untuk melakukan skrining dan
memantau hasil skrining tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara, mucikari tersebut mengetahui hasil skrining
anak asuhnya. Dari ketiga WPS asuhannya tidak ada yang menderita IMS, namun
apabila ada WPS asuhannya yang menderita IMS maka WPS tersebut tidak
diizinkan untuk bekerja selama dalam masa pengobatan dan dinyatakan sembuh.
Selain itu, mucikari tersebut juga selalu memantau hasil skrining WPS asuhannya.

III.3 Kunjungan ke Pengurus Resosialisasi


Data mengenai peran pengurus resosialisasi didapatkan dari wawancara
dengan salah satu pengurus resosialisasi yang bertugas di wilayah Gang II, yaitu
Tn. S. Menurut penuturan pengurus resosialisasi, ada tiga masalah utama yang
menjadi perhatian para pengurus, yaitu mengenai kesehatan, keamanan, dan
peluang alih profesi para WPS. Masalah yang akan dibahas dalam laporan
tersebut adalah masalah kesehatan, karena merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kejadian IMS.
Pengurus resosialisasi bekerja sama dengan Puskesmas Lebdosari telah
menjalankan beberapa program terkait masalah kesehatan, antara lain mewajibkan
WPS untuk melakukan skrining IMS tiap 2 minggu, mengadakan kegiatan
pembinaan (sekolah) seminggu sekali, menyediakan kondom, mengadakan senam
seminggu sekali, serta menjatuhkan sanksi bagi WPS yang melanggar aturan.
Skrining IMS dilakukan dengan bantuan dari Puskesmas Lebdosari.
Skrining dilakukan pada saat kegiatan pembinaan. Kegiatan pembinaan bagi para
WPS diadakan seminggu sekali, dengan pembagian jadwal hari senin untuk Gang
I, - III, hari selasa untuk WPS yang tinggal di kos, hari kamis untuk Gang IV –
VI. Dalam kegiatan tersebut, diberikan penyuluhan, pendataan WPS baru,
pengumuman-pengumuman, skrining IMS, serta pelatihan ketrampilan. Materi
yang diberikan saat penyuluhan, antara lain adalah kesehatan reproduksi, IMS,
HIV/AIDS, dan lain-lain.
Mengenai penyediaan kondom, pengurus resosialisasi memberikan fasilitas
pengadaan kondom yang dapat dibeli dengan harga Rp 15.000 untuk 3 kondom
yang diberikan setiap hari senin. Pembelian dan distribusi kondom kepada para
WPS dikelola oleh mucikari dengan jatah 24 kondom per minggu untuk masing-
masing WPS. Selanjutnya, beberapa WPS yang ditunjuk (petugas peer educated
atau PE) melakukan pemantauan rutin tiap minggu kepada setiap WPS untuk
mengetahui sisa kondom yang telah dibagikan. Hasil ini kemudian dicocokkan
dengan jumlah pelanggan untuk mengetahui tingkat penggunaan kondom. Akan
tetapi, pemantauan masih sulit dilakukan untuk WPS yang tinggal di kos (tidak
berdomisili di lokasi resosialisasi). Masalah lain yang dikemukakan adalah tidak
semua WPS menggunakan kondom. Untuk kasus-kasus WPS yang tidak
menggunakan kondom, tidak ada sanksi khusus yang diberikan. Selain itu,
pemantauan hanya dilakukan dengan menanyakan langsung kepada WPS yang
bersangkutan sehingga belum tentu jawaban yang diperoleh sesuai dengan kondisi
yang sesungguhnya.
Penjatuhan sanksi terkait dengan masalah kesehatan yang diberikan, antara
lain adalah dengan memberlakukan sekolah malam dan menjatuhkan denda. Jika
WPS tidak mengikuti sekolah pagi maka WPS tersebut didenda Rp. 30.000,00 dan
harus mengikuti sekolah malam. Sekolah malam yang dimaksud adalah
mengambil WPS pada jam 8 malam dan dikembalikan pada jam 3 pagi sehingga
WPS yang bersangkutan tidak bisa bekerja pada jam-jam ramai tersebut. Jika
WPS tidak mengikuti senam akan didenda Rp. 30.000,00. Tujuan pemberian
sanksi-sanksi tersebut adalah agar WPS menjadi jera sehingga bisa menjadi lebih
disiplin mematuhi peraturan yang ada. Berdasarkan penuturan pengurus
resosialisasi yang diwawancarai, sebagian besar WPS yang bermasalah adalah
WPS yang tinggal di kos (tidak berdomisili di Resosialisasi Argorejo) karena
kelompok ini sulit dipantau secara langsung.
III.4 Pengamatan Skrining Resosialisasi
a. Man (SDM)
a. 2 petugas PKBI
b. 1 dokter
c. 3 analis
b. Sarana prasarana
1) Ruang registrasi
2) Ruang pemeriksaan : speculum, object glass, cotton applicator, lampu
sorot, kertas pH, handscoon
3) Ruang dokter
c. Metoda
1) Terdapat SOP pengambilan dan pemeriksaan specimen
2) Cara pengambilan specimen
Pengambilan sampel sekret vagina
a) Pengambilan sampel pasien wanita dilakukan oleh pemeriksa
wanita.
b) Menjelaskan kepada pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan dan menganjurkan kepada pasien untuk merasa rileks.
c) Setiap pengambilan sampel untuk masing-masing pemeriksaan
harus menggunakan spekulum/cotton applicator steril.
d) Masukkan daun spekulum cocor bebek steril dalam keadaan
tertutup dengan posisi tegak/vertikal ke dalam vagina dan setelah
seluruhnya masuk, kemudian putar pelan-pelan sampai daun
spekulum dalam posisi datar/horizontal. Buka spekulum dan
dengan bantuan lampu sorot vagina, cari serviks. Kunci spekulum
pada posisi itu sehingga serviks terfiksasi.
e) Lakukan pemeriksaan serviks, vagina dan pengambilan spesimen.
f) Dari forniks posterior dan dinding vagina: dengan cotton applicator
steril untuk pembuatan sediaan, mengoleskan pada objek glass.
g) Untuk pemeriksaan pH, setelah cotton applicator dioleskan pada
objek glass, juga dioleskan pada pita pH untuk mengetahui pH
vagina.
h) Lepas spekulum: kunci spekulum dilepaskan sehingga spekulum
dalam posisi tertutup, putar spekulum 90 derajat sehingga daun
spekulum dalam posisi tegak, dan keluarkan spekulum perlahan-
lahan.
d. Cara pemeriksaan specimen
Pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh seorang analis.
1) Keringkan sediaan diudara
2) Fiksasi dengan melewatkannya diatas api
3) Genangi/Tetesi sediaan dengan Methylen blue 0.3% - 1% selama 30
detik
4) Cuci dengan air mengalir
5) Keringkan sediaan
6) Periksa sediaan dibawah mikroskop dengan lensa objektif 100x
menggunakan minyak imersi untuk melihat adanya lekosit PMN dan
diplokokus intraseluler
7) Interpretasi hasil:
Lekosit PMN Positif bila:
a) Ditemukan ≥ 30 PMN/lpb (sampel secret wanita)
b) Ditemukan ≥ 5 PMN/lpb (sampel secret uretra/pria)
Diplokokus Positif bila: Ditemukan ≥ 1 Diplokokus Intrasel/100 lpb
e. Pelaksana skrining resosialisasi menjangkau WPS semua gang (Gang I -
VI).
f. Pada tanggal 19 Oktober 2017, dilaporkan bahwa dari keseluruhan WPS
yang telah dilakukan skrining masih ada WPS yang terjangkit IMS dan
HIV. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti peran
mucikari dan pengurus resosialisasi, lingkungan setempat, serta perilaku
WPS itu sendiri.
g. Hubungan klinik IMS dengan tim outreach:
Bekerja sama dalam melakukan penyuluhan kepada WPS, menyediakan
pemateri penyuluhan, melaporkan WPS yang terkena IMS agar tim
outreach dapat melakukan pendekatan personal kepada WPS yang
menderita IMS.
h. Upaya yang dilakukan klinik IMS bila ditemukan WPS dengan IMS saat
skrining berupa:
Melakukan konseling kepada WPS tersebut, melakukan koordinasi
dengan tim outreach agar melakukan pendekatan personal IRA (Individu
Risk Assessment).
i. Peran yang diharapkan klinik IMS dalam penanggulangan HIV:
Dapat berperan dalam terjadinya perubahan perilaku para WPS dalam
rangka mencegah penularan HIV sehingga dapat menurunkan angka
HIV/AIDS.
j. Hubungan klinik IMS dengan Dinkes Kota Semarang dan dengan KPA
Kota Semarang :
Melakukan koordinasi mengenai program-program kesehatan yang
dilaksanakan serta mengenai pelaporan angka IMS dan angka
HIV/AIDS.
BAB IV
MASALAH

Dari pembahasan fakta yang didapat dari hasil pengamatan yang dilakukan
pada tanggal 19 Oktober 2017 terhadap 3 WPS, 1 mucikari, dan 1 pengurus
resosialisasi di Gang II diperoleh masalah yang berkaitan dengan risiko kejadian
IMS, yaitu sebagai berikut.
1. Pemakaian kondom pada WPS di Resosialisasi Argorejo belum 100%.
2. Tidak dilakukan skrining IMS untuk mitra seksual.
3. Kurangnya pengawasan tentang pemakaian kondom dari pengurus
resosialisasi dan petugas PE Sunan Kuning.
4. Kurangnya kesadaran WPS untuk skrining IMS.
BAB V
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Berikut ini adalah pemecahan masalah yang didapat dari hasil pengamatan
skrining Infeksi Menular Seksual Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(PKBI) kota semarang di lokalisasi Sunan Kuning Oktober 2017, yaitu sebagai
berikut.
1. Meningkatkan sistem pelaporan, pemantauan, dan pengawasan
penggunaan kondom secara langsung yang dilakukan pengurus
resosialisasi, petugas PE, dan mucikari serta memberikan sanksi berupa
sekolah pagi bagi WPS yang tidak menggunakan kondom 100%.
2. Mewajibkan skrining kepada seluruh mitra seksual (pasangan/pelanggan)
WPS yang rutin datang ke Sunan Kuning.
3. Melakukan sosialisasi kepada mucikari masing-masing wisma untuk
mengingatkan jadwal skrining rutin kepada WPS yang ada di wismanya.
4. Apabila terdapat WPS yang menderita IMS, dilakukan pendekatan
personal terhadap mucikari agar lebih memotivasi dan giat mengingatkan
WPS untuk minum obat sesuai anjuran dokter dan memberi libur selama
dalam pengobatan sampai dinyatakan sembuh.
5. Menginformasikan status penyakit IMS WPS yang melakukan skrining
kepada mucikari kepada setiap WPS yang bersangkutan.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

VI.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dan wawancara terhadap WPS, mucikari, dan
pengurus resosialisasi didapatkan simpulan sebagai berikut.
1. Tidak terdapat WPS yang menderita IMS dari hasil skrining.
2. Semua WPS yang diwawancara menggunakan kondom saat berhubungan
seks dengan pelanggan maupun pacar, namun dari seluruh WPS masih
banyak yang tidak menggunakan kondom saat berhubungan.
Pemecahan masalah yang diusulkan, yaitu sebagai berikut.
1. Melakukan pendekatan personal terhadap mucikari agar lebih termotivasi
dan giat mengingatkan WPS untuk minum obat sesuai anjuran dokter dan
memberi libur selama dalam pengobatan sampai dinyatakan sembuh
apabila terdapat WPS yang menderita IMS.
2. Memberikan sanksi kepada WPS yang tidak menggunakan kondom saat
berhubungan seks.

VI.2 Saran
Pelaksanaan manajemen skrining IMS diresosialisasi Argorejo Kota
Semarang sudah berjalan dengan baik. Kepada pihak-pihak yang terlibat
disarankan untuk menjaga koordinasi yang telah ada agar program skrining rutin
dan pengobatan IMS serta KIE mengenai pentingnya perilaku seksual yang aman
dapat terus berjalan. Pengetahuan pelanggan seks mengenai IMS dan bahayanya
juga perlu ditingkatkan agar para pelanggan seks dapat memiliki kesadaran untuk
menggunakan kondom saat berhubungan seks.

Anda mungkin juga menyukai