Word Tugas Gastro
Word Tugas Gastro
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S
Tanggal lahir : 16 Juni 2016
Usia : 6 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
No RekamMedis : 01358xxx
Alamat : Jebres Surakarta
BB : 4 kg
TB : 57 cm
Tanggal Masuk : 16 Desember 2016
Tanggal Pemeriksaan : 19 Desember 2016
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
BAB cair
5. Riwayat Kehamilan
Pemeriksaan di : Bidan
Frekuensi :
a. Trimester I : setiap bulan
b. Trimester II : setiap bulan
c. Trimester III : setiap 2 minggu
Tidak didapatkan keluhan saat kehamilan
Tidak didapatkan tekanan darah tinggi selama kehamilan
Selama hamil pasien mengkonsumsi tablet penambah darah.
Kesan: kehamilan dalam batas normal.
6. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir secara spontan dengan usia kehamilan 39 minggu, berat lahir
2800 gram, panjang badan 45 cm, langsung menangis kuat, tidak biru, gerak
aktif.
Kesan: kelahiran dalam batas normal.
7. Riwayat Imunisasi
0 bulan : Hepatitis B1
1 bulan : BCG, Polio 1
2 bulan :DPT-HepB, Polio 2
3 bulan : DPT-HepB, Polio 3
4 bulan : DPT-HepB, Polio 4
Kesimpulan : Imunisasi lengkap sesuai Kemenkes 2014.
9. Riwayat Nutrisi
Pasien sampai saat ini hanya minum ASI dan ASB. Ibu pasien
mengatakan bahwa ASI hanya sedikit, sehingga pasien lebih sering
mengkonsumsi ASB. Sehari pasien jarang minum ASI dan ASB. Pasien juga
lebih sering minum air putih atau teh yang dimasukkan ke dalam botol
minum.
Kesan: Kualitas dan kuantitas kurang
13. Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC IV linea midclavicularis sinistra,
tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : terdengar bunyi jantung I & II, intensitas normal, reguler
dan tidak didapatkan bunyi jantung tambahan
14. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, tidak ada spasme
Auskultasi : terdengar bising usus dalam batas normal
Perkusi : tympani
Palpasi : supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba,
tidak teraba adanya massa abdomen, turgor kulit kembali dengan cepat
15. Ekstremitas
Akral dingin - - Edema - -
- - - -
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
CRT < 2 detik
16. Pemeriksaan Neuruologis
Reflek Fisiologis
- Reflek bicep +2 / +2 - Reflek patella +2 / +2
- Reflek tricep +2 / +2 - Reflek achilles +2 / +2
Reflek patologis
- Tidak ditemukan adanya reflek Babinsky
- Tidak ditemukan adanya reflek Chadock
- Tidak ditemukan adanya reflek Schufner
Meningeal sign
- Tidak ditemukan adanya kaku kuduk
- Tidak ditemukan adanya tanda Brudzinski I
- Tidak ditemukan adanya tanda Brudzinski II
- Tidak ditemukan adanya tanda Kernig
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil laboratorium Darah (16 desember 2016)
Hematologi rutin
Hb 12.8 g/dL
Hct 42 %
AL 14.3 ribu/μL
AT 337 ribu/μL
AE 5.22 juta/μL
Indeks eritrosit
MCV 80.4 /μm
MCH 24.5 pg ↓
MCHC 30.5 g/dL ↓
RDW 15.0 % ↓
MPV 9.6 fl
PDW 16 % ↓
Hitung jenis
Eosinofil 0.60 %
Basofil 0.10 %
Neutrofil 64.8 %
Limfosit 32.30 % ↓
Monosit 2.20 %
Elektrolit
Natrium darah 145 mmol/L
Kalium darah 6.3 mmol/L
Kalsium Ion 1.17 mmol/L ↓
E. RESUME
Anamnesis:Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh BAB cair
>10 kali sehari, sebayak ±¼ gelas belimbing setiap kali BAB. BAB berwarna
kuning, cairan lebih banyak daripada ampas, tidak ada lendir maupun darah,
tidak berbau amis. Orang tua pasien juga mengatakan pasien demam dan
membaik dengan pemberian obat turun panas, demam tidak pernah tinggi. Saat
di IGD RSDM, pasien tampak rawel, BAB 1 kali di pempes air lebih banyak
dibanding ampas, volum sekitar ¼ gelas belimbing, warna kuning, tidak ada
lendir maupun darah, ber bau amis (-), pasien masih demam, pasien masih
minum susu dan makan sedikt ,tidak muntah, batuk (-), pilek(-), BAK (+)
banyak sekitar ½ gelas belimbing warna kuning, BAK darah (-)
F. DIAGNOSIS BANDING
1. Diare akut dengan dehidrasi ringan sedang ec virus dd bakteri
2. Gizi kurang, severe underweight, severe stunded
G. DIAGNOSIS KERJA
1. Diare akut dengan dehidrasi ringan sedang ec virus dd bakteri
2. Gizi kurang, severe underweight, severe stunded
H. PENATALAKSANAAN
Terapi
1. Rawat bangsal gastroenterologi anak
2. Diet ASI/ASB on demand
3. IVFD Asering 200cc/kgBB/hari ~ 66 cc/jam
4. Zinc 1x20mg
5. Oralit 70 cc jika diare dan 35 cc jika muntah
6. Paracetamol syr 3 x 1 cth
Plan
Cek DL2, elektrolit, feses rutin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diare Akut
1. Definisi
Diare cair akut merupakan diare yang terjadi secara akut dan
berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari),
dengan pengeluaran tinja yang lunak / cair. Mungkin disertai muntah dan
panas. Diare cair akut menyebabkan dehidrasi, dan bila masukan makanan
kurang dapat mengakibatkan kurang gizi. Kematian yang terjadi disebabkan
karena dehidrasi. Penyebab terpenting diare pada anak-anak adalah
Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium, Vibrio cholera,
Salmonella, E. coli, rotavirus (Behrman, 2009).
2. Epidemiologi
Kuman penyebab diare menyebar masuk melalui mulut antara lain
makanan dan minuman yang tercemar tinja atau yang kontak langsung
dengan tinja penderita.
Terdapat beberapa perilaku khusus meningkatkan resiko terjadinya
diare yaitu tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama
kehidupan, menggunakan botol susu yang tercemar, menyimpan makanan
masak pada suhu kamar dalam waktu cukup lama, menggunakan air
minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja, tidak mencuci
tangan setelah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum
memasak makanan, tidak membuang tinja secara benar (Ardhani, 2008).
Faktor yang meningkatkan kerentanan terhadap diare antara lain tidak
memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak,
imunodefisiensi / imunosupressif.
Umur Kebanyakan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan,
insiden paling banyak pada umur 6 – 10 bulan (pada masa pemberian
makanan pendamping).
Variasi musiman pola musim diare dapat terjadi melalui letak
geografi. Pada daerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi
pada musim panas sedangkan diare karena virus (rotavirus) puncaknya pada
musimdingin. Pada daerah tropik diare rotavirus terjadi sepanjang tahun,
frekuensi meningkat pada musim kemarau sedangkan puncak diare karena
bakteri adalah pada musim hujan.
Kebanyakan infeksi usus bersifat asimtomatik / tanpa gejala dan
proporsi ini meningkat di atas umur 2 tahun karena pembentukan imunitas
aktif.
3. Etiologi
a. Faktor infeksi
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli,
Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi
virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit
(E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
Infeksi parenteral yaitu infeksi di luar sistem pencernaan yang
dapat menimbulkan diare seperti otitis media akut, tonsilitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. (Behrman, 2009).
b. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat yaitu disakarida (intoleransi laktosa,
maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting
pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak
dan protein.
c. Faktor Makanan
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun
dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
d. Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).
Gambar 1. Bagan Penyebab penyakit diare
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini didapatkan keluhan BAB cair pada seorang pasien bayi laki-
laki usia 6 bulan, yang dibawa orang tuanya ke IGD RSUD Dr. Moewardi dengan
frekuensi sebanyak >10 kali sehari sejak satu hari SMRS. Berdasarkan anamnesis,
pasien tersebut mengalami diare akut, dimana pasien BAB lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari satu
minggu (Riskesdas 2007). Pada pasien diare, perlu ditanyakan hal-hal sebagai
berikut: lama diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak
lendir dan darah. Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa,
berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 – 8 jam terakhir. Makanan dan
minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang
menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Pada pasien ini ditemukan
bahwa sejak satu hari, pasien buang air besar dengan tinja berkonsistensi cair
tidak ada ampas, tidak ada lendir maupun darah, sebanyak ± ¼ gelas belimbing
setiap BAB, warna kuning, tidak seperti air cucian beras, tidak berbau amis dan
tidak disertai lendir dan darah. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya mual dan
muntah, saat itu pasien masih dapat meminum Asi dengan baik.
Saat di IGD RSDM dari hasil pemeriksaan didapatkan keadaan umum
pasien sadar, menangis, rewel, masih bergerak aktif, mata cekung, dengan BAK
terakhir saat di IGD.
Dari hasil anamnesis dan pemerikaan fisik pasien dimungkinkan mengalami
diare akut dengan dehidrasi ringan – sedang, dikaterigokian sebagai derajat
dehidrasi ringan sedang apabila didapatkan keadaan umum gelisah atau cengeng,
ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata berkurang, mukosa
mulut dan bibir sedikit kerin, turgor kurang dan akral masih hangat.
Saat ini pasien berusia 6 bulan dengan berat badan 4,0 kg dan tinggi badan
57 cm. pada antropometri didapatkan gizi kurang, underweight, severe stunded.
Permasalahan terkait gizi pasien adalah pasien sampai saat ini hanya minum ASI
dan ASB. Dengan produksi ASI ibu yang sedikit, sehingga pasien lebih sering
mengkonsumsi ASB. Tetapi menurut ibu pasien sehari-hari jarang minum ASI
maupun ASB. Pasien lebih sering minum air putih atau teh yang dimasukkan ke
dalam botol minum..
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen pada diare
antara lain: tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama
kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh
tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi
yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara
penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain :
gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya
motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik
(Soebagyo dan Santoso, 2009). Faktor risiko diare yang ditemukan pada psien
berupa: tidak mendapatkan ASI ekslusif dan gizi kurang.. Keterbatasan pemberian
ASI dan pemberian air putih dan teh yang dimasukan kedalam botol ini perlu
menjadi perhatian, karena kurangnya higienitas bahan dan peralatan yang
digunakan bisa menjadi media masuknya kuman ke dalam saluran cerna.
Pemberian ASI ekslusif pada awal masa bayi dapat menurunkan risiko terjadinya
diare pada 6 bulan awal kehidupan (OR 0.37, 95 % CI 0.15 to 0.88) (Hanieh et al.,
2015).
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
tersebut pasien didiagnosis dengan: diare akut dehidrasi sedang.
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun
sedang dirawat di rumah sakit, yaitu: 1. Cairan, 2. Seng, 3. Nutrisi, 4. Antibiotik,
5. Nasihat kepada orang tua. Pasien ini ditatalaksana dengan mondok bangsal
gastroenterologi anak untuk dilakukan monitoring
Terapi cairan yang diberikan pada pasien ini diberikan sesuai dengan terapi
dehidrasi ringan sedang, yaitu: Rehidrasi dapat menggunakan oralit 75ml/kgBB
dalam 3 jam pertama yaitu 75ml x 7.5kg= 564.5 ml oralit, dilanjutkan untuk
mengganti kehilangan cairan setiap diare cair sebanyak 5-10ml/kgBB yaitu 10ml
x 7.5 kg = 75 ml tiap buang air besar. Namun karena pasien sulit untuk minum
peroral akibat rewel, maka diberikan rehidrasi parenteral (intravena) dengan
menggunakan IVFD Asering (200ml/kg/hari) = 200ml x 7.5 kg= 1500 ml / hari ≈
66 ml/jam selama 24 jam.
Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan seng
pada anak berusia >6 bulan dengan diare dengan dosis 20 mg perhari selama 10 –
14 hari, dan pada bayi <6 bulan dengan dosis 10 mg perhari selama 10 – 14 hari
(Soebagyo dan Santoso, 2009). Suplementasi seng telah terbukti mampu
memperingan durasi dan keparahan diare serta kemungkinan infeksi selanjutnya
selama 2-3 bulan berikutnya (Khan dan Sellen, 2011).
ASI merupakan nutrisi yang digunakan sebagai terapi pada pasien ini. Bayi
yang minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi
yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3
jam. Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa secara
rutin tidak diperlukan. Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa mungkin
diperlukan untuk sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul
kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi (Soebagyo dan
Santoso, 2009). Pasien ini mendapatkan terapi diet Air Susu Ibu (ASI) dan Air
Susu Buatan (ASB).
Antibiotik diberikan jika ada indikasi saja, misalnya disentri (diare
berdarah) atau kolera. Pemberian antibiotik tidak rasional akan mengganggu
keseimbangan flora usus sehingga dapat memperpanjang lama diare dan
Clostridium defficile akan tumbuh yang menyebabkan diare sulit disembuhkan
(IDAI, 2009). Pasien pada kasus ini tidak mendapatkan terapi antibiotik.
Pemberian obat pada pasien ini berupa terapi simtomatis diberikan antipiretik
dengan pilihan parasetamol 10-15mg/ kgBB/ kali apabila demam.
Nasihat kepada orang tua penting diberikan dalam penatalaksanaan diare.
Pemberian minum melalui botol lebih meningkatkan penyebaran penyakit
dibandingkan dengan pemberian ASI ekslusif. Pendidikan terhadap orang tua
yang rendah mengenai bagaimana menjaga higienitas pemberian asupan pada bayi
mempengaruhi kejadian diare (Scott et al., 2010).
DAFTAR PUSTAKA