Anda di halaman 1dari 2

Lemahnya Pergerakan Mahasiswa Hari Ini

Pascareformasi pada tahun 1998, pergerakan mahasiswa selalu memberikan warna tersendri
dalam panggung demokrasi di Indonesia. Hak kebebasan berpendapat yang terjamin oleh UU
No.9 Tahun 1999 sebagai salah satu pencapaian perjuangan panjang para mahasiswa
terdahulu, terus dimanfaatkan secara maksimal oleh para mahasiswa untuk mengkritisi
kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro rakyat dan menunjukan eksistensi mahasiswa
ditengah masyarakat.

Namun hal yang tidak bisa dipungkiri dan harus segera disadari serta diperbaiki oleh
mahasiswa adalah, hari ini pergerakan mahasiswa makin kehilangan tempatnya di hati
masyarakat. Sangat jarang pergerakan mahasiswa tampil sebagai problem solver atas
berbagai permasalahan yang terjadi, sehingga turunnya mahasiswa ke jalan tidak lagi menjadi
hal yang dirindukan oleh masyarakat. Bahkan pergerakan mahasiswa hanya dipandang
sebagai peyebab dari kemacetan di jalan saja.

Salah satu penyebabnya adalah, tidak dapat dipungkiri bahwa hari ini, visi pergerakan untuk
memerjuangkan yang benar mulai memudar. Padahal visi pergerakan ibarat urat nadi yang
mana hilangnya pemahaman akan visi mengakibatkan beberapa elemen pergerakan
mahasiswa tidak dapat menjalankan bahkan tidak memahami perannya dalam pergerakan
yang tengah dijalani. Sehingga yang terjadi adalah massa pergerakan mahasiswa hanya baik
secara kuantitas namun nihil secara kualitas.

Memudarnya visi pergerakan membuat pergerakan hari ini tidak dikelola secara serius.
Banyak aksi-aksi instan yang hanya digodok dalam waktu yang sangat singkat sehingga data
yang disajikan masih sangat mentah dan dapat dengan sangat mudahnya dipatahkan.
Sehingga mahasiswa sering kali harus pulang tanpa membawa hasil yang diharapkan. Selain
itu, orasi yang dilontarkan pun tak jarang adalah orasi “template” dan minim data. Ancaman
untuk menurunkan pemimpin seringkali dilontarkan tidak pada tempatnya sehingga menjadi
ancaman murahan yang tidak lagi ditakuti bahkan tak jarang hanya ditertawakan.

Dari sisi massa aksi pun terkadang kuantitas lebih diutamakan dibanding kualitas. Berdalih
pentingnya massa aksi dalam mempengaruhi keberhasilan pergerakan, eskalasi yang
diciptakan seringkali hanya berfokus pada memperbanyak massa dan lupa memikirkan cara
agar seluruh elemen masyarakat merasakan urgensi dari isu yang diangkat. Seringkali hal-hal
yang bersifat pragmatis mahasiswa menjadi topik yang terus digembor-gemborkan agar
mahasiswa sehingga mau untuk berpartisipasi dalam pergerakan. Sehingga mahasiswa malah
jadi objek bukan subjek dalam pergerakan itu, dan tujuan yang dibawa pun bukan lagi
memerjuangkan hal yang benar melainkan sekadar memerjuangkan urusan perut yang
terancam. Lebih parah lagi, kadang langkah senioritas dijadikan opsi dalam memperbanyak
jumlah massa aksi, sehingga sebagian massa berangkat dengan kepala kosong tanpa tau apa
yang ia perjuangkan.

Padahal jika kita mau belajar dari sejarah, kita akan dapati pentingnya pemahaman akan
tujuan dari seluruh elemen yang tergabung dalam barisan. Misalnya dari kisah prajurit
muslim pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq yang mulai dari panglima perang, hingga
prajurit terendah memiliki jawaban yang sama ketika ditanyakan apa tujuan mereka
berperang. Alhasil pasukan romawi yang terkenal dengan kekuatannya pada masa itu pun
berhasil takluk ditangan prajurit yang secara kuantitas jauh lebih banyak dari pasukan
muslim.

Dampak dari tidak pahamnhya massa aksi akan tujuan aksi antara lain hilangnya ruh
perjuangan yang merupakan hal esensial dari sebuah pergerakan mahasiswa. Sehingga aksi
hanya terlihat sebagai hal formalitas yang bersifat seremonial dalam rangka menjaga
eksistensi pergerakan mahasiswa ditengah masyarakat. Dampak lain yang seringkali terjadi
adalah pulangnya massa aksi sebelum aksi berakhir karena tidak paham akan urgensinya
sehingga tidak merasa perlu untuk diperjuangkan hingga akhir. Atau aksi dijadikan tempat
untuk berfoto ria, sehingga barisan pun terlihat makin sepi dan kacau, wibawa dari aksi pun
jatuh sehingga tujuan yang diinginkan tidak dapat tercapai.

Mahasiswa adalah pengkritik yang harusnya memahami arti penting sebuah kritikan. Sudah
seharusnya mahasiswa sadar dengan kondisi pergerakan mahasiswa kini. Jangan sampai hal
ini menyebabkan efek domino yang terus berkelanjutan, sehingga pergerakan mahasiswa
nantinya diwariskan sebagai sebuah dagelan, Atau punah karena tidak dapat bertahan dalam
kondisi yang ada.

Anda mungkin juga menyukai